Showing posts with label Pengetahuan Islam. Show all posts
Showing posts with label Pengetahuan Islam. Show all posts

4 Dalil Nabi Muhammad Telah Meninggal

4 Dalil Nabi Muhammad Telah Meninggal
4 Dalil Nabi Muhammad Telah Meninggal
AlQuranPedia.Org – Di sebagian kaum muslimin tersebar kepercayaan bahwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup dan belum meninggal. Jadi ketika ada acara atau ritual tertentu nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hadir dan ikut serta pada acara tersebut. Contohnya adalah perayaan Maulid Nabi. Sebagian orang bahkan sebagian “da’i” mengatakan bahwa nabi hadir pada acara Maulid dan ikut serta merayakannya. Benarkah hal ini?

Kami katakan, hal ini adalah batil dan kedustaan yang nyata. Mereka telah berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini adalah dosa besar, berdusta atas nama Rasulullah.

Dari Al-Mughirah radhiyallahu 'anhu, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4)


Kemudian, maulid nabi adalah perayaan yang tidak pernah dikerjakan Nabi, para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, imam madzab yang 4 dan juga ulama-ulama setelahnya. Ini adalah perbuatan yang mengada-ada dalam beragama. Mengadakannya adalah dosa dan diancam Rasulullah dengan neraka.

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)

Kalaupun Rasulullah hidup, mana mungkin Rasulullah menghadiri acara tersebut yang tidak sesuai dengan ajaran dan sunnahnya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kemudian, ada banyak sekali dalil yang menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah wafat. Tetapi pada tulisan kali ini blog Al-Quran Pedia hanya akan memberikan 4 dalil saja dari ayat Al-Quran. Apa saja dalilnya?

1
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (Q.S. Ali ‘Imran : 185)

Ayat di atas menunjukkan bahwa setiap yang bernyawa pasti merasakan mati, termasuklah dia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

2
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad); maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? (Q.S. Al-Anbiyaa’ : 34)

Ayat di atas sangat tegas menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun wafat, karena tidak ada manusia yang abadi. Nabi ‘Isa ‘alaihissalam saja kelak akan mati juga. Yang abadi hanya Allah Jalla Dzikruhu saja.


3
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (Q.S. Ali ‘Imran : 144)

Ayat di atas sangat jelas dan gamblang menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah wafat. Beliau sama seperti para rasul lainnya, manusia biasa yang akan mengalami yang namanya kematian. Ayat di atas juga dibaca Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu di hadapan para sahabat di hari wafatnya baginda shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Bakar berkhutbah di hadapan para sahabat menjelaskan bahwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat. Ketika beliau membacakan ayat di atas maka lemaslah para sahabat termasuk ‘Umar bin Khattab yang kala itu tidak mempercayai nabi meninggal. Disebutkan dalam riwayat bahwa para sahabat seakan baru mendengar ayat tersebut.

4
Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). Kemudian sesungguhnya kamu pada hari kiamat akan berbantah-bantah di hadapan Tuhanmu. (Q.S. Az-Zumar : 30-31)

Ayat di atas juga dibaca oleh Abu Bakar saat berkhutbah pada hari meninggalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para sahabat yang tadinya tidak percaya Rasul telah meninggal akhirnya percaya setelah mendengar khutbah dari Abu Bakar. Di antara isi khutbah Abu Bakar adalah sebagai berikut.

"Ketahuilah! Barangsiapa yang menyembah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sesungguhnya Muhammad telah wafat. Barangsiapa yang menyembah Allah ‘Azza Wa Jalla , maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati." Kemudian beliau membaca surat Az-Zumar ayat 30-31 dan Ali 'Imran ayat 144. Maka setelah itu para sahabat menangis terisak-isak. (HR. Bukhari no. 3667 dan 3668)

Jadi jelaslah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat. Dalil-dalil telah jelas menunjukkannya. Jadi beliau tidak mungkin hidup di dunia ini lagi, terlebih lagi hadir di acara-acara yang tidak pernah dicontohkan beliau dan generasi salaf. Sepanjang sejarah saja Rasulullah tidak pernah menjenguk sahabatnya, padahal beliau mencintai mereka dan mereka pun sangat mencintai Rasul. Anaknya sendiri saja yakni Fathimah tidak dijenguk oleh Rasulullah. Lantas bagaimana dengan kita yang kadar keimanan dan amalnya masih sangat jatuh dari para sahabat?

Demi Allah kita semua mencintai Rasulullah, mengagungkan beliau, menghormati beliau. Tetapi caranya juga harus benar, tidak boleh asal-asalan. Ada tata cara yang benar bagaimana mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan semua cara itu telah dijelaskan Al-Quran dan Hadits-Hadits dengan sangat jelas. Mencintai beliau bukan dengan cara membuat perayaan-perayaan yang tidak pernah dicontohkan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan ulama-ulama setelahnya. Tetapi mencintai beliau adalah dengan mentaati beliau, mengimani hadits-haditsnya, mengamalkan sunnahnya, melestarikan ajarannya, membaca sirahnya dan bersholawat kepadanya. Itulah cara yang benar. Jasad Rasulullah memang sudah wafat, tetapi beliau akan tetap terkenang di hati kita semua. Dan harapan kita semua adalah dapat berjumpa dengan beliau kelak di surga, sosok yang selama ini kita bersholawat kepadanya dan sosok yang amat teramat kita cintai.


Semoga pembahasan singkat ini bermanfaat.


Diselesaikan pada 19 Muharram 1440 Hijriyah/29 September 2018 Masehi.

Tanda Kuatnya Tauhid Seseorang

Tanda Kuatnya Tauhid Seseorang
Tanda Kuatnya Tauhid Seseorang
AlQuranPedia.Org – Tauhid adalah hal pertama yang wajib dimiliki setiap mukmin. Tauhid berarti mengesakan Allah semata dan meniadakan seluruh sesembahan selain-Nya. Tauhid adalah jalan menuju ke surga, kunci keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Maka dari itulah tauhid merupakan hal pertama yang didakwahkan para rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (Q.S. An-Nahl : 36)


Tauhid adalah syarat utama masuk surga, tanpa tauhid kita tidak akan bisa masuk surga. Maka dari itu selain orang Islam tidak akan bisa masuk surga baik itu Yahudi, Nasrani, Majusi, Hindu, Buddha dan lain sebagainya. Karena sampai selama-lamanya Allah Ta’ala tidak akan pernah ridho terhadap penyekutuan bagi-Nya. Allah tidak akan pernah meridhoi sesembahan dan sekutu bagi-Nya, meskipun itu kepada malaikat yang mulia, para rasul ataupun para wali. Semakin kuat tauhid seseorang maka semakin taqwa dan semakin tinggi pula derajatnya di sisi Allah. Dengan tauhid yang kuat dan kokoh, seseorang akan khusyu’ dalam beribadah, ridho dengan takdir, zuhud dalam kehidupan, dan hidupnya akan tenang.

Lantas bagaimana caranya agar tauhid kita kuat? Tentu saja dengan mengimani dan mengamalkan ketiga tauhid, yakni tauhid Uluhiyyah, Rububiyyah dan Asma Wa Shifat. Salah satunya tidak ada maka tauhidnya tidak akan sempurna. Orang musyrikin Jahiliyah dulu pun bertauhid dengan tauhid rububiyah. Mereka mengimani bahwa Allah Pencipta, Pemelihara, Maha Kuasa. Tetapi mereka mengingkari tauhid Uluhiyyah, yakni tauhid yang meyakini Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang haq dan mengingkari sesembahan/sekutu selain-Nya. Hal ini disebutkan dalam banyak ayat.

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah." Katakanlah: "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku." Kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri. (Q.S. Az-Zumar : 38)


Lantas apa yang menjadi tanda bahwa tauhid seseorang itu kuat? Tandanya adalah semakin takutnya dia jatuh dalam kesyirikan. Kita bisa lihat bagaimana mereka yang tauhidnya sangat kuat amat takut terjatuh dalam kesyirikan, contohnya adalah para nabi. Dalam hal ini kita akan mengambil contoh nabi Ibrahim ‘alaihissalam

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Ibrahim : 35-36)

Lihatlah bagaimana nabi Ibrahim ‘alaihissalam sangat takut terjerumus ke dalam kesyirikan. Beliau berdoa agar dijauhkan dari kesyirikan padahal beliau sudah dijamin surga dan bebas dari neraka. Lantas bagaimana dengan kita yang surganya belum jelas dan belum ada stempel bebas neraka?

Pada ayat lainnya disebutkan bahwa nabi Ibrahim sedang menasehati ayahnya (Azar) agar tidak menyembah berhala dan kembali kepada jalan yang benar. Setelah memberi nasehat dan peringatan, Ibrahim memutuskan untuk menjauhi ayahnya karena takut terjatuh ke dalam perbuatan syirik sebagaimana yang dilakukan ayahnya.

Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku." Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak, dan Ya'qub. Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi. (Q.S. Maryam : 48-49)

Itulah contoh bagaimana kuatnya tauhid seseorang. Dia takut terjerumus dalam kesyirikan yang menyebabkan menjauhnya rahmat Allah dari dirinya. Padahal tanpa rahmat dan hidayah dari Allah, kita tidak akan bisa apa-apa, kita sangat lemah dan tidak berdaya sedikitpun. Terlebih lagi perbuatan syirik tidak akan diampuni oleh Allah dan terancam masuk ke dalam neraka-Nya yang mengerikan. Mari kita perkuat aqidah kita, perkuat tauhid kita, disertai dengan memperkuat iman dan manhaj kita.


Semoga tulisan ini bermanfaat.


Diselesaikan pada 19 Muharram 1440 Hijriyah/28 September 2018 Masehi.

Al-‘Imran Atau Ali ‘Imran?

Al-‘Imran Atau Ali ‘Imran?
Al-‘Imran Atau Ali ‘Imran?
AlQuranPedia.Org – Mungkin banyak kaum muslimin yang masih bingung dan bertanya-tanya, sebenarnya nama surah ketiga di Al-Quran itu apa? Bagaimana cara membacanya? Apakah Al-‘Imran ataukah Ali ‘Imran? Yang benar adalah Ali ‘Imran. Apa alasannya?

(Baca Juga : Islam Itu Luas Bro)

Pertama. Hal ini ditegaskan Allah Subhanahu Wa Ta’ala di dalam firman-Nya:

إِنَّ اللهَ اصْطَفَى ءَادَمَ وَنُوحًا وَءَالَ إِبْرَاهِيمَ وَءَالَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِينَ

Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing), (Q.S. Ali ‘Imran : 33)

Kedua. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang menamakan surat tersebut dengan nama surat Ali ‘Imran. Dari Abu Umamah Al-Bahiliy radhiyallahu ‘anhu, (beliau berkata), “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ اقْرَءُوا الزَّهْرَاوَيْنِ الْبَقَرَةَ وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا اقْرَءُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ وَلاَ تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ

Bacalah Al-Quran karena Al-Quran akan datang pada hari kiamat nanti sebagai syafi’ (pemberi syafa'at) bagi yang membacanya. Bacalah Az-Zahrowain (dua surat cahaya) yaitu surat Al-Baqarah dan Ali 'Imran karena keduanya datang pada hari kiamat nanti seperti dua awan atau seperti dua cahaya sinar matahari atau seperti dua ekor burung yang membentangkan sayapnya (bersambung satu dengan yang lainnya), keduanya akan menjadi pembela bagi yang rajin membaca dua surat tersebut. Bacalah pula surat Al-Baqarah. Mengambil surat tersebut adalah suatu keberkahan dan meninggalkannya akan mendapat penyesalan. Para tukang sihir tidak mungkin menghafalnya.” (HR. Muslim no. 1910)

Ketiga. Jikalau dinamakan surat Al-‘Imran maka tidak tepat, seharusnya ‘Imran saja karena itulah nama yang ditakdirkan Allah untuknya. Sama halnya seperti Adam, Idris, Maryam, ‘Isa, Muhammad, Dzulqarnain, Luqman, tidak ada yang menggunakan lafadz “Al”. Kita tidak pernah mendengar Al-Adam, Al-Idris, Al-Maryam, Al-Luqman dan lain sebagainya. Karena nama-nama mereka memang sudah ditakdirkan dan ditetapkan demikian.


Keempat. Kalau dinamakan Al-‘Imran maka kurang tepat. Karena di dalam surat Ali ‘Imran tidak disebutkan 1 ayat pun tentang ‘Imran, yang disebutkan adalah keluarganya, yakni istrinya, anaknya (Maryam), cucunya (‘Isa), saudaranya (Zakariyya), keponakannya (Yahya). Maka dari itu yang tepat adalah Ali ‘Imran yang berarti keluarga ‘Imran.

Kisah istri ‘Imran dimulai pada ayat ke-35

(Ingatlah), ketika isteri 'Imran berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Q.S. Ali ‘Imran : 35)

Kisah anak ‘Imran, yakni Maryam dimulai dari ayat 42

Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu). (Q.S. Ali ‘Imran : 42)

Kisah saudara ‘Imran, yakni Zakariyya ‘alaihissalam dimulai dari ayat 37

Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah." Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa." (Q.S. Ali ‘Imran : 37-38)

Kisah keponakan ‘Imran, yakni Yahya ‘alaihissalam disebutkan pada ayat 39

Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): "Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh." (Q.S. Ali ‘Imran : 39)

Kisah cucu ‘Imran, yakni ‘Isa ‘alaihissalam dimulai pada ayat 48

Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al-Kitab, Hikmah, Taurat dan Injil. (Q.S. Ali ‘Imran : 48)

Jadi jelaslah bahwa yang benar adalah surah Ali ‘Imran sehingga diharapkan kaum muslimin tidak salah lagi dalam menyebutkannya. Itulah pembahasan singkat kita mengenai surat Ali ‘Imran. Semoga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan agama kita semua.


Semoga bermanfaat.


Diselesaikan pada 19 Muharram 1440 Hijriyah/29 September 2018 Masehi.

Inilah Lokasi Wafatnya Nabi Musa

Inilah Lokasi Wafatnya Nabi Musa
Inilah Lokasi Wafatnya Nabi Musa
AlQuranPedia.Org – Nabi Musa ‘alaihissalam adalah nabi yang paling banyak disebut namanya di Al-Quran, yakni sebanyak 136 kali. Kisah beliau ‘alaihissalam juga cukup panjang lebar dijelaskan Allah dalam banyak surat seperti Al-Baqarah, Al-A’raaf, Thaahaa, Al-Qashash dan Asy-Syu’araa’. Beliau ‘alaihissalam bersama saudaranya yakni Harun ‘alaihissalam diutus kepada Bani Israil. Nabi Musa ‘alaihissalam juga memiliki banyak mukjizat seperti dapat berkomunikasi dengan Allah secara langsung, tongkatnya dapat berubah jadi ular, tongkatnya dapat membelah lautan, dan lain sebagainya.


Pada tulisan kali ini blog Al-Quran Pedia akan mencoba membahas sedikit mengenai lokasi wafatnya nabiyullah Musa ‘alaihi ash-sholatu was salam.

Disebutkan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُرْسِلَ مَلَكُ الْمَوْتِ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِمَا السَّلَام فَلَمَّا جَاءَهُ صَكَّهُ فَرَجَعَ إِلَى رَبِّهِ فَقَالَ: أَرْسَلْتَنِي إِلَى عَبْدٍ لَا يُرِيدُ الْمَوْتَ. فَرَدَّ اللهُ عَلَيْهِ عَيْنَهُ وَقَالَ: ارْجِعْ فَقُلْ لَهُ يَضَعُ يَدَهُ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ فَلَهُ بِكُلِّ مَا غَطَّتْ بِهِ يَدُهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ سَنَةٌ. قَالَ: أَيْ رَبِّ، ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: ثُمَّ الْمَوْتُ. قَالَ: فَالْآنَ. فَسَأَلَ اللهَ أَنْ يُدْنِيَهُ مِنَ الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ. قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ فَلَوْ كُنْتُ ثَمَّ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ

Malaikat Maut diutus kepada Musa ‘alaihissalam. Ketika dia mendatanginya, beliau menamparnya. Malaikat itu kembali kepada Rabbnya, lalu berkata, “Engkau telah mengutusku kepada seorang hamba yang tidak menyukai maut.”

Kemudian, Allah mengembalikan matanya dan berkata, “Kembalilah dan katakan kepadanya, supaya meletakkan tangannya di lambung seekor sapi jantan, lalu dia berhak pada setiap bulu yang ditutupi tangannya adalah satu tahun.”

Musa berkata, “Wahai Rabbku, kemudian apa lagi?”

Allah menjawab, “Kemudian adalah maut.”

Musa berkata, “Maka sekaranglah,” beliau pun memohon kepada Allah agar mendekatkannya ke Tanah Suci sejauh lemparan batu.

Kata rawi, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Seandainya aku di sana, sungguh, pasti akan aku perlihatkan kepada kamu kuburannya di samping jalan dekat bukit merah.'” (HR. Bukhari no. 1339 dan Muslim no. 2372)


Semua para nabi diberi pilihan oleh Allah sebelum wafatnya, apakah ingin diwafatkan ataukah ditunda sekian waktu. Sebagaimana hal ini juga dialami baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum wafatnya. Dan beliau ketika itu memilih berjumpa dengan Allah (yakni wafat). Dan pada hadits di atas diceritakan bahwa Nabi Musa diberi pilihan apakah ingin diwafatkan atau ditunda dahulu. Akhirnya beliau memilih untuk diwafatkan.

Kita fokus kepada ujung hadits bahwa Nabi Musa ‘alaihissalam memohon kepada Allah agar diwafatkan di dekat Tanah Suci. Maksud Tanah Suci tersebut adalah Baitul Maqdis atau Masjidil Aqsha. Allah pun mengabulkan doa beliau ‘alaihissalam. Dan di akhir hadits disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang letak kuburan nabi Musa, yaitu di samping jalan dekat bukit merah. Inilah lokasi wafat dan kuburannya nabi Musa ‘alaihissalam. Lokasi tersebut juga dipertegas dengan hadits lain,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada malam aku diisra’kan, aku melewati Musa di dekat bukit pasir merah, dia sedang berdiri shalat di dalam kuburnya." (HR. Muslim no. 164)

Jadi itulah pembahasan singkat kita mengenai lokasi wafatnya Nabi Musa ‘alaihissalam. Semoga menambah wawasan dan pengetahuan kita.


Semoga bermanfaat.


Diselesaikan pada 20 Muharram 1440 Hijriyah/30 September 2018 Masehi.

Kapan Rasulullah Menangis?

Kapan Rasulullah Menangis?
Kapan Rasulullah Menangis?
AlQuranPedia.Org – Orang mukmin sejati, dia akan lebih banyak menangis daripada tertawa. Menangis karena membayangkan siksa kubur, membayangkan siksaan neraka, sedikitnya amal, dosa-dosa yang begitu banyak, sementara nyawa tidak ada yang tahu kapan akan dicabut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Surga dan neraka ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat tentang kebaikan dan keburukan seperti hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis." Anas bin Malik –perawi hadits ini mengatakan, “Tidaklah ada satu hari pun yang lebih berat bagi para sahabat selain hari itu. Mereka menutupi kepala mereka sambil menangis sesenggukan." (HR. Muslim no. 2359)

Orang yang beriman hatinya sangatlah lembut, ketika melihat dan mendengar sesuatu yang menyentuh  sedikit saja dirinya akan menangis. Misalnya adalah ketika mendengarkan ayat Al-Quran.

Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. (Q.S. Maryam : 58)
Begitu pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hati beliau sangatlah lembut. Hal itu ditunjukkan dengan banyaknya hadits dan riwayat yang menyebutkan bahwa beliau didapati tidak bisa menahan tangisannya di kondisi-kondisi tertentu. Maka dari itulah blog Al-Quran Pedia tertarik untuk membahasnya. Berikut ini akan diulas sedikit tentang tangisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

1. Menangis Ketika Mendengar Bacaan Ibnu Mas'ud

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Bacalah Al-Quran untukku.” Maka aku menjawab, “Wahai Rasulullah, bagaimana aku membacakan Al-Quran untukmu, bukankah Al-Quran diturunkan kepadamu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku suka mendengarnya dari selainku.” Lalu aku membacakan untuknya surat An-Nisaa’ hingga sampai pada ayat (yang artinya), “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)” (QS. An Nisa’: 41). Beliau berkata, “Cukup.” Maka aku menoleh kepada beliau, ternyata kedua mata beliau dalam keadaan bercucur air mata.” (HR. Bukhari no. 4582 dan Muslim no. 800)

Ibnu Battal rahimahullah mengatakan, “Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menangis pada ayat tersebut karena teringat keadaan beliau nanti pada hari kiamat. Betapa beratnya keadaan seorang Nabi sebagai seorang da’i, ketika menemui umatnya menjadi saksi bagi orang-orang yang beriman dan membenarkan beliau.

2. Menangis Ketika Teringat Kepada Umatnya

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menangis sebagai bentuk kasih sayang kepada umatnya. Beliau takut kalau umatnya mendapatkan adzab dari Allah. Pada suatu hari beliau shallallahu 'alaihi wa sallam membaca ayat:

إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۖ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Maai'dah : 118)

Beliau mengangkat kedua tangannya dan berdoa, “Ya Allah, umatku, umatku”. Kemudian beliau menangis. Allah berfirman, “Wahai Jibril pergilah menemui Muhammad, dan Rabbmu lebih mengetahui, tanyakan apa yang membuatnya menangis?”

Jibril pun datang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahukan padanya. Kemudian Jibril kembali kepada Allah. Allah berfirman, “Wahai Jibril kembalilah menemui Muhammad dan katakan padanya Kami akan membuatmu ridha tentang umatmu. Dan Kami tidak akan menyedihkanmu’.”

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menangis, khawatir tentang keadaan umatnya. Beliau bersedih kalau-kalau umatnya menjadi penghuni neraka.

3. Menangis Ketika Sholat

Diriwayatkan dari Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menunaikan shalat malam di suatu malam. Beliau bersabda,

يَا عَائِشَةُ ذَرِينِي أَتَعَبَّدُ اللَّيْلَةَ لِرَبِّي

“Wahai Aisyah…, biarkanlah aku beribadah kepada Rabku malam ini.”

Kemudian beliau bersuci dan mengerjakan shalat. Beliau menangis hingga membasahi pangkuannya. Dan beliau terus menangis sampai air matanya mengalir di janggutnya. Tangisnya terus mengalir hingga menetes di lantai. Kemudian Bilal radhiyallahu ‘anhu datang mengumandangkan adzan shalat subuh. Ketika Bilal melihat beliau menangis, ia berkata, “Wahai Rasulullah, Anda menangis, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?” Beliau menjawab,

أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا، لَقَدْ نَزَلَتْ عَلَيَّ اللَّيْلَةَ آيَةٌ، وَيْلٌ لِمَنْ قَرَأَهَا وَلَمْ يَتَفَكَّرْ فِيهَا

“Tidakkah aku tidak menjadi hamba yang bersyukur? Sungguh telah turun kepadaku malam ini sebuah ayat, celaka orang yang membacanya dan tidak merenungkannya.”

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal….” (Q.S. Ali ‘Imran : 190) (HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya no 620, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 68 dan juga oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth)

4. Menangis Melihat Sa’ad bin Muadz

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menemui Sa'ad bin Muadz radhiyallahu ‘anhu yang menderita luka parah di Perang Khandaq. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menangis. Ketika orang-orang melihat beliau menangis, mereka pun ikut menangis. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ تَسْمَعُونَ إِنَّ اللَّهَ لاَ يُعَذِّبُ بِدَمْعِ العَيْنِ، وَلاَ بِحُزْنِ القَلْبِ، وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا – وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ – أَوْ يَرْحَمُ، وَإِنَّ المَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ

Tidakkah kalian mendengar, bahwa Allah tidak menyiksa disebabkan tetesan air mata atau kesedihan hati. Namun Allah menyiksa atau merahmati disebabkan ini, -beliau berisyarat ke lisannya-. Sesungguhnya mayit disiksa disebabkan tangisan keluarganya kepadanya. (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Menangis Ketika Mendapati Hamzah Wafat

Setelah Perang Uhud usai, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencari paman beliau Singa Allah, Hamzah bin Abdul Muthalib radhiyallahu ‘anhu. Beliau dapati pamannya telah terbunuh syahid di Lembah Uhud dalam keadaan yang tidak wajar, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menangis. 'Abdullah bin Mas’ud berkata, “Kami tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menangis dengan tangisan yang dalam, melebihi tangisan beliau ketika kematian Hamzah bin Abdul Muthalib. Beliau meletakkannya menghadap kiblat kemudian menyalati jenazahnya. Beliau menangis begitu pilu hingga benar-benar dikuasai dengan tangisannya.

6. Menangis Ketika Menziarahi Ibunda Beliau

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah seorang anak yatim piatu. Beliau meminta izin kepada Allah untuk menziarahi makam ibu beliau. Dan Allah mengizinkannya dan melarang beliau dari memohonkan ampunan. Beliau datang ke kubur ibunda beliau. Kemudian menangis dengan tangisan yang dalam sampai-sampai membuat orang di sekitarnya pun ikut menangis karena kesedihan beliau. Setelah itu beliau bersabda,

زوروا القبور فإنها تذكر الموت

“Ziarahilah kubur! Karena hal itu mengingatkan akan kematian.”

7. Menangis Ketika Ibrahim Wafat

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun menangis ketika anak beliau, Ibrahim, wafat. Dengan tetesan air matanya, beliau bersabda,

إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ، وَالْقَلْبَ يَحْزَنُ، وَلاَ نَقُوْلُ إِلاَّ مَا يَرْضَى رَبُّنَا، وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيْمُ لَمَحْزُونُوْنَ

“Sesungguhnya mata menangis dan hati bersedih, tetapi tidak ada yang kita ucapkan kecuali apa yang diridhai oleh Rabb kita. Sesungguhnya perpisahan kami denganmu wahai Ibrahim, sungguh menyedihkan.” (HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya)

8. Menangis Ketika Melihat Orang Anshar

Pada pembagian ghanimah seusai dari Perang Hunain, sahabat Anshar merasa keberatan dengan kebijakan beliau dalam membagi ghanimah. Kemudian beliau mengumpulkan sahabat Anshar lalu berbicara kepada mereka. Beliau bersabda, “Tidakkah kalian ridha, orang-orang (Mekah) kembali dengan ghanimah berupa kambing, materi, dan hewan-hewan tunggangan, sementara kalian pulang (ke Madinah) bersama Rasulullah”? Beliau menyambung ucapannya, “Jawablah pertanyaanku. Tidakkah kalian berbicara?"

Mereka menjawab, “Dulu Anda datang kepada kami dalam keadaan tidak aman, kami jamin keamanan Anda. Anda diusir, kami menyediakan tempat untuk Anda. Anda dihina, kami tolong Anda.” Mereka mengatakan, “Sesungguhnya (kedatangan Anda) Allah memberi karunia kepada kami dengan rasul-Nya. Ini adalah keutamaan atas kami melebihi orang-orang selain kami.” Kemudian mereka menangis. Dan semakin banyak orang-orang menangis. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun menangis haru.

9. Menangis Ketika Melihat Mush'ab bin Umair

Da’i pertama dalam Islam, Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu. Dulu, sewaktu di Mekah, ia bergelimang dengan kenikmatan karena ia anak seorang yang kaya. Saat hijrah ke Madinah, ia bertahan dalam keadaan miskin. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ketika kami sedang duduk-duduk di masjid, saat itu muncul Mush’ab bin Umair. Ia hanya memiliki kain burdah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam menangis melihat pemandangan tersebut. Teringat akan keadannya di Mekkah yang penuh dengan kenikmatan. Dan sekarang berbanding terbalik dari hal itu.

10. Menangis di Badar

Dalam Perang Badar, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menangis. Beliau khawatir kalau perang tersebut adalah akhir cerita dari orang-orang yang beriman. Karena pasukan yang dihadapi sama sekali tidak imbang. Baik dari sisi persiapan perang dan jumlah pasukan. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sungguh kami melihat semua orang tertidur kecuali Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bermunajat di bawah pohon. Shalat dan menangis hingga pagi.

11. Menangis Ketika 70 Sahabat Ahli Quran Dibunuh

Dalam kisah yang lain, ada sekelompok orang datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka berkata, “Utuslah bersama kami seseorang yang mengajarkan kami Al-Quran dan sunnah.” Rasulullah pun mengutus 70 orang sahabat Anshar yang disebut sebagai al-Qurra (ahli Al-Quran). Di antara mereka ada pamanku yang bernama Haram.

Haram bin Milhan berangkat bersama rombongannya dengan membawa surat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk musuh Allah, Amir bin Ath-Thufail. Kemudian 70 orang utusan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dibunuh. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersedih dengan kesedihan yang mendalam. Beliau sangat terluka dengan pembunuhan para sahabatnya di Bi’ru Ma'unah. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah bersedih sebagaimana kesedihan beliau dengan apa yang terjadi pada mereka (pembantaian para sahabat di Bi’ru Ma'unah).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Itulah kondisi-kondisi yang menyebabkan baginda shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis. Tidakkah kita menangis melihatnya? Tidakkah kita semakin rindu dengan Rasulullah? Kalau hati kita tidak tergerak sedikitpun membaca kisah-kisah di atas maka segeralah kita beristighfar, mohon ampun dan memohon hidayah dari Allah. Kita takut bilamana hati kita sudah dikunci mati oleh Allah. Na’udzubillah.

Sebagai penutup mari kita simak hadits di bawah ini yang menunjukkan besarnya kecintaan dan kerinduan mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berpesan kepada Muadz bin Jabal yang beliau utus ke Yaman. Beliau bersabda, Wahai Muadz sesungguhnya engkau mungkin tidak bertemu aku lagi setelah tahun ini, dan mungkin saja engkau akan melewati masjidku ini dan kuburanku ini.” Maka Mu’adz pun menangis takut berpisah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. (HR. Ahmad)

Sumber : KhotbahJumat.Com dengan beberapa perubahan
Semoga bermanfaat.


Diselesaikan pada 20 Muharram 1440 Hijriyah/30 September 2018 Masehi.

Aku Belum Pernah Kecewa Berdoa Kepada-Mu

Aku Belum Pernah Kecewa Berdoa Kepada-Mu
Aku Belum Pernah Kecewa Berdoa Kepada-Mu
AlQuranPedia.Org – Berdoa adalah ibadah yang agung, ibadah yang dapat mengubah takdir dan berpengaruh sangat besar bagi seorang hamba. Bahkan doa merupakan ibadah yang Allah Ta’ala sendiri yang memerintahkannya

Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (Q.S. Al-Mu’min : 60)


Adapun tulisan kita pada kali ini adalah “Aku Belum Pernah Kecewa Berdoa Kepada-Mu”. Judul tulisan ini dikutip dari doa nabi Zakariyya ‘alaihissalam. Nabi Zakariyya adalah paman dari Maryam ibunda nabi ‘Isa ‘alaihissalam. Nabi Zakariyya belum dikaruniai seorang anakpun, padahal beliau sudah berpuluh-puluh tahun menikah dengan istrinya. Tetapi Nabi Zakariyya tidak pernah berhenti berdoa kepada Allah Jalla Jalaluh. Sampai-sampai Allah memujinya,

yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Q.S. Maryam : 3)

Nabi Zakariyya tahu dia sudah tua, sudah lemah, sudah beruban dan istrinya adalah seorang yang mandul. Akan tetapi Nabi Zakariyya mengatakan bahwa dia tidak pernah kecewa berdoa kepada Allah.

Ia berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. (Q.S. Maryam : 4)

Adapun alasan Nabi Zakariyya agar dikaruniakan anak bukanlah karena hal duniawi, tetapi Nabi Zakariyya punya alasan yang mulia.

Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai." (Q.S. Maryam : 5-6)


Maka karena ketaqwaannya, kesholihannya dan kesabarannya, Allah kabulkan doanya. Bahkan Allah sendiri yang menamakan anaknya, yaitu Yahya ‘alaihissalam.

Hai Zakariyya, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia. (Q.S. Maryam : 7)

Kemudian Nabi Zakariyya sudah tua sekali dan istrinya mandul, maka dari itu beliau bertanya bagaimana mungkin, karena secara medis, logika dan akal hal tersebut tidaklah mungkin.

Zakariyya berkata: "Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua." (Q.S. Maryam : 8)

Tetapi Allah menjawabnya, bahwa itu sangat mudah bagi Allah, cukup Allah berkata kun (jadilah), fayakun (maka jadilah sesuatu itu).

Tuhan berfirman: "Demikianlah." Tuhan berfirman: "Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesunguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali." (Q.S. Maryam : 9)

Menciptakan seseorang yang sebelumnya tidak ada saja mudah bagi Allah. Menciptakan Adam tanpa bapak ibu saja mudah bagi Allah. Menciptakan Hawa tanpa ibu mudah bagi Allah. Menciptakan ‘Isa tanpa ayah mudah bagi Allah. Lantas dengan kondisi nabi Zakariyya itu bukankah lebih mudah bagi Allah?

Wahai saudara-saudaraku sekalian. Banyak hikmah yang bisa kita petik dari kisah Nabi Zakariyya ‘alaihissalam ini. Di antaranya adalah jangan pernah kecewa dan berhenti berdoa kepada Allah Jalla Jalaluh. Ketahuilah bahwa Allah akan mengabulkan doa-doa kita.

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Q.S. Al-Baqarah : 186)

Jangan pernah sesekali kita berputus asa dari rahmat Allah, karena yang berputus asa dari rahmat Allah hanyalah orang-orang kafir.

dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (Q.S. Yusuf : 87)

(Baca Juga : Islam Itu Luas Bro)

Itulah pembahasan singkat kita. Semoga ada manfaatnya bagi kita dan menambah ilmu pengetahuan serta wawasan kita.


Diselesaikan pada 28 Dzulhijjah 1439 Hijriyah/9 September 2018 Masehi.

Orang Yahudi Juga Memperingati Hari ‘Asyura

Orang Yahudi Juga Memperingati Hari ‘Asyura
Orang Yahudi Juga Memperingati Hari ‘Asyura
AlQuranPedia.Org – Hari ‘Asyura merupakan tanggal 10 Muharram dari kalender Hijriyah. Hari ‘Asyura merupakan hari yang agung. Sementara Muharram adalah bulan Allah dan termasuk ke dalam bulan Haram yang dimuliakan Allah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163)


Di dalam hadits lain disebutkan,

Dari Abu Qotadah Al-Anshori radhiyallahu 'anhu, dia berkata, “Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, ”Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)

Ternyata hari ‘Asyura juga diperingati orang-orang Yahudi. Simak kisah berikut ini.

Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau bercerita, “Ketika tiba di Madinah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mendapati orang-orang Yahudi melakukan puasa ’Asyura. Kemudian Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bertanya, ”Hari yang kalian bepuasa ini adalah hari apa?” Orang-orang Yahudi tersebut menjawab, ”Ini adalah hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya. Ketika itu pula Fir’aun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka bersyukur, maka kami pun mengikuti beliau berpuasa pada hari ini”. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lantas berkata, ”Kita seharusnya lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada kalian.”. Lalu setelah itu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa.” (HR. Muslim no. 1130)


Bahkan di dalam riwayat lain disebutkan bahwa hari ‘Asyura diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani.

Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata, “Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan, “Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)– kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan, “Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim no. 1134)

Lantas apakah ini berarti kaum muslimin ikut-ikut kaum kafir Yahudi dan Nasrani? Jawabannya adalah TIDAK BENAR. Kalau kita lihat riwayat kedua hadits di atas maka di sana tertulis bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan puasa ‘Asyura berdasarkan wahyu, kemudian ada seseorang yang berkata bahwa hari tersebut diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani. Mendengar hal tersebut maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berencana puasa pada hari ke-9 bulan Muharram untuk menyelisihi mereka akan tetapi beliau keburu diwafatkan Allah Ta’ala.

Adapun mengenai hadits pertama maka sebelum Rasul tiba di Madinah, Rasulullah sudah mengerjakan puasa ‘Asyura di Mekkah berdasarkan wahyu dari Allah Ta’ala. Kemudian ketika tiba di Madinah ternyata orang-orang Yahudi berpuasa juga pada hari tersebut. Mereka mengatakan bahwa mereka berpuasa karena nabi Musa juga berpuasa pada hari ‘Asyura dikarenakan Allah telah menyelamatkan beliau dan menenggelamkan Fir’aun. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menjawab bahwa Musa lebih berhak atas kaum muslimin daripada orang Yahudi karena kaum muslimin mengimani Musa, memuliakannya dan beriman kepada Rasululllah sebagaimana yang diperintahkan Taurat. Sementara kaum Yahudi membangkang dan tidak mau beriman kepada Rasulullah padahal telah tertera di dalam Taurat mereka. Setelah itu turunlah wahyu sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin berpuasa pada hari ‘Asyura.

Itulah pembahasan singkat kita mengenai peringatan hari ‘Asyura yang dirayakan oleh orang-orang Yahudi. Semoga menambah wawasan dan pengetahuan kita semua.


Semoga bermanfaat.


Diselesaikan pada 28 Dzulhijjah 1439 Hijriyah/9 September 2018 Masehi.