Sedikit Muridnya

Sedikit Muridnya
Sedikit Muridnya

📝قلّة الطلاب
📝Sedikit muridnya

   Banyak atau sedikitnya murid yang duduk di majlis seseorang bukanlah patokan kualitas isi ataupun kualitas sang pemateri majlis.

   Syaikh Muhammad Asy-Syinqithiy Al-Malikiy berkata :

الإمام ابن مالك ليس محظورًا بالطلبة ومن تلمذته النووي
"Imam Ibnu Malik bukanlah syaikh yang dikelilingi banyak murid dan di antara murid beliau adalah An-Nawawiy" tiada yang menyangsikan bahwa seorang An-Nawawiy setara dengan ribuan orang bahkan lebih.Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa An-Nawawiy lah yang dimaksud oleh Ibnu Malik dalam bait :

... رجل من الكِرام عِندنَا
"... seseorang yang mulia di sisi kami"

(Baca Juga : Ini Dia Sebenarnya Wali Allah)

   Bahkan di masa hidupnya adakalanya Imam Ibnu Malik mengetuk pintu rumah orang dan menawarkan apakah ingin belajar Nahwu?

   Namun lihat bagaimana harumnya nama Imam Ibnu Malik di antara penuntut ilmu Nahwu dan ulama Nahwu seluruh dunia Islam saat ini, jadi teringat perkataan Imam Malik :

ما كان لله باقٍ
"Sesuatu yang karena Allah maka ia akan langgeng/terus ada".

   Dalam hadits yang shahih :

ونبي ومعه رجل ورجلان ونبي ليس معه أحد..
"... Ada Nabi yang hanya punya 1 pengikut, ada juga Nabi yang hanya punya 2 pengikut bahkan ada Nabi yang tidak memiliki pengikut sama sekali..." tentu saja tidak ada yang menyangsikan kualitas seorang Nabi Allah.

Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma, BA hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1163507950525725&id=100005995935102

Macam-Macam Penuntut Ilmu Hadits

Macam-Macam Penuntut Ilmu Hadits
Macam-Macam Penuntut Ilmu Hadits

🔮أنواع طلاب الحديث
🔮Macam-Macam Penuntut Ilmu Hadits

 قال الإمام الحافظ أبو شامة:
علوم الحديث الآن ثلاثة:
١. أشرفها حفظ متونه ومعرفة غريبها وفقهها
٢. حفظ أسانيدها ومعرفة رجالها وتمييز صحيحها من سقيمها، وهذا كان مهمّة، وقد كفيه المشتغل بالعلم بما صنّف فيه وألّف فيه من الكتب، فلا فائدة إلى تحصيل حاصل
٣. جمعه وكتابته وسماعه وتطريقه وطلب العلوّ فيه والرحلة إلى البلدان، والمشتغل بهذا مشتغل عما هو الأهمّ من العلوم النافعة، فضلا عن العمل به الذي هو المطلوب الأصلي، إلا أنه لا بأس به لأهل البطالة لما فيه من بقاء سلسلة الإسناد المتصلة بأشرف البشر (تدريب الراوي: ص ٢٢)

(Baca Juga : Ustadz Juga Manusia)

Imam Al-Hâfizh Abu Syâmah berkata :
Ilmu hadits sekarang ini ada 3 bagian :
1. Yang paling mulia adalah menghafal matannya, mengetahui kalimat gharîbnya dan fiqh nya

2. Menghafal sanadnya, mengetahui para rijâl/perawi nya dan mempunyai membedakan antara yang shahih dan yang dha'if, hal ini di zaman dahulu merupakan hal yang yang penting, namun penuntut ilmu sekarang ini dicukupkan dengan karangan-karangan yang
telah ada dalam bab ini (kitab2 rijâl dan kitab2 takhrîj), maka tidak perlu lagi merealisasikan sesuatu yang sudah terealisasi.

3. Mengumpulkan hadits, menulisnya, mendengar samâ'nya, mengumpulkan thuruqnya, mencari sanad yang 'âliy, safar ke negeri2, orang yang menyibukkan dengan hal  ini, maka ia sibuk dari sesuatu yang lebih penting dari ilmu-ilmu yang bermanfaat, terlebih dari pengamalan yang merupakan tujuan utama, namun tidak mengapa bagi orang "kurang kerjaan" karena di dalamnya terdapat keberlangsungan rantai sanad hingga manusia yang paling mulia (Rasulullah صلى الله عليه وسلم)... selesai perkataan beliau.

 📒 Yang afdhal tentu saja menggabungkan ketiganya, dan inilah golongan yang digambarkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم dalam hadits nya bagaikan tanah yang subur yang menyerap air dan menumbuhkan tetumbuhan.

(Baca Juga : 4 Ayat Al-Quran Tentang Kesehatan)

 📒Yang unggul hanya di no 1, lebih mirip para fuqahâ ketimbang para ahli hadits, celakanya lagi jika nol besar di no 2 maka adakalanya berhujjah dengan hadits yang tidak patut dijadikan hujjah, bahkan menelorkan berbagai macam istinbath yang bagaikan debu berterbangan (karena lemah dalam tsubût dalil).

  📒 Yang unggul hanya di no 2,barangkali penghujungnya tidak lebih baik dari Imam Yahya bin Ma'in dan Imam Abu Khaitsamah (Syaikh Imam Muslim) yang mudzakarah hadits, tiba tiba datang seorang wanita bertanya tentang bagaimana hukumnya wanita haidh yang memandikan jenazah suaminya, para ulama hadits pun hanya bisa saling melihat satu sama, barulah Imam Abu Tsaur murid Imam Asy-Syafi'i yang datang menyelesaikan masalah fiqh tsb dengan hadits Nabi صلى الله عليه وسلم yang baca Qur an di atas pangkuan Aisyah ketika beliau sedang haidh...

  📒 Yang unggul hanya di no 3 maka sebagaimana perkataan Imam Abu Syâmah dia sibuk dari ilmu yang lebih penting dari hanya sekedar mengumpulkan sanad dan riwayat, ditambah lagi jika niatnya hanya mengumpulkan sanad-sanad tsb dan berbangga dengan hal itu, ini mirip dengan orang yang bangga dengan "syahâdah-zûr" berupa ijazah-ijazah tapi ilmunya kosong melompong, ditambah lagi jika ia tidur di majlis sebagaimana ana pernah saksikan di salah satu majlis Samâ, mending kalau telinganya dan konsentrasi nya seperti Imam Ad-Dâraquthniy yang bisa dibagi 2 lha ini....

نسأل الله السلامة والعافية والتوفيق في طلب العلم

Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma, BA hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=555192668023926&id=100005995935102

Lulusan LIPIA Belum Faham Manhaj Salafush Sholih

Lulusan LIPIA Belum Faham Manhaj Salafush Sholih
Lulusan LIPIA Belum Faham Manhaj Salafush Sholih

   Di LIPIA atau sekarang dengan nama IIPIA, dipelajari Kitabut Tauhid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dengan syarah nya Syaikh Utsaimin, yang merupakan Aqidah Uluhiyyah, dilanjutkan dengan Syarah Aqidah Ath-Thahawiyyah yang merupakan syarah terbaik atas matan Ath-Thahawiyyah yang merupakan bahasan Aqidah Asma dan Sifat Allah serta Global Aqidah Ahlussunnah, yang Aqidah Ahlussunnah tsb merupakan warisan Salafusshalih. Bahkan bukan hanya bahasan Aqidah Ahlussunnah nya saja tapi juga dibahas Firqah yang menyimpang di bab tersebut beserta bantahannya, ini sudah kitab bayan plus rudud.

   Untuk Qur'an, thalib LIPIA yang paling bodoh hanya hafal sesuai tuntutan Ma'had hafalannya hanya 11 juz saja, tapi Jumhur biasanya hafalannya lebih dari itu. Malah yang kurang dalam bidang Qur'an seperti alfaqir sempat juga nyicip belajar Qur'an dan Tajwid yang sanadnya bersambung hingga Salafusshalih dari Nabi صلى الله عليه وسلم dari Jibril dari Allah.

   Dalam Ushul Fiqh dipelajari Rawdhatun-Nazhir wa Junnatul-Munazhir karya Imam Ibnu Qudamah Al Hanbaliy yang merupakan ringkasan dari Al-Mustashfa nya Imam Al-Ghazaliy maka ini merupakan Ushul mutakallimin yang setidaknya sesuai dengan dua mazhab Asy-Syafi'iy dan Hanbaliy, yang Imam Asy-Syafi'iy dan Imam Ahmad bin Hanbal Ushul istinbath hukum mereka tentu kembali kepada Guru2 mereka yang merupakan Salafusshalih asli yang akhirnya berujung kepada para Sahabat, Ushul istinbath Imam Asy-Syafi'iy berpulang kepada Ibnu Uyaynah sampai kepada Ibnu Abbas dari jalur Mekkah dan dari Imam Malik berpulang sampai kepada Ibnu Umar dan para Sahabat Madinah dari jalur Madinah, adapun Imam Ahmad bin Hanbal bersambung hingga Sahabat Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Mas'ud jika dari jalur Iraq dan hampir sama dengan Imam Asy-Syafi'iy jika dari jalur Hijaz, ujungnya Salafusshalih semua.

(Baca Juga : Penolong Pada Hari Kiamat)

   Dalam Hadits ahkam dipelajari Bulughul Maram yang merupakan kitab Hadits Ahkam karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalaniy berisi 1200 hadits ahkam dan 400an hadits adab dan memang biasanya tidak khatam namun setidaknya mendekati 1000 hadits yang dipelajari ini sudah lebih dari batasan yang diberikan Imam Asy-Syafi'iy yang katakan hadits ahkam sekitar 400 hadits. Ini belum ditambah kajian Syarah Hadits Sunan At-Tirmidziy Syaikhunaa DR Abdullah Al-Habr yang rutin tiap Selasa selama 4 tahun dari awal hingga Kitabun-Nikah, kurleb sekitar 1000an hadits lebih, belum jika melihat Sunan At-Tirmidziy adalah kitab Hadits sekaligus Fiqh yang menyebutkan mazhab Fiqh para Sahabat, dan Tabi'in serta Tabi'ut-Tabi'in setiap penghujung hadits ditambah Ilmu Ilal Hadits dan Rawi Hadits dari kalam Imam At-Tirmidziy sendiri dan dari kalam Imam Al-Bukhariy dari pertanyaan At-Tirmidziy

    Dalam Bahasa Arab dipelajari Nahwu dan Sharaf dengan Alfiyyah Ibnu Malik dengan syarahnya Imam Ibnu Hisyam Al-Anshariy yang dikatakan lebih paham Nahwu daripada Sibawaih yang menggabungkan faidah mazhab Bashrah dan Kufah dalam syarahnya yang tentu saja Bahasa Arab yg fasih tersebut juga kembali ke warisan Salafusshalih dalam Bahasa Arab, walaupun memang tidak habis dibahas, seingat alfaqir sekitar 700 bait-bait bab penting dengan meninggalkan bait-bait gharaib dalam Ilmu Nahwu, ini belum ditambah ilmu2 Balaghah dll.

   Dalam Tafsir dipelajari Fathul Qadir yang merupakan ringkasan dari Ahkamul Qur'an nya Imam Al-Qurthubiy yang bisa dibilang kitab Tafsir ahkam terbaik, walaupun memang tidak dipelajari seluruh ayat Qur'an melainkan hanya fokus ayat-ayat ahkam saja.

   Dalam Furu' Fiqh dipelajari Matan Abu Syuja' dalam Fiqh Asy-Syafi'iy lalu dilanjutkan Bidayatul Mujtahid yang merupakan kitab Fiqh Muqaranah antara 4 mazhab bahkan tidak jarang sebutkan mazhab di luar yang 4, yang tentu saja silsilah Fiqh ini juga bersambung seluruhnya dengan Salafusshalih pada ujungnya.

(Baca Juga : Semakin Kita Tahu, Semakin Tahu Kita)

   Bukan hanya Furu' Fiqh bahkan di LIPIA juga belajar Ilmu Faraidh/Waris selama dua tahun full yang juga membahagiakan muqarrar yang dipelajari adalah At-Tahqiqaat nya Syaikh Shalih Al-Fawzan yang bukan hanya bahas masalah-masalah Faraidh tapi juga bahas khilaf 4 mazhab jika terdapat khilaf dalam masalah Faraidh tsb, dan tidak jarang lebih dari 1 riwayat dalam 1 mazhab yang tentu saja sumber Ilmu Faraidh dari 4 mazhab tsb berpulang ke Salafusshalih, seperti Sahabat Umar bin Khatthab, Zaid bin Tsabit, Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Ali bin Abi Thalib di antara para Sahabat yang dikenal piawai dalam Ilmu Faraidh. Ilmu Faraidh dari Salafusshalih dengan kitab Alim Kabir Salafiy kaliber Syaikh Al-Fawzan, masih kurang?

   Dan biasanya thullab LIPIA tersebut juga masih nyambi belajar istifadah di majlis-majlis para Masyaikh.

   Lalu sebagian ada yang mengkritisi bahwa LULUSAN LIPIA BELUM PAHAM MANHAJ SALAFUSSHALIH, sungguh ana merasa amat bodoh sekali ternyata 7 tahun itu tanpa arti, kiranya bagian warisan Salafusshalih mana yang belum dipelajari di LIPIA, apakah Aqidah warisan Salafusshalih atau Ushul Fiqh metode istinbath Salaf, atau Fiqh warisan Salafusshalih atau Bahasa Arab yg fasih warisan Salafusshalih atau Hadits yang juga warisan Salafusshalih atau Tafsir ayat ahkam warisan Salafusshalih atau ternyata ada ilmu-ilmu lain yang lebih penting yang merupakan esensi utama warisan Salafusshalih yang ternyata luput sama sekali tidak pernah disentuh di LIPIA? 🤔

Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma, BA hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1173710462838807&id=100005995935102

Kedudukan Bahasa Arab Menurut Al-Kinaniy dan Al-Marisiy

Kedudukan Bahasa Arab Menurut Al-Kinaniy dan Al-Marisiy
Kedudukan Bahasa Arab Menurut Al-Kinaniy dan Al-Marisiy

📝منزلة اللغة العربية عند الإمام الكناني وعند المريسي
📝Kedudukan Bahasa Arab menurut Imam Al-Kinaniy dan menurut Al-Marisiy

   Imam Abdul Aziz Al-Kinaniy dalam Kitab Al-Haidah menjelaskan bahwa sumber kesesatan Bisyr Al-Marisiy yang mengingkari beberapa Sifat Allah dan mentakwil dengan takwilan yang sesat yang sama sekali tidak ada Salafnya adalah karena kebodohannya akan Bahasa Arab, mana yang umum dan khusus, beliau mengatakan :

إنما غلط بشر ومن قال بقوله وهلكوا وتاهوا وضلوا لجهلهم بالخاصّ والعام في القرآن العظيم وإنما شرف العرب وفضلها بمعرفتها بخاصّ القرآن وعامّه ومجمله ومبهمه

"Sesungguhnya Bisyr dan orang-orang yang sependapat dengannya menjadi binasa, bingung dan tersesat KARENA KEBODOHAN MEREKA TENTANG UMUM DAN KHUSUS DALAM QUR'AN dan sesungguhnya kemuliaan orang-orang Arab dan keutamaan mereka adalah karena mereka mengetahui tentang mana yang khusus dan umum dalam Qur'an, mana yang mujmal dan mubham".(Al-Haidah).

(Baca Juga : Benarkah Allah Tertawa?)

   Bahasan umum dan khusus dalam Qur'an masuk dalam ranah Ilmu Bahasa Arab yang kemudian terserap dalam Ilmu Ushul Fiqh dan juga Ulumul Qur'an, maka untuk memahami Qur'an dengan pemahaman yang benar baik dalam Aqidah maupun lainnya dibutuhkan Ilmu Bahasa Arab, Ushul Fiqh dan ilmu-ilmu penunjang lainnya.

    Sebaliknya menurut Bisyr Al-Marisiy sang pemuka kesesatan, menurutnya Bahasa Arab tidaklah penting dan tidak diperintahkan oleh Allah untuk mempelajarinya, dia berkata :

وعلى الخلق أن يتعلموا لغة العرب، وما تعبّدنا الله بهذا، كل إنسان يقول بلغته وبقدر معرفته وما كلّف الله الخلق فوق طاقتهم ولا طالب أولاد العجم بلغة العرب

"(Apakah) manusia harus belajar Bahasa Arab? Aslinya Allah tidaklah memerintahkan kita untuk beribadah dengan mempelajarinya (Bahasa Arab) dan cukup masing-masing manusia berucap sesuai bahasa yang ia bisa masing-masing dan sesuai kadar pengetahuannya, Allah tidaklah membebani makhluk-Nya di atas kemampuan mereka dan tidak pula menuntut anak-anak Ajam (non Arab) untuk belajar Bahasa Arab". (Al-Haidah: hal. 74).

(Baca Juga : Merangkul Tanpa Raga)

   Ironinya, sebagian Ahlussunnah pendapatnya lebih mirip perkataan Bisyr Al-Marisiy Al-Jahmiy yang tersesat dalam Aqidah karena kebodohan akan Bahasa Arab daripada mengamalkan perkataan Imam Abdul Aziz Al-Kinaniy, sebagian mereka menganggap bahwa Bahasa Arab tidaklah penting begitu pula ilmu-ilmu lainnya dalam rangka memahami Aqidah yang benar, sangat disayangkan sekali baru kenal kulit namun mengacuhkan isinya.

Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma, BA hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1190659284477258&id=100005995935102

Siapakah Itu Kibar dan Shighar?

Siapakah Itu Kibar dan Shighar?
Siapakah Itu Kibar dan Shighar?

📝من الكبار والصغار
📝Siapakah itu 'Kibar' dan 'Shighar'

   Imam Al-Lalaka'iyy meriwayatkan dari Abu Umayyah Al-Jumahiyy :

إن من أشراط الساعة أن يلتمس العلم عند الأصاغر

   "Di antara tanda-tanda hari kiamat, ilmu akan diambil dari para 'shaghir'

   Imam Ibnul Mubarak menfasirkan bahwa para 'shaghir' disini maksudnya adalah Ahli bid'ah.

   Imam Al-Lalaka'iyy meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Ibrahim Al-Harbiy beliau berkata :
لا يزالون بخير ما أتاهم العلم من قِبَل كبرائهم
"Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama ilmu itu datang dari 'Para Kibar mereka'

(Baca Juga : Kata Pedang Tidak Ada di Al-Quran)

Lalu kemudian Imam Al-Lalaka'iyy sendiri menjelaskan apakah makna 'Kabir' dan 'Shaghir' baik yang ada di hadits Nabi صلى الله عليه وسلم maupun atsar, beliau berkata:

الصغير إذا أخذ بقول رسول الله صلى الله عليه وسلم والصحابة والتابعين فهو كبير، والشيخ الكبير إذا أخذ بقول أبي حنيفة وترك السنن فهو صغير

"Orang yang muda jika ia berpegang dengan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم, perkataan Sahabat dan Tabi'in maka ia adalah 'kabir' sedangkan syaikh yang tua jika ia berpegang dengan pendapat Abu Hanifah dan meninggalkan Sunah-sunah (Rasulullah صلى الله عليه وسلم) maka ia adalah 'shaghir' (Syarh Ushul I'tiqad Ahli-Sunnah : hal.).

   Qultu : Adapun isyarat tidak baik kepada berpegang kepada pendapat Imam Abu Hanifah adalah - Wallahu a'lam - disebabkan karena ada beberapa bab dalam Aqidah beliau tidak sesuai dengan Aqidah Ahlussunnah para Imam Ahli Hadits, seperti dalam Bab Iman beliau tidak memasukkan amal bagian dari Iman dan diriwayatkan dalam ketika ada Imam yang zhalim, beliau membolehkan untuk mengangkat senjata. Begitu pula dalam Fiqh, beliau dikenal sebagai Imam Ahli Ra'yi yang sering mendahulukan qiyas daripada Hadits Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang itu Ahad (tidak sampai derajat mutawatir), Imam Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf nya sebutkan lebih dari 100 masalah Fiqh dimana Imam Abu Hanifah menyelisihi Hadits Rasulullah صلى الله عليه وسلم

   Dalam Kitabul Ilmi karya Imam Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb terdapat atsar yang zhahir nya menyatakan bahwa 'kabir' yang dimaksud adalah dalam hal usia, sebagaimana dalam atsar Ibnu Mas'ud رضي الله عنه :

إنكم لا يزالون بخير ما كان العلم في ذوي أسنانكم فإذا كان العلم في الشباب أنف ذو السنّ أن يتعلم من الشباب

 "Sesungguhnya kalian senantiasa berada dalm kebaikan selama ilmu berada di kalangan orang-orang tua di antara kalian, jika ilmu berada di kalangan pemuda di antara kalian maka orang yang tua akan enggan menuntut ilmu dari yang muda" (Al-Ilmu: atsar no. 155).

(Baca Juga : Bersabar Dalam Dakwah)

   Maka dari seluruh nukilan Salafusshalih tersebut paling tidak makna 'Kabir' terdapat beberapa makna :

1. Ahlussunnah, mafhum dari penafsiran Imam Ibnul Mubarak.

2. Orang yang berilmu tentang Sunah Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan atsar para Sahabat dan Tabi'in walaupun muda usianya, dari penjabaran Imam Al-Lalaka'iyy.

3. Orang yang tua usianya, tentu saja didukung dengan ilmu dan berada di atas Aqidah Ahlussunnah, berdasarkan atsar Ibnu Mas'ud رضي الله عنه

Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma, BA hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1196326120577241&id=100005995935102

Mengangkat Derajat Seorang Ustadz

Mengangkat Derajat Seorang Ustadz
Mengangkat Derajat Seorang Ustadz

✒️من الذي نُصب للامتحان على السنّة
✒️Siapa yang diangkat untuk dijadikan ujian di atas Sunah

   Sebagian kaum muslimin beranggapan bahwa jika anda telah mengaji bareng kami dengan Syaikh saya dan Ustadz saya maka anda seorang Ahlussunnah...

   Atau jika anda sudah dapat tazkiyah dari Syaikh Fulan atau Ustadz 'Allan baru anda diakui sebagai Ahlussunnah... Jika belum yaah...

   Mafhum dari pernyataan tersebut adalah maka jika tidak berarti anda dicurigai, tertuduh, dan semacamnya...

   Imam Hibatullah Al-Lalaka'iyy dalam Syarah Ushul I'tiqad Ahli-Sunnah menyebutkan di antara para Imam yang seseorang diuji dengan mereka apakah telah berada di atas Sunah atau tidak dan juga bagaimana sifat kriterianya, beliau meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Imam Abdurrahman bin Mahdiy :

إذا رأيت بصريًّا يحبّ حمّاد بن زيد فهو صاحب سنّة

"Jika engkau melihat seseorang dari Bashrah mencintai Hammad bin Zaid maka ketahuilah bahwa ia Ahlussunnah"

(Baca Juga : Fitnah Wanita Menghancurkan Bani Israil)

   Demikian pula atsar setelahnya jika ada penduduk Madinah cinta dengan Imam Malik, penduduk Syam cinta dengan Imam Al-Awza'iy, penduduk Kufah cinta dengan Imam Malik bin Mighwal maka in sya Allah ia berada di atas Sunah.

   Namun perlu dilihat ternyata pada atsar selanjutnya, Imam Abdurrahman bin Mahdiy jelaskan bagaimana sifat Imam Hammad bin Zaid :

"Aku tidak mengetahui ada orang yang lebih mengetahui tentang Sunah dan Hadits dibandingkan Imam Hammad bin Zaid"

   Seingat alfaqir dalam kitab mushthalah hadits ringkas "Minhatul-mughits" terdapat pembagian tingkatan ulama dalam Ilmu Hadits, nah yang paling tinggi adalah 'Al-Hakim' yakni yang hampir mengetahui seluruh Sunah Nabi صلى الله عليه وسلم, di bawah sedikit dari itu ada Al-Hafizh yakni yang setidaknya hafal 100 ribu hadits dengan sanadnya... Semua Ulama tersebut adalah di atas tingkat 'Al-Hafizh'.

   Demikian pula di bagian akhir Aqidatus Salaf nya Imam Ash-Shabuniy bahwasanya yang diangkat jadi tanda Ahlussunnah adalah jika seseorang cinta para Imam Hadits sekaliber Imam Hasan Al-Bashriy, Imam Syu'bah bin Hajjaj, Imam Sufyan Ats-Tsauriy, Imam Sufyan Ibnu Uyaynah, Imam Asy-Syafi'iy, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Al-Bukhariy, Imam Muslim atau Imam Ibnu Khuzaimah yang telah mencapai level IMAM dalam ilmu dan amal.

(Baca Juga : 23 Ayat Al-Quran Tentang Sejarah)

   Maka mengangkat seorang Syaikh atau Ustadz menjadi patokan telah berada di atas Sunah atau tidak padahal tidak sampai derajat para Imam tersebut adalah tidak tepat dan justru dikhawatirkan jatuh kepada ghuluw serta menyelisihi atsar Aisyah رضي الله عنها yang dibawakan oleh Imam Muslim dalam Muqaddimah Shahih nya:

أُمِرْنَا أنْ نُنَزّلَ النَّاسَ مَنَازِلَهُمْ

"Kita diperintahkan untuk mendudukkan manusia sesuai dengan kedudukannya"

   Kita mencintai para Masyaikh dan Asatidzah kita namun tidak mengangkat hingga tingkatan para Imam Ulama kecuali bagi yang TELAH SAMPAI TINGKATAN PARA IMAM TERSEBUT, Wallahu a'lam

Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma, BA hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1197264613816725&id=100005995935102

Bertanya Tentang Rawi Hadits di Dalam Mimpi

Bertanya Tentang Rawi Hadits di Dalam Mimpi
Bertanya Tentang Rawi Hadits di Dalam Mimpi

📝السؤال عن الراوي في المنام
📝Bertanya tentang rawi hadits di dalam mimpi

   Membaca faidah tentang kisah Imam An-Nawawiy yang ditanya tentang Fiqh di dalam mimpi, ana jadi teringat kisah Imam Yahya bin Sa'id Al-Qatthan yang bertanya kepada gurunya Imam Malik di dalam mimpi, Imam Yahya berkisah :

رأيت مالك بن أنس في النوم فسألته عن هشام بن عروة، فقال : أما ما حدّث به وهو عندنا فهو، أي: كأنه صححه، وما حدّث به بعدما خرج من عندنا فكأنه يُوهنُه (تقريب التهذيب: رقم ٧٣٠٢)

"Aku melihat Imam Malik bin Anas di dalam mimpi maka aku bertanya kepadanya tentang Hisyam bin 'Urwah maka beliau (Imam Malik) jawab:" Adapun ketika ia menyampaikan hadits di dekat kami (Madinah) maka itulah yakni ia menshahihkannya, adapun hadits yang ia sampaikan setelah keluar dari sisi kami (keluar Madinah) maka seakan beliau melemahkannya"(Taqribut-Tahdzib no 7302).

(Baca Juga : Benarkah Allah Mempunyai Wajah?)

   Para ulama Hadits berbeda pendapat tentang hadits riwayat Hisyam bin Urwah dari ayahnya (Urwah bin Zubair) dari Aisyah رضي الله عنها, sebagian menshahihkannya secara mutlaq, sebagian ulama mendha'ifkan secara mutlaq sedangkan sebagian lagi memperinci, yakni sebagaimana dalam mimpi ini, hadits yang disampaikan oleh Hisyam di Madinah maka itu shahih, adapun hadits yang beliau sampaikan di luar kota Madinah maka tidak shahih, ditambah lagi Hisyam adalah rawi yang melakukan tadliis.

   Ketika membaca kisah ini beberapa tahun lalu, sekitar 5 atau 6 tahun lalu ketika masih ngampus, ana tanyakan kisah ini kepada Syaikh kami dalam Ilmu Hadits DR Abdullah Al-Habr, seorang Doktor Hadits yang sekarang telah kembali mengajar di Jami'atul Imam, tapi klo ini ga lewat mimpi 😅, ana bertanya : Bagaimana kisah ini Syaikhana kalam tentang rawi dari mimpi? Maka beliau jawab :

أمثال هذا يستأنس به ولا يعتمد عليه ويقارن مع أقوال غيره من أئمة الحديث

  Riwayat-riwayat seperti ini bisa dijadikan penguat namun bukan sebagai sandaran pokok dan dilihat perkataan para Imam Hadits lainnya... Untuk kali ini tafshil dari mimpi tsb bisa dibilang tepat, Syaikhana menjelaskan bahwa ketika di Madinah, Hisyam merupakan penduduk negeri sana dimana kitab2 Ushul nya ada bersamanya maka amat mudah baginya untuk rujuk kepada kitab-kitabnya dan muraja'ah dalam waktu dekat sedangkan ketika ke Iraq maka Ushul nya tidak bersamanya dan beliau hanya berpegang dengan kekuatan hafalannya saja maka lebih besar potensi kesalahan dalamnya meriwayatkan hadits, demikian kurang lebih penjelasan Syaikhuna DR Al-Habr.

(Baca Juga : Biografi Ustadz Abu Yahya Badrusalam)

   Dan nyatanya mimpi tersebut sesuai dengan penilaian Imam Ahmad bin Hanbal yang menyatakan riwayat Ahli Madinah dari beliau adalah lebih baik daripada selainnya dan juga sesuai dengan riwayat Imam Malik lainnya bahwasanya Hisyam bin Urwah datang ke Iraq 3 kali, kali pertama masih banyak menggunakan shighat Sama' di tiap sanadnya, kali kedua makin berkurang sedangkan kali ketiga lebih sering menggunakan lafaz 'an'anah = أبي عن عائشة

   Di dalam mimpi saja para Ulama Hadits masih sibuk belajar apalagi di alam nyata, kalaulah boleh berangan alfaqir sangat ingin bermimpi melihat Nabi صلى الله عليه وسلم kemudian melihat Imam Al-Bukhariy رضي الله عنه kemudian melihat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله تعالى tapi apalah daya kiranya belum pantas.

Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma, BA hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1201442116732308&id=100005995935102

Apakah Orang Awam Wajib Melihat Dalil-Dalil?

Apakah Orang Awam Wajib Melihat Dalil-Dalil?
Apakah Orang Awam Wajib Melihat Dalil-Dalil?
📝هل يلزم العامّي النظر في الدليل
📝Apakah seorang awam WAJIB melihat dalil-dalil

   Imam Ibnu Qudamah menjelaskan tentang taqlid dalam Furu' Fiqh :

"Adapun taqlid dalam Furu' maka itu boleh berdasarkan ijma' maka hujjahnya (boleh taqlid) adalah ijma' karena mujtahid dalam Furu' adakalanya benar dan adakalanya salah namun dapat pahala tidak berdosa... Oleh karena itu BOLEH TAQLID dalam (masalah Furu') bahkan WAJIB SEORANG AWAM UNTUK TAQLID".

   SEBAGIAN QADARIYYAH berpendapat bahwa ORANG AWAM WAJIB MELIHAT DALIL-DALIL FURU' FIQH DAN INI BATIL BERDASARKAN IJMA' SAHABAT karena kebiasaan para Sahabat adalah memberi fatwa kepada orang-orang awam dan TIDAK MEMERINTAHKAN MEREKA UNTUK SAMPAI DERAJAT IJTIHAD dan ini adalah perkara yang aksiomatis telah diketahui dan telah mutawatir di kalangan para Ulama dan kalangan awam..." (Rawdhatun-Nazhir wa Junnatul-Munazhir karya Imam Abdullah Ibnu Qudamah Al-Hanbaliy Al-Atsariy : hal. 220, cet. Ihya Turats th 1431 H/ 2010).

(Baca Juga : 20 Ayat Al-Quran Tentang Jihad)

   Lalu siapakah awam atau muqallid atau mustafti itu? Imam Ibnul Firkah Asy-Syafi'iy berkata :

الأجود قول من قال : المستفتي هو الذي لا يكون مسجمعًا لما ذكر من شرائط الاجتهاد

"Yang lebih tepat adalah pendapat yang mengatakan : Mustafti/muqallid/awam itu adalah orang-orang yang tidak memenuhi syarat-syarat ijtihad yang telah disebutkan" (Syahrul-Waraqat karya Imam Ibnul Firkah Asy-Syafi'iy : hal. 127, cet. Darul-Kutubil-Ilmiyyah th 1435 H/ 2014 M).

   Adapun syarat-syarat ijtihad yang dibawakan oleh Imam Al-Juwainiy dalam Al-Waraqat lalu kemudian disyarah oleh Imam Ibnul Firkah adalah sebagai berikut:

من شرط المفتي أن يكون عالمًا بالفقه أصلًا وفرعًا، خلافًا ومذهبًا، وأن يكون كامل الأدلة في الاجتهاد عارفًا لجميع ما يحتاج إليه في الأحكام من النحو واللغة ومعرفة الرجال وتفسير الآيات الواردة في الأحكام والأخبار الواردة فيها

Syarat seorang mufti/mujtahid adalah :

1. Berilmu ttg Ushul Fiqh
2. Dan Furu' nya
3. Ikhtilaf Ulama
4. Mazhab (walaupun 1 mazhab)
5. Nahwu dan Bahasa Arab
6. Rawi-rawi Hadits
7. Ayat-ayat Ahkam dalam Qur'an beserta tafsirnya
8. Hadits-hadits ahkam beserta tafsirnya

   Maka barangsiapa yang tidak mengumpulkan ilmu-ilmu ini maka hakikatnya ia adalah awam/muqallid/mustafti.

   Adakalanya seseorang itu awam murni sama sekali tidak pernah mempelajari sedikit pun dari ilmu-ilmu tersebut lalu ia beranjak mempelajarinya sedikit demi sedikit cabang ilmu yang satu-satunya ke cabang ilmu yang lain, kitab yang satu ke kitab yang lain hingga ia naik tangga demi tangga dalam keilmuan Fiqh lalu ia meninggalkan tingkat awam murni di belakang ke arah tingkat ijtihad sehingga seorang pelajar tadi menyentuh semua cabang ilmu-ilmu tersebut namun ia masih belum sampai derajat ijtihad, separuh jiwa nya masih awam sedangkan separuh lagi telah mendekati derajat ijtihad maka ini derajat ijtihad mujazza (parsial) adakalanya ia paham sebagian masalah Fiqh dengan khilaf para ulama beserta dalil-dalil ya masing-masing, adakalanya banyak masalah Fiqh masih samar baginya dan perlu bertanya kepada para ulama.

   Sebagian ulama menyebutkan :
ربّ فتاة في حجرها بلغتْ رتبة الاجتهاد
Adakalanya seorang gadis dalam pingitannya namun telah sampai derajat ijtihad. Di zaman ini, ana melihat sebagian manusia yang tidak pernah menapaki ilmu-ilmu di atas menjelma jadi mujtahid gadungan.

(Baca Juga : Ilmu Itu Rasa Takut)

   Jika anda tidak betah berada di lingkaran taqlid dan hendak keluar maka silakan dilengkapi syarat-syarat tsb dan dipelajari ilmu-ilmu nya, no 1 seperti Rawdhatun-Nazhir, Al-Mustashfa, Ar-Risalah, no 2 seperti Al-Umm, Al-Hawiy Al-Kabir, no 3 seperti kitab Mushannaf Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Al-Awsath Ibnul Mundzir, no 4 kitab2 ttg Qawaid mazhab, no 5 seperti Syarah Alfiyyah Ibnu Malik, Adabul Katib, Al-Qamus Al-Muhith, no 6 seperti Taqribut-Tahdzib, no 7 seperti Ahkamul-Qur'an Ibnul - Arabiy, no 8 seperti Nailul-Awthar, Tuhfatul-Ahwadziy. Kitab-kitab ini bukanlah pembatasan namun hanya gambaran saja dan agar bisa mengukur kapasitas kita.

Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma, BA hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1205306333012553&id=100005995935102