Benarkah Setiap Pendapat Ulama Dibangun Atas Dalil?

Benarkah Setiap Pendapat Ulama Dibangun Atas Dalil?
Benarkah Setiap Pendapat Ulama Dibangun Atas Dalil?
TANGGAPAN ATAS UCAPAN: "SETIAP PENDAPAT ULAMA ITU DI BANGUN DI ATAS DALIL"

بسم الله الرحمن الرحيم

Sebagian orang ketika kita menyampaikan suatu pendapat dengan dalilnya beserta penjelasan yang menyelisihi pendapat mereka, dan pendapat tersebut telah dipegang oleh sebagian ulama, maka mereka akan menjawab:
"setiap pendapat ulama itu dibangun di atas dalil, atau: perkataan ulama itu bukan dalil tapi dibangun di atas dalil"

Maksud dari ucapan tersebut adalah untuk membenarkan amaliyah yang mereka yakini benar dan kuat sekalipun dalil-dalil yang shahih dan kuat jelas menyelisihinya. Mereka akan berkata: Maulid kan ada Imam fulan yang membolehkan, ini dan itu ada Alim fulan yang membolehkan. Pasti pendapat mereka berdasarkan dalil, mereka itu lebih berilmu dari ulama sekarang apalagi hanya ustadz fulan dan allan. Kita ini bukan mujtahid, melainkan hanya muqollid, taqlid kepada para imam seperti An-Nawawi adalah lebih baik dari pada ulama zaman sekarang apalagi hanya ustadz.

(Baca Juga: Tanda Kuatnya Tauhid Seseorang)

Saya (Abu Muhammad) rahimahullah katakan:
Alhamdulillah, bagi seorang muslim yang baik tentunya yang dikedepankan adalah cara berfikir yang baik dan sehat bukan hawa nafsu yang dia ikuti. Sungguh pernyataan di atas adalah ucapan yang batil yang tidak pantas keluar dari seorang da'i apalagi katanya alumni Dammaj, lalu diikuti oleh sebagian "pendekar FaceBook" yang tidak jelas belajarnya.!

Ketahuilah wahai saudaraku, sungguh pernyataan di atas adalah pernyataan yang BATIL, karena melazimkan beberapa kelaziman batil, diantaranya:

Pertama:
Bahwa semua perselisihan pendapat di kalangan ulama adalah perselisihan yang mu'tabar (teranggap) dan semua adalah benar, karena tidaklah seorang Alim itu berpendapat melainkan berlandaskan dalil.

Hal ini jelas menyelisihi firman Allah:

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Jika kalian berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
(QS.An-Nisa:59)

Kalau sekiranya setiap pendapat itu berlandaskan dalil yang benar maka Allah tidak akan memerintahkan kaum mu'minin agar perkara yang mereka perselisihkan dikembalikan dan ditimbang menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Kedua:
Bahwa seorang alim adalah ma'shum (terjaga dari kesalahan) karena tidaklah pendapat mereka kecuali ada dalilnya. Ini adalah BATIL berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Karena yang ma'shum hanyalah para Nabi dam Rasul.

Berkata Ibnul-Qayyim rahimahullah:

 ( العالِم يزل ولا بُدَّ  إذ لَيسَ بمعصومٍ ، فلا يجوز قبول كلِّ ما يقوله ، و يُنزَّل قوله منزلة قول المعصوم ، فهذا الذي ذمَّه كلّ عالِم على وجه الأرض ، وحرَّموه ، وذمُّوا أهلَه )

Seorang Alim pasti keliru karena dia bukanlah seorang yang ma'shum. TIDAK BOLEH MENERIMA SEMUA APA YANG DIA KATAKAN, DAN MEMPERLAKUKAN UCAPANNYA SEPERTI UCAPAN ORANG YANG MA'SHUM. INI ADALAH HAL YANG DICELA OLEH SEMUA ULAMA DI ATAS MUKA BUMI INI, MEREKA MENGHARAMKANNYA DAN MENCELA ORANGNYA.
📚(I'lãmul-Muwaqqi'in:2/173)

(Baca Juga : 16 Ayat Al-Quran Tentang Jahannam)

Ketiga:
Bolehnya mengikuti semua pendapat seorang Alim secara mutlak karena pendapatnya pasti ada dalilnya. Ini adalah batil. Karena manusia yang boleh diikuti semua pendapatnya hanyalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Berkata Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:

ﻭﻓﻲ اﻟﻘﻮﻝ ﺑﻠﺰﻭﻡ ﻃﺎﻋﺔ ﻏﻴﺮ اﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻓﻲ ﻛﻞ ﺃﻣﺮﻩ ﻭﻧﻬﻴﻪ ﻭﻫﻮ ﺧﻼﻑ اﻹﺟﻤﺎﻉ

Pada pendapat yang mengharuskan taat kepada selain Nabi shallallahu alaihi wasallam PADA SEMUA PERINTAH DAN LARANGANNYA ADALAH MENYELISIHI IJMA (kesepakatan Ulama).

Beliau juga berkata:

ﻭﻣﻦ ﺃﻭﺟﺐ ﺗﻘﻠﻴﺪ ﺇﻣﺎﻡ ﺑﻌﻴﻨﻪ اﺳﺘﺘﻴﺐ ﻓﺈﻥ ﺗﺎﺏ ﻭﺇﻻ ﻗﺘﻞ

BARANGSIAPA YANG MEWAJIBKAN TAQLID KEPADA SEORANG IMAM SECARA PERSON MAKA DIMINTA UNTUK BERTAUBAT. JIKA DIA BERTAUBAT (MAKA DITERIMA) DAN JIKA TIDAK MAKA DIBUNUH.
📚(Lihat Al-Fatawa Al-Kubra:5/556)

Dan telah masyhur dari ucapan Imam Malik rahimahullah:

كل قول يؤخذ ويرد إلا قول رسول الله

"Semua ucapan bisa diterima dan ditolak kecuali ucapan Rasululllah shallalalhu alaihi wasallam."

Dan berkata Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah:

ﻭﺟﺐ ﺃﻥ ﻻ ﻳﻘﺒﻞ ﻗﻮﻝ ﺃﺣﺪ ﺑﻌﺪ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺇﻻ ﺑﺄﻥ ﻳﺴﻨﺪﻩ ﺇﻟﻴﻪ - ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺴﻼﻡ -

Wajib agar tidak menerima pendapat seorang pun setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kecuali jika dia sandarkan pendapatnya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
📚(Al-Muhalla:2/249)

Keempat:
Membuka pintu bagi ahli bid'ah dan ahwa untuk terus menerus dalam kesalahan dan penyimpangan mereka dan tidak mau mengikuti sunnah yang telah jelas.

Ketika kita sampaikan sunnah kepada mereka, maka mereka (orang2 yang berintisab kepada madzhab Syafii) akan menjawab: apakah kalian lebih pintar dari Imam Syafi'i.? (Sekalipun hakikatnya mereka menyelisih imam Syafi'i sendiri terutama dalam masalah Aqidah)

Sehingga muncullah sebagian orang yang sok bijaksana dalam berpendapat berucap:
Ulama kalian (maksudnya ulama sekarang seperti ibn Baz, Al-Utsaimin dll) tidaklah lebih pintar dari Ibnu Qudamah. Kalau sekiranya ibnu Qudamah hidup beliau mampu untuk membantah tarjihat ulama sekarang. Atau yang semisalnya dari ucapan mereka.

Yaa Subhãnallah..!! Apakah para ulama tersebut merajihkan suatu pendapat dengan hawa nafsu? Ketika mereka merajihkan suatu pendapat dan menyelisihi ulama terdahulu dan mengikuti dalil yang mereka anggap lebih mendekati kebenaran apakah ini tercela..???
Bukankah Imam An-Nawawi dan Al-Hafidz Ibn Hajar dan selain mereka pun telah menyelisihi madzhab Syafii dalam berbagai masalah dan merajihkan pendapat dengan dalil yang menurut mereka lebih mendekati kebenaran..?????
Apakah ini tercela...???

Dan lebih parah ahlu bid'ah pun akan nimbrung dan berdalil dengan ini. Ulama kalian tidaklah lebih pintar dari Al-Ghazali dan Ar-Razi..!!! dengan maksud menolak kebenaran.

Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita semua.

(Baca Juga : 21 Ayat Al-Quran Tentang Sihir)

Muhammad Abu Muhammad Pattawe,
Darul-Hadits Ma'bar-Yaman

Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=484471942082141&id=100015580180071

Meninggalkan Pendapat Ulama Yang Menyelisihi Dalil

Meninggalkan Pendapat Ulama Yang Menyelisihi Dalil
Meninggalkan Pendapat Ulama Yang Menyelisihi Dalil
MENINGGALKAN PENDAPAT ULAMA YANG MENYELISIHI DALIL, CELAAN TERHADAPNYA?

بسم الله الرحمن الرحيم

Sebagian saudara kita ketika kita menolak suatu pendapat Alim atau Ulama dan kita menganggap pendapat tersebut adalah salah bahkan bid'ah, maka mereka mengomentari: perbuatan ini secara tidak langsung merupakan celaan kepada para ulama, karena menurut mereka ulama itu tidak mengikuti dalil dalam pendapat dan fatwa mereka

👉Saya (Abu Muhammad Pattawe waffaqahullah) katakan:
Seorang yang mengikuti dalil dan meninggalkan ucapan ulama karena menyelisihi dalil bukanlah celaan terhadapnya. Justru ini adalah nasehat baginya dan bagi umat.

(Baca Juga : 27 Ayat Al-Quran Tentang Orang Kafir)

Berkata Al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah:

 ومِمَّا يختص به العلماء ردّ الأهواء المضلة بالكتاب و السنة على مُورِدِها ، و بيان دلالتهما على ما يخالف الأهواء وكذلك رد الأقوال الضعيفة من زلاّت العلماء ، و بيان دلالة الكتاب و السنة على ردّها

Termasuk kekhususan ulama adalah membantah pemikiran sesat berdasarkan Alquran dan Sunnah terhadap pengusungnya, dan menjelaskan kandungannya (Alquran dan Sunnah) yang benar yang menyelisihi semua hawa nafsu (pikiran sesat) tersebut. Demikian juga (termasuk kekhusususan mereka) adalah MEMBANTAH PENDAPAT-PENDAPAT YANG LEMAH DARI KEKELIRUAN ULAMA DAN MENJELASKAN KANDUNGAN ALQURAN DAN SUNNAH DALAM MEMBANTAHNYA.
📚(Jami'ul-Ulum wal-Hikam)

Ucapan Ibnu Rajab di atas memberikan faedah bahwa para ulama bisa jadi keliru dan salah dan menyelisih Alquran dan Sunnah Dan kesalahan mereka wajib dibantah. Dibantah dengan apa? Dengan dalil dari Alquran dan sunnah..!! Sehingga orang yang meninggalkan pendapat ulama dan mengikuti dalil tidaklah melazimkan celaan terhadapnya. Sejak zaman shahabat sampai zaman para imam bahkan sampai di zaman sekarang ini para ulama sudah saling membantah pendapat satu sama lain dengan dalil. Dan tidak ada di antara mereka yang menganggap ini celaan terhadap ulama.

✅Berkata seorang kepada Imam Ahmad:

 إن ابن المبارك قال كذا فقال إن ابن المبارك لم ينزل من السماء
Sesungguhnya Ibnul-Mubarak berpendapat demikian. Maka Imam Ahmad menjawabnya: SESUNGGUHNYA IBNUL-MUBARAK TIDAKLAH TURUN DARI LANGIT.
(Al-Furu fi Fiqhi Al-Hambali:6/381)

Maksud dari Imam Ahmad bahwa pendapat Imam Ibnul Mubarak bukanlah WAHYU sehingga tidak boleh diselisihi. Apakah kita katakan Imam Ahmad telah mencela Imam Ibnul-Mubarak..???
Padahal dari segi keimamahan Imam Ibnul-Mubarak lebih afdhol dari Imam Ahmad.!!

✅Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah Ketika menyebutkan khilaf dalam masalah hukum meminum Nabidz beliau menyebutkan di antara yang membolehkan: Ibrahim An-Nakhai, Sufyan Ats-Tsauri dan Ath-Thahawi, beliau berkata:

وهذه زلة من عالم ، و قد حُذِّرْنا من زلة العالم، و لاحجة في قول أحد مع السنة

Ini termasuk kekeliruan seorang Alim, dan kami telah mentahdzir (memperingatkan) dari kekeliruan seorang alim. DAN TIDAK ADA HUJJAH BAGI PENDAPAT SEORANG PUN BERSAMAAN ADANYA SUNNAH.
📚(Tafsir Al-Qurthubi:10/131)

(Baca Juga : 20 Ayat Al-Quran Tentang Kematian)

Coba perhatikan baik2 ucapan yang indah oleh Imam Al-Qurthubi "TIDAK ADA HUJJAH BAGI PENDAPAT SEORANG PUN BERSAMAAN ADANYA SUNNAH", bukankah ini namanya mengikuti dalil dan menolak pendapat ulama..?????
Apakah engkau mengangap Al-Qurtubi mencela para imam yang disebutkan di atas..???

Sungguh indah ucapan Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah ketika menjawab pernyataan bahwa mengingkari masalah khilaf bisa terkandung di dalamnya celaan dan perendahan terhadap para Imam dan ulama:

"Kami berlindung kepada Allah Subhanah dari apa-apa yang mengantarkan kepada celaan terhadap kehormatan para Imam, atau merendahkan salah seorang dari mereka, atau tidak mengetahui kedudukan dan keutamaan mereka, atau memusuhi mereka dan meninggalkan cinta dan kasih kepada mereka. Dan kami memohon kepada Allah Subhanah agar kami menjadi orang yang mencintai dan mengasihi mereka, mengetahui hak dan keutamaan mereka yang tidak diketahui oleh kebanyakan para pengikut (para imam tersebut), dan menjadikan bagian kami dari (pemuliaan) tersebut bagian yang banyak dan besar. Wa lã hawla wa lã quwwata illã billãh."
📚(Al-Fatawa Al-Kubra:6/92)

Bahkan yang wajib atas setiap muslim adalah kembali mengikuti dalil jika telah jelas baginya dalil dan jika pendapat seorang Alim menyelisihi dalil.

Berkata Al-Imam Asy-Syafii rahimahullah:

أجمع الناس على أن من استبانت له سنة عن رسول الله لم يكن له أن يدعها لقول أحد من الناس

Para ulama telah sepakat bahwa barangsiapa yang jelas baginya sunnah dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka tidak boleh baginya meninggalkan sunnah tersebut karena mengikuti pendapat seorang pun dari manusia.
📚(I'lamul-Muwaqqi'in:2/263)

👉Dan tentunya tidak terlepas dari pemahaman para ulama. Dan alhamdulillah Ahlussunnah secara umumnya di atas hal ini. Jadi, bukan berarti orang yang ketika dia mengikuti dalil dia telah terlepas dari pemahaman ulama. Justru dia menolak pendapat ulama dengan mengikuti dalil sesuai penjelasan ulama yang lain. Karena kadang sebagian ulama berpendapat karena dibangun di atas dalil yang lemah, atau qiyas yang lemah, atau dalil yang shahih tapi sisi pendalilan keliru, dan berbagai sebab kenapa seorang alim bisa keliru, yang hakikatnya kekeliruan ini bukanlah dalil. Sehingga makna orang yang berkata saya mengikuti dalil adalah mengikuti dalil sesuai penjelasan para ulama yang lain.

 ✏Betapa banyak ucapan para ulama di dalam kitab-kita mereka: pendapat ini tidak memiliki dalil, pendapat ini menyelisihi dalil, dan yang semisalnya dari ucapan mereka.

وبالله التوفيق.

(Baca Juga : 9 Hadits Tentang Imam Mahdi)

29 Jumadal-Ula 1440
Muhammad Abu Muhammad Pattawe,
Darul-Hadits Ma'bar-Yaman.

Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=485104842018851&id=100015580180071

Ibnu Hazm Menurut Dua Murid Imam Ibnu Taimiyyah

Ibnu Hazm Menurut Dua Murid Imam Ibnu Taimiyyah
Ibnu Hazm Menurut Dua Murid Imam Ibnu Taimiyyah
Al-IMAM IBNU HAZM, MENURUT PANDANGAN DUA MURID SYAIKHUL-ISLAM IBNU TAIMIYYAH -RAHIMAHULLAH-

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah memiliki dua murid yang berbeda pandangan tentang keadaan Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah. Kedua murid tersebut adalah: Al-Hafidz Adz-Dzahabi dan Al-Hafidz Ibnu Abdil-Hadi rahimahumallah.

(Baca Juga : 22 Ayat Al-Quran Tentang Bekerja)

Al-Hafidz Ibnu Abdil-Hadi rahimahullah setelah menyebutkan keutamaan-keutamaan Ibnu Hazm, beliau berkata setelah mentelaah kitabnya "Al-Milal wan-Nihal",

...ولكن تبين لي منه أنه جهمي جلد لا يثبت معاني أسماء الله الحسنى إلا القليل ، كالخالق والحق ، وسائر الأسماء عنده لا يدل على معنى أصلا...

Akan tetapi, menjadi jelas bagiku tentangnya bahwa beliau (Ibnu Hazm) adalah seorang JAHMI keras/ekstrim, beliau tidak menetapkan makna Al-Asma Al-Husna kecuali beberapa saja, semua nama-nama Allah menurutnya tidak menunjukan makna sama sekali...
📚(Thabaqãt Al-Muhadditsin:3/350)

Pendapat Ibnu Abdil-Hadi di atas diikuti oleh Syaikh Hammad Al-Anshari di zaman ini, beliau berkata:

ﻭاﺑﻦ ﺣﺰﻡ ﺟﻬﻤﻲ ﺟﻠﺪ

Ibnu Hazm adalah seorang JAHMI keras/ekstrim.
📚(Al-Majmu fi Tarjamah Al-Allamah Hammad Al-Anshari:2/749)

❓Namun, apa pandangan Al-Hafidz Adz-Dzahabi?
Beliau berkata:

ﻭﻟﻲ ﺃﻧﺎ ﻣﻴﻞ ﺇﻟﻰ ﺃﺑﻲ ﻣﺤﻤﺪ ﻟﻤﺤﺒﺘﻪ ﻓﻲ اﻟﺤﺪﻳﺚ اﻟﺼﺤﻴﺢ، ﻭﻣﻌﺮﻓﺘﻪ ﺑﻪ، ﻭﺇﻥ ﻛﻨﺖ ﻻ ﺃﻭاﻓﻘﻪ ﻓﻲ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻤﺎ ﻳﻘﻮﻟﻪ ﻓﻲ اﻟﺮﺟﺎﻝ ﻭاﻟﻌﻠﻞ، ﻭاﻟﻤﺴﺎﺋﻞ اﻟﺒﺸﻌﺔ ﻓﻲ اﻷﺻﻮﻝ ﻭاﻟﻔﺮﻭﻉ، ﻭﺃﻗﻄﻊ ﺑﺨﻄﺌﻪ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﻣﺎ ﻣﺴﺄﻟﺔ، ﻭﻟﻜﻦ ﻻ ﺃﻛﻔﺮﻩ، ﻭﻻ ﺃﺿﻠﻠﻪ، ﻭﺃﺭﺟﻮ ﻟﻪ اﻟﻌﻔﻮ ﻭاﻟﻤﺴﺎﻣﺤﺔ ﻭﻟﻠﻤﺴﻠﻤﻴﻦ.

Saya lebih cenderung kepada Abu Muhammad (Ibnu Hazm) karena kecintaan beliau kepada hadits yang shahih dan pengetahuannya tentangnya. Sekalipun saya tidak menyepakati beliau pada banyak pendapatnya dalam masalah Perawi dan 'Ilal (cacat hadits), dan masalah-masalah yang jelek dalam masalah Ushul (Aqidah) dan Furu' (Fiqih). Dan saya memastikan kesalahannya lebih dari satu masalah. Akan tetapi, SAYA TIDAK MENGKAFIRKANNYA, DAN TIDAK MENYESATKANNYA, DAN SAYA BERHARAP BAGINYA DAN KAUM MUSLIMIN AGAR DIBERI MAAF DAN AMPUNAN.
📚(As-Siyar:18/202)

(Baca Juga : 20 Ayat Al-Quran Tentang Rahmat)

Dan berkata Para Ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah:

ﻣﻦ اﻟﻌﻠﻤﺎء اﻟﻤﺒﺮﺯﻳﻦ ﻓﻲ اﻷﺻﻮﻝ، ﻭاﻟﻔﺮﻭﻉ، ﻭﻓﻲ ﻋﻠﻢ اﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭاﻟﺴﻨﺔ، ﺇﻻ ﺃﻧﻪ ﺧﺎﻟﻒ ﺟﻤﻬﻮﺭ ﺃﻫﻞ اﻟﻌﻠﻢ ﻓﻲ ﻣﺴﺎﺋﻞ ﻛﺜﻴﺮﺓ ﺃﺧﻄﺄ ﻓﻴﻬﺎ اﻟﺼﻮاﺏ؛ ﻟﺠﻤﻮﺩﻩ ﻋﻠﻰ اﻟﻈﺎﻫﺮ، ﻭﻋﺪﻡ ﻗﻮﻟﻪ ﺑﺎﻟﻘﻴﺎﺱ اﻟﺠﻠﻲ اﻟﻤﺴﺘﻮﻓﻲ ﻟﻠﺸﺮﻭﻁ اﻟﻤﻌﺘﺒﺮﺓ، ﻭﺧﻄﺄﻩ ﻓﻲ اﻟﻌﻘﻴﺪﺓ ﺑﺘﺄﻭﻳﻞ ﻧﺼﻮﺹ اﻷﺳﻤﺎء ﻭاﻟﺼﻔﺎﺕ ﺃﺷﺪ ﻭﺃﻋﻈﻢ.

Beliau termasuk ULAMA YANG MENONJOL DALAM BIDANG USHUL, FURU' (FIQIH), DAN ILMU Al-KITAB & AS-SUNNAH. Namun, beliau menyelisihi mayoritas Ulama pada banyak masalah yang mana beliau menyalahkan yang benar, disebabkan kekakuannya dalam berpegang kepada Zhahir (dalil), dan tidak berpendapat adanya Qiyas Jali yang memenuhi syarat yang mu'taba. Dan lebih parah lagi kekeliruan beliau dalam masalah Aqidah dalam mentakwil dalil-dalil Asma wa Shifat.
📚(Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah:12/223)

📝Diantara faedah yang bisa kita petik:
Bahwa kadang para Ulama berbeda pendapat dalam menyikapi dan menghukumi seorang Alim yang jatuh dalam kesalahan. Maka janganlah kita kaku jika mendapati masalah-masalah seperti ini. Hendaklah menyikapi dengan ilmu dan lapang dada dengan saudara kita yang menyelisihi kita.
Bãrakallahu Fîkum

(Baca Juga : Biografi Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal)

26 Jumadats-Tsaniyah 1440
Muhammad Abu Muhammad Pattawe,
Darul-Hadits Ma'bar-Yaman.

Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=499386267257375&id=100015580180071

Fiqih Sunnah Dalam Beridul Adha

Fiqih Sunnah Dalam Beridul Adha
Fiqih Sunnah Dalam Beridul Adha

بسم الله الرحمن الرحيم

Diantara Syiar Islam yang nampak dan menunjukkan kegembiraan semua kaum muslimin di dunia adalah Idul-Adha.

Sehingga merupakan perkara yang penting bagi setiap muslim untuk mengilmui ibadah yang mulia.

Berikut ini adalah pembahasan yang penulis anggap penting yang berkaitan dengan Idul-Adha

✳Sunnah-Sunnah Sebelum Berangkat Ke Mushalla (Lapangan) atau Masjid

Telah datang dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma:

أَخَذَ عُمَرُ جُبَّةً مِنْ إِسْتَبْرَقٍ تُبَاعُ فِي السُّوقِ فَأَخَذَهَا فَأَتَى بِهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ابْتَعْ هَذِهِ تَجَمَّلْ بِهَا لِلْعِيدِ وَالْوُفُودِ  فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ لَا خَلَاقَ لَهُ

'Umar membawa baju jubah terbuat dari sutera yang dibelinya di pasar. Lalu ia memabawanya tersebut kemudian ia diberikan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seraya berkata, "Wahai Rasulullah, belilah jubah ini sehingga engkau bisa memperbagus penampilan saat shalat 'Ied atau ketika menyambut para delegasi." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata kepadanya: "Ini adalah pakaian orang yang tidak akan mendapatkan bagian (di akhirat)."
(HR.Al-Bukhari dan Muslim)

(Baca Juga : 'Aisyah, Figur Istri Shalihah)

Berkata Al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah:

ﻭﻗﺪ ﺩﻝ ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻋﻠﻰ اﻟﺘﺠﻤﻞ ﻟﻠﻌﻴﺪ، ﻭﺃﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻣﻌﺘﺎﺩا ﺑﻴﻨﻬﻢ.

Hadits ini menunjukkan tentang (disyariatkannya) berhias untuk Id (lebaran), dan bahwasanya hal itu sudah menjadi kebiasaan diantara mereka.
📚(Fathul-Bari:8/413)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak memakainya karena pakaian tersebut terbuat dari sutra.

Hadits di atas menunjukkan anjuran berhias untuk shalat Id.

Dan telah datang dari atsar Ibnu Umar radhiyallahu anhuma yang menunjukkan tentang rincian berhias ketika Id.

Dari Muhammad ibn Ishaq ia berkata: Saya bertanya kepada Nafi', apa yang Ibnu Umar lakukan ketika hari Id?
Nafi' menjawab:

(ﻛﺎﻥ ﻳﺸﻬﺪ ﺻﻼﺓ اﻟﻔﺠﺮ ﻣﻊ اﻹﻣﺎﻡ، ﺛﻢ ﻳﺮﺟﻊ ﺇﻟﻰ ﺑﻴﺘﻪ، ﻓﻴﻐﺘﺴﻞ ﻏﺴﻠﻪ ﻣﻦ اﻟﺠﻨﺎﺑﺔ، ﻭﻳﻠﺒﺲ ﺃﺣﺴﻦ ﺛﻴﺎﺑﻪ، ﻭﻳﺘﻄﻴﺐ ﺑﺄﻃﻴﺐ ﻣﺎ ﻋﻨﺪﻩ، ﺛﻢ ﻳﺨﺮﺝ ﺣﺘﻰ ﻳﺄﺗﻲ اﻟﻤﺼﻠﻰ ﻓﻴﺠﻠﺲ ﻓﻴﻪ ﺣﺘﻰ ﻳﺄﺗﻲ اﻹﻣﺎﻡ، ﻓﺈﺫا ﺟﺎء اﻹﻣﺎﻡ ﺻﻠﻰ ﻣﻌﻪ، ﺛﻢ ﻳﺮﺟﻊ ﻓﻴﺪﺧﻞ ﻣﺴﺠﺪ اﻟﻨﺒﻲ – ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭﺳﻠﻢ -، ﻓﻴﺼﻠﻲ ﻓﻴﻪ ﺭﻛﻌﺘﻴﻦ، ﺛﻢ ﻳﺄﺗﻲ ﺑﻴﺘﻪ)

Beliau menghadiri shalat Fajar (shubuh) bersama Imam, lalu kembali ke rumahnya, kemudian beliau mandi sebagaimana (tata cara) mandi janabah, lalu beliau memakai pakaiannya yang paling bagus, dan beliau memakai wangi-wangian yang paling bagus, lalu beliau keluar hingga sampai di Mushalla (lapangan), beliau duduk menunggu Imam tiba, jika Imam telah tiba maka beliau shalat bersamanya, kemudian beliau kembali lalu singgah di masjid Nabawi dan shalat dua rakaat, kemudian beliau kembali ke rumahnya.
📚Sanadnya Hasan, dikeluarkan oleh Al-Harits dalam Musnadnya sebagaimana dalam Bughyatul-Bãhits no.207, dan Al-Mathalib Al-Aliyah:5/139 tahqiq Asy-Ayitsri.

Atsar di atas menunjukkan beberapa perkara yang disunnahkan sebelum berangkat ke tempat Id:

➡pertama: Mandi, yaitu mandi seperti mandi janabah.

➡Kedua: Memakai Pakaian Yang Bagus, yaitu memilih pakaian yang bagus dan bersih.

Dan lebih dianjurkan yang berwarna putih. Sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

خَيْرُ ثِيَابِكُمْ الْبَيَاضُ فَالْبَسُوهَا وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ

"Sebaik-baik baju kalian adalah baju putih, maka pakailah oleh kalian (baju putih) dan kafanilah mayat kalian dengannya."
(HR.Ibnu Majah no.3556, sanadnya hasan)

Adapun jika ada pakaian warna lain yang lebih baik dari warna putih tersebut maka diutamakan memakainya pada hari Id ini.
📚(Lihat Al-Majmu:5/8)

📝Untuk muslimah, maka baginya untuk memakai pakaian terbaiknya sesuai syarat-syarat pakaian syar'i dan tidak menampakkan perhiasan.

➡Sunnah Ketiga: Memakai Wangi-Wangian,

Mengenai parfum telah datang dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

طِيبُ الرِّجَالِ مَا ظَهَرَ رِيحُهُ وَخَفِيَ لَوْنُهُ وَطِيبُ النِّسَاءِ مَا ظَهَرَ لَوْنُهُ وَخَفِيَ رِيحُهُ

"Parfum laki-laki itu wanginya nampak da warnanya tidak, dan parfum wanita itu warnanya nampak sementara wanginya tidak."
(HR.An-Nasai dan At-Tirmidzi, lihat Ta'liq Al-Misykãh no.4443)

➡Tidak menyantap makanan Selum Berangkat Ke Tempat Id

Diantara perkara yang disunnahkan sebelum berangkat ke tempat Id pada saat Idul-Adha adalah tidak menyantap makanan.

Dari Buraidah radhiyallahu anhu:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ وَكَانَ لَا يَأْكُلُ يَوْمَ النَّحْرِ حَتَّى يَرْجِعَ

"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada Idul-Fithri tidak keluar untuk shalat hingga beliau makan terlebih dahulu. Sementara pada hari An-Nahr (Idul-Adha) beliau tidak makan hingga kembali (dari shalat)."
(HR.Ibnu Majah no.1756, Shahih Lighairih)

Berkata Ibnu Qudamah rahimahullah:

اﻟﺴﻨﺔ ﺃﻥ ﻳﺄﻛﻞ ﻓﻲ اﻟﻔﻄﺮ ﻗﺒﻞ اﻟﺼﻼﺓ، ﻭﻻ ﻳﺄﻛﻞ ﻓﻲ اﻷﺿﺤﻰ ﺣﺘﻰ ﻳﺼﻠﻲ. ﻭﻫﺬا ﻗﻮﻝ ﺃﻛﺜﺮ ﺃﻫﻞ اﻟﻌﻠﻢ

Termasuk sunnah adalah nakan sebelum shalat ketika Idul-Fithri, dan tidak makan ketika Idul-Adha sampai selesai shalat. Ini adalah pendapat kebanyakan Ulama.
📚(Al-Mughni:2/113)

➡Bertakbir Ketika Menuju Tempat Id

Dari Az-Zuhri rahimahullah:

ﻛﺎﻥ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﺨﺮﺝ ﻳﻮﻡ اﻟﻔﻄﺮ ﻓﻴﻜﺒﺮ ﺣﺘﻰ ﻳﺄﺗﻰ اﻟﻤﺼﻠﻰ، ﻭﺣﺘﻰ ﻳﻘﻀﻲ
اﻟﺼﻼﺓ، ﻓﺈﺫا ﻗﻀﻰ اﻟﺼﻼﺓ ﻗﻄﻊ اﻟﺘﻜﺒﻴﺮ

Nabi shallallahu alaihi wasallam keluar pada hari Idul-Fithri beliau bertakbir sampai tiba di Mushalla dan sampai selesai shalat, jika telah selesai shalat maka beliau menghentikan takbir.
(HR.Ibnu Abi Syaibah no.5667, Sanadnya mursal, akan tetapi telah datang jalan-jalan yang menguatkan sehingga menjadi Shahih Lighairih. Lihat Ash-Shahihah no.171)

Hadits ini sekalipun pada hari Idul-Fitri tapi mencakup Idul-Adha juga.

Berkata Syaikhul-Islam ibnu Taimiyyah rahimahullah:

ﻭﻳﺸﺮﻉ ﻟﻜﻞ ﺃﺣﺪ ﺃﻥ ﻳﺠﻬﺮ ﺑﺎﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ﻋﻨﺪ اﻟﺨﺮﻭﺝ ﺇﻟﻰ اﻟﻌﻴﺪ، ﻭﻫﺬا ﺑﺎﺗﻔﺎﻕ اﻷﺋﻤﺔ اﻷﺭﺑﻌﺔ

Dan disyariatkan setiap orang agar mengeraskan suara takbir ketika kelauar menuju (Mushallah) Id, ini adalah kesepakatan Imam yang empat.
📚(Majmu Al-Fatawa:24/220)

➡Berjalan kaki menuju tempat Id dan tidak berkendaraan

Diantara sunnah ketika menuju tempat shalat Id adalah berjalan kaki.
Hal ini berdasarkan hadits Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu anhu:

مِنْ السُّنَّةِ أَنْ تَخْرُجَ إِلَى الْعِيدِ مَاشِيًا...

Termasuk sunnah yaitu hendaknya kamu keluar untuk shalat Ied dengan berjalan kaki...

Berkata Al-Hafidz At-Tirmidzi rahimahullah:

هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا الْحَدِيثِ عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يَخْرُجَ الرَّجُلُ إِلَى الْعِيدِ مَاشِيًا...

Hadits ini adalah hasan, dan beramal sesuai hadits ini menurut kebanyakan para Ulama yaitu mereka menganjurkam seseorang keluar menuju shalat Ied dengan berjalan kaki.

Beliau berkata:
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ لَا يَرْكَبَ إِلَّا مِنْ عُذْرٍ

Dan disunnahkan tidak mengendari kendaraan kecuali jika ada udzur.
📘(As-Sunan:no.530, Hadits di atas hasan lighairih. Lihat Al-Irwa no.636)

Asalnya adalah berjalan kaki menuju tempat Id, namun jika dibutuhkan kendaraan seperti jauh dan alasan lain maka tidak mengapa.

Berkata Al-Imam Malik rahimahullah:

ﺃﻣﺎ ﻧﺤﻦ ﻓﻨﻤﺸﻲ ﻭﻣﻜﺎﻧﻨﺎ ﻗﺮﻳﺐ، ﻭﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﺑﻌﺪ ﺫﻟﻚ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻼ ﺑﺄﺱ ﺃﻥ ﻳﺮﻛﺐ

Adapun kami maka kami berjalan kaki (ke tempat Id) dan tempat kami dekat, dan barangsiapa yang jauh maka tidak mengapa dia berkendaraan.
📚(Al-Ausath:4/264)

✅Shalat Idul-Adha

Shalat Idul-Adha hukumnya adalah wajib Ain menurut pendapat yang kuat. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, salah satu pendapat Asy-Syafi'i, dan salah satu dari dua pendapat dalam madzhab Ahmad. Dan dikuatkan syaikhul-Islam ibn Taimiyyah, Asy-Syaukani, Siddiq Hasan Khan dan selain mereka.

Dalil-dalil yang menunjukkan wajibnya:

▶Hadits Ummu Athiyah radhiyallahu anha ia berkata:

أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kepada kami agar mengajak keluar melakukan shalat idul fithri dan idul Adha para gadis, wanita haid dan wanita yang sedang dipingit. Adapun mereka yang sedang haid maka tidak ikut shalat, namun turut menyaksikan kebaikan dan menyambut seruan kaum muslimin.
(HR.Al-Bukhari dan Muslim, ini lafaznya)

Perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk mengeluarkan para gadis bahkan sekalipun haid ini menunjukkan wajibnya Shalat Id.

Pertama, karena wanita asalnya tidak wajib shalat berjamaah dan rumah mereka adalah lebih baik,

Kedua, Karena jika saja wanita haid yang tidak boleh shalat diperintahkan keluar maka selain mereka adalah lebih utama.

Sehingga perintah keluar dan menghadiri Id ini menunjukkan wajibnya shalat Id.

▶Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah dinukil bahwa beliau pernah meninggalkan shalat Id, dan ini yang diamalkan oleh para Khalifahnya.

▶Termasuk syiar Islam yang paling nampak dan paling besar.

▶Gugurnya kewajiban shalat jumat ketika shalat Id bertepatan dengannya. Dimana tidaklah ada yang menggugurkan yang wajib Kecuali wajib.

Dan selainnya dari dalil-dalil.

(Lihat Majmu Al-Fatawa:24/179 dan setelahnya, 23/161, As-Sail Al-Jarrar:1/315, Ad-Darari:1/263-264, Ar-Raudhah An-Nadhiyah:1/142)

(Baca Juga : Jangan Pernah Mencabut Uban)

Berkata Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:

ﻭﻗﻮﻝ ﻣﻦ ﻗﺎﻝ: ﻻ ﺗﺠﺐ؛ ﻓﻲ ﻏﺎﻳﺔ اﻟﺒﻌﺪ، ﻓﺈﻧﻬﺎ ﻣﻦ ﺃﻋﻈﻢ ﺷﻌﺎﺋﺮ اﻹﺳﻼﻡ، ﻭاﻟﻨﺎﺱ ﻳﺠﺘﻤﻌﻮﻥ ﻟﻬﺎ ﺃﻋﻈﻢ ﻣﻦ اﻟﺠﻤﻌﺔ

Pendapat yang mengatakan tidak wajib adalah pendapat yang sangat jauh, karena shalat Id termasuk syiar Islam yang paling besar dan kaum muslimin berkumpul padanya lebih besar dari pada shalat jumat.

📚(Majmu Al-Fatawa:23/161)

❇Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Tempat Id & Shalat Idul-Adha

Telah datang dari hadits Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu anhu ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلَاةُ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُومُ مُقَابِلَ النَّاسِ وَالنَّاسُ جُلُوسٌ عَلَى صُفُوفِهِمْ فَيَعِظُهُمْ وَيُوصِيهِمْ وَيَأْمُرُهُم

"Pada hari raya Idul Firi dan Adlha Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar menuju tempat shalat (lapangan), dan pertama kali yang beliau kerjakan adalah shalat hingga selesai. Kemudian beliau berdiri menghadap orang banyak sedangkan mereka dalam keadaan duduk di barisan mereka. Beliau memberi pengajaran, wasiat dan memerintahkan mereka."
(HR.Al-Bukhari dan Muslim)

Hadits yang mulia ini menunjukkan beberapa perkara:

➡Pertama: Tempat Id hendaknya di Mushalla (Lapangan terbuka),

Berkata Al-Hafidz Ibnul-Mundzir rahimahullah:

اﻟﺴﻨﺔ ﺃﻥ ﻳﺨﺮﺝ اﻟﻨﺎﺱ ﺇﻟﻰ اﻟﻤﺼﻠﻰ ﻓﻲ اﻟﻌﻴﺪ

Termasuk sunnah adalah Keluarnya orang-orang menuju Mushalla pada hari Id.
📚(Al-Ausath:4/257, lihat juga Al-Mughni:2/114)

Keluarnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ke Mushalla saat Id adalah menunjukkan bahwa shalat Id di Mushalla (lapangan) adalah lebih afdhol dari Masjid, karena Masjid Nabawi yang memiliki keutamaan besar bersamaan dengan beliau keluar ke Mushalla. Kecuali jika ada udzur seperti tidak adanya lapangan yang tersedia, hujan dan udzur lainnya maka dilaksanakan di Masjid.

➡Kedua: Seorang Imam mendatangi Mushalla ketika tiba waktu Shalat Id dan langsung memulai shalat,

Berkata Al-Imam An-Nawawi rahimahullah:

ﻓﺄﻣﺎ اﻹﻣﺎﻡ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺴﺘﺤﺐ ﻟﻪ ﺃﻥ ﻳﺘﺄﺧﺮ ﻓﻲ اﻟﺨﺮﻭﺝ ﺇﻟﻰ اﻟﻮﻗﺖ اﻟﺬﻱ ﻳﺼﻠﻲ ﺑﻬﻢ ﻓﻴﻪ،

Adapun Imam maka disunnahkan baginya agar terlambat keluar sampai waktu ia shalat bersama orang-orang di mushalla.
📚(Al-Majmu:5 /10)

➡Ketiga: Shalat Idul-Adha,

▶Shalat Idul-Adha adalah 2 rakaat,
Berkata Umar radhiyallahu anhu:

صَلَاةُ السَّفَرِ رَكْعَتَانِ وَصَلَاةُ الْأَضْحَى رَكْعَتَانِ وَصَلَاةُ الْفِطْرِ رَكْعَتَانِ وَصَلَاةُ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَانِ تَمَامٌ غَيْرُ قَصْرٍ عَلَى لِسَانِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Shalat saat safar 2 rakaat, Shalat Idul-Adha 2 rakaat, shalat Idul-Fitri 2 rakaat, dan shalat Jumat 2 rakaat sempurna bukan qashar, berdasarkan lisan (sabda) Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
(HR.Ahmad no.257, shahih lihat Tahqiq Musnad Ahmad oleh Syuaib Al-Arnauth)

▶Waktu shalat Idul-Adha dimulai dari setelah terbit matahari sampai tergelincirnya,

Berkata Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah:

ﻭﻗﺘﻬﺎ ﺑﻌﺪ اﺭﺗﻔﺎﻉ اﻟﺸﻤﺲ ﻗﻴﺪ ﺭﻣﺢ ﺇﻟﻰ اﻟﺰﻭاﻝ...ﻭﻗﺪ ﻭﻗﻊ اﻹﺟﻤﺎﻉ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﺃﻓﺎﺩﺗﻪ اﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻧﺖ ﻻ ﺗﻘﻮﻡ ﺑﻤﺜﻠﻬﺎ اﻟﺤﺠﺔ...

Waktunya adalah setelah matahari meninggi ukuran satu tombak (waktu Dhuha) sampai tergelincirnya (masuk waktu zhuhur)...
Telah tetap Ijma (kesepatakan ulama) berdasarkan apa yang ditunjukkan hadits-hadits sekalipun hadits-hadits tersebut tidak bisa dijadikan hujjah (tidak shahih).
📚(Ad-Darari Al-Mudhiyah:1/269)

Dan disunnahkan bersegera melaksanakannya di awal waktu,

Berkata Yazid ibn Khumair:

خَرَجَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُسْرٍ صَاحِبُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ النَّاسِ فِي يَوْمِ عِيدِ فِطْرٍ أَوْ أَضْحَى فَأَنْكَرَ إِبْطَاءَ الْإِمَامِ فَقَالَ إِنَّا كُنَّا قَدْ فَرَغْنَا سَاعَتَنَا هَذِهِ وَذَلِكَ حِينَ التَّسْبِيحِ

Abdullah bin Busr -salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam- keluar untuk melaksanakan shalat Iedul-Fithri atau Idul-Adha bersama orang-orang, beliau mengingkari keterlambatan imam, lalu berkata: "Sesungguhnya kami dahulu pada saat seperti ini telah selesai melaksanakan shalat, yaitu pada waktu shalat sunnah (Dhuha).
(Shahih, dikeluarkan oleh Abu Dawud, dan Al-Bukhari secara muallaq)

▶Tata cara shalat Idul-Adha,

Tata cara shalat Idul-Adha adalah dilakukan sebagaimana shalat 2 rakaat lainnya, namun pada rakaat pertama dimulai dengan Takbiratul-Ihram, lalu bertakbir 7 kali. Dan rakaat kedua bertakbir 5 kali.

Berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu anha:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُكَبِّرُ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى فِي الْأُولَى سَبْعَ تَكْبِيرَاتٍ وَفِي الثَّانِيَةِ خَمْسًا

Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat Idul Fithri dan Idul-Adha beliau takbir tujuh kali pada raka'at pertama dan lima kali pada raka'at kedua.
(HR.Abu Dawud dan selainnya, hasan lighairih)

Berkata Al-Baghawi rahimahullah:

ﻭﻫﺬا ﻗﻮﻝ ﺃﻛﺜﺮ ﺃﻫﻞ اﻟﻌﻠﻢ ﻣﻦ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻓﻤﻦ ﺑﻌﺪﻫﻢ، ﺃﻧﻪ ﻳﻜﺒﺮ ﻓﻲ ﺻﻼﺓ اﻟﻌﻴﺪ ﻓﻲ اﻷﻭﻟﻰ ﺳﺒﻌﺎ ﺳﻮﻯ ﺗﻜﺒﻴﺮﺓ اﻻﻓﺘﺘﺎﺡ، ﻭﻓﻲ اﻟﺜﺎﻧﻴﺔ ﺧﻤﺴﺎ ﺳﻮﻯ ﺗﻜﺒﻴﺮﺓ اﻟﻘﻴﺎﻡ ﻗﺒﻞ اﻟﻘﺮاءﺓ،

Ini adalah pendapat mayoritas Ulama dari kalangan Sahabat dan setelah mereka, yaitu bertakbir pada shalat Id; rakaat pertama 7 kali selain takbiratul-ihram dan rakaat kedua 5 kali selain takbir bangkit dari (rakaat pertama) sebelum membaca bacaan.
📚(Syarhus-Sunnah:4/309)

▶Disunnahkan bagi Imam membaca surah Qaf para rakaat pertama dan Al-Qamar pada rakaat kedua,

Dari Abu Waqid Al-Laitsi radhiyallahu anhu:

َ كَانَ يَقْرَأُ فِيهِمَا بِق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ وَاقْتَرَبَتْ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ

Beliau shallallahu alaihi wasallam  membaca surah Qãf walQur'ãnil Majîd dan Iqtarabatis-Sã'atu wan-Syaqqal Qamar.
(HR.Muslim)

Atau surah Al-A'la pada rakaat pertama dan Al-Ghasyiah pada rakaat kedua,

Dari Nu'man ibn Basyir radhiyallahu anhuma:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْعِيدَيْنِ وَفِي الْجُمُعَةِ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَة

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa membaca pada hari Jumat dan Idain (Idul-Fitri & Idul-Adha): Sabbihisma Rabbikal-A'la (surah Al A'la) dan Hal Atãka hadîtsul-Ghâsyiah (surah Al Ghasyiah).
(HR.Muslim)

➡Keempat: Khutbah,

Disunnahkan berkhutbah setelah shalat Id dan tidak mendahulukan khutbah sebelum shalat.
Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma:

شَهِدْتُ الْعِيدَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَكُلُّهُمْ كَانُوا يُصَلُّونَ قَبْلَ الْخُطْبَةِ

Saya telah menghadiri Shalat Id bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar, dan Utsman radhiyallahu anhum, mereka semua memulai shalat sebelum khutbah.
(HR.Al-Bukhari dan Muslim)

Adapun mendengarnya maka hukumnya adalah sunnah dan tidak wajib,
Berdasarkan hadits Abdullah ibn Saib radhiyallahu anhu:

شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِيدَ فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ قَالَ إِنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ لِلْخُطْبَةِ فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ

"Aku menghadiri shalat Id bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, setelah melaksanakan shalat, beliau bersabda: "Kami akan melaksanakan khutbah, barangsiapa ingin mendengarkan khutbah, hendaklah dia duduk. Dan barangsiapa ingin pergi, silahkan pergi."
(HR.Ibnu Dawud no.1155 dan Ibnu Majah no.1290, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud no.1048, namun yang kuatnya hadits ini Mursal kepada Atha, telah dihukumi mursal oleh Ibnu Main, Abu Dawud, Abu Zur'ah dan selainnya)

Namun inilah yang menjadi amalan para Salaf; yaitu tidak wajibnya menghadiri khutbah Id,

Berkata Atha rahimahullah:

ﻟﻴﺲ ﻋﻠﻰ اﻟﻨﺎﺱ ﺣﻀﻮﺭ اﻟﺨﻄﺒﺔ ﻳﻮﻣﺌﺬ

Tidak ada (kewajiban) bagi orang-orang untuk menghadiri kbutbah ketika itu (di zaman Sahabat, pen).
📒(Dikeluarkan Abdurr-Razzaq dalam Al-Mushannaf: no.5670, shahih)

Dan ini adalah pendapat mayoritas Ulama.

▶Khutbah hanya sekali menurut pendapat yang kuat, yaitu berdiri tanpa ada duduk diantara dua kbutbah.

Ini adalah zhahir pendapat Atha dan beliau menghikayatkan dari Abu Bakar, Umar, dan Utsman.
(Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf no.5650)

Dalil pendapat ini adalah zhahir dalil-dalil yang hanya menunjukkan satu kali khutbah, dan tidak ada hadits shahih yang menunjukkan dua khutbah.
Pendapat ini dikuatkan oleh Al-Albani, Al-Utsaimin, dan Al-Wadi'i.
📚(syarh Bulugh Al-Maram, Lisyaikh Taufiq)

Namun, jika ada yang melakukan dua khutbah maka tidak mengapa. Ini pendapat mayoritas Ulama.

➡Kembali ke rumah melewati jalan selain jalan ketika berangkat,

Dari Jabir radhiyallahu anhu:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika hari Id beliau mengambil jalan yang berbeda (antara berangkat dan kembalinya)."
(HR.Al-Bukhari)

Ini jika terdapat beberapa jalan.

❇Saling Memberi Ucapan Selamat,

Telah shahih dari para Salaf mereka mengucapkan "Taqabbalallahu Minnâ wa Minkum"

Dari Jubair ibn Nufair rahimahullah ia berkata:

ﻛﺎﻥ ﺃﺻﺤﺎﺏ اﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺇﺫا اﻟﺘﻘﻮا ﻳﻮﻡ اﻟﻌﻴﺪ ﻳﻘﻮﻝ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻟﺒﻌﺾ: ﺗﻘﺒﻞ اﻟﻠﻪ ﻣﻨﺎ ﻭﻣﻨﻚ.

Para Sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika saling bertemu pada hari Id maka mereka saling mengucapkan kepada sebagian lainnya:
Taqabballãhu Minnâ wa Minka semoga Allah menerima (amalan) kami dan kamu.
📚(Dikeluarkan oleh Al-Mahamili dalam Shalatul-Idain:2/129, dihasankan Ibnu Hajar dalam Fathul-Bari:2/446)

Dan juga boleh mengucapkan ucapan-ucapan selamat yang isinya tidak ada pelanggaran di dalamnya.

Syaikh Muqbil Al-Wadi'i rahimahullah ditanya:
Apakah ada ucapan (khusus) yang datang (dari Nabi shallallahu alaihi wasallam) tentang ucapan selamat ataukah kami (mengucapkan) apa yang telah menjadi kebiasaan berupa ucapan selamat seperti: Idukum Mubarak, Kullu Ãm wa Antum Bikhair, atau Taqabbalallahu Minna wa Minka?

Beliau menjawab:
Saya tidak ketahui adanya (hadits) yang datang dari Nabi shallallahu alaihi wasallam. Dan tidak mengapa ucapan-ucapan ini (untuk diucapkan), hal ini tidaklah sampai bid'ah dan tidak juga haram.
📒(Fadhãih wa Nashãih:87)

Semoga Allah memberikan tambahan ilmu kepada kita dan taufiq untuk mengamalkannya.

(Baca Juga : Ustadz Juga Manusia)

🗓9 Dzulhijjah 1439
✍🏻Muhammad Abu Muhammad Pattawe,
🕌Darul-Hadits Ma'bar-Yaman

Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=401437470385589&id=100015580180071

Pujian Kepada Asy-Syaikh Ahmad Surkati

Pujian Kepada Asy-Syaikh Ahmad Surkati
Pujian Kepada Asy-Syaikh Ahmad Surkati

PUJIAN AL-ALLAMAH ABDURRAHMAN IBN YAHYA AL-MU'ALLIMI KEPADA ASY-SYAIKH AHMAD SURKATI

Diantara Tokoh Islam di Nusantara yang memiliki pengaruh adalah Asy-Syaikh Ahmad ibn Muhammad Surkati Al-Anshari As-Sudani Al-Jawi rahimahullah (1294-1363 H).

Berikut ini adalah pujian dari Asy -Syaikh Al-Allamah Abdurrahman ibn Yahya Al-Mu'allimi rahimahullah (1312-1386 H),

Beliau berkata dalan Risalah beliau yang berjudul "Tahqîqul-Kalãm Fil-Masãil Ats-Tsalãts",

ﺃﻣﺎ ﺑﻌﺪ، ﻓﻘﺪ ﺃﻃﻠﻌﻨﻲ ﺑﻌﺾ اﻹﺧﻮاﻥ ﻋﻠﻰ ﺭﺳﺎﻟﺔ ﻋﻨﻮاﻧﻬﺎ: (اﻟﻤﺴﺎﺋﻞ اﻟﺜﻼﺙ) اﻟﺘﻲ ﻗﺪﻣﺖ ﻟﻷﺳﺘﺎﺫ اﻟﺸﻴﺦ ﺃﺣﻤﺪ ﻣﺤﻤﺪ ﺳﻮﺭﻛﺘﻲ ﻓﻲ ﺳﻮﺭاﺑﺎﻳﺎ، ﻭﺳﺄﻟﻨﻲ ﺃﻥ ﺃﻗﺪﺭ ﺣﻴﺜﻴﺔ ﻣﺆﻟﻔﻬﺎ، ﻷﻥ ﻛﺜﻴﺮا ﻣﻦ اﻟﻤﻨﺘﺴﺒﻴﻦ ﺇﻟﻰ اﻟﻌﻠﻢ ﻳﺠﻬﻠﻮﻧﻪ ﻭﻳﺒﺪﻋﻮﻧﻪ، ﺛﻢ ﺃﺑﺪﻱ ﻣﺎ ﺃﺭاﻩ ﻣﻦ اﻧﺘﻘﺎﺩ ﻓﻲ ﻛﻼﻣﻪ [ ﻟﻜﻮﻧﻪ ﺃﺫﻥ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ]، ﺛﻢ ﺃﺗﻜﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﺗﻠﻚ اﻟﻤﺴﺎﺋﻞ ﺑﻤﺎ ﺃﺩﻳﻦ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺑﻪ ﺑﻘﺪﺭ ﻭﺳﻌﻲ.

Amma ba'du, sebagian ikhwan memperlihatkan kepadaku sebuah risalah yang berjudul "Al-Masãil Ats-Tsalãts" yang ditulis oleh Al-Ustadz Asy-Syaikh Ahmad ibn Muhammad Surkati di Surabaya. Dan dia meminta kepadaku agar menilai keadaan penulisnya, karena banyak dari orang-orang yang berintisab kepada ilmu menghukuminya sebagai orang jahil dan mentabdi'nya (menghukumi sebagai ahli bid'ah). Kemudian agar saya tunjukkan pendapat saya berupa kritikan atas ucapannya (dalam risalahnya) karena beliau telah mengizinkannya. Lalu saya mengomentari masalah-masalah tersebut yang dengannya saya beragama karena Allah sesuai kapasitasku.

(Baca Juga : 10 Ayat Al-Quran Tentang Jodoh)

ﻭﺑﻌﺪ ﻣﻄﺎﻟﻌﺘﻲ ﻟﻠﺮﺳﺎﻟﺔ ﺃﺟﺒﺖ ﻋﻦ اﻟﺴﺆاﻝ اﻷﻭﻝ: ﺃﻥ ﻫﺬﻩ اﻟﺮﺳﺎﻟﺔ ﻋﻠﻰ ﺻﻐﺮﻫﺎ ﺗﻤﺜﻞ ﻣﺆﻟﻔﻬﺎ ﺑﻤﻜﺎﻥ ﻣﻦ اﻟﻌﻠﻢ
[ اﻟﺼﺤﻴﺢ ﻭاﻟﻔﻀﻞ اﻟﺤﻘﻴﻘﻲ] ﻭاﻟﺪﻳﻦ [ اﻟﺮاﺳﺦ] ﻭاﻟﻔﻬﻢ اﻟﺴﺪﻳﺪ ﻓﻲ اﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭاﻟﺴﻨﺔ، [ ﻭﺃﻧﻪ ﻣﻦ اﻟﺒﻘﻴﺔ اﻟﻤﺬﻛﻮﺭﺓ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: {ﻓﻠﻮﻻ ﻛﺎﻥ ﻣﻦ اﻟﻘﺮﻭﻥ ﻣﻦ ﻗﺒﻠﻜﻢ ﺃﻭﻟﻮ ﺑﻘﻴﺔ}  [ ﻫﻮﺩ: 116] ، ﻭاﻟﻄﺎﺋﻔﺔ اﻟﻤﺬﻛﻮﺭﺓ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺼﻼﺓ ﻭاﻟﺴﻼﻡ]. ﻻ ﻳﻨﻜﺮ ﻫﺬا ﻛﻞ ﻣﻦ ﻳﻔﻬﻢ ﻛﻼﻣﻪ ﺇﻻ ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻧﺎﻇﺮا ﻣﻦ ﻭﺭاء ﺣﺠﺎﺏ اﻟﻬﻮﻯ ﻭاﻟﺘﻘﻠﻴﺪ.

Setelah yang mentelaah risalah tersebut maka saya menjawab masalah pertama:
Bahwasanya Risalah yang ringkas ini menunjukkan bahwa penulisnya berada pada kapasitas ilmu yang benar, keutamaan yang hakiki dan agama yang kokoh, dan pemahaman yang tepat terhadap Al-Quran & As-Sunnah. Dan bahwasanya beliau termasuk Baqiyah (sisa-sisa penyeru kebaikan) yang disebutkan pada firman Allah Ta'ala:

فَلَوْلَا كَانَ مِنَ الْقُرُونِ مِنْ قَبْلِكُمْ أُولُو بَقِيَّةٍ (يَنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَادِ فِي الْأَرْضِ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّنْ أَنْجَيْنَا مِنْهُمْ ۗ )

Maka mengapa tidak ada di antara umat-umat sebelum kamu orang yang mempunyai keutamaan yang melarang dari (berbuat) kerusakan di bumi, kecuali sebagian kecil di antara orang yang telah Kami selamatkan. (QS.Hud:116),

Dan termasuk golongan yang disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam (yaitu hadits Thaifah Manshurah). Tidak ada yang mengingkari ini dari orang-orang yang paham ucapannya kecuali orang yang memandang dari balik tirai hawa nafsu dan taklid.

📚 (Tahqîqul-Kalãm Fil-Masãil Ats-Tsalãts, dicetak bersama Kitab Ãtsãr Asy-Syaikh Al-Allãmah Abdurrahman ibn Yahyã Al-Mu'allimi:4/3-4)

وبالله التوفيق.

(Baca Juga : Karena Kita Masih Pelajar)

25 Jumãdats-Tsaniyah 1440
Muhammad Abu Muhammad Pattawe,
Dãrul-Hadîts Ma'bar-Yaman.

Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=498733530655982&id=100015580180071

Rangkul Saudaramu Dengan Pelukan Sunnah

Rangkul Saudaramu Dengan Pelukan Sunnah
Rangkul Saudaramu Dengan Pelukan Sunnah

بسم الله الرحمن الرحيم

Alhamdulillah dakwah Sunnah semakin diterima oleh kaum muslimin di bumi Indonesia. Namun, sungguh disayangkan atas sikap sebagian saudara(i) kita yang kurang adab dalam bersikap terhadap saudara(i) mereka. Biasanya hal ini lahir karena semangat yang kuat dalam berpegang kepada Sunnah namun jahil dalam penerapannya di tengah masyarakat. Hal ini bisa jadi da'i-da'i di daerah tersebut jarang membahas adab-adab yang baik dalam berinteraksi atau bisa jadi tidak adanya da'i di daerah tersebut, melainkan sekumpulan orang yang mengenal dakwah Sunnah melalui Radio atau media lainnya tanpa ada yang membimbing mereka secara langsung.

Fenomena itu berdampak buruk bagi Dakwah Sunnah yang mulia ini, bagaimana tidak? Dakwah Sunnah tercoreng dengan ulah mereka. Kadang kita mendengar ocehan dari sebagian kelompok penyimpang: Salafi itu tidak beradab!.

(Baca Juga : 27 Ayat Al-Quran Yang Menggetarkan Hati)

Subhanallah! Padahal Ahlussunnah adalah kaum yang sangat mengutamakan adab. Oleh karena itu, Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Risalahnya yang terkenal "Al-Aqidah Al-Wasithiyyah" yang merupakan Risalah tentang Aqidah Ahlussunnah, beliau menyebutkan bahwa diantara Manhaj Ahlussunnah adalah mengajarkan Adab dan Akhlak.

Beliau rahimahullah berkata:

ويدعون إلى مكارم الأخلاق ومحاسن الأعمال، ويعتقدون معنى قوله صلى الله عليه وسلم:
"أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا".

Mereka (Ahlussunnah wal Jama'ah) mengajak kepada akhlak yang mulia dan perbuatan yang baik, dan mereka meyakini makna sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:

أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا

"Kaum mu'minin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya."
(HR.Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, shahih lighairih)

Ucapan emas di atas terkandung dua perkara:
-Bantahan kepada mereka yang menuduh bahwa Ahlussunnah itu tidak mengajarkan akhlak dan adab, dan bahwasanya mereka adalah orang-orang yang tidak beradab.
-Teguran bagi mereka yang mengaku Ahlussunnah, namun tidak berhias dengan akhlak yang baik dan mulia.

Beberapa kejadian yang kadang kita dengar bahkan kadang kita saksikan seendiri tentang kurangnya adab sebagian orang yang menyandarkan diri kepada Sunnah adalah hal yang dimaklumi. Kita melihat sebagian dari mereka saat ada pengajian, biasanya mereka berkumpul dan saling menyapa hanya kepada sesama mereka yang sudah lama saling mengenal. Sebagian saudara(i) kita yang baru mulai mencari tau apa itu Sunnah kadang tak diacuhkan, tidak digubris, bahkan kadang orang baru tersebut yang datang menyapa dan menyalami mereka, namun sayang, disambut dengan wajah tak bersahabat. Sebagian mereka ketika melihat wajah baru maka yang dipandang adalah pakaiannya, atau jilbab gaulnya, kalau dia seorang laki-laki maka yang dipandang adalah celananya yang masih isbal atau jenggotnya yang masih dicukur.

Ya Subhanallah!, ada apa dengan ini? Demi Allah, Ustadz-Ustadz Sunnah tidak mengajarkan hal ini. Jika ada ustadz Sunnah yang mengajarkan hal ini maka yakinlah dia bukan Ustadz Sunnah atau dia seorang Ustadz yang tidak paham apa itu Sunnah.!

Lebih parah lagi, ada sebagian orang yang kadang berprasangka buruk terhadap saudaranya. Ketika dia melihat ada seorang yang masih ikut di suatu organisasi atau kelompok tertentu baru muncul batang hidungnya di tempat kajian, maka serta merta dianggap mata-mata, atau prasangka buruk lainnya.

Duhai betapa bodohnya orang seperti ini! Tidakkah engkau berprasangka baik terhadapnya kalau ternyata dia menginginkan mengenal Sunnah sebagaimana engkau mengenal Sunnah? Bisa jadi dia hadir dengan hati yang ikhlas menginginkan dan mencari Ilmu tentang Sunnah melebihi keikhlasanmu.!

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ

Wahai orang-orang yang beriman! jauhilah kebanyakan dari prasangka, karena sebagian dari prasangka adalah dosa. (QS.Al-Hujurat:12)

Dan Rasulullah ﷺ bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ

Hati-hatilah kalian dari prasangka, sebab prasangka itu adalah ungkapan yang paling dusta. (HR.Al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu).

(Baca Juga : Benarkah Allah Mempunyai Tangan?)

Wahai saudaraku, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mengajarkanmu bersifat lembut terhadap saudara(i)mu:

يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لَا يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ

 "Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha Lembut, Dia mencintai sikap lemah lembut. Allah akan memberikan pada sikap lemah lembut sesuatu yang tidak Dia berikan pada sikap yang keras dan sikap lainnya."
(HR.Muslim)

Dari Aisyah radhiyallahu anha bahwasanya beberapa orang Yahudi datang kepada Nabi ﷺ sambil berkata: assāmu alaykum (kebinasaan atas kalian).
Rasulullah ﷺ menjawab: wa alaykum.

Maka Aisyah menjawab: "Semoga kebinasaan atas kalian juga, dan semoga laknat dan murka Allah juga menimpa kalian".

Maka Rasulullah ﷺ bersabda:

مهلا يا عائشة عليك بالرفق وإياك والعنف والفحش

Tenanglah wahai Aisyah, berlemah lembutlah dan janganlah kamu bersikeras dan berkata buruk.

Aisyah berkata:
Apakah engkau tidak mendengar apa yang mereka katakan?

Beliau bersabda:
أولم تسمعي ما قلت؟ رددت عليهم فيستجاب لي فيهم ولا يستجاب لهم في

"Tidakkah kamu mendengar apa yang saya ucapkan? saya telah membalasnya, adapun jawabanku akan dikabulkan sementara do'a mereka tidak akan dikabulkan".
(HR.Al-Bukhari dan ini lafaznya dan Muslim)

✅Berkata Al-imam An-Nawawi rahimahullah:

ﻭﻓﻴﻪ ﺣﺚ ﻋﻠﻰ اﻟﺮﻓﻖ ﻭاﻟﺼﺒﺮ ﻭاﻟﺤﻠﻢ ﻭﻣﻼﻃﻔﺔ اﻟﻨﺎﺱ ﻣﺎ ﻟﻢ ﺗﺪﻉ ﺣﺎﺟﺔ ﺇﻟﻰ اﻟﻤﺨﺎﺷﻨﺔ

Di dalam hadits ini terdapat motivasi untuk berlaku ramah, sabar, santun, dan berlemah lembut terhadap manusia, selama tidak ada kebutuhan (yang dibolehkan) yang mendorong untuk berlaku keras.
📚(Syarh Shahih Muslim:14/145)

Wahai saudaraku, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mengajarkan agar engkau berinteraksi dan bergaul dengan masyarakat dan bersabar atas gangguan mereka.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

َ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَا يُخَالِطُ النَّاسَ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ

 "Seorang mukmin yang berbaur (berinteraksi) dengan manusia dan bersabar atas keburukan mereka, lebih besar pahalanya daripada seorang mukmin yang tidak berbaur (berinteraksi) dengan manusia dan tidak sabar atas keburukan mereka."
(HR.Ibnu Majah, Shahih Lighairih)

Berkata Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah:
 Ketahuilah wahai muslim! bahwa pondasi dalam kehidupan kaum muslimin adalah kerjasama dalam menjalankan ibadah-ibadah, dan menegakkan kewajiban-kewajiban Islam dan syariat-syariatnya.

Hal ini tidak akan terwujud kecuali dengan adanya pergaulan/interaksi diantara mereka. Berinteraksi bersama masyarakat muslim karena tujuan ini adalah sesuatu yang dituntut secara syariat, maka tidak boleh seorang muslim meninggalkannya.
📚At-Tanbih Al-Hasan Fi Mauqifil-Muslim Minal-Fitan:15

Berkata Al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah:

ﻓﺨﻴﺮ اﻟﻨﺎﺱ ﺃﻧﻔﻌﻬﻢ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﻭﺃﺻﺒﺮﻫﻢ ﻋﻠﻰ ﺃﺫﻯ اﻟﻨﺎﺱ

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat kepada manusia dan paling bersabar atas gangguan mereka."
📘(latha'if Al-Ma'arif:515, dinukiil dari "Allahu Yu'amiluk kama Tu'amilu Ibadah":12)

Wahai saudara(i)ku, tidakkah engkau menginginkan kebaikaan dan hidayah kepada saudara(i)mu sebagaimana engkau menginginkan kebaikan untuk dirimu?

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

 لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

"Tidaklah beriman seseorang dari kalian sampai dia mencintai untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai untuk dirinya sendiri".
(HR.Al-Bukhari dan Muslim)

Semoga hal ini menjadi titik perhatian bagi kita dan banyak mengintropeksi diri menuju Ahlussunnah yang beraqidah bersih, bermanhaj lurus, dan beradab mulia.

وبالله التوفيق.

(Baca Juga : 13 Hadits Tentang Bid'ah)

🗓19 Jumadats-Tsaniyah 1440
✍🏻Muhammad Abu Muhammad Pattawe,
🕌Darul-Hadits Ma'bar-Yaman

Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=495669364295732&id=100015580180071

Bid'ahnya Menjadikan Nyanyian Sebagai Agama

Bid'ahnya Menjadikan Nyanyian Sebagai Agama
Bid'ahnya Menjadikan Nyanyian Sebagai Agama

💫 *KESEPAKATAN ULAMA ATAS BID'AHNYA MENJADIKAN NYANYIAN SEBAGAI AGAMA & KETAATAN*

                  بسم الله الرحمن الرحيم

Menjadikan nyanyian sebagai wasilah dan taqarrub kepada Allah adalah bentuk ibadah yang dibuat-buat oleh sekte Shufiyyah. Keyakinan ini juga diikuti oleh sebagian kelompok Ahli Bid'ah di zaman ini seperti Ikhwan Muslimin dan kelompok-kelompok yang mengikuti langkah mereka. Maka tidak heran jika kita melihat mereka melantunkan nyanyian-nyanyian yang mereka namakan nasyid di dalam kegiatan-kegiatan mereka bahkan di dalam masjid sekalipun dengan dalih "inikan dakwah".

Nyanyian yang mereka namakan nasyid-nasyid ini hakikatnya adalah bid'ah shufiyyah zaman dulu, sekalipun mereka memolesi dengan sebutan nasyid islami atau yel-yel islami.

(Baca Juga : 16 Ayat Al-Quran Tentang Sabar)

Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa Nyanyian Shufiyyah ini adalah bid'ah berdasarkan kesepakatan Ulama Islam, tidak ada yang menyelisihinya kecuali orang yang syadz (ganjil/nyeleneh dalam pendapatnya).

✅Berkata Al-Hafidz Ibnush-Shalãh Asy-Syafi'i As-Salafi rahimahullah:

وقولهم في السماع (إنه من القربات والطاعات) قول مخالف لإجماع المسلمين.

Pendapat mereka tentang nyanyian: "bahwasanya nyanyian termasuk qurbah (pendekatan diri) dan ketaatan" adalah pendapat yang MENYELISIHI KESEPAKATAN KAUM MUSLIMIN.
📚(Dinukil oleh Ibnul-Qayyim dalam Kasyful-Ghithâ':39, lihat As-Saif Al-Yamâni Alâ Man Abâhal-Aghâni Lisyaikhina Al-Imâm:100)

✅Dan berkata Al-Allamah Ibnul-Qayyim rahimahullah:

أن هذا السماع على هذا الوجه حرام قبيح لا يبيحه أحد من المسلمين، ولا يستحسنه إلا من خلع جلباب الحياء والدين عن وحهه، وجاهر الله ورسوله ودينه وعباده بالقبيح.

Bahwa nyanyian dengan model seperti ini adalah haram lagi jelek TIDAK ADA SEORANG MUSLIM PUN YANG MEMBOLEHKAN. Dan tidak ada yang menganggapnya baik kecuali orang yang melepaskan hijab malu dan agamanya dari wajahnya, dan dia terang-terangan melakukan kejelekan (dosa) di hadapan Allah, RasulNya, agamaNya, dan hamba-hambaNya.
📚(Kasyful-Ghithâ':57, lihat As-Saif Al-Yamâni Alâ Man Abâhal-Aghâni Lisyaikhina Al-Imâm:100)

(Baca Juga : Jika Mendengar Al-Quran, Diam dan Renungkanlah)

✅Dan berkata Abuth-Thayyib Ath-Thabari rahimahullah:

اعتقاد هذه الطائفة مخالف لإجماع المسلمين، فإنه ليس فيهم من جعل السماع دينا وطاعة، ولا رأى إعلانه في المساجد والجوامع، وحيث كان من البقاع الشريفة والمشاهد الكريمة، وكان مذهب هذه الطائفة مخالفا لما اجتمعت عليه العلماء، ونعوذ بالله من سوء التوفيق

Keyakinan sekte ini (Shufiyyah) MENYELISIHI KESEPAKATAN KAUM MUSLIMIN. SUNGGUH TIDAK ADA SEORANG PUN DARI MEREKA YANG MENJADIKAN NYANYIAN SEBAGAI AGAMA DAN KETAATAN, dan (tidak seorang pun juga) yang berpendapat (bolehnya) mementaskannya di Masjid-masjid dan Jawâmi' (masjid Jâmi'), dan tempat-tempat mulia mana pun.

MADZHAB SEKTE INI MENYELISIHI KESEPAKATAN ULAMA. Kami berlindung kepada Allah dari kejelekan.
📚(As-Samã, lihat As-Saif Al-Yamâni Alâ Man Abâhal-Aghâni Lisyaikhina Al-Imâm:100)

Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kaum muslimin dan membuka hati mereka agar tidak tertipu dengan da'i-da'i penyesat umat yang berdakwah dengan nyanyian atas nama nasyid-nasyid "islami" atau yel-yel "islami".

والله الموفق.

(Baca Juga : 12 Ayat Al-Quran Tentang Ka'bah)

🗓6 Rajab 1440
✍🏻Muhammad Abu Muhammad Pattawe,
🕌Darul-Hadits Ma'bar-Yaman.

Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=504106503452018&id=100015580180071

Biografi Ringkas Syaikh Nu'man Al-Watr dan Syaikh Taufiq Al-Ba'dani

Biografi Ringkas Syaikh Nu'man Al-Watr dan Syaikh Taufiq Al-Ba'dani
Biografi Ringkas Syaikh Nu'man Al-Watr dan Syaikh Taufiq Al-Ba'dani

                   بسم الله الرحمن الرحيم

Merupakan kenikmatan bagi kaum muslimin di Indonesia secara umum, dan Ahlusunnah secara khusus adalah berdatangannya para Ulama ke bumi Indonesia mengajarkan mereka ilmu agama yang benar sesuai Al-Quran dan As-Sunnah berdasarkan pemahaman para Salaf radhiyallahu anhum.

Pada bulan Syawwal tahun ini -in syaa Allah- yang menjadi pemateri dari Ulama Yaman pada Dauroh Asatidzah dan Tabligh Akbar di Indonesia yang diadakan di kota Makassar adalah Asy-Syaikh Nu'man Al-Watr dan Asy-Syaikh Taufiq Al-Ba'dani hafizhahumallah.

Berikut ini adalah biografi ringkas kedua Syaikh tersebut:

✳Asy-Syaikh Nu'man Al-Watr hafizhahullah

Beliau adalah Asy-Syaikh Nu'man ibn Abdil-Karim Al-Watr, pimpinan salah satu Markiz Sunnah di wilayah Provinsi Ibb - Yaman. Beliau lahir di Kota Ibb pada: 01-01-1970 (49 tahun),. #sesuai paspor

Beliau termasuk di antara ulama Yaman yang khutbah dan muhadharahnya banyak tersebar dan disukai Ahlusunnah di Yaman. Beliau jaga sangat aktif menulis baik berupa kitab dan risalah ataupun artikel-artikel yang banyak tersebar di medsos.

(Baca Juga : Fakta Al-Quran Menjelaskan Segala Sesuatu)

➡ Pujian Qadhi Yaman Asy-Syaikh Al-Mu'ammar Al-Musnid Muhammad ibn Ismail Al-Amrâni áfâhullah#

Beliau berkata tentang Asy-Syaikh Nu'man:
Asy-Syaikh Al-Allamah Al-Faradhi Al-Faqih As-Salafi Nu'man ibn Abdil-Karim Al-Watr.
(Muqaddimah Kitab Al-Mughni Fi Ilmil-Faraidh)

 #beliau adalah pemegang Sanad tertinggi dari jalur Al-Imam Asy-Syaukani di Yaman, umur beliau sekarang melebihi 100 tahun.

→ Dan berkata Asy-Syaikh Al-Allamah Abdul-Mushawwir Al-Arumi rahimahullah:
Saudara Asy-Syaikh Al-Fadhil Nu'man Al-Watr adalah seorang yang memiliki keikhlasan dalam berdakwah kepada Allah, Akhlak yang mulia, cinta kepada Sunnah dan Ahlusunnah secara umum, serta Ulama Sunnah secara khusus, dan beliau mencintai kebaikan untuk kaum Muslimin. Kami berprasangka baik demikian, Allah lah yang lebih mengetahui keadaannya, dan kami tidak mentazkiyah seorang pun di hadapan Allah.
(Muqaddimah Kitab Al-Mughni Fi Ilmi-Farâidh)

➡ Karya-karya beliau:
Diantara karya-karya beliau:
- Zâdul-Muttaqin Min Manâsik wa Fatâwa Al-Hujjaj wal Mu'tamirin, dan ringkasannya berjudul: Tuhfatul-Kirâm fi Bayân Manâsik Al-Umroh wa Hajji Baitillah Al-Harâm,
- Al-Mughni Fi Ilmil-Farâidh, ringkasannya berjudul: Al-Khulashah Fi Ilmil-Faraidh
- Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyyah,
Dan beliau memiliki banyak risalah lainnya yang dijual di toko-toko buku Ahlusunnah di Yaman.

(Baca Juga : Syaikh Al-Albani Tidak Punya Sanad dan Guru?)

✳ Asy-Syaikh Taufiq Al-Ba'dani hafizahullah.

Beliau adalah Asy-Syaikh Abu Malik Taufiq ibn Muhammad Al-Ba'dani. Lahir di kota Ibb pada: 01-01-1972 (47 tahun). #sesuai paspor.

Beliau belajar di hadapan Syaikh Muqbil di Darul-Hadits di Dammaj kurang lebih 5 tahun, dari tahun 1992 sampai 1997. Kemudian beliau berpindah ke Darul-Hadits di Ma'bar yang diasuh oleh Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah di masa Syaikh Muqbil masih hidup sampai sekarang ini.

➡Pujian Asy-Syaikh Al-Allamah Muhammad ibn Abdillah Al-Imam kepada beliau:
Asy-Syaikh Taufiq sungguh telah diberikan ilmu yang luas tentang hukum-hukum syariat, beliau memiliki wawasan ilmiyyah tentang hukum-hukum syariat yang luas, beliau sangat layak untuk diambil ilmu darinya.
(Muqaddimah Kitab Asy-Syâmil Li Masâil Ash-Shiyâm)

Faedah:
Saya bertanya kepada beliau: apakah ada ucapan Asy-Syaikh Muqbil yang berisi pujian kepadamu, ya Syaikh? Beliau menjawab: ya, ada ucapan beliau, namun tidak sepantasnya saya menyebutkannya karena ini bentuk tazkiyah kepada diri pribadi yang tidak pantas untuk disampaikan. Hafizhahullah.

➡Kesibukan beliau di Darul-Hadits:
- Mufti (pemberi fatwa) kedua setelah Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah.
-Mengajar di bidang Fiqih, Ushul-Fiqih, dan Qawaid Fiqhiyyah,
-Menulis kitab-kitab.

➡Karya-karya Beliau:
- Kitab Asy-Syamil Li-Masâil Ash-Syiyãm wal-I'tikaf wa Lailatil-Qadr,
- Kitab Al-Jâmi' Li Ahkâmin-Nikâh
- Kitab Syarh Bulughil-Marâm (sementara dalam persiapan untuk dicetak)
- Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah,
Dan selainnya dari risalah-risalah beliau, baik yang telah dicetak atau masih berbentuk malzamah.

📚Semoga biografi singkat ini membuat kita tambah semangat menghadiri Daurah dan pelajaran mereka serta mengambil ilmu dari mereka.

والحمد لله رب العالمين.

(Baca Juga : Brader, Rawatlah Rambutmu)

Jumat, 5 Ramadhan 1440,
✍🏻Al-Akh Abu Muhammad Pattawe,
🕌Darul-Hadits Ma'bar-Yaman

Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=534033537125981&id=100015580180071