Showing posts with label Tulisan Para Ustadz. Show all posts
Showing posts with label Tulisan Para Ustadz. Show all posts

Keutamaan Ahli Quran

 

Keutamaan Ahli Quran
Keutamaan Ahli Quran

✒️فضل أهل القرآن


   Imam As-Suyuthiy dalam "Al-Jami'ush-Shaghir" bab Alif, halaman 91 cetakan dalam negeri membawakan riwayat tentang keutamaan Ahli Qur'an.


   Atsar dari Aisyah رضي الله عنها :

إن عدد درج الجنة عدد آي القرآن، فمن دخل الجنة ممن قرأ القرآن لم يكنْ فوقه أحد


رواه ابن مردويه


"Sesungguhnya jumlah derajat surga sebagaimana jumlah ayat-ayat Qur'an, maka barangsiapa yang memasuki surga dari ahli Qur'an niscaya tidak ada derajat lagi di atasnya" (Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Mardawaih).


   Atsar ini diriwayatkan juga oleh Imam Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah dalam "Mushannaf" nya, beliau berkata :


ثنا محمد بن عبد الرحمن السّدوسي، عن معفس بن عمران عن أم الدرداء، قالت: دخلت على عائشة، فقلت : ما فضل من قرأ القرآن على من لم يقرأه ممن دخل الحنة؟.... فليس أحد ممن دخل الجنة أفضل ممن قرأ القرآن


Muhammad bin Abdur-Rahman As-Sadusiy telah menyampaikan kepada kami, dari Mi'fas bin Imran dari Ummu Darda, ia bertanya kepada Aisyah رضي الله عنها : "Apakah keutamaan orang yang hafal Qur'an dibandingkan yang tidak jika mereka masuk surga?... Maka dijawab semakna dengan riwayat di atas namun akhirnya :"... maka tidak ada seorang pun yang masuk surga lebih afdhal daripada orang-orang yang hafal Qur'an".


(Baca Juga : 8 Keutamaan Penghafal Al-Quran)


   Jika dilihat dari segi sanadnya perantara antara Imam Ibnu Abi Syaibah dengan Aisyah رضي الله عنها ada 3 orang :

1. Muhammad bin Abdur-Rahman As-Sadusiy

2. Mi'fas bin Imran As-Sadusiy

3. Ummu Darda (yakni shugra).


   Adapun Muhammad bin Abdur-Rahman As-Sadusiy, Imam Al-Bukhariy berkata dalam "Tarikh" nya : "Ia mendengar dari Mi'fas. Waki' dan Marwan meriwayatkan darinya. Al-Muharibiy berkata : Ia adalah katib nya Muharib bin Ditsar.


   Adapun Mi'fas bin Imran bin Hitthan As-Sadusiy, Imam Al-Bukhariy berkata : "Ia mendengar dari Ummu Darda" (Tarikh Kabir: 4/ no 2168). Dalam Tarikh Dimasyqa, Imam Ibnu Asakir membawakan riwayat lebih detail bahwa Mi'fas bin Imran menemui Ummu Darda bersama ayahnya, lantas ayahnya bertanya : "Apa keutamaan orang yang hafal Qur'an dibandingkan yang tidak?" (Tarikh Dimasyqa: 59/ 355).


   Adapun Ummu Darda nama aslinya adalah Hujaimah Ad-Dimasyqiyyah, ia wanita yang tsiqah lagi faqih, dari thabaqah ketiga (Tabi'in awsath, satu letting dengan Hasan Al-Bashriy) wafat tahun 81 H (Taqriibut-Tahdzib).


   Atsar ini memang mawquf sampai kepada Aisyah رضي الله عنها, apakah riwayat mawquf/ qawl shahabiy hujjah atau bukan? Para ulama khilaf tentang ini :


1. Hujjah, dalam qawl qadim nya Imam Asy-Syafi'iy


2. Bukan hujjah, dalam qawl jadid nya Imam Asy-Syafi'iy


3. Hujjah jika dalam masalah yang tidak mungkin Sahabat ijtihad di masalah tsb, ini adalah salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal, dan Wallahu a'lam ini kiranya lebih dekat karena mustahil para Sahabat bicara tentang perkara akhirat, hal-hal ghaib dan masalah yang tidak dimasuki ijtihad melainkan aslinya mereka mendengar dari Nabi صلى الله عليه وسلم sehingga dihukumi marfu' secara hukum. Imam Ahmad bin Hanbal juga memiliki riwayat lain sebagaimana dua qawl Imam Asy-Syafi'iy di atas.


(Baca Juga : Jadilah Muslim yang Produktif)


    Tentu saja keutamaan ini dikecualikan darinya orang-orang yang memiliki Qur'an namun malah menjadi hujjah atas dirinya, yakni memberatkannya karena tidak mengamalkannya, dan juga orang yang hafal Qur'an namun ia riya, dan juga orang yang hafal Qur'an namun ia tidak mengamalkannya dan malah tidur dari shalat-shalat wajib, maka keadaan-keadaan tersebut terdapat ancaman dalam dalil-dalil tsabit lainnya.


   Maka atsar ini menunjukkan keutamaan para Ahli Qur'an di surga dimana mereka menempati derajat tertinggi bersama para Nabi dan Rasul dan orang-orang yang sampai derajat tersebut, dan memang ada hadits marfu' dari Nabi صلى الله عليه وسلم yang menunjukkan kepada hal ini, yakni hadits dalam riwayat Imam Abu Dawud dan At-Tirmidziy:


يُقال لِصاحب القُرآن: اقْرأ وارْتَق ورتّلْ كما كنتَ تُرتّلْ في الدّنْيا فإنّ منزلتكَ عنْد آخِر آيَةٍ تقْرأُهَا


"Dikatakan kepada para Ahli Qur'an :" Bacalah, naiklah (derajat) dan bacalah dengan tartil sebagaimana dahulu di dunia engkau membacanya dengan tartil, karena sesungguhnya kedudukanmu sesuai dengan akhir ayat yang engkau baca".


اللهم اجعل القرآن ربيع قلوبنا ونور صدورنا يا رب العالمين


Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma hafidzhahullah


Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1582372185305964&id=100005995935102

Hari H nya Kiamat

Hari H nya Kiamat
Hari H nya Kiamat
   Allah Ta'ala berfirman: "Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) tentang hari Kiamat kapankah terjadinya? Katakanlah sesungguhnya ilmunya hanyalah di sisi Rabb ku, Dia tidak memberitahukan waktunya kecuali hanya Dia (yang mengetahuinya)..."(QS Al-A'raf: 187).

   Dalam ayat ini firmankan bahwa ilmu tentang kapan hari kiamat hanya Dia yang mengetahuinya dan Allah nyatakan ini dengan 'adaat hashr':
إنما علمها...
yang huruf ini yang menunjukkan pembatasan bahwa hanya Allah saja yang mengetahui waktunya.

(Baca Juga : 21 Ayat Al-Quran Tentang Kiamat)

   "Hashr" dalam Bahasa Arab memang bisa bermakna dua:
1. Hashr mutlaq yakni memang betul membatasi menetapkan apa yang dimaktubkan dalam teks dalil serta menafikannya di luar itu, seperti ilmu tentang kapan hari kiamat.
2. Hashr takhshish yakni apa yang ditetapkan merupakan hal khusus bagi apa yang telah dimaktubkan namun tidak menutup kemungkinan masih ada person atau hal yang yang bersekutu dalam hal khusus tersebut, seperti tugas Nabi صلى الله عليه وسلم sebagai pemberi peringatan dalam ayat:

إنما أنا منذِرٌ
"Sesungguhnya aku hanya pemberi peringatan" namun ternyata dalam dalil-dalil lain tugas Nabi صلى الله عليه وسلم bukan hanya sebagai "pemberi peringatan".

   Back to the laptop, dalam kasus 'ilmu tentang kapan kiamat' Allah nyatakan pembatasan ilmu tentang hari kiamat bukan hanya sekali dalam ayat ini, melainkan 3 kali, yakni dalam bagian:

لا يُجليها لوقتها إلا هو...
Huruf لا dengan إلا juga menunjukkan "hashr" = pembatasan, dan lagi-lagi di penghujungnya Allah tekankan semakna dengan ini :

قُل إنما علمها عند الله...
"Katakanlah (wahai Muhammad) bahwa ilmunya di sisi Allah...." Allah kembali menggunakan huruf إنما yang menunjukkan pembatasan. Dan kumpulan penegasan seperti ini menunjukkan bahwa "hashr" yang diinginkan disini adalah "hashr mutlaq" yakni memang benar-benar hanya Allah saja yang mengetahui pasti kapan tanggal hari Kiamat, waktunya, pagi atau sorekah, beserta detiknya, hanya Allah saja.

(Baca Juga : 4 Saksi Kita Pada Hari Kiamat)

   Dan Allah pun tegaskan dalam ayat ini:

لا تأتيكم إلا بغتةً...
"Tidaklah kiamat itu datang kepada kalian kecuali dengan tiba-tiba...", kalau sudah ada 'panitia' kasih tau tanggal datangnya maka sudah jelas itu bukanlah hari kiamat yang Allah nyatakan "tiba-tiba".

   Bukan hanya ayat Qur'an bahkan Nabi صلى الله عليه وسلم yang merupakan Nabi terbaik dan Jibril yang merupakan Malaikat terbaik tidak mengetahui pasti kapan hari Kiamat, berdasarkan hadits Shahih Muslim yang dimasukkan oleh Imam An-Nawawiy dalam Arba'in nya:

متى الساعة؟ قال ما المسؤول عنها بأعلم من السائل...

(Jibril bertanya): "Kapan hari kiamat? Nabi صلى الله عليه وسلم jawab:" Yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang bertanya" (HR Muslim), jawaban Nabi صلى الله عليه وسلم menafikan ilmu tentang kapan pastinya hari kiamat.

   Allah telah tegaskan berulang bahwa hanya Dia yang mengetahuinya dan Nabi صلى الله عليه وسلم dengan Jibril عليه السلام yang merupakan dua makhluk terbaik di kalangan malaikat dan manusia saja tidak mengetahuinya.

   Namun sayangnya masih banyak kaum muslimin yang rela dibodohi dengan pernyataan : "Kiamat tanggal sekian.... Ramadhan tahun ini... atau pernyataan serupa...eh terus ada klarifikasi lagi... nanti tahun depan ribut lagi...menjelang hari H klarifikasi lagi... terus aja begitu sampe lebaran monyet.

(Baca Juga : Benarkah Kiamat Sudah Dekat?)

Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma, BA hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1300380543505131&id=100005995935102

Hadits Sholat Malam Menjauhkan Penyakit Badan

Hadits Sholat Malam Menjauhkan Penyakit Badan
Hadits Sholat Malam Menjauhkan Penyakit Badan
Lemahnya Hadits "Shalat Malam Menjauhkan Penyakit dari Badan"

 بسم الله الرحمن الرحيم

Lafaz hadits:
عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ وَإِنَّ قِيَامَ اللَّيْلِ قُرْبَةٌ إِلَى اللَّهِ وَمَنْهَاةٌ عَنْ الْإِثْمِ وَتَكْفِيرٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَطْرَدَةٌ لِلدَّاءِ عَنْ الْجَسَدِ

 "Hendaknya kalian melakukan shalat malam, karena shalat malam adalah hidangan orang-orang shalih sebelum kalian, dan sesungguhnya shalat malam mendekatkan kepada Allah, serta menghalangi dari dosa, menghapus kesalahan, dan menolak penyakit dari badan."

✅Hadits ini dikeluarkan oleh: At-Tirmidzi (3459), Ibnu Abid-Dunya dalam At-Tahajjud (1 & 2), Ar-Ruyani (745), Asy-Syasyi dalam Al-Musnad (978), Ibnu Syahin dalam At-Targhib (557), dan Al-Baihaqi (2/502), Dari jalan Abun-Nadhr Hasyim ibnul-Qasim Al-Baghdadi,
 dari Bakr bin Khunais,
dari Muhammad Al-Qurasyi, dari Rabi'ah bin Yazid,
dari Abu Idris Al-Khaulani,
 dari Bilal radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Hadits ini dengan jalan di atas adalah Matruh (sangat lemah dan tidak bisa dikuatkan sama sekali), bahkan bisa dihukumi Maudhu (palsu) karena di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Muhammad Al-Qurasyi yaitu Muhammad bin Sa'id Asy-Syami Al-Maslub, matrukul-hadits (ditinggalkan haditsnya), bahkan sebagian ulama memvonis kadzzab (tukang dusta) dan pemalsu hadits. (Lihat Tahdzibul-Kamal:25/264, beserta ta'liqnya. Cetakan Ar-Risalah)

(Baca Juga : Bahaya Syirik dan Keutamaan Tauhid)

Al-Hafidz At-Tirmidzi setelah meriwayatkan hadits di atas, beliau berkata:
ﻫﺬا ﺣﺪﻳﺚ ﻏﺮﻳﺐ ﻻ ﻧﻌﺮﻓﻪ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺑﻼﻝ ﺇﻻ ﻣﻦ ﻫﺬا اﻟﻮﺟﻪ، ولا يصح ﻣﻦ ﻗﺒﻞ ﺇﺳﻨﺎﺩﻩ، ﺳﻤﻌﺖ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺇﺳﻤﺎﻋﻴﻞ ﻳﻘﻮﻝ: ﻣﺤﻤﺪ اﻟﻘﺮﺷﻲ ﻫﻮ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺳﻌﻴﺪ اﻟﺸﺎﻣﻲ ﻭﻫﻮ اﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻗﻴﺲ ﻭﻫﻮ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﺴﺎﻥ ﻭﻗﺪ ﺗﺮﻙ ﺣﺪﻳﺜﻪ،
Hadits ini gharib, kami tidak ketahui dari hadits Bilal kecuali dari jalan ini, dan sanadnya tidak shahih. Saya mendengar Muhammad bin Ismail (Al-Bukhari) berkata: Muhammad Al-Qurasyi adalah Muhammad bin Sa'id Asy-Syami, yaitu Ibnu Abi Qais, (dikenal juga) dengan Muhammad bin Hassan, haditsnya telah ditinggakan.

✳Hadits ini juga memiliki jalan lain selain dari Muhammad Al-Maslub: 1.Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Al-Kubra (2/502), dan Asy-Syu'ab (2823), dari jalan Abu Abdillah Khalid bin Abi Khalid,
dari Yazid bin Rabi'ah,
 dari Abu Idris Al-Khaulani,
dari Bilal.

 Sanad ini sangat lemah: -Abu Abdillah Khalid bin Abi Khalid, penulis belum temukan biografinya.
-Yazid bin Rabi'ah, yaitu Abu Kamil Ar-Rahabi Ad-Dimasyqi. Kesimpulan hukum tentang beliau: dhaif jiddan (sangat lemah). (Lihat Biografinya: Al-Mizan:4/422, Tarikh Al-Islam:4/546, Al-Jarh wa Ta'dil:9/261, Mausu'ah Aqwal Ad-Daraqutni fi Rijalil-hadits: 2/719, Al-Majruhin Libni Hibban: 3/104, dan lainnya)
-ditambah dengan status riwayat Abu Idris Al-Khaulani dari Bilal, sebagian ulama menghukumi mursal. (Tuhfatut-Tahsil:167)

2.dikeluarkan oleh Ibnul-A'rabi dalam Mu'jamnya (1022),
dari Ibrahim,
dari Mukhtar,
dari Muhammad bin Ismail Az-Zubaidi,
dari Manshur,
dari Muhammad bin Sa'id,
dari Bilal.

Sanadnya juga lemah:
-Ibrahim yaitu Ibnu Ismail At-Thalhi abu Ishaq Al-Kufi, disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam (Ats-Tsiqat:8/88), beliau berkata: meriwayatkan dari Abu Nu'aim, termasuk Ahli Kufah, dan Ahli kufah meriwayatkan darinya. saya katakan rawi seperti ini: majhul hal. Sekedar penyebutan Ibnu Hibban dalam Tsiqatnya tidak teranggap sebagai tautsiq yang mu'tabar sebagaimana dima'lumi
-Mukhtar yaitu Ibnu Ghassan At-Tammar Al-Kufi. Maqbul (yaitu jika dikuatkan, jika tidak maka lemah) sebagaimana dalam At-Taqrib.
-Muhammad bin Sa'id, penulis belum temukan biografinya.

✅ Hadits di atas memiliki jalan lain, namun dari Sahabat Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu anhu.
 Tanpa ada tambahan lafaz: وَمَطْرَدَةٌ لِلدَّاءِ عَنْ الْجَسَدِ
Dan menolak penyakit dari badan.

Hadits ini dikeluarkan oleh: Ibnu Abid-Dunya dalam At-Tahajjud (3), Ibnu Khuzaimah (1135), Al-Hakim (1/308), Ath-Thabrani dalam Al-Kabir (7466) dan Al-Ausath (3277), Ibnu Adi (4/1524), Al-Baihaqi Al-Kubra (2/502), Abu Nu'aim dalam Ath-Thib (117), Al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (922); semuanya dari jalan Abu Shalih Abdillah bin Shalih Al-Mishri,
 dari Mu'awiyah bin Shalih,
dari Rabi'ah bin Yazid,
 dari Abu Idris Al-Khaulani,
dari Abu Umamah radhiyallahu anhu.

📝Tanbih: dalam riwayat Al-Hakim tertulis: Tsaur bin Yazid, (bukan Rabi'ah bin Yazid), mungkin ini kesalahan dari sebagian nasikh (penyalin naskah), karena dalam riwayat Al-Baihaqi dari gurunya Al-Hakim, jelas dengan sebutan nama: Rabi'ah bin Yazid. Wallahu a'lam

Hadits ini dishahihkan dan dihasankan oleh sebagian Ulama.
Berkata Al-Hakim:
ﻫﺬا ﺣﺪﻳﺚ ﺻﺤﻴﺢ ﻋﻠﻰ ﺷﺮﻁ اﻟﺒﺨﺎﺭﻱ
 Ini hadits shahih sesuai syarat Al-Bukhari.
Berkata Al-Baghawi:
ﻫﺬا ﺣﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ
 Ini hadits hasan. (Syarhus-Sunnah:4/35)
Dan dihasankan juga Al-Iraqi. (Ittihaf Sadatil-Muttaqin:5/186) Dan Al-Albani juga menghasankannya dengan beberapa penguat dalam Irwaul-Ghalil (452).

(Baca Juga : Wajibnya Mengenal Aqidah Islam)

📝Tanbih:
1. Imam Al-Hakim mengatakan: "shahih sesuai syarat Al-Bukhari" maka ini keliru dari beliau karena dalam sanadnya ada Muawiyah bin Shalih bukan perawi Imam Al-Bukhari. Berkata Adz-Dzahabi rahimahullah:
ﻭﻫﻮ ﻣﻤﻦ اﺣﺘﺞ ﺑﻪ ﻣﺴﻠﻢ ﺩﻭﻥ اﻟﺒﺨﺎﺭﻯ
 Beliau (Muawiyah bin Shalih) termasuk yang dijadikan hujjah oleh Muslim, tanpa Al-Bukhari. (Al-Mizan:4/135, lihat juga tanbih dari Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa)

 2. Al-Hafidz At-Tirmidzi setelah mengisyaratkan hadits Abu Umamah ini beliau berkata; ﻭﻫﺬا ﺃﺻﺢ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺃﺑﻲ ﺇﺩﺭﻳﺲ ﻋﻦ ﺑﻼﻝ
Hadits ini Ashah (lebih shahih) dari hadits Abu Idris dari Bilal. Ini namanya tashih nisbi. Maksud beliau: hadits ini masih lebih kuat dari sisi sanadnya dibandingkan hadits yang pertama di atas. Ini sangat jelas karena di dalam sanad hadits di atas ada rawi yang matruk bahkan kadzzab.! Jadi, bukan maksudnya At-Tirmidzi menshahihkan hadits ini.

Saya katakan: Yang kuatnya hadits ini tidak shahih dan tidak bisa dihasankan, berdasarkan alasan-alasan berikut;

1. Hadits ini telah dihukumi Munkar (hadits yang salah/keliru) oleh pakar Jarh wa Ta'dil dan pakar Ilalul-hadits di zamannya: Al-Hafizh Al-Mutqin Abu Hatim Ar-Razi rahimahullah:
 ﻫﻮ ﺣﺪﻳﺚ ﻣﻨﻜﺮ؛ ﻟﻢ ﻳﺮﻭﻩ ﻏﻴﺮ ﻣﻌﺎﻭﻳﺔ، ﻭﺃﻇﻨﻪ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺳﻌﻴﺪ اﻟﺸﺎﻣﻲ اﻷﺯﺩﻱ؛ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺮﻭﻱ ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻫﻮ ﺑﺈﺳﻨﺎﺩ ﺁﺧﺮ
Ini adalah hadits munkar; tidak ada yang meriwayatkan kecuali Muawiyah (yaitu Ibnu Shalih). Saya kira hadits ini berasal dari hadits Muhammad bin Sa'id Asy-Syami Al-Azdi, karena dia meriwayatkan hadits ini dengan jalan lain. (Ilalul-hadits Libni Abi Hatim:2/241)

Ucapan beliau di atas memberikan 2 Faedah:
 -hadits Abu Umamah adalah hadits yang munkar (keliru/salah), dan kemungkinan letak kelirunya dari Muawiyah bin Shalih.
-kemungikan besar hadits Abu Umamah adalah hadits Bilal di atas, yang sama-sama diriwayatkan juga oleh Muhammad bin Said Al-Maslub. Wallahu a'lam.

 2. Faedah pertama dari ucapan Abu Hatim didukung oleh isyarat Al-Hafizh Ath-Thabrani setelah meriwayatkan hadits ini:
 ﻟﻢ ﻳﺮﻭ ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺃﻣﺎﻣﺔ ﺇﻻ ﺃﺑﻮ ﺇﺩﺭﻳﺲ، ﻭﻻ ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺇﺩﺭﻳﺲ ﺇﻻ ﺭﺑﻴﻌﺔ، ﺗﻔﺮﺩ ﺑﻪ ﻣﻌﺎﻭﻳﺔ ﺑﻦ ﺻﺎﻟﺢ
 Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari Abu Umamah kecuali Abu Idris, dan tidak ada yang meriwayatkan dari Abu Idris kecuali Rabi'ah (yaitu Yazid), telah berkesendirian meriwayatkan hadits ini Mu'awiyah bin Shalih. (Al-Kabir, dibawah hadits no.7466)

 Tafarrud (berkesendiriannya perawi) adalah isyarat yang banyak digunakan pakar ilal atas kemungkinan kesalahan (munkar atau syadz). Sehingga seperti ini mengharuskan kita untuk melihat keadaan Muawiyyah bin Shalih ini. Para ulama Jarh wa Ta'dil berbeda pendapat tentang beliau, sebagian mereka mentsiqahkan, sebagian lagi melemahkan, dan sebagian lagi mengatakan shaduq. (Lihat Biographi beliau di Tahdzibul-Kamal: 28/186, beserta ta'liqnya)

Kesimpulan tentang beliau sebagaimana yang disimpulkan oleh Ibnu Adi dan Ibnu Hajar rahimahumallah: Berkata Ibnu Adi:
ﻭﻫﻮ ﻋﻨﺪﻱ ﺻﺪﻭﻕ ﺇﻻ ﺃﻧﻪ ﻳﻘﻊ ﻓﻲ ﺃﺣﺎﺩﻳﺜﻪ ﺃﻓﺮاﺩاﺕ
 Menurutku beliau adalah shaduq, akan tetapi terdapat pada sebagian hadits-haditsnya afradat (beliau berkesendirian di dalamnya) (Al-Kamil:3/143)

Dan berkata Ibnu Hajar: shaduqun lahu awham (shaduq, memiliki beberapa kekeliruan).

 Sehingga status hadits ini memberikan ketidaktenangan di hati, karena mungkin ini di antara kekeliruan Muawiyah bin Shalih, apalagi telah dihukumi munkar oleh pakar Ilal di zamannya: Abu Hatim Ar-Razi.

3.dalam sanadnya juga terdapat: Abdullah bin Shalih Katibul-Lailts, para ulama berbeda pendapat tentangnya. Kesimpulannya berkata Al-Hafizh:
ﺻﺪﻭﻕ ﻛﺜﻴﺮ اﻟﻐﻠﻂ ﺛﺒﺖ ﻓﻰ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﻭﻛﺎﻧﺖ ﻓﻴﻪ ﻏﻔﻠﺔ
Shaduq namun banyak salahnya, kuat jika meriwayatkan dari kitabnya, pada dirinya ada kelalaian.

✅ Hadits ini memiliki syahid (penguat dari hadits lain) dari Sahabat Salman al-Farisi. Dikeluarkan oleh Ibnu Adi (4/1597), Al-Baihaqi dalam Asy-Syu'ab (2824), dan Ath-Thabrani dalam Al-Kabir (6154), dari jalan Abdur-Rahman bin Sulaiman bin Abil-Jaun Al-Ansi, dari Al-A'masy, dari Abul-Ala Al-Anazi, dari Salman radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam. Lafaznya mirip dengan hadits Bilal di atas, dengan tambahan: وَمَطْرَدَةٌ لِلدَّاءِ عَنْ الْجَسَدِ
Dan menolak penyakit dari badan.

Sanadnya lemah:
 -Abul-Ala Al-Anazi, berkata Adz-Dzahabi: saya tidak mengetahuinya (Al-Mizan:2/568, pada biografi Abdurrahman bin Sulaiman bin Abil-Jaun)
 -Abdur-Rahman bin Sulaiman bin Abil-Jaun Al-Ansi, para Ulama berbeda pendapat tentangnya. Kesimpulannya: shaduq yukhti' (shaduq, namun sering keliru), sebagaimana yang dikatakan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam At-Taqrib.

Adz-Dzahabi menukil ucapan Ibnu Adi:
ﻋﺎﻣﺔ ﺃﺣﺎﺩﻳﺜﻪ ﻣﺴﺘﻘﻴﻤﺔ، ﻭﻓﻲ ﺑﻌﻀﻬﺎ ﺇﻧﻜﺎﺭ.
Mayoritas haditsnya mustaqim (shahih atau hasan), dan pada sebagiannya ada yang diingkari.

Kemudian Adz-Dzahabi membawakan hadits di atas. Sebagai isyarat bagian dari hadits yang diingkari. (Lihat Al-Mizan:2/568)

Berdasarkan uraian di atas: 1-hadits Bilal: statusnya lemah. Bahkan sebagian jalannya Palsu, dan sangat lemah. Kecuali riwayat Muhammad bin Said dari Bilal. Ini lemah, jika memang dijadikan penguat namun butuh beberapa penguat untuk bisa naik ke derajat Hasan apalagi Shahih, Sebagaimana telah berlalu status sanadnya.

2.hadits Abu Umamah Al-Bahili: statusnya munkar, dan hadits munkar tidak bisa menguatkan dan dikuatkan. Munkar tetaplah munkar sebagaimana kata Imam Ahmad.

3.hadits Salman Al-Farisi: statusnya lemah. 4.hadits Bilal dengan riwayat Muhamad Said ditambah dengan hadits Salman Al-Farisi tidak bisa saling menguatkan sebagaimana telah berlalu pembhasan sanadnya, masih butuh beberapa penguat untuk bisa terangkat menjadi hasan apalagi shahih.

(Baca Juga : Benarkah Kiamat Sudah Dekat?)

 Kesimpulan:
-lafaz hadits: وَمَطْرَدَةٌ لِلدَّاءِ عَنْ الْجَسَدِ
Dan menolak penyakit dari badan.
 Ini sangat lemah, bahkan sebagian ulama yang menghasankan hadits di atas, juga melemahkan tambahan lafaz ini.
Berkata Syaikh Al-Albani: ﻭﻳﺘﻠﺨﺺ ﻣﻤﺎ ﺳﺒﻖ ﺃﻥ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ ﺩﻭﻥ اﻟﺰﻳﺎﺩﺓ , ﻷﻧﻬﺎ ﻟﻢ ﺗﺄﺕ ﻣﻦ ﻃﺮﻳﻘﻴﻦ ﻳﺼﻠﺢ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻯ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ اﻵﺧﺮ.

Disimpulkan dari uraian yang telah berlalu bahwa hadits ini hasan tanpa ada tambahan (yaitu lafaz di atas, pen), karena kedua jalan hadits yang ada tidak bisa saling menguatkan satu yang lainnya.

-asal hadits ini secara umum sekalipun tanpa tambahan lafaz di atas adalah hadits lemah, karena melihat jalan-jalannya dan penguatnya yang belum bisa saling menguatkan.

Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=765058294023503&id=100015580180071

Apakah Dosa Riba Lebih Besar Daripada Zina?

Apakah Dosa Riba Lebih Besar Daripada Zina?
Apakah Dosa Riba Lebih Besar Daripada Zina?

بسم الله الرحمن الرحيم.

Telah datang sebagian hadits yang dipahami darinya bahwa dosa riba lebih besar dari dosa zina. Namun, jika kita lihat dengan kacamata Ilmiyyah ini adalah kekeliruan dan tidak benar.

Di antara bunyi haditsnya:

الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ

“Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri.” (Riwayat Al-Hakim)

(Baca Juga : Bolehkah Membantu Orang Kafir)

Berikut ini adalah beberapa alasannya:

✔️Pertama:
Hadits-hadits tersebut dari sisi sanad; adalah hadits yang lemah dari semua jalan periwayatannya, tidak bisa dijadikan hujjah.
(Semoga Allah mudahkan penulis untuk membahas khusus hadits-hadits tersebut).

Cukup disini penulis bawakan ucapan dua ulama ahli hadits:

Berkata Al-Imam Ibnul-Jauzi rahimahullah:

 " لَيْسَ فِي هَذِه الأحاديث شيء صَحِيح"

Tidak ada satu pun dari hadits-hadits ini yang shahih.
(Al-Maudhu'at:2/247)

Berkata Adz-Dzahabi zaman ini Asy-Syaikh Abdurrahman Al-Mu'allimi:

" والذي يظهر لي أن الخبر لا يصح عن النبي صلى الله عليه وسلم البتة"
Yang nampak bagiku bahwasanya hadits ini tidak Shahih dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam sama sekali.
(Al-Fawaid Al-Majmuah:150)

Hadits ini juga dilemahkan oleh para muhaqqiq Musnad Imam Ahmad dari semua jalan-jalannya.
(Musnad Ahmad: 36/288 cet.Ar-Risalah)

✔️Kedua:
Dari sisi matan (isi) hadits: adalah munkar, menyelisihi dalil-dali dari Al-Quran dan As-Sunnah yang menunjukkan sangat besarnya dosa zina.

Berkata Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah:
أكبر الكبائر ثلاث: الكفر، ثم قتل النفس بغير الحق، ثم الزنا، كما رتبها الله في قوله:

Dosa yang paling besar ada tiga: Kekufuran, kemudian membunuh, kemudian zina, sebagaimana Allah sebutkan secara berurutan dalam firman-Nya:

وَٱلَّذِينَ لَا يَدۡعُونَ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ وَلَا يَقۡتُلُونَ ٱلنَّفۡسَ ٱلَّتِي حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلۡحَقِّ وَلَا يَزۡنُونَۚ

dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina.
(Al-furqan:68)
وفي الصحيحين من حديث عبد الله بن مسعود قال: قُلْت يَا رَسُولَ اللَّهِ: أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: (أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَك) .
قُلْت: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: (ثُمَّ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَك خَشْيَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَك). قُلْت: ثُمَّ أَيُّ؟
قَالَ: (أَنْ تُزَانِيَ بِحَلِيلَةِ جَارِك).

Dan dalam Ash-Shahihain dari hadits Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu anhu bahwasanya berliau bertanya:
Wahai Rasulullah, Dosa apa yang paling besar?
Beliau menjawab:
yaitu engkau menjadikan bagi Allah tandingan padahal Dia yang menciptakanmu.
Saya bertanya: kemudian apalagi?
Beliau menjawab:
Engkau membunuh anakmu karena takut dia makan bersamamu (takut misikin)
Saya bertanya lagi: kemudian apa lagi?
Engkau berzina dengan istri tentanggamu.
(Majmu Al-Fatawa:15/428)

(Baca Juga : 20 Ayat Al-Quran Tentang Tauhid)

Berkata Al-Imam Ibnul-Jauzi rahimahullah:

ﻭاﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﻣﻤﺎ ﻳﺮﺩ ﺻﺤﺔ ﻫﺬﻩ اﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺃﻥ اﻟﻤﻌﺎﺻﻲ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﻌﻠﻢ ﻣﻘﺎﺩﻳﺮﻫﺎ ﺑﺘﺄﺛﻴﺮاﺗﻬﺎ ﻭاﻟﺰﻧﺎ ﻳﻔﺴﺪ اﻷﻧﺴﺎﺏ، ﻭﻳﺼﺮﻑ اﻟﻤﻴﺮاﺙ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﻣﺴﺘﺤﻘﻴﻪ، ﻭﻳﺆﺛﺮ ﻣﻦ اﻟﻘﺒﺎﺋﺢ ﻣﺎ ﻻ ﻳﻮﺛﺮ ﺃﻛﻞ ﻟﻔﻤﺔ ﻻ ﺗﺘﻌﺪﻱ اﺭﺗﻜﺎﺏ ﻧﻬﻰ، ﻓﻼ ﻭﺟﻪ ﻟﺼﺤﺔ ﻫﺬا.
Ketahuilah, bahwasanya di antara sebab yang menolak kesahihan hadits ini: bahwa maksiat-maksiat hanyalah diketahui tingkatan (dosa)nya dengan (melihat) dampak-dampaknya. Zina itu merusak nasab, memberikan hak waris kepada yang tidak berhak, dan berdampak darinya kekejian-kejian yang tidak berdampak dari sekedar memakan sesuap (hasil riba) yang tidak melampaui perbuatan haramnya itu (riba). (Jika demikian) maka tidak ada sisi kesahihannya.
(Al-Maudhu'at:2/248)

Berkata Asy-Syaikh Ibnul-Utsaimin rahimahullah:

" هذا الحديث لا شك أن في متنه شيئاً من النكارة....
 وذلك لعظم العقوبة في أمر يَظهر للإنسان أن ما مُثِّل به اشد وأعظم من الممثَّل ، فالله أعلم".

Hadits ini, tidak diragukan lagi bahwasanya pada isinya terdapat sesuatu yang munkar.

Kata beliau:
Hal ini karena besarnya hukuman pada sesuatu yang nampak bagi seorang bahwa yang dijadikan objek permisalan (zina) lebih besar dari yang dimisalkan (riba).
(Fathu Dzil-Jalali wal-Ikram:9/322)

Faedah:
Berkata Al-Imam Ahmad rahimahullah:

ﻻ ﺃﻋﻠﻢ ﺑﻌﺪ اﻟﻘﺘﻞ ﺫﻧﺒﺎ ﺃﻋﻈﻢ ﻣﻦ اﻟﺰﻧﺎ
Saya tidak ketahui adanya dosa setelah membunuh yang lebih besar dari zina.
(Ad-Da' wad-Dawa': 214, tahqiq Al-Halabi, Lihat juga Hasyiah Ar-Raudh:7/312)

✔️ Ketiga:
Allah subhanah melarang zina secara mutlak tanpa terkecuali, tidak ada namanya dibolehkan zina karena darurat apalagi hanya sekedar hajat, dan Allah juga menutup semua pintu menuju Zina.
Allah berfirman:

وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَسَآءَ سَبِيلٗا

Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu kekejian, dan suatu jalan yang buruk.
(Al-Isra:32)

Berkata Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah:
Allah subhanah melarang hamba-hamba-Nya dari berbuat zina, dan (melarang dari) mendekatinya: yaitu berinteraksi dengan sebab-sebabnya dan faktor-faktor yang mendorongnya.

Kata beliau: fahisyah yaitu dosa yang besar.
(Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim:5/65)

Adapun riba, maka telah datang sebagian pengecualian yang dibolehkan, seperti jual beli arayah, padahal jika ditinjau dari pengertian riba maka jual beli arayah adalah riba, namun dibolehkan karena hajat mu'tabarah. Bahkan banyak dari perincian masalah-masalah yang berkaitan dengan riba yang diperselisihkan para Ulama. Seperti hukum riba fadhl, hukum uang kertas apa berlaku riba, dan selainnya.
Wallahu a'lam.

(Baca Juga : Jihad Yang Terbaik Bagi Wanita)

Tanbih:
Tulisan ini tidak bermaksud meremehkan dosa riba. Riba tetaplah dosa besar. Inti tulisan ini hanya menjelaskan bahwa dosa riba tidaklah lebih besar dari dosa zina, tidak sebagaimana yang dipahami banyak orang di zaman ini bahwa dosa riba lebih besar dari dosa zina.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وسلم.

Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=765917353937597&id=100015580180071

Pengingkaran Keras 'Aisyah Terhadap Penyanyi

Pengingkaran Keras 'Aisyah Terhadap Penyanyi
Pengingkaran Keras 'Aisyah Terhadap Penyanyi

       بسم الله الرحمن الرحيم

 Telah populer akhir-akhir ini munculnya seorang penyanyi yang isi nyanyiannya menggambarkan tentang Ummul-Mu'minin 'Aisyah radhiyallahu anha.

Ketahuilah -saudaraku semoga Allah memberikan kita petunjuk- sesungguhnya nyanyian adalah haram di dalam syariat yang mulia ini. Menjadikan nyanyian sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah adalah bid'ah yang mungkar, menyelisihi kesepakatan kaum Muslimin.

(Baca Juga : Islam Itu Luas Bro)

Berkata Al-Hafidz Ibnush-Shalãh Asy-Syafi'i As-Salafi rahimahullah:

وقولهم في السماع (إنه من القربات والطاعات) قول مخالف لإجماع المسلمين.

 Pendapat mereka tentang nyanyian: "bahwasanya nyanyian termasuk qurbah (pendekatan diri) dan ketaatan" adalah pendapat yang MENYELISIHI KESEPAKATAN KAUM MUSLIMIN.
📚(Dinukil oleh Ibnul-Qayyim dalam Kasyful-Ghithâ':39, lihat As-Saif Al-Yamâni Alâ Man Abâhal-Aghâni Lisyaikhina Al-Imâm:100)

Sekiranya Ummul-Mu'minin masih hidup dan melihat orang yang menyanyikan tentang beliau, sungguh beliau akan ingkari. Sungguh telah datang atsar yang mulia dari Ummul-Mu'minin Aisyah radhiyallahu anha yang menunjukkan pengingkaran beliau yang sangat keras terhadap penyanyi.

Dari Ummu Alqomah rahimahallah:
ﺃﻥ ﺑﻨﺎﺕ ﺃﺧﻲ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﺎ ﺧﻔﻀﻦ ﻓﺄﻟﻤﻦ ﺫﻟﻚ، ﻓﻘﻴﻞ ﻟﻌﺎﺋﺸﺔ: ﻳﺎ ﺃﻡ اﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ، ﺃﻻ ﻧﺪﻋﻮ ﻟﻬﻦ ﻣﻦ ﻳﻠﻬﻴﻬﻦ؟ ﻗﺎﻟﺖ: " ﺑﻠﻰ، ﻗﺎﻟﺖ: ﻓﺄﺭﺳﻞ ﺇﻟﻰ ﻓﻼﻥ اﻟﻤﻐﻨﻲ ﻓﺄﺗﺎﻫﻢ، ﻓﻤﺮﺕ ﺑﻪ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﺎ ﻓﻲ اﻟﺒﻴﺖ، ﻓﺮﺃﺗﻪ ﻳﺘﻐﻨﻰ، ﻭﻳﺤﺮﻙ ﺭﺃﺳﻪ ﻃﺮﺑﺎ، ﻭﻛﺎﻥ ﺫا ﺷﻌﺮ ﻛﺜﻴﺮ، ﻓﻘﺎﻟﺖ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﺎ:" ﺃﻑ، ﺷﻴﻄﺎﻥ ﺃﺧﺮﺟﻮﻩ، ﺃﺧﺮﺟﻮﻩ، ﻓﺄﺧﺮﺟﻮﻩ

 Bahwasanya sebagian anak perempuan dari saudara Aisyah dikhitan (sunat) sehingga mereka merasakan sakit, maka dikatakan kepada Aisyah: wahai Umm-Mu'minin, bolehkah kita mengajak orang yang menghibur mereka? Aisyah menjawab: iya (boleh). Maka dicarilah penyanyi fulan, lalu ia mendatangi mereka (untuk menghibur).

Aisyah pun mendatangi rumah saudaranya, beliau melihat orang itu sedang menyanyi, sambil menggoyang kepalanya karena keasyikan (menyanyi), penyanyi itu berambut tebal. Maka Aisyah pun menegur: Hus! Ini Syaitan, keluarkan dia! Keluarkan dia!.
Mereka pun mengeluarkan sang penyanyi.

📚Atsar ini dikeluarkan oleh Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (1247), dan Al-Baihaqi dalam Al-Kubra (10/223) dan ini lafaznya, dengan sanad hasan. Dishahihkan oleh Ibnu Rajab dalam Nuzhatul-Asma':55, dan dihasankan Al-Albani dalam Ta'liqnya atas Al-Adab Al-Mufrad.

(Baca Juga : Menggugah Nurani Jamaah Haji)

 📝Jika ada yang berkata: Ummu Alqomah namanya adalah Marjanah. Al-Hafizh Ibnu Hajar menghukuminya maqbulah (jika ada yang mengikuti riwayatnya maka diterima, jika tidak maka lemah), adapun Adz-Dzahabi mengatakan: la tu'raf (tidak dikenal), dalam Al-Kasyif beliau katakan: wuttsiqot (ditsiqahkan) dengan shigah tamrid.

Saya katakan: Ummu Alqamah bisa kita hukumi Shaduqah sekalipun tidak sampai pada tingkat tsiqah. Hal ini berdasarkan beberapa pendukung:

-Ummu Alqomah ditsiqahkan oleh Al-Ijli dalam Ats-Tsiqat (2116), dan disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam Ats-Tsiqat (5/466), dan meriwayatkan darinya dua perawi tsiqoh yaitu: anaknya Alqomah dan Bukair bin Al-Asyaj. Rawi yang seperti ini ditsiqahkan oleh sebagian ulama, atau minimal haditsnya dihasankan.

-Al-Imam Al-Bukhari mengeluarkan riwayat Ummu Alqamah dalam Shahihnya secara muallaq di "Bab Al-Hijamah wal-Qai' Lish-Shaim" dengan shighah jazm. Beliau berkata:
قال بكير عن أم علقمة: كنا نحتجم عند عائشه، فلا تنهى.
Berkata Bukair (Ibnul-Asyaj) dari Ummu Alqamah: kami berbekam di sisi Aisyah, beliau tidak melarang kami.

 Bahkan beliau menjadikan atsar ini hujjah dalam kitabnya Al-Tarikh Al-Kabir (2/180) ketika beliau melemahkan hadits:
(ﺃﻓﻄﺮ اﻟﺤﺎﺟﻢ ﻭاﻟﻤﺤﺠﻮﻡ)
 Telah batal puasa orang yang berbekam dan dibekam.

Beliau sebutkan salah satu riwayat hadits ini dari Laits dari Atha' dari Aisyah. Kata Al-Bukhari: tidak shahih.
Lalu beliau membawakan riwayat dari Aisyah yang menguatkan bahwa hadits Aisyah tersebut tidak shahih. Beliau sebutkan atsar Ummu Alqamah dari Aisyah sebagaimana di atas.

Ini menunjukkan kalau beliau berhujjah dengan hadits Ummu Alqamah. Wallahu A'lam.

-Al-Hafizh Ibnu Abdil-Barr meshahihkan riwayat Ummu Alqamah dalam kitab Muwattha' Al-Imam Malik.

Setelah menyebutkan hadits pertama yang diriwayatkan Alqamah dari ibunya Marjanah Ummu Alqamah, beliau berkata:

 ﻭاﻟﺤﺪﻳﺚ ﺻﺤﻴﺢ ﻣﺘﺼﻞ ﻟﻤﺎﻟﻚ ﻋﻦ ﻋﻠﻘﻤﺔ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻋﻠﻘﻤﺔ ﻋﻦ ﺃﻣﻪ ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ

 Hadits ini shahih bersambung dari Malik dari Alqamah bin Abi Alqamah dari ibunya dari Aisyah.
(At-Tamhid:20/108)

(Baca Juga : Jadilah Orangtua yang Sukses)

وبالله التوفيق.

Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=771975546665111&id=100015580180071

Hadits Turunnya Allah di Malam Nishfu Sya'ban

Hadits Turunnya Allah di Malam Nishfu Sya'ban
Hadits Turunnya Allah di Malam Nishfu Sya'ban

Lemahnya Hadits Ittila' (Muncul) & Turunnya Allah di Malam Nishfu Sya'ban"

        بسم الله الرحمن الرحيم

Telah datang hadits yang berbunyi:
 َ إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ

 "Sesungguhnya Allah akan muncul/turun di malam nishfu Sya'ban kemudian mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik atau orang yang berselisih/bertengkar "

Hadits di atas dan yang semakna dengannya telah datang dari beberapa sahabat, sehingga dishahihkan oleh sebagian Ulama karena banyaknya jalan-jalannya, di antaranya Asy-Sayikh Al-Albani rahimahullah di dalam Ash-Shahihah.

Namun, kalau kita melihat sanad-sanad hadits-hadits di atas, maka kita dapatkan kalau hadits-hadits tersebut tidak bisa saling menguatkan dikarenakan sangat lemahnya sanad-sanadnya. Kaedah yang harus dipahami: "Tidak semua hadits dha'if itu bisa saling menguatkan sekalipun banyak jalannya".

(Baca Juga : Banyak Berdoa di Masa Fitnah)

Berkata Al-Hafizh Az-Zaila'i rahimahullah:
Betapa banyak hadits yang banyak rawinya dan banyak jalan-jalannya, akan tetapi hadits tersebut adalah hadits yang dha'if.
(Nashbur-Rayah:1/360)

Berikut ini adalah takhrij yang berkaitan dengan hadits di atas dan hukumnya: ✅1.hadits Mu'adz bin Jabal. Dikeluarkan oleh ibnu Hibban (5665), Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (512), Ath-Thabrani dalam Al-Kabir (20/108), dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (5/191), dan selain mereka; dari jalan Abu Khulaid Utbah bin Hammad, dari al-Auza'i dan Ibnu Tsauban, dari ayahnya (Tsauban) dari Makhul dari Malik bin Yakhamir, dari Mu'adz bin Jabal.

 Berkata Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah:
ﻟﻜﻨﻪ ﻣﻨﻘﻄﻊ ﺑﻴﻦ ﻣﻜﺤﻮﻝ ﻭﻣﺎﻟﻚ ﺑﻦ ﻳﺨﺎﻣﺮ ﻭﻟﻮﻻ ﺫﻟﻚ ﻟﻜﺎﻥ اﻹﺳﻨﺎﺩ ﺣﺴﻨﺎ.
 Akan tetapi hadits ini munqati' (terputus sanadnya) antara Makhul dan Malik bin Yakhamir, kalau sekiranya bukan karena itu maka sanadnya adalah hasan.
(Zhilal Al-Jannah:1/224)

Berkata Abu Muhammad afahullah: Hadits di atas bukan hanya dari satu sisi kelemahan, bahkan lebih. Berikut penjelasannya: 1.Sanad hadits tersebut munkar sebagaimana dihukumi Abu Hatim rahimahullah. Beliau berkata: Hadits dengan sanad ini munkar. Tidak ada yang meriwayatkan dengan sanad seperti ini kecuali abu khulaid, saya tidak ketahui dari mana dia datangkan sanad ini?! (Al-Ilal no.2012)
Dan dihukumi oleh Ad-Daraqutni sanad di atas dengan ucapan "ghairu mahfuz" maksudnya hadits yang keliru (syadz atau munkar).
2.Bahkan telah terjadi ikhtilaf (perselisihan) dalam sanadnya yang semuanya berputar pada Makhul, dan dilemahkan semuanya oleh Al-Hafizh Ad-Daraqutni dalam Ilal-nya (6/50)
3.Inqitha' (terputusnya sanad), -antara Makhul dan Malik bin Yakhamir, sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh al-Albani.
Hadits seperti ini tidak bisa dikuatkan dan tidak bisa menguatkan.

✅2. Hadits Abdullah bin Amr radhiyallahu anhu

✅3. Hadits Abu Musa Al-Asy'ari radhiyallahu anhu,

✅4. Hadits Auf bin Malik radhiyallahu anhu.

Tiga hadits ini semuanya berporos pada satu rawi yaitu Abdullah bin Lahi'ah, rawi yang sayyiul-hifz (buruk hafalannya), rawi seperti ini tidak bisa diterima ketika terjadi ikhtilaf pada pada sanad yang berporos pada dirinya.

-Adapun hadits Abdullah bin Amr maka dikeluarkan oleh Imam Ahmad (6642), dari Hasan bin Musa, dari Abdullah bin Lahi'ah dari Hayy bin Abdullah dari Abu Abdirrahman Al-Hubulli, dari Abdullah bin Amr. Lafaznya:
.... فيغفر لعباده إلا لاثنين: مشاحن وقاتل النفس. ....
Lalu Allah mengampuni hamba-hambaNya kecuali dua kelompok: orang yang berselisih dan pembunuh.
 Berkata Al-Haitsami:
 ﻭﻓﻴﻪ اﺑﻦ ﻟﻬﻴﻌﺔ ﻭﻫﻮ ﻟﻴﻦ اﻟﺤﺪﻳﺚ،
 Dalam sanadnya terdapat Ibnu Lahi'ah, dan dia lemah haditsnya. (Al-Majma':8/68)
 Dan berkata Al-Mundziri:
 ﻭﺇﺳﻨﺎﺩﻩ ﻟﻴﻦ. Sanadnya lemah. (At-Targhib:3/283)

Saya katakan: hadits ini juga lemah karena Hayy bin Abdullah, mayoritas ulama melemahkannya. Berkata Imam Ahmad: hadits-haditsnya munkar, Berkata Al-Bukhari: fihi Nazhar (kebanyakan beliau gunakan kata ini untuk rawi yang lemah sekali), Berkata An-Nasai: tidak kuat, Dan dimasukkan dalam kategori Dhu'afa oleh ibnul-Jarud, Al-Uqaili, dan Ibnul-Jauzi,. Dan Ibnu Adi mengecualikan jika rawi yang meriwayatkan darinya tsiqoh maka dia la ba'sa bihi (hasan haditsnya). Sebagaimana diketahui dalam sanad ini rawi darinya Abdullah bin Lahi'ah, dha'if.
(Lihat Biografinya: Tahdzibul-Kamal:7/489, dan lihat juga ta'liqnya)

-adapun hadits Abu Musa Al-Asy'ari radhiyallahu anhu, maka dalam sanadnya juga terdapat ikhtilaf: dikeluarkan oleh Ibnu Majah (1390), dan dari jalannya Ibnul-Jauzi dalam Al-Ilal (922), dari jalan Al-Walid bin Muslim, dan dikeluarkan Al-Mizzi dalam Tahdzibul-Kamal (9/309) dari jalan Said bin Katsir bin Ufair: Keduanya (Walid bin Muslim & Said bin Katsir) dari Ibnu Lahi'ah, dari Dhahhak bin Aiman, dari Dhahhak bin Abdurrahman bin Arzab, dari Abu Musa. (Tanpa penyebutan Abdurrahman bin Arzab, ayah Adh-Dahhak)

 Berkata Ibnul-Jauzi:
هذا حديث لا يصح وابن لهيعة ذاهب الحديث
Hadits ini tidak shahih, dan ibnu Lahi'ah dzahibul-hadits (haditsnya sangat lemah).

Dan dikeluarkan oleh Al-Lãlakai (3/495), dari jalan Marwan bin Muhammad, dari Ibnu Lahi'ah, dari Zubair bin Sulaiman, dari dari Dhahhak bin Abdurrahman, dari ayahnya (Abdurrahman bin Arzub), dari Abu Musa.

Dan dikeluarkan oleh Ibnu Majah (dibawah hadits 1390), dari Abul-Aswad Nadhr bin Abdul-Jabbar, dari Ibnu Lahi'ah, dari Zubair bin Sulaim, dari Dhahhak bin Abdirrahman dari ayahnya, dari Abu Musa.

Dan dikeluarkan Ibnu Abi Ashim (510), dari Abul-Aswad Nadhr bin Abdul-Jabbar, dari Abdullah bin Lahi'ah, dari Rabi' bin Sulaiman, dari Dahhak bin Abdirrahman, dari ayahnya, dari abu Musa.

Hadits ini sangat lemah: -Lemahnya Abdullah bin Lahi'ah,
-bersamaan dengan lemahnya Ibnu Lahi'ah terjadi ikhtilaf dalam sanadnya yang berporos padanya: kadang dia meriwayatkan dari Dahhak bin Aiman tanpa menyebutkan Abdurrahman bin Arzab, kadang dari Zubair bin Sulaiman, kadang dari Zubair bin Sulaim, kadang dari Rabi' bin Sulaiman. Semua ini menunjukkan kekeliruan hadits yang dia riwayatkan. (Ikhtilaf ini telah disebutkan sebagiannya oleh Al-Mizzi dalam Tahdzibul-Kamal:9/308, 17/280.
 -Abdurrahman bin Arzab, statusnya Majhul sebagaimana dalam At-Taqrib,
-inqitha' (terputus sanadnya) antara Abdurrahman bin Arzab dan Abu Musa, sebagaimana ditegaskan oleh Al-Mundziri. (Dinukil oleh As-Sindi dalam Hasyiah Ibni Majah:1/422, no.1390)

 -adapun hadits Auf bin Malik, maka dikeluarkan oleh Al-Bazzar dalam Al-Musnad (7/186), dari jalan Abdul-Ghaffar bin Dawud Abu shalih Al-Harrani, dari Abdullah bin Lahi'ah dari Abdurrahman bin Ziyad bin An'um, dari dari Ubadah bin Nasi, dari Katsir bin Murroh, dari Auf bin Malik.

Berkata Al-Haitsami: Di dalam sanadnya Abdurrahman bin Ziyad bin An'um, ditsiqahkan oleh Ahmad bin Shalih dan dilemahkan oleh Mayoritas Ulama. ibnu Lahi'ah lemah, dan perawi lainnya tsiqat. (Majma Az-Zawaid:8/68)

Hadits ini sangat lemah;
 -Abdurrahman bin Ziyad dan Ibnu Lahi'ah keduanya lemah, berkumpulnya dalam satu sanad seperti ini membuatnya sangat lemah.
-ikhtilaf dalam sanadnya sebagaimana penjelasan di atas.

✅5.hadits Aisyah radhiyallahu anha,
dikeluarkan oleh At-Tirmidzi (739), Ibnu Majah (1389), Ibnul Jauzi dalam Al-Ilal (915), dari jalan Al-Hajjaj bin Artha'ah, dari Yahya bin abi Katsir, dari Urwah, dari Aisyah. Lafaznya:
 ...إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَغْفِرُ لِأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعْرِ غَنَمِ كَلْبٍ
 "Sesungguhnya Allah ta'ala turun ke langit dunia pada malam pertengahan bulan Sya'ban, lalu mengampuni manusia sejumlah rambut (bulu) kambing."

 Berkata At-Tirmidzi:
 ﺣﺪﻳﺚ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﻻ ﻧﻌﺮﻓﻪ ﺇﻻ ﻣﻦ ﻫﺬا اﻟﻮﺟﻪ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ اﻟﺤﺠﺎﺝ، ﻭﺳﻤﻌﺖ ﻣﺤﻤﺪا -ﻳﻌﻨﻲ اﻟﺒﺨﺎﺭﻱ- ﻳﻀﻌﻒ ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ، ﻭﻗﺎﻝ: ﻳﺤﻴﻲ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻛﺜﻴﺮ ﻟﻢ ﻳﺴﻤﻊ ﻣﻦ ﻋﺮﻭﺓ ﻭاﻟﺤﺠﺎﺝ ﺑﻦ ﺃﺭﻃﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺴﻤﻊ ﻣﻦ ﻳﺤﻴﻲ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻛﺜﻴﺮ.
Hadits Aisyah kami tidak ketahui kecuali dengan jalan ini dari hadits Hajjaj. Saya mendengar Muhammad (yaitu Al-Bukhari) melemahkan hadits ini, beliau berkata: Yahya bin Abi Katsir tidak mendengar dari Urwah, dan Hajjaj bin Artha'ah tidak mendengar dari Yahya bin Abi Katsir.

 Kesimpulan hukum: sangat lemah.
-dilemahkan oleh Imam Al-Bukhari dengan dua sebab: -inqitha' (terputusnya sanad) antara Yahya bin Abi Katsir dan Urwah,
-inqitha' antara Hajjaj dan Yahya bin Abi Katsir.

(Baca Juga : Balasan Keimanan dan Amal Sholih)

Berkata Abu Muhammad:
 Di antara yang menambah kelemahan hadits ini adalah: -Hajjaj bin Artha'ah selain rawi yang lemah, dia juga termasuk mudallis yang menjatuhkan para Dhu'afa.
 -ikhtilaf dalam sanad hadits ini.
 Disebutkan oleh Ad-Daraqutni dalam Al-Ilal (14/217).
Setelah menyebutkan ikhtilaf beliau berkata:
 ﻭﺇﺳﻨﺎﺩ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻣﻀﻄﺮﺏ ﻏﻴﺮ ﺛﺎﺑﺖ
 Sanad hadits ini mudhtharib (terjadi ikhtilaf yang tidak bisa dikuatkan salah satunya), tidak shahih.

 Saya katakan: Dan kemungkinan besar hadits ini kembali ke hadits Muadz di atas (hadits pertama). Dikeluarkan Al-Fakihi dalam Akhbar Makkah (1839), dari jalan Abu Amr bin Hasyim Abu Malik Al-Janabi, dari Hajjaj bin Artha'ah dari Makhul, dari Katsir bin murroh dari Aisyah. sanadnya ada kelemahan: Abu Malik Al-Janabi lemah. Namun, apa yang disebutkan oleh Ad-Daraqutni dalam Al-Ilal menunjukkan hal itu. Wallahu a'lam.

 ✅6. Hadits Abu Tsa'labah Al-Khusyani radhiyallahu anhu. Lafaznya:
ﻳﻄﻠﻊ اﻟﻠﻪ ﺇﻟﻰ ﺧﻠﻘﻪ ﻓﻲ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻓﻴﻐﻔﺮ ﻟﻠﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻭﻳﻤﻠﻲ ﻟﻠﻜﺎﻓﺮﻳﻦ ﻭﻳﺬﺭ ﺃﻫﻞ اﻟﺤﻘﺪ ﻟﺤﻘﺪﻫﻢ , ﺃﻭ ﺃﻫﻞ اﻟﻀﻐﺎﺋﻦ
Allah melihat kepada makhlukNya di malam Nishfu Sya'ban, lalu Dia mengampuni orang-orang beriman, dan menangguhkan orang-orang kafir, dan membiyarkan orang yang dengki dengan kedengkiannya.

Berkata Al-Haitsami rahimahullah:
 ﻭﻓﻴﻪ اﻷﺣﻮﺹ ﺑﻦ ﺣﻜﻴﻢ ﻭﻫﻮ ﺿﻌﻴﻒ.
 Di dalam sanasnya Al-Ahwas bin Hakim, seorang yang lemah. (Al-Majma':8/68)

Sanad hadits ini mudhtharib. Poros sanadnya adalah Al-Ahwas bin Hakim. Rawi yang lemah.
 Dikeluarkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Kabir (22/224), Ibnul-Jauzi dalam Al-Ilal (920), dari jalan Isa bin Yunus, dari al-Ahwas bin Hakim, dari Habib bin Suhaib, dari Abu Tsa'labah. dikeluarkan Al-Lãlakai (760), Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (511), dari jalan Muhammad bin Harb, Dan Makhlad bin Yazid sebagaimana dalam Ilal Ad-Daraqutni (6/323), Keduanya (Muhammad bin Harb & Makhlad bin Yazid) dari Al-Ahwas bin Hakim, dari Al-Muhashir bin Habib, dari Abu Tsa'labah Al-Khusyani radhiyallahu anhu.

 Dan dikeluarkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Kabir (22/264) ,dari Jalan Al-Muharibi, dari Al-Ahwas bin Hakim, dari Habib bin Shuhaib, dari Makhul, dari Abu Tsa'labah. (Lihat al-Ilal Ad-Daraqutni: 14/218)
 Sanad terakhir ini menunjukkan kalau hadits ini kembali ke hadits pertama di atas yang porosnya pada Makhul. (Lihat hadits Muadz di atas)

‏ Berkata Ad-Daraqutni setelah menyebutkan ikhtilaf sanadnya:

ﻭﺇﺳﻨﺎﺩ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻣﻀﻄﺮﺏ ﻏﻴﺮ ﺛﺎﺑﺖ.
 Sanad hadits ini mudhtharib, tidak shahih. (Al-Ilal: 6/323, dan 14/218)

 ✅7. Hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu.
 Dikeluarkan oleh Al-Bazzar (9268), Al-Khatib dalam Tarikh Baghdad (16/416 tahqiq Basysyar, Ibnul-Jauzi dalam Al-Ilal (921), dari jalan Abdullah bin Ghalib, dari Hisyam bin Abdurrahman Al-Kufi, dari Al-A'masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ﺇﺫا ﻛﺎﻥ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﻳﻐﻔﺮ اﻟﻠﻪ ﻟﻌﺒﺎﺩﻩ ﺇﻻ ﻟﻤﺸﺮﻙ ﺃﻭ ﻣﺸﺎﺣﻦ
 Jika malam nishfu Sya'ban Allah mengampumi hamba-hambaNya kecuali musyrik dan orang yang berselisih.

 Hadits ini sangat lemah.
Berkata Ibnul-Jauzi:
 ﻫﺬا ﻻ ﻳﺼﺢ ﻭﻓﻴﻪ ﻣﺠﺎﻫﻴﻞ،
Hadits ini tidak shahih, dalam sanadya terdapat para perawi majhul. (Al-Ilal no.921)

 Perawai yang majhul tersebut adalah: -Abdullah bin Ghalib Al-Abadani (biografinya disebutkan dalam Tarikh Al-Islam:5/350) -Hisyam bin Abdurrahman Al-Kufi (lihat At-Tarikh Al-Kabir:8/199)

 ✅7. Hadits Abu Bakar radhiyallahu anhu.
 Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam At-Tauhid (1/325), Al-Bazzar, Ibnu abi Ashim dalam As-Sunnah (509), dan Ibnul-Jauzi dalam Al-Ilal (916) dan selain mereka; dari jalan Abdul-Malik bin Abdil-Malik dari Mush'ab bin Abi Dzi'b dari Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakr, dari ayahnya atau pamannya, dari Abu Bakr, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
 ﻳﻨﺰﻝ ﺭﺑﻨﺎ ﺗﺒﺎﺭﻙ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ؛ ﻓﻴﻐﻔﺮ ﻟﻜﻞ ﻧﻔﺲ، ﺇﻻ ﻣﺸﺮﻙ ﺑﺎﻟﻠﻪ، ﻭﻣﺸﺎﺣﻦ
 Rabb kami turun pada malam Nishfu Sya'ban, lalu mengampun semua orang kecuali orang musyirk kepada Allah dan yang berselisih.

Hadits sangat lemah dan Munkar.
 Berkata Ibnu Adi:
 وهو حديث منكر بهذا الإسناد
 Ini adalah hadits munkar dengan sanad ini.
 (Al-Kamil: 5/1946)
 Berkata Ibnul-Jauzi:
 لا يصح ولا يثبت
Tidak shahih dan tidak tsabit.

 Dalam sanadnya terdapat Abdul-Malik bin Abdul-Malik, rawi yang Matruk.
(Iihat Biografinya: At-Tarikh al-Kabir:5/424, Al-Majruhin:2/136, Masu'ah Aqwal Ad-Daraqutni:2/424, Ad-Dhuafa Al-Kabir:3/29)

✅8. Hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu. Dikeluarkan oleh Ibnu Majah (1388), dari jalannya Ibnul-Jauzi dalam Al-Ilal (923), dan Al-Fakihi dalam Akhbar Makkah (1837), dari jalan ibnu Abi Sabrah dari Ibrahim bin Muhammad dari Muawiyah bin Abdullah bin Ja'far dari ayahnya dari Ali radhiyallahu anhu.

Hadits Palsu, atau minimal Matruh. Di dalam sanadnya terdapat Ibnu Abi Sabrah, rawi yang tertuduh memalsukan hadits.

 ✳Kesimpulan: Hadits tentang Turunnya Allah dan Ittila' ( di Malam Nishfu Sya'ban tidak shahih. Semua jalan-jalan hadits tersebut sangat lemah dan tidak bisa saling menguatkan.

Berkata Abu Syamah rahimahullah: berkata Al-Hafizh Abul-Khatthab Ibnu Dihyah rahimahullah:
ﻗﺎﻝ ﺃﻫﻞ اﻟﺘﻌﺪﻳﻞ ﻭاﻟﺘﺠﺮﻳﺢ ﻟﻴﺲ ﻓﻲ ﺣﺪﻳﺚ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﺣﺪﻳﺚ ﻳﺼﺢ
Berkata para ulama Ahli Jarh wa Ta’dil (ahli kritik hadits): tidak ada hadits yang shahih tentang keutamaan malam Nisfu Sya’ban. (Al-Baits Ala ‘Inkaril-Bida’ wal-Hawādits:36)

 Berkata Al-Allamah Ibnu Baz rahimahullah:
 ﻭﻗﺪ ﻭﺭﺩ ﻓﻲ ﻓﻀﻠﻬﺎ -ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ- ﺃﺣﺎﺩﻳﺚ ﺿﻌﻴﻔﺔ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ اﻻﻋﺘﻤﺎﺩ ﻋﻠﻴﻬﺎ
“Telah datang (hadits-hadits) tentang keutamaan malam nishfu Sya’ban hadits-hadits yang lemah yang tidak bisa dijadikan sandaran.” (Lihat Al-Bida’ Al-Hauliyyah:286)

(Baca Juga : Sarana Menuntut Ilmu)

Cukuplah bagi kita hadits-hadits shahih tentang turunnya Allah setiap malam yaitu di seperti tiga akhir. Berkata Al-Uqaili:
ﻭﻓﻰ اﻟﻨﺰﻭﻝ ﻓﻲ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﺃﺣﺎﺩﻳﺚ ﻓﻴﻬﺎ ﻟﻴﻦ، ﻭاﻟﺮﻭاﻳﺔ ﻓﻲ اﻟﻨﺰﻭﻝ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻟﻴﻠﺔ ﺃﺣﺎﺩﻳﺚ ﺛﺎﺑﺘﺔ ﺻﺤﺎﺡ ﻓﻠﻴﻠﺔ اﻟﻨﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎﻥ ﺩاﺧﻠﺔ ﻓﻴﻬﺎ ﺇﻥ ﺷﺎء اﻟﻠﻪ
Hadits-hadits tentang turunnya Allah di malam Nishfu Sya'ban terdapat kelemahan. Dan riwayat turunnya Allah di setiap malam adalah hadits-hadits yang tsabit lagi shahih, dan malam Nishfu Sya'ban masuk di dalamnya juga in syaa Allah. (Adh-Dhuafa Al-Kabir:3/29)

Diriwayatkan dari Muhammad bin Salam, bahwasanya beliau bertanya kepada Abdullah Ibnul-Mubarak tentang turunnya Allah di malam Nishfu Sya'ban, maka beliau menjawab: يا ضعيف، في كل ليلة ينزل. Wahai dha'if (orang lemah), Allah turun di setiap malam.
(Aqidatus-Salaf Lish-Shabuni:195-196)

الحمد لله رب العالمين

Luwuk, Banggai.
14 Sya'ban 1441.

Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=772731733256159&id=100015580180071

Mengenal Imam Abul Hasan Al-Karaji Asy-Syafi'i

Mengenal Imam Abul Hasan Al-Karaji Asy-Syafi'i
Mengenal Imam Abul Hasan Al-Karaji Asy-Syafi'i

Beliau adalah Al-Imam Al-Faqih Muhammad bin Abdil-Malik bin Muhammad bin Umar Abul-Hasan Al-Karaji Asy-Syafi'i (w.532 H)

Al-Hafizh Ibnul-Jauzi menuturkan:
ﻭﻛﺎﻥ ﻣﺤﺪﺛﺎ ﻓﻘﻴﻬﺎ ﺷﺎﻋﺮا ﺃﺩﻳﺒﺎ، ﻋﻠﻰ ﻣﺬﻫﺐ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺇﻻ ﺃﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻻ ﻳﻘﻨﺖ ﻓﻲ اﻟﻔﺠﺮ، ﻭﻛﺎﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﺇﻣﺎﻣﻨﺎ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻗﺎﻝ ﺇﺫا ﺻﺢ ﻋﻨﺪﻛﻢ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻓﺎﺗﺮﻛﻮا ﻗﻮﻟﻲ ﻭﺧﺬﻭا ﺑﺎﻟﺤﺪﻳﺚ، ﻭﻗﺪ ﺻﺢ ﻋﻨﺪﻱ ﺃﻥ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺗﺮﻙ اﻟﻘﻨﻮﺕ ﻓﻲ ﺻﻼﺓ اﻟﺼﺒﺢ

 Beliau adalah seorang muhaddits, faqih, penyair, dan ahli sastra. Beliau bermadzhab Asy-Syafi'i, namun beliau tidak qunut subuh, beliau pernah berkata: Imam kami Asy-Syafi'i berkata: "jika suatu hadits telah shahih di sisi kalian maka tinggalkan lah pendapatku dan ikutilah hadits", dan telah shahih di sisiku bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam meninggalkan qunut shalat subuh.
📚(Al-Muntazham:11/331, lihat juga Adz-Dzahabi dalam Tarikh Islam:11/578-579 Tahqiq Basyar, Thabaqat Asy-Syafi'iyin Libni Katsir:606, Al-Bidayah:12/213, dar-Fikr, Thabaqat Asy-Syafi'iyyah:6/138, Al-Iqd Al-Mudzahhab:129, dan selainnya)

(Baca Juga : Matahari dan Bulan Kelak Masuk Neraka?)

Dan berkata Al-Allamah Ibnu As-Sam'ani rahimahullah:
ﻭﻛﺎﻥ ﺇﻣﺎﻣﺎ ﻣﺘﻘﻨﺎ ﻣﻜﺜﺮا ﻣﻦ اﻟﺤﺪﻳﺚ،

 Beliau adalah seorang Imam, mutqin, lagi banyak riwayat haditsnya. (Al-Ansab:11/67)

 Di antara ucapan emas beliau:
 ﻓﻤﻦ ﻗﺎﻝ: ﺃﻧﺎ ﺷﺎﻓﻌﻲ اﻟﺸﺮﻉ ﺃﺷﻌﺮﻱ اﻻﻋﺘﻘﺎﺩ ﻗﻠﻨﺎ ﻟﻪ: ﻫﺬا ﻣﻦ اﻷﺿﺪاﺩ ﻻ ﺑﻞ ﻣﻦ اﻻﺭﺗﺪاﺩ ﺇﺫ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺃﺷﻌﺮﻱ اﻻﻋﺘﻘﺎﺩ. ﻭﻣﻦ ﻗﺎﻝ: ﺃﻧﺎ ﺣﻨﺒﻠﻲ ﻓﻲ اﻟﻔﺮﻭﻉ ﻣﻌﺘﺰﻟﻲ ﻓﻲ اﻷﺻﻮﻝ ﻗﻠﻨﺎ: ﻗﺪ ﺿﻠﻠﺖ ﺇﺫا ﻋﻦ ﺳﻮاء اﻟﺴﺒﻴﻞ ﻓﻴﻤﺎ ﺗﺰﻋﻤﻪ ﺇﺫ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﻣﻌﺘﺰﻟﻲ اﻟﺪﻳﻦ ﻭاﻻﺟﺘﻬﺎﺩ "

 Siapa yang berkata: saya syafi'i dalam syariat (fiqih), Asy'ari dalam aqidah, maka kami katakan: ini termasuk hal yang bertentangan, bahkan irtidad (keluar dari madzhab), karena Asy-Syafi'i tidak beraqidah Asy'ari!. Dan siapa yang berkata: saya hanbali dalam furu' (fiqih), mu'tazili dalam ushul, maka kami katakan: sungguh engkau telah sesat dari jalan yang benar pada apa yang engkau yakini, karena Ahmad bukan seorang mu'tazili dalam agama dan ijtihad!.
📚(Al-Fushul Fil-Ushul 'An A'immah Al-Fuhul, dinukil oleh Syaikhul-Islam sebagaimana dalam Al-Majmu Al-Fatawa: 4/177)

(Baca Juga : Tantangan Dalam Berdakwah)

Ternyata penyeru fiqih Syafi'i Aqidah Asy'ari sudah ada sejak lama. Jadi, jangan heran di zaman sekarang ada orang-orang yang modelnya seperti ini.

Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=791044871424845&id=100015580180071