Showing posts with label Pengetahuan Islam. Show all posts
Showing posts with label Pengetahuan Islam. Show all posts

Matahari Pernah Berhenti di Zaman Nabi Ini

Matahari Pernah Berhenti di Zaman Nabi Ini
Matahari Pernah Berhenti di Zaman Nabi Ini
AlQuranPedia.Org – Bukan hanya bumi saja yang bergerak, ternyata matahari juga bergerak. Tetapi pergerakannya wallahu a’lam, hanya Allah yang tahu bagaimana bergeraknya. Hal ini disebutkan di dalam ayat Al-Quran dan hadits yang shahih. Kalau di dalam Al-Quran disebutkan pada ayat berikut.

Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. (Q.S. Al-Anbiyaa’ : 33)


Pada ayat lain Allah Ta’ala berfirman,

Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Q.S. Yaasiin : 40)

Adapun di dalam hadits yakni sebagai berikut.

Dari Abu Dzar Al-Ghifary radhiyallahu 'anhu bahwa pada suatu hari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Tahukah kalian ke manakah matahari ini pergi?” Mereka berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui?” Beliau bersabda, “Sesungguhnya matahari ini berjalan sehingga sampai ke tempat peredarannya di bawah 'Arsy, lalu dia bersujud. Dia tetap selalu seperti itu sehingga dikatakan kepadanya: ‘Bangunlah! Kembalilah seperti semula engkau datang’, maka dia pun kembali dan terbit dari tempat terbitnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi itu adalah dalil yang menunjukkan bahwa matahari juga bergerak. Bahkan para ilmuwan astronom juga telah memberikan penjelasan bahwa matahari juga bergerak, bukan hanya bumi dan bulan saja. Adapun pada tulisan kali ini kita akan membahas tentang mengenai matahari yang pernah berhenti bergerak. Mungkin orang terheran-heran mendengarnya, lantas apakah hal tersebut benar? Tentu saja benar. Karena hal ini disampaikan oleh Shodiqul Mashduq, orang yang dijamin kebenaran dan kejujurannya, yaitu Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang mana beliau menerima informasi ini dari Allah Al-Haq, Allah Yang Maha Benar dan tidak mungkin salah.


Jadi matahari itu pernah berhenti di zaman Nabiyullah Yusya’ bin Nun ‘alaihissalam. Bagaimana kisahnya? Disebutkan di dalam Kitab Shahihain, yakni Shahih Bukhari dan Shahih Muslim bahwa ketika Nabi Yusya’ 'alaihissalam hendak melakukan jihad melawan kaum kafir yang menguasai Baitul Maqdis, maka ia memberikan nasihat kepada semua pasukannya. Kemudian beliau pun melakukan perjalanan dalam memerangi kaum kafir. Ketika beliau melihat perang belum usai, sedang matahari hampir tenggelam, maka ia pun memohon kepada Allah agar matahari ditahan. Akhirnya, Allah 'Azza Wa Jalla menahan matahari sampai Nabi Yusya’ menyelesaikan perang dan mengalahkan kaum kafir.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ لَمْ تُحْبَسْ لِبَشَرٍ إِلَّا لِيُوشَعَ لَيَالِيَ سَارَ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ

“Sesungguhnya matahari tak pernah ditahan untuk seorang manusia pun, selain untuk Nabi Yusya’ di hari beliau melakukan perjalanan menuju Baitul Maqdis”. (HR. Ahmad dalam Al-Musnad (2/325). Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 202)

Jadi matahari hanya pernah berhenti di zaman itu saja, matahari tidak akan pernah berhenti sebelum dan setelah zaman nabi Yusya’. Adapun menjelang Kiamat nanti, matahari yang biasanya terbit dari timur maka kelak akan akan terbit dari barat. Saat itulah tidak ada lagi berguna taubat seorang hamba. Tiada lagi berguna permohonan ampun dan permintaan maaf. Pintu taubat sudah ditutup.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Hijrah tidak akan terputus selama taubat masih diterima, dan taubat akan tetap diterima hingga matahari terbit dari barat. Jika ia telah terbit (dari barat), maka dikuncilah setiap hati dengan apa yang ada di dalamnya dan dicukupkan bagi manusia amal yang telah dilakukannya." (HR. Ahmad. Syaikh Ahmad Syakir mengatakan sanadnya shahih. Imam Ibnu Katsir mengatakan sanadnya jayyid lagi kuat)

Pada hadits lainnya,

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat orang yang melakukan kejelekan pada siang hari, dan membentangkan tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat orang yang melakukan kejelekan pada malam hari hingga matahari terbit dari barat.” (HR. Muslim)

Itulah pembahasan singkat kita mengenai matahari yang pernah terhenti pada zaman nabi Yusya’ bin Nun ‘alaihissalam. Semoga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan agama kita.


Semoga bermanfaat.


Diselesaikan pada 20 Muharram 1440 Hijriyah/30 September 2018 Masehi.

Bolehkah Membantu Orang Kafir?

Bolehkah Membantu Orang Kafir?
Bolehkah Membantu Orang Kafir?
AlQuranPedia.Org – Orang kafir adalah orang yang diancam Allah ‘Azza Wa Jalla dengan neraka-Nya. Mereka kufur terhadap Allah, mengadakan tandingan bagi Allah dan tidak menyembah-Nya sebagaimana yang diperintahkan-Nya.

Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (Q.S. Al-Bayyinah : 6)

Pada ayat lain Allah berfirman.

Dan orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, memperoleh azab Jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. (Q.S. Al-Mulk : 6)


Kaum muslimin juga diperintahkan agar berlepas diri dari orang-orang kafir.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. (Q.S. Al-Mumtahanah : 1)

Dan masih banyak ayat-ayat lainnya yang membicarakan bahwa orang kafir tempatnya di neraka dan  kita harus berlepas diri dari orang kafir. Lalu bagaimana hukumnya membantu mereka?

Para ‘ulama telah memberikan penjelasan. Hukum membantu orang kafir terbagi 2:

PERTAMA, Kalau itu berhubungan dengan aqidah, keagamaan, dan ibadah, maka kita diharamkan membantu mereka. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala.

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Q.S. Al-Maa’idah : 2)

Contohnya adalah orang Nasrani merayakan Natal dan meminta kita untuk membantu mereka. Nah hal tersebut diharamkan karena membantu mereka termasuk bentuk tolong menolong dalam hal dosa dan pelanggaran. Seperti yang kita ketahui bahwa selamanya Allah tidak akan ridho terhadap perayaan-perayaan orang kafir. Sehingga ketika kita membantu mereka itu sama saja membantu agar Allah murka. Ini jelas kekufuran dan diharamkan.


KEDUA, Adapun kalau itu merupakan urusan muamalah, bersifat keduniaan, maka ini diperbolehkan. Contohnya adalah membantu mereka ketika mereka kesulitan, memberi hadiah kepada mereka, berbuat adil kepada mereka, ini tidak masalah.

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Q.S. Al-Mumtahanah : 8)

Bahkan kalau kita punya tetangga Yahudi, Nasrani, ataupun orang kafir lainnya, maka kita perlakukan mereka dengan baik. Misalnya kalau kita memasak sesuatu maka berbagilah kepada mereka.

Diceritakan oleh Imam Mujahid, “Saya pernah berada di sisi Abdullah ibnu ‘Amru sedangkan pembantunya sedang memotong kambing. Dia lalu berkata,

ياَ غُلاَمُ! إِذَا فَرَغْتَ فَابْدَأْ بِجَارِنَا الْيَهُوْدِي

”Wahai pembantu! Jika anda telah selesai (menyembelihnya), maka bagilah dengan memulai dari tetangga Yahudi kita terlebih dahulu.”

Lalu ada salah seorang yang berkata,

آليَهُوْدِي أَصْلَحَكَ اللهُ؟!

“(kenapa engkau memberikannya) kepada Yahudi? Semoga Allah memperbaiki kondisimu.”

‘Abdullah bin ’Amru lalu berkata,

إِنِّي سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوْصِي بِالْجَارِ، حَتَّى خَشَيْنَا أَوْ رُؤِيْنَا أَنَّهُ سَيُوّرِّثُهُ

‘Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat terhadap tetangga sampai kami khawatir kalau beliau akan menetapkan hak waris kepadanya.” (Al-Irwa’ Al-Ghalil no. 891)

Bahkan dengan sikap ramah kita kepada mereka, berbuat baik kepada mereka, selama itu bukan urusan agama dan ibadah, maka itu bisa menimbulkan ketertarikan mereka agar masuk ke dalam agama Islam. Inilah keindahan Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin.

Jadi itulah hukum seputar membantu orang kafir. Semoga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan agama kita.


Semoga bermanfaat.


Diselesaikan pada 20 Muharram 1440 Hijriyah/30 September 2018 Masehi.

4 Dalil Nabi Muhammad Telah Meninggal

4 Dalil Nabi Muhammad Telah Meninggal
4 Dalil Nabi Muhammad Telah Meninggal
AlQuranPedia.Org – Di sebagian kaum muslimin tersebar kepercayaan bahwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup dan belum meninggal. Jadi ketika ada acara atau ritual tertentu nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hadir dan ikut serta pada acara tersebut. Contohnya adalah perayaan Maulid Nabi. Sebagian orang bahkan sebagian “da’i” mengatakan bahwa nabi hadir pada acara Maulid dan ikut serta merayakannya. Benarkah hal ini?

Kami katakan, hal ini adalah batil dan kedustaan yang nyata. Mereka telah berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini adalah dosa besar, berdusta atas nama Rasulullah.

Dari Al-Mughirah radhiyallahu 'anhu, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4)


Kemudian, maulid nabi adalah perayaan yang tidak pernah dikerjakan Nabi, para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, imam madzab yang 4 dan juga ulama-ulama setelahnya. Ini adalah perbuatan yang mengada-ada dalam beragama. Mengadakannya adalah dosa dan diancam Rasulullah dengan neraka.

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)

Kalaupun Rasulullah hidup, mana mungkin Rasulullah menghadiri acara tersebut yang tidak sesuai dengan ajaran dan sunnahnya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kemudian, ada banyak sekali dalil yang menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah wafat. Tetapi pada tulisan kali ini blog Al-Quran Pedia hanya akan memberikan 4 dalil saja dari ayat Al-Quran. Apa saja dalilnya?

1
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (Q.S. Ali ‘Imran : 185)

Ayat di atas menunjukkan bahwa setiap yang bernyawa pasti merasakan mati, termasuklah dia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

2
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad); maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? (Q.S. Al-Anbiyaa’ : 34)

Ayat di atas sangat tegas menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun wafat, karena tidak ada manusia yang abadi. Nabi ‘Isa ‘alaihissalam saja kelak akan mati juga. Yang abadi hanya Allah Jalla Dzikruhu saja.


3
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (Q.S. Ali ‘Imran : 144)

Ayat di atas sangat jelas dan gamblang menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah wafat. Beliau sama seperti para rasul lainnya, manusia biasa yang akan mengalami yang namanya kematian. Ayat di atas juga dibaca Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu di hadapan para sahabat di hari wafatnya baginda shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Bakar berkhutbah di hadapan para sahabat menjelaskan bahwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat. Ketika beliau membacakan ayat di atas maka lemaslah para sahabat termasuk ‘Umar bin Khattab yang kala itu tidak mempercayai nabi meninggal. Disebutkan dalam riwayat bahwa para sahabat seakan baru mendengar ayat tersebut.

4
Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). Kemudian sesungguhnya kamu pada hari kiamat akan berbantah-bantah di hadapan Tuhanmu. (Q.S. Az-Zumar : 30-31)

Ayat di atas juga dibaca oleh Abu Bakar saat berkhutbah pada hari meninggalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para sahabat yang tadinya tidak percaya Rasul telah meninggal akhirnya percaya setelah mendengar khutbah dari Abu Bakar. Di antara isi khutbah Abu Bakar adalah sebagai berikut.

"Ketahuilah! Barangsiapa yang menyembah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sesungguhnya Muhammad telah wafat. Barangsiapa yang menyembah Allah ‘Azza Wa Jalla , maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati." Kemudian beliau membaca surat Az-Zumar ayat 30-31 dan Ali 'Imran ayat 144. Maka setelah itu para sahabat menangis terisak-isak. (HR. Bukhari no. 3667 dan 3668)

Jadi jelaslah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat. Dalil-dalil telah jelas menunjukkannya. Jadi beliau tidak mungkin hidup di dunia ini lagi, terlebih lagi hadir di acara-acara yang tidak pernah dicontohkan beliau dan generasi salaf. Sepanjang sejarah saja Rasulullah tidak pernah menjenguk sahabatnya, padahal beliau mencintai mereka dan mereka pun sangat mencintai Rasul. Anaknya sendiri saja yakni Fathimah tidak dijenguk oleh Rasulullah. Lantas bagaimana dengan kita yang kadar keimanan dan amalnya masih sangat jatuh dari para sahabat?

Demi Allah kita semua mencintai Rasulullah, mengagungkan beliau, menghormati beliau. Tetapi caranya juga harus benar, tidak boleh asal-asalan. Ada tata cara yang benar bagaimana mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan semua cara itu telah dijelaskan Al-Quran dan Hadits-Hadits dengan sangat jelas. Mencintai beliau bukan dengan cara membuat perayaan-perayaan yang tidak pernah dicontohkan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan ulama-ulama setelahnya. Tetapi mencintai beliau adalah dengan mentaati beliau, mengimani hadits-haditsnya, mengamalkan sunnahnya, melestarikan ajarannya, membaca sirahnya dan bersholawat kepadanya. Itulah cara yang benar. Jasad Rasulullah memang sudah wafat, tetapi beliau akan tetap terkenang di hati kita semua. Dan harapan kita semua adalah dapat berjumpa dengan beliau kelak di surga, sosok yang selama ini kita bersholawat kepadanya dan sosok yang amat teramat kita cintai.


Semoga pembahasan singkat ini bermanfaat.


Diselesaikan pada 19 Muharram 1440 Hijriyah/29 September 2018 Masehi.

Tanda Kuatnya Tauhid Seseorang

Tanda Kuatnya Tauhid Seseorang
Tanda Kuatnya Tauhid Seseorang
AlQuranPedia.Org – Tauhid adalah hal pertama yang wajib dimiliki setiap mukmin. Tauhid berarti mengesakan Allah semata dan meniadakan seluruh sesembahan selain-Nya. Tauhid adalah jalan menuju ke surga, kunci keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Maka dari itulah tauhid merupakan hal pertama yang didakwahkan para rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (Q.S. An-Nahl : 36)


Tauhid adalah syarat utama masuk surga, tanpa tauhid kita tidak akan bisa masuk surga. Maka dari itu selain orang Islam tidak akan bisa masuk surga baik itu Yahudi, Nasrani, Majusi, Hindu, Buddha dan lain sebagainya. Karena sampai selama-lamanya Allah Ta’ala tidak akan pernah ridho terhadap penyekutuan bagi-Nya. Allah tidak akan pernah meridhoi sesembahan dan sekutu bagi-Nya, meskipun itu kepada malaikat yang mulia, para rasul ataupun para wali. Semakin kuat tauhid seseorang maka semakin taqwa dan semakin tinggi pula derajatnya di sisi Allah. Dengan tauhid yang kuat dan kokoh, seseorang akan khusyu’ dalam beribadah, ridho dengan takdir, zuhud dalam kehidupan, dan hidupnya akan tenang.

Lantas bagaimana caranya agar tauhid kita kuat? Tentu saja dengan mengimani dan mengamalkan ketiga tauhid, yakni tauhid Uluhiyyah, Rububiyyah dan Asma Wa Shifat. Salah satunya tidak ada maka tauhidnya tidak akan sempurna. Orang musyrikin Jahiliyah dulu pun bertauhid dengan tauhid rububiyah. Mereka mengimani bahwa Allah Pencipta, Pemelihara, Maha Kuasa. Tetapi mereka mengingkari tauhid Uluhiyyah, yakni tauhid yang meyakini Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang haq dan mengingkari sesembahan/sekutu selain-Nya. Hal ini disebutkan dalam banyak ayat.

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah." Katakanlah: "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku." Kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri. (Q.S. Az-Zumar : 38)


Lantas apa yang menjadi tanda bahwa tauhid seseorang itu kuat? Tandanya adalah semakin takutnya dia jatuh dalam kesyirikan. Kita bisa lihat bagaimana mereka yang tauhidnya sangat kuat amat takut terjatuh dalam kesyirikan, contohnya adalah para nabi. Dalam hal ini kita akan mengambil contoh nabi Ibrahim ‘alaihissalam

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Ibrahim : 35-36)

Lihatlah bagaimana nabi Ibrahim ‘alaihissalam sangat takut terjerumus ke dalam kesyirikan. Beliau berdoa agar dijauhkan dari kesyirikan padahal beliau sudah dijamin surga dan bebas dari neraka. Lantas bagaimana dengan kita yang surganya belum jelas dan belum ada stempel bebas neraka?

Pada ayat lainnya disebutkan bahwa nabi Ibrahim sedang menasehati ayahnya (Azar) agar tidak menyembah berhala dan kembali kepada jalan yang benar. Setelah memberi nasehat dan peringatan, Ibrahim memutuskan untuk menjauhi ayahnya karena takut terjatuh ke dalam perbuatan syirik sebagaimana yang dilakukan ayahnya.

Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku." Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak, dan Ya'qub. Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi. (Q.S. Maryam : 48-49)

Itulah contoh bagaimana kuatnya tauhid seseorang. Dia takut terjerumus dalam kesyirikan yang menyebabkan menjauhnya rahmat Allah dari dirinya. Padahal tanpa rahmat dan hidayah dari Allah, kita tidak akan bisa apa-apa, kita sangat lemah dan tidak berdaya sedikitpun. Terlebih lagi perbuatan syirik tidak akan diampuni oleh Allah dan terancam masuk ke dalam neraka-Nya yang mengerikan. Mari kita perkuat aqidah kita, perkuat tauhid kita, disertai dengan memperkuat iman dan manhaj kita.


Semoga tulisan ini bermanfaat.


Diselesaikan pada 19 Muharram 1440 Hijriyah/28 September 2018 Masehi.

Al-‘Imran Atau Ali ‘Imran?

Al-‘Imran Atau Ali ‘Imran?
Al-‘Imran Atau Ali ‘Imran?
AlQuranPedia.Org – Mungkin banyak kaum muslimin yang masih bingung dan bertanya-tanya, sebenarnya nama surah ketiga di Al-Quran itu apa? Bagaimana cara membacanya? Apakah Al-‘Imran ataukah Ali ‘Imran? Yang benar adalah Ali ‘Imran. Apa alasannya?

(Baca Juga : Islam Itu Luas Bro)

Pertama. Hal ini ditegaskan Allah Subhanahu Wa Ta’ala di dalam firman-Nya:

إِنَّ اللهَ اصْطَفَى ءَادَمَ وَنُوحًا وَءَالَ إِبْرَاهِيمَ وَءَالَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِينَ

Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing), (Q.S. Ali ‘Imran : 33)

Kedua. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang menamakan surat tersebut dengan nama surat Ali ‘Imran. Dari Abu Umamah Al-Bahiliy radhiyallahu ‘anhu, (beliau berkata), “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ اقْرَءُوا الزَّهْرَاوَيْنِ الْبَقَرَةَ وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا اقْرَءُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ وَلاَ تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ

Bacalah Al-Quran karena Al-Quran akan datang pada hari kiamat nanti sebagai syafi’ (pemberi syafa'at) bagi yang membacanya. Bacalah Az-Zahrowain (dua surat cahaya) yaitu surat Al-Baqarah dan Ali 'Imran karena keduanya datang pada hari kiamat nanti seperti dua awan atau seperti dua cahaya sinar matahari atau seperti dua ekor burung yang membentangkan sayapnya (bersambung satu dengan yang lainnya), keduanya akan menjadi pembela bagi yang rajin membaca dua surat tersebut. Bacalah pula surat Al-Baqarah. Mengambil surat tersebut adalah suatu keberkahan dan meninggalkannya akan mendapat penyesalan. Para tukang sihir tidak mungkin menghafalnya.” (HR. Muslim no. 1910)

Ketiga. Jikalau dinamakan surat Al-‘Imran maka tidak tepat, seharusnya ‘Imran saja karena itulah nama yang ditakdirkan Allah untuknya. Sama halnya seperti Adam, Idris, Maryam, ‘Isa, Muhammad, Dzulqarnain, Luqman, tidak ada yang menggunakan lafadz “Al”. Kita tidak pernah mendengar Al-Adam, Al-Idris, Al-Maryam, Al-Luqman dan lain sebagainya. Karena nama-nama mereka memang sudah ditakdirkan dan ditetapkan demikian.


Keempat. Kalau dinamakan Al-‘Imran maka kurang tepat. Karena di dalam surat Ali ‘Imran tidak disebutkan 1 ayat pun tentang ‘Imran, yang disebutkan adalah keluarganya, yakni istrinya, anaknya (Maryam), cucunya (‘Isa), saudaranya (Zakariyya), keponakannya (Yahya). Maka dari itu yang tepat adalah Ali ‘Imran yang berarti keluarga ‘Imran.

Kisah istri ‘Imran dimulai pada ayat ke-35

(Ingatlah), ketika isteri 'Imran berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Q.S. Ali ‘Imran : 35)

Kisah anak ‘Imran, yakni Maryam dimulai dari ayat 42

Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu). (Q.S. Ali ‘Imran : 42)

Kisah saudara ‘Imran, yakni Zakariyya ‘alaihissalam dimulai dari ayat 37

Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah." Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa." (Q.S. Ali ‘Imran : 37-38)

Kisah keponakan ‘Imran, yakni Yahya ‘alaihissalam disebutkan pada ayat 39

Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): "Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh." (Q.S. Ali ‘Imran : 39)

Kisah cucu ‘Imran, yakni ‘Isa ‘alaihissalam dimulai pada ayat 48

Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al-Kitab, Hikmah, Taurat dan Injil. (Q.S. Ali ‘Imran : 48)

Jadi jelaslah bahwa yang benar adalah surah Ali ‘Imran sehingga diharapkan kaum muslimin tidak salah lagi dalam menyebutkannya. Itulah pembahasan singkat kita mengenai surat Ali ‘Imran. Semoga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan agama kita semua.


Semoga bermanfaat.


Diselesaikan pada 19 Muharram 1440 Hijriyah/29 September 2018 Masehi.

Inilah Lokasi Wafatnya Nabi Musa

Inilah Lokasi Wafatnya Nabi Musa
Inilah Lokasi Wafatnya Nabi Musa
AlQuranPedia.Org – Nabi Musa ‘alaihissalam adalah nabi yang paling banyak disebut namanya di Al-Quran, yakni sebanyak 136 kali. Kisah beliau ‘alaihissalam juga cukup panjang lebar dijelaskan Allah dalam banyak surat seperti Al-Baqarah, Al-A’raaf, Thaahaa, Al-Qashash dan Asy-Syu’araa’. Beliau ‘alaihissalam bersama saudaranya yakni Harun ‘alaihissalam diutus kepada Bani Israil. Nabi Musa ‘alaihissalam juga memiliki banyak mukjizat seperti dapat berkomunikasi dengan Allah secara langsung, tongkatnya dapat berubah jadi ular, tongkatnya dapat membelah lautan, dan lain sebagainya.


Pada tulisan kali ini blog Al-Quran Pedia akan mencoba membahas sedikit mengenai lokasi wafatnya nabiyullah Musa ‘alaihi ash-sholatu was salam.

Disebutkan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُرْسِلَ مَلَكُ الْمَوْتِ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِمَا السَّلَام فَلَمَّا جَاءَهُ صَكَّهُ فَرَجَعَ إِلَى رَبِّهِ فَقَالَ: أَرْسَلْتَنِي إِلَى عَبْدٍ لَا يُرِيدُ الْمَوْتَ. فَرَدَّ اللهُ عَلَيْهِ عَيْنَهُ وَقَالَ: ارْجِعْ فَقُلْ لَهُ يَضَعُ يَدَهُ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ فَلَهُ بِكُلِّ مَا غَطَّتْ بِهِ يَدُهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ سَنَةٌ. قَالَ: أَيْ رَبِّ، ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: ثُمَّ الْمَوْتُ. قَالَ: فَالْآنَ. فَسَأَلَ اللهَ أَنْ يُدْنِيَهُ مِنَ الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ. قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ فَلَوْ كُنْتُ ثَمَّ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ

Malaikat Maut diutus kepada Musa ‘alaihissalam. Ketika dia mendatanginya, beliau menamparnya. Malaikat itu kembali kepada Rabbnya, lalu berkata, “Engkau telah mengutusku kepada seorang hamba yang tidak menyukai maut.”

Kemudian, Allah mengembalikan matanya dan berkata, “Kembalilah dan katakan kepadanya, supaya meletakkan tangannya di lambung seekor sapi jantan, lalu dia berhak pada setiap bulu yang ditutupi tangannya adalah satu tahun.”

Musa berkata, “Wahai Rabbku, kemudian apa lagi?”

Allah menjawab, “Kemudian adalah maut.”

Musa berkata, “Maka sekaranglah,” beliau pun memohon kepada Allah agar mendekatkannya ke Tanah Suci sejauh lemparan batu.

Kata rawi, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Seandainya aku di sana, sungguh, pasti akan aku perlihatkan kepada kamu kuburannya di samping jalan dekat bukit merah.'” (HR. Bukhari no. 1339 dan Muslim no. 2372)


Semua para nabi diberi pilihan oleh Allah sebelum wafatnya, apakah ingin diwafatkan ataukah ditunda sekian waktu. Sebagaimana hal ini juga dialami baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum wafatnya. Dan beliau ketika itu memilih berjumpa dengan Allah (yakni wafat). Dan pada hadits di atas diceritakan bahwa Nabi Musa diberi pilihan apakah ingin diwafatkan atau ditunda dahulu. Akhirnya beliau memilih untuk diwafatkan.

Kita fokus kepada ujung hadits bahwa Nabi Musa ‘alaihissalam memohon kepada Allah agar diwafatkan di dekat Tanah Suci. Maksud Tanah Suci tersebut adalah Baitul Maqdis atau Masjidil Aqsha. Allah pun mengabulkan doa beliau ‘alaihissalam. Dan di akhir hadits disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang letak kuburan nabi Musa, yaitu di samping jalan dekat bukit merah. Inilah lokasi wafat dan kuburannya nabi Musa ‘alaihissalam. Lokasi tersebut juga dipertegas dengan hadits lain,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada malam aku diisra’kan, aku melewati Musa di dekat bukit pasir merah, dia sedang berdiri shalat di dalam kuburnya." (HR. Muslim no. 164)

Jadi itulah pembahasan singkat kita mengenai lokasi wafatnya Nabi Musa ‘alaihissalam. Semoga menambah wawasan dan pengetahuan kita.


Semoga bermanfaat.


Diselesaikan pada 20 Muharram 1440 Hijriyah/30 September 2018 Masehi.

Kapan Rasulullah Menangis?

Kapan Rasulullah Menangis?
Kapan Rasulullah Menangis?
AlQuranPedia.Org – Orang mukmin sejati, dia akan lebih banyak menangis daripada tertawa. Menangis karena membayangkan siksa kubur, membayangkan siksaan neraka, sedikitnya amal, dosa-dosa yang begitu banyak, sementara nyawa tidak ada yang tahu kapan akan dicabut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Surga dan neraka ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat tentang kebaikan dan keburukan seperti hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis." Anas bin Malik –perawi hadits ini mengatakan, “Tidaklah ada satu hari pun yang lebih berat bagi para sahabat selain hari itu. Mereka menutupi kepala mereka sambil menangis sesenggukan." (HR. Muslim no. 2359)

Orang yang beriman hatinya sangatlah lembut, ketika melihat dan mendengar sesuatu yang menyentuh  sedikit saja dirinya akan menangis. Misalnya adalah ketika mendengarkan ayat Al-Quran.

Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. (Q.S. Maryam : 58)
Begitu pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hati beliau sangatlah lembut. Hal itu ditunjukkan dengan banyaknya hadits dan riwayat yang menyebutkan bahwa beliau didapati tidak bisa menahan tangisannya di kondisi-kondisi tertentu. Maka dari itulah blog Al-Quran Pedia tertarik untuk membahasnya. Berikut ini akan diulas sedikit tentang tangisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

1. Menangis Ketika Mendengar Bacaan Ibnu Mas'ud

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Bacalah Al-Quran untukku.” Maka aku menjawab, “Wahai Rasulullah, bagaimana aku membacakan Al-Quran untukmu, bukankah Al-Quran diturunkan kepadamu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku suka mendengarnya dari selainku.” Lalu aku membacakan untuknya surat An-Nisaa’ hingga sampai pada ayat (yang artinya), “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)” (QS. An Nisa’: 41). Beliau berkata, “Cukup.” Maka aku menoleh kepada beliau, ternyata kedua mata beliau dalam keadaan bercucur air mata.” (HR. Bukhari no. 4582 dan Muslim no. 800)

Ibnu Battal rahimahullah mengatakan, “Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menangis pada ayat tersebut karena teringat keadaan beliau nanti pada hari kiamat. Betapa beratnya keadaan seorang Nabi sebagai seorang da’i, ketika menemui umatnya menjadi saksi bagi orang-orang yang beriman dan membenarkan beliau.

2. Menangis Ketika Teringat Kepada Umatnya

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menangis sebagai bentuk kasih sayang kepada umatnya. Beliau takut kalau umatnya mendapatkan adzab dari Allah. Pada suatu hari beliau shallallahu 'alaihi wa sallam membaca ayat:

إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۖ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Maai'dah : 118)

Beliau mengangkat kedua tangannya dan berdoa, “Ya Allah, umatku, umatku”. Kemudian beliau menangis. Allah berfirman, “Wahai Jibril pergilah menemui Muhammad, dan Rabbmu lebih mengetahui, tanyakan apa yang membuatnya menangis?”

Jibril pun datang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahukan padanya. Kemudian Jibril kembali kepada Allah. Allah berfirman, “Wahai Jibril kembalilah menemui Muhammad dan katakan padanya Kami akan membuatmu ridha tentang umatmu. Dan Kami tidak akan menyedihkanmu’.”

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menangis, khawatir tentang keadaan umatnya. Beliau bersedih kalau-kalau umatnya menjadi penghuni neraka.

3. Menangis Ketika Sholat

Diriwayatkan dari Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menunaikan shalat malam di suatu malam. Beliau bersabda,

يَا عَائِشَةُ ذَرِينِي أَتَعَبَّدُ اللَّيْلَةَ لِرَبِّي

“Wahai Aisyah…, biarkanlah aku beribadah kepada Rabku malam ini.”

Kemudian beliau bersuci dan mengerjakan shalat. Beliau menangis hingga membasahi pangkuannya. Dan beliau terus menangis sampai air matanya mengalir di janggutnya. Tangisnya terus mengalir hingga menetes di lantai. Kemudian Bilal radhiyallahu ‘anhu datang mengumandangkan adzan shalat subuh. Ketika Bilal melihat beliau menangis, ia berkata, “Wahai Rasulullah, Anda menangis, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?” Beliau menjawab,

أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا، لَقَدْ نَزَلَتْ عَلَيَّ اللَّيْلَةَ آيَةٌ، وَيْلٌ لِمَنْ قَرَأَهَا وَلَمْ يَتَفَكَّرْ فِيهَا

“Tidakkah aku tidak menjadi hamba yang bersyukur? Sungguh telah turun kepadaku malam ini sebuah ayat, celaka orang yang membacanya dan tidak merenungkannya.”

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal….” (Q.S. Ali ‘Imran : 190) (HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya no 620, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 68 dan juga oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth)

4. Menangis Melihat Sa’ad bin Muadz

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menemui Sa'ad bin Muadz radhiyallahu ‘anhu yang menderita luka parah di Perang Khandaq. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menangis. Ketika orang-orang melihat beliau menangis, mereka pun ikut menangis. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ تَسْمَعُونَ إِنَّ اللَّهَ لاَ يُعَذِّبُ بِدَمْعِ العَيْنِ، وَلاَ بِحُزْنِ القَلْبِ، وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا – وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ – أَوْ يَرْحَمُ، وَإِنَّ المَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ

Tidakkah kalian mendengar, bahwa Allah tidak menyiksa disebabkan tetesan air mata atau kesedihan hati. Namun Allah menyiksa atau merahmati disebabkan ini, -beliau berisyarat ke lisannya-. Sesungguhnya mayit disiksa disebabkan tangisan keluarganya kepadanya. (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Menangis Ketika Mendapati Hamzah Wafat

Setelah Perang Uhud usai, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencari paman beliau Singa Allah, Hamzah bin Abdul Muthalib radhiyallahu ‘anhu. Beliau dapati pamannya telah terbunuh syahid di Lembah Uhud dalam keadaan yang tidak wajar, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menangis. 'Abdullah bin Mas’ud berkata, “Kami tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menangis dengan tangisan yang dalam, melebihi tangisan beliau ketika kematian Hamzah bin Abdul Muthalib. Beliau meletakkannya menghadap kiblat kemudian menyalati jenazahnya. Beliau menangis begitu pilu hingga benar-benar dikuasai dengan tangisannya.

6. Menangis Ketika Menziarahi Ibunda Beliau

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah seorang anak yatim piatu. Beliau meminta izin kepada Allah untuk menziarahi makam ibu beliau. Dan Allah mengizinkannya dan melarang beliau dari memohonkan ampunan. Beliau datang ke kubur ibunda beliau. Kemudian menangis dengan tangisan yang dalam sampai-sampai membuat orang di sekitarnya pun ikut menangis karena kesedihan beliau. Setelah itu beliau bersabda,

زوروا القبور فإنها تذكر الموت

“Ziarahilah kubur! Karena hal itu mengingatkan akan kematian.”

7. Menangis Ketika Ibrahim Wafat

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun menangis ketika anak beliau, Ibrahim, wafat. Dengan tetesan air matanya, beliau bersabda,

إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ، وَالْقَلْبَ يَحْزَنُ، وَلاَ نَقُوْلُ إِلاَّ مَا يَرْضَى رَبُّنَا، وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيْمُ لَمَحْزُونُوْنَ

“Sesungguhnya mata menangis dan hati bersedih, tetapi tidak ada yang kita ucapkan kecuali apa yang diridhai oleh Rabb kita. Sesungguhnya perpisahan kami denganmu wahai Ibrahim, sungguh menyedihkan.” (HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya)

8. Menangis Ketika Melihat Orang Anshar

Pada pembagian ghanimah seusai dari Perang Hunain, sahabat Anshar merasa keberatan dengan kebijakan beliau dalam membagi ghanimah. Kemudian beliau mengumpulkan sahabat Anshar lalu berbicara kepada mereka. Beliau bersabda, “Tidakkah kalian ridha, orang-orang (Mekah) kembali dengan ghanimah berupa kambing, materi, dan hewan-hewan tunggangan, sementara kalian pulang (ke Madinah) bersama Rasulullah”? Beliau menyambung ucapannya, “Jawablah pertanyaanku. Tidakkah kalian berbicara?"

Mereka menjawab, “Dulu Anda datang kepada kami dalam keadaan tidak aman, kami jamin keamanan Anda. Anda diusir, kami menyediakan tempat untuk Anda. Anda dihina, kami tolong Anda.” Mereka mengatakan, “Sesungguhnya (kedatangan Anda) Allah memberi karunia kepada kami dengan rasul-Nya. Ini adalah keutamaan atas kami melebihi orang-orang selain kami.” Kemudian mereka menangis. Dan semakin banyak orang-orang menangis. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun menangis haru.

9. Menangis Ketika Melihat Mush'ab bin Umair

Da’i pertama dalam Islam, Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu. Dulu, sewaktu di Mekah, ia bergelimang dengan kenikmatan karena ia anak seorang yang kaya. Saat hijrah ke Madinah, ia bertahan dalam keadaan miskin. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ketika kami sedang duduk-duduk di masjid, saat itu muncul Mush’ab bin Umair. Ia hanya memiliki kain burdah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam menangis melihat pemandangan tersebut. Teringat akan keadannya di Mekkah yang penuh dengan kenikmatan. Dan sekarang berbanding terbalik dari hal itu.

10. Menangis di Badar

Dalam Perang Badar, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menangis. Beliau khawatir kalau perang tersebut adalah akhir cerita dari orang-orang yang beriman. Karena pasukan yang dihadapi sama sekali tidak imbang. Baik dari sisi persiapan perang dan jumlah pasukan. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sungguh kami melihat semua orang tertidur kecuali Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bermunajat di bawah pohon. Shalat dan menangis hingga pagi.

11. Menangis Ketika 70 Sahabat Ahli Quran Dibunuh

Dalam kisah yang lain, ada sekelompok orang datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka berkata, “Utuslah bersama kami seseorang yang mengajarkan kami Al-Quran dan sunnah.” Rasulullah pun mengutus 70 orang sahabat Anshar yang disebut sebagai al-Qurra (ahli Al-Quran). Di antara mereka ada pamanku yang bernama Haram.

Haram bin Milhan berangkat bersama rombongannya dengan membawa surat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk musuh Allah, Amir bin Ath-Thufail. Kemudian 70 orang utusan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dibunuh. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersedih dengan kesedihan yang mendalam. Beliau sangat terluka dengan pembunuhan para sahabatnya di Bi’ru Ma'unah. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah bersedih sebagaimana kesedihan beliau dengan apa yang terjadi pada mereka (pembantaian para sahabat di Bi’ru Ma'unah).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Itulah kondisi-kondisi yang menyebabkan baginda shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis. Tidakkah kita menangis melihatnya? Tidakkah kita semakin rindu dengan Rasulullah? Kalau hati kita tidak tergerak sedikitpun membaca kisah-kisah di atas maka segeralah kita beristighfar, mohon ampun dan memohon hidayah dari Allah. Kita takut bilamana hati kita sudah dikunci mati oleh Allah. Na’udzubillah.

Sebagai penutup mari kita simak hadits di bawah ini yang menunjukkan besarnya kecintaan dan kerinduan mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berpesan kepada Muadz bin Jabal yang beliau utus ke Yaman. Beliau bersabda, Wahai Muadz sesungguhnya engkau mungkin tidak bertemu aku lagi setelah tahun ini, dan mungkin saja engkau akan melewati masjidku ini dan kuburanku ini.” Maka Mu’adz pun menangis takut berpisah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. (HR. Ahmad)

Sumber : KhotbahJumat.Com dengan beberapa perubahan
Semoga bermanfaat.


Diselesaikan pada 20 Muharram 1440 Hijriyah/30 September 2018 Masehi.

Aku Belum Pernah Kecewa Berdoa Kepada-Mu

Aku Belum Pernah Kecewa Berdoa Kepada-Mu
Aku Belum Pernah Kecewa Berdoa Kepada-Mu
AlQuranPedia.Org – Berdoa adalah ibadah yang agung, ibadah yang dapat mengubah takdir dan berpengaruh sangat besar bagi seorang hamba. Bahkan doa merupakan ibadah yang Allah Ta’ala sendiri yang memerintahkannya

Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (Q.S. Al-Mu’min : 60)


Adapun tulisan kita pada kali ini adalah “Aku Belum Pernah Kecewa Berdoa Kepada-Mu”. Judul tulisan ini dikutip dari doa nabi Zakariyya ‘alaihissalam. Nabi Zakariyya adalah paman dari Maryam ibunda nabi ‘Isa ‘alaihissalam. Nabi Zakariyya belum dikaruniai seorang anakpun, padahal beliau sudah berpuluh-puluh tahun menikah dengan istrinya. Tetapi Nabi Zakariyya tidak pernah berhenti berdoa kepada Allah Jalla Jalaluh. Sampai-sampai Allah memujinya,

yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Q.S. Maryam : 3)

Nabi Zakariyya tahu dia sudah tua, sudah lemah, sudah beruban dan istrinya adalah seorang yang mandul. Akan tetapi Nabi Zakariyya mengatakan bahwa dia tidak pernah kecewa berdoa kepada Allah.

Ia berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. (Q.S. Maryam : 4)

Adapun alasan Nabi Zakariyya agar dikaruniakan anak bukanlah karena hal duniawi, tetapi Nabi Zakariyya punya alasan yang mulia.

Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai." (Q.S. Maryam : 5-6)


Maka karena ketaqwaannya, kesholihannya dan kesabarannya, Allah kabulkan doanya. Bahkan Allah sendiri yang menamakan anaknya, yaitu Yahya ‘alaihissalam.

Hai Zakariyya, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia. (Q.S. Maryam : 7)

Kemudian Nabi Zakariyya sudah tua sekali dan istrinya mandul, maka dari itu beliau bertanya bagaimana mungkin, karena secara medis, logika dan akal hal tersebut tidaklah mungkin.

Zakariyya berkata: "Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua." (Q.S. Maryam : 8)

Tetapi Allah menjawabnya, bahwa itu sangat mudah bagi Allah, cukup Allah berkata kun (jadilah), fayakun (maka jadilah sesuatu itu).

Tuhan berfirman: "Demikianlah." Tuhan berfirman: "Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesunguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali." (Q.S. Maryam : 9)

Menciptakan seseorang yang sebelumnya tidak ada saja mudah bagi Allah. Menciptakan Adam tanpa bapak ibu saja mudah bagi Allah. Menciptakan Hawa tanpa ibu mudah bagi Allah. Menciptakan ‘Isa tanpa ayah mudah bagi Allah. Lantas dengan kondisi nabi Zakariyya itu bukankah lebih mudah bagi Allah?

Wahai saudara-saudaraku sekalian. Banyak hikmah yang bisa kita petik dari kisah Nabi Zakariyya ‘alaihissalam ini. Di antaranya adalah jangan pernah kecewa dan berhenti berdoa kepada Allah Jalla Jalaluh. Ketahuilah bahwa Allah akan mengabulkan doa-doa kita.

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Q.S. Al-Baqarah : 186)

Jangan pernah sesekali kita berputus asa dari rahmat Allah, karena yang berputus asa dari rahmat Allah hanyalah orang-orang kafir.

dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (Q.S. Yusuf : 87)

(Baca Juga : Islam Itu Luas Bro)

Itulah pembahasan singkat kita. Semoga ada manfaatnya bagi kita dan menambah ilmu pengetahuan serta wawasan kita.


Diselesaikan pada 28 Dzulhijjah 1439 Hijriyah/9 September 2018 Masehi.

Orang Yahudi Juga Memperingati Hari ‘Asyura

Orang Yahudi Juga Memperingati Hari ‘Asyura
Orang Yahudi Juga Memperingati Hari ‘Asyura
AlQuranPedia.Org – Hari ‘Asyura merupakan tanggal 10 Muharram dari kalender Hijriyah. Hari ‘Asyura merupakan hari yang agung. Sementara Muharram adalah bulan Allah dan termasuk ke dalam bulan Haram yang dimuliakan Allah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163)


Di dalam hadits lain disebutkan,

Dari Abu Qotadah Al-Anshori radhiyallahu 'anhu, dia berkata, “Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, ”Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)

Ternyata hari ‘Asyura juga diperingati orang-orang Yahudi. Simak kisah berikut ini.

Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau bercerita, “Ketika tiba di Madinah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mendapati orang-orang Yahudi melakukan puasa ’Asyura. Kemudian Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bertanya, ”Hari yang kalian bepuasa ini adalah hari apa?” Orang-orang Yahudi tersebut menjawab, ”Ini adalah hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya. Ketika itu pula Fir’aun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka bersyukur, maka kami pun mengikuti beliau berpuasa pada hari ini”. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lantas berkata, ”Kita seharusnya lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada kalian.”. Lalu setelah itu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa.” (HR. Muslim no. 1130)


Bahkan di dalam riwayat lain disebutkan bahwa hari ‘Asyura diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani.

Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata, “Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan, “Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)– kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan, “Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim no. 1134)

Lantas apakah ini berarti kaum muslimin ikut-ikut kaum kafir Yahudi dan Nasrani? Jawabannya adalah TIDAK BENAR. Kalau kita lihat riwayat kedua hadits di atas maka di sana tertulis bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan puasa ‘Asyura berdasarkan wahyu, kemudian ada seseorang yang berkata bahwa hari tersebut diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani. Mendengar hal tersebut maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berencana puasa pada hari ke-9 bulan Muharram untuk menyelisihi mereka akan tetapi beliau keburu diwafatkan Allah Ta’ala.

Adapun mengenai hadits pertama maka sebelum Rasul tiba di Madinah, Rasulullah sudah mengerjakan puasa ‘Asyura di Mekkah berdasarkan wahyu dari Allah Ta’ala. Kemudian ketika tiba di Madinah ternyata orang-orang Yahudi berpuasa juga pada hari tersebut. Mereka mengatakan bahwa mereka berpuasa karena nabi Musa juga berpuasa pada hari ‘Asyura dikarenakan Allah telah menyelamatkan beliau dan menenggelamkan Fir’aun. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menjawab bahwa Musa lebih berhak atas kaum muslimin daripada orang Yahudi karena kaum muslimin mengimani Musa, memuliakannya dan beriman kepada Rasululllah sebagaimana yang diperintahkan Taurat. Sementara kaum Yahudi membangkang dan tidak mau beriman kepada Rasulullah padahal telah tertera di dalam Taurat mereka. Setelah itu turunlah wahyu sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin berpuasa pada hari ‘Asyura.

Itulah pembahasan singkat kita mengenai peringatan hari ‘Asyura yang dirayakan oleh orang-orang Yahudi. Semoga menambah wawasan dan pengetahuan kita semua.


Semoga bermanfaat.


Diselesaikan pada 28 Dzulhijjah 1439 Hijriyah/9 September 2018 Masehi.

21 Jenis-Jenis Azab di Al-Quran

21 Jenis-Jenis Azab di Al-Quran
21 Jenis-Jenis Azab di Al-Quran
AlQuranPedia.Org – Allah Tabaraka Wa Ta’ala menyebutkan di dalam Al-Quran bahwa ada azab yang dijanjikan bagi mereka yang berdosa dan penghuni neraka. Ketahuilah bahwa azab Allah sangatlah pedih, sangat keras, sangat membakar, dan kita tidak akan sanggup menahannya. Dan Allah sekali-kali tidak menzalimi hamba-Nya, justru hamba tersebut yang menzalimi dirinya sendiri dengan perbuatan dosa dan maksiat. Maka Allah Ta’ala mengeluarkan hukum-Nya, bagi penghuni surga akan mendapatkan kenikmatan dan penghuni neraka akan mendapatkan azab.


Di dalam Al-Quran ada berbagai nama dan jenis azab. Apa sajakah itu? Simak selengkapnya pada tulisan di bawah ini.

1. ‘Adzabun Alim (Azab Yang Pedih)
Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mempunyai apa yang dibumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebusi diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih. (Q.S. Al-Maa’idah : 36)

Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (Q.S. An-Nuur : 63)

2. ‘Adzabum Muhin (Azab Yang Menghinakan)
Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan. (Q.S. Ali ‘Imran : 178)

Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. (Q.S. Luqman : 6)

3. ‘Adzabu Qubula (Azab Yang Nyata)
Dan tidak ada sesuatupun yang menghalangi manusia dari beriman, ketika petunjuk telah datang kepada mereka, dan dari memohon ampun kepada Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlalu pada) umat-umat yang dahulu atau datangnya azab atas mereka dengan nyata. (Q.S. Al-Kahf : 55)


4. ‘Adzabun Syadiid (Azab Yang Sangat Keras)
Tak ada suatu negeripun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuzh). (Q.S. Al-Israa’ : 58)

Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. Dan rencana jahat mereka akan hancur. (Q.S. Faathir : 10)

5. ‘Adzabun ‘Adzhim (Azab Yang Besar)
Di hadapan mereka neraka Jahannam dan tidak akan berguna bagi mereka sedikitpun apa yang telah mereka kerjakan, dan tidak pula berguna apa yang mereka jadikan sebagai sembahan-sembahan (mereka) dari selain Allah. Dan bagi mereka azab yang besar. (Q.S. Al-Jaatsiyah : 10)

6. Adzabum Muqim (Azab Yang Kekal)
Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui, siapa yang akan mendapat siksa yang menghinakannya dan lagi ditimpa oleh azab yang kekal." (Q.S. Az-Zumar : 39-40)

7. ‘Adzabun Nar (Azab Neraka)
Maka pada hari ini sebahagian kamu tidak berkuasa (untuk memberikan) kemanfaatan dan tidak pula kemudharatan kepada sebahagian yang lain. Dan Kami katakan kepada orang-orang yang zalim: "Rasakanlah olehmu azab neraka yang dahulunya kamu dustakan itu." (Q.S. Saba’ : 42)


8. ‘Adzabu Jahannam (Azab Neraka)
Dan orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, memperoleh azab Jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. (Q.S. Al-Mulk : 6)

9. ‘Adzabun Nukro (Azab Yang Mengerikan)
Dan berapalah banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan Rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan. (Q.S. Ath-Thalaaq : 8)

10. ‘Adzabul Akbar (Azab Yang Besar)
maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar. (Q.S. Al-Ghaasyiyah : 24)

11. ‘Adzabus Sa’ir (Azab Neraka)
yang telah ditetapkan terhadap syaitan itu, bahwa barangsiapa yang berkawan dengan dia, tentu dia akan menyesatkannya, dan membawanya ke azab neraka. (Q.S. Al-Hajj : 4)

12. ‘Adzabun Sho’adan (Azab Yang Amat Berat)
Untuk Kami beri cobaan kepada mereka padanya. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam azab yang amat berat. (Q.S. Al-Jinn : 17)

13. ‘Adzabul Khuldi (Azab Yang Kekal)
Maka rasailah olehmu (siksa ini) disebabkan kamu melupakan akan pertemuan dengan harimu ini. Sesungguhnya Kami telah melupakan kamu (pula) dan rasakanlah siksa yang kekal, disebabkan apa yang selalu kamu kerjakan. (Q.S. As-Sajdah : 14)

14. Su’ul ‘Adzab (Azab Yang Buruk)
Maka apakah orang-orang yang menoleh dengan mukanya menghindari azab yang buruk pada hari kiamat (sama dengan orang mukmin yang tidak kena azab)? Dan dikatakan kepada orang-orang yang zalim: "Rasakanlah olehmu balasan apa yang telah kamu kerjakan." (Q.S. Az-Zumar : 24)

15. ‘Adzabun Kabir (Azab Yang Besar)
maka sesungguhnya mereka (yang disembah itu) telah mendustakan kamu tentang apa yang kamu katakan maka kamu tidak akan dapat menolak (azab) dan tidak (pula) menolong (dirimu), dan barang siapa di antara kamu yang berbuat zalim, niscaya Kami rasakan kepadanya azab yang besar. (Q.S. Al-Furqaan : 19)

16. ‘Adzabul Hariq (Azab Yang Membakar)
Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar. (Q.S. Al-Buruuj : 10)

17. ‘Adzabul Jahim (Azab Neraka)
mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia. Dan Allah memelihara mereka dari azab neraka, (Q.S. Ad-Dukhaan : 56)

18. ‘Adzabus Samum (Azab Neraka)
Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. (Q.S. Ath-Thuur : 27)

19. ‘Adzabum Mustaqir (Azab Yang Kekal)
Dan sesungguhnya pada esok harinya mereka ditimpa azab yang kekal. (Q.S. Al-Qamar : 38)

20. ‘Adzabun Gholidzh (Azab Yang Keras)
Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata: "Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari Kiamat itu akan datang. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya." Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras. (Q.S. Fushshilat : 50)

21. Azabun Qorib (Azab Yang Dekat)
Hai kaumku, inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat (yang menunjukkan kebenaran) untukmu, sebab itu biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun yang akan menyebabkan kamu ditimpa azab yang dekat." (Q.S. Huud : 64)

Itulah berbagai ayat Al-Quran yang membicarakan tentang azab. Semoga pembahasan ini menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kita semua.


Semoga bermanfaat.


Diselesaikan pada 28 Dzulhijjah 1439 Hijriyah/9 September 2018 Masehi.

Mencap Hasan Al-Banna Sebagai Syahid

Mencap Hasan Al-Banna Sebagai Syahid
Mencap Hasan Al-Banna Sebagai Syahid
AlQuranPedia.Org – Hasan Al-Banna sudah tidak asing terdengar di telinga kita. Beliau adalah pendiri Ikhwanul Muslimin. Beliau dicintai dan dihormati oleh banyak kaum muslimin. Pergerakan dan perjuangan beliau dianggap sangatlah berpengaruh bagi banyak kaum muslimin. Sampai-sampai beliau disebut “Asy-Syahid” Hasan Al-Banna. Lantas bolehkah kita menamakannya dengan Asy-Syahid?

Pertama, hal tersebut termasuk hal ghaib dan hal ghaib hanya Allah sajalah yang mengetahuinya.

Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. (Q.S. An-Naml : 65)

Terkecuali para rasul, mereka diberikan wahyu oleh Allah Ta’ala.

(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (Q.S. Al-Jinn : 26-27)


Kita tidak bisa mengatakan si fulan itu syuhada, syahid di jalan Allah, seorang syahid di medan juang, tanpa wahyu dari Al-Quran dan Sunnah. Belum tentu seseorang yang mati di medan perang membela agama Allah dipastikan seorang syuhada dan syahid. Kedudukannya hanya Allah Ta’ala yang tahu, hanya Allah yang tahu niat seseorang. Bahkan, seorang pahlawan/pejuang adalah di antara yang awal dihisab oleh Allah dan menjadi korek api neraka. Hal itu disebabkan karena niatnya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya : ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab : ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka. Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Quran. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya: ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab: ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, serta aku membaca Al-Quran hanyalah karena engkau.’ Allah berkata : ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca Al-Quran supaya dikatakan (sebagai) seorang qari’ (pembaca Al-Quran yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka. Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya : ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab : ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’” (HR. Muslim, An-Nasa'i dan Ahmad)


Jadi belum tentu yang mati di medan peperangan dinilai syahid di sisi Allah. Maka dari itu kita tidak boleh mengatakannya Asy-Syahid Fulan, Asy-Syahid Si Anu, meskipun dia dikenal sebagai orang yang sholih dan taat beragama. Terkecuali bila ada wahyu yang menyebutkannya. Contohnya adalah para pejuang di perang Badar. Mereka yang pernah ikut perang pada perang Badar maka dapat dipastikan sebagai syahid karena mereka semua masuk surga.

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yang ikut serta dalam Perang Badar tidak akan masuk neraka.” (HR. Ahmad, sanad hadits ini shahih sesuai syarat Imam Muslim)

Jadi misalnya Ubaidah bin Al-Harits radhiyallahu ‘anhu, beliau gugur di Badar, maka boleh kita katakan Asy-Syahid Ubaidah bin Al-Harits. Ada juga sahabat Haritsah bin Suraqah, beliau juga bisa dikatakan Asy-Syahid Haritsah bin Suraqah, karena beliau adalah pejuang Badar. Atau siapa saja yang masih hidup setelah perang Badar lalu wafat, maka boleh kita katakan sebagai Asy-Syahid.

Contoh lainnya adalah seperti 10 sahabat yang dijamin surga, di antaranya adalah ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, dan lain sebagainya. Contoh lainnya lagi adalah seperti Hamzah bin Abdul Mutholib. Mereka kesemuanya wafat di jalan Allah dan dijamin surga. Untuk mereka semua ini boleh kita sebut Asy-Syahid ‘Ali, Asy-Syahid ‘Utsman, Asy-Syahid Hamzah, karena mereka memang sudah dijamin sebagai syuhada dan tempatnya pasti di surga. Hal ini tentu saja berdasarkan wahyu yang diturunkan Allah kepada baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun untuk selainnya maka kita tidak boleh mengatakannya sebagai Asy-Syahid, termasuk dia imam besar, Sayyid Quthb, orang sholih dan siapapun.

Kedua, Hasan Al-Banna adalah orang yang bermasalah agamanya, baik itu aqidahnya, manhajnya, pemikirannya dan keilmuannya. Hal ini sebagaimana yang diterangkan para ulama seperti Al-Muhaddits Syaikh Al-Albani, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Syaikh ‘Utsaimin, Syaikh Shalih Fauzan Al-Fauzan, Syaikh Ahmad An-Najmi, Syaikh ‘Abdul Muhsin Al-Abbad, Syaikh Rabi’ Al-Madkhali dan ulama-ulama lainnya. Beliau seorang sufi tulen dan bermasalah dalam banyak hal. Karangan-karangan beliau seperti Al-Ma’tsurat dan selainnya juga tidak tegak di atas Al-Quran dan Sunnah yang shahih, ini juga dikritik oleh para ‘ulama. Sementara orang sholih saja kita tidak boleh menyebutnya sebagai Asy-Syahid, apalagi mereka yang bermasalah aqidah dan manhajnya seperti Hasan Al-Banna, Sayyid Quthb dan yang semisal mereka? Allahul musta’an.

Lalu bagaimana sikap kita yang benar? Sikap kita yang benar adalah mendoakan mereka. Kita katakan Hasan Al-Banna rahimahullah, Sayyid Quthb rahimahullah, semoga Allah merahmati mereka dan mengampuni dosa-dosa mereka semuanya. Seperti yang kita ketahui bahwa selama seseorang itu masih muslim dan jelas keislamannya maka wajib bagi kita mendoakan kebaikan padanya. Adapun dosa, maksiat, penyimpangan yang ia lakukan ketika hidup biarlah itu menjadi urusannya dengan Allah Jalla Jalaluh. Tetapi kita juga tidak boleh mengatakannya sebagai Asy-Syahid karena itu sama saja menghukuminya sebagai penghuni surga, yang mana hal ini hanya wewenang Allah saja. Tugas kita adalah mendoakan mereka, bukan mencapnya dengan berlebihan sampai melebihi batasan dan juga tidak boleh menghinanya apalagi sampai berlebihan. Cukup dijelaskan penyimpangannya, dijauhi karangan-karangannya, tidak bersikap berlebihan kepadanya, dan kemudian mendoakan kebaikan baginya.


Semoga tulisan ini bermanfaat dan menambah wawasan kita semua.


Diselesaikan pada 29 Dzulhijjah 1439 Hijriyah/9 September 2018 Masehi.