5 Alasan Tidak Merayakan Maulid Nabi

5 Alasan Tidak Merayakan Maulid Nabi
5 Alasan Tidak Merayakan Maulid Nabi

AlQuranPedia.Org – Maulid Nabi adalah perayaan rutin yang diselenggarakan berbagai negara, terutama di Indonesia. Maulid Nabi dimaksudkan untuk merayakan kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara perayaan di agama Islam hanya ada dua, yakni Idul Fithri dan Idul Adha. Adapun selainnya, perayaan dan amalan yang tidak ada contohnya dari Nabi dan para sahabat, maka amal itu tertolak.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)
Pada tulisan kali ini kita akan membahas secara singkat saja 5 alasan kenapa kita tidak boleh merayakan maulid.

1. Tidak Dikerjakan Sahabat

Para ulama rahimahullah berkata,

لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ

“Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita untuk melakukannya.”

Ibnu Katsir berkata ketika memafsirkan firman Allah, surat Al-Ahqaaf ayat 11, “Adapun para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, mereka berkata pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat, mereka menggolongkannya sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya.” (Lihat Tafsir Al-Quran Al ‘Adzhim karya Ibnu Katsir)

Lalu ada sebagian orang yang menimbulkan syubhat, “Para sahabat wajar saja tidak melakukan maulid, karena nabi hidup di zaman mereka.”

Apa jawaban kita? Kita jawab, “Lalu bagaimana dengan tabi’in, tabiut tabi’in, bahkan imam 4 madzab yang tidak pernah berjumpa dengan nabi? Padahal mereka adalah generasi yang paling mencintai dan yang paling alim daripada kita.”

2. Tasyabbuh dengan Orang Nasrani

Maulid Nabi adalah perayaan kelahiran Nabi. Ini mirip dengan orang-orang Nasrani/Kristen yang merayakan kelahiran Nabi ‘Isa ‘alaihissalam. Ini tentu saja termasuk tasyabbuh dan kemungkaran yang sangat luar biasa. Benarlah sabda Rasul kita yang mulia. Bahwa umat Islam banyak yang akan mengikuti jejak-jejak orang Yahudi dan Nasrani.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669).

Padahal tasyabbuh (menyerupai) mereka adalah suatu perbuatan dosa. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengecam perbuatan ini.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)

3. Mengungkapkan Cinta yang Salah

Maulid Nabi adalah mengungkapkan rasa cinta yang salah. Cara mengungkapkan cinta yang paling utama adalah dengan mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku: “Wahai, anakku! Jika kamu mampu pada pagi sampai sore hari di hatimu tidak ada sifat khianat pada seorangpun, maka perbuatlah,” kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku lagi: “Wahai, anakku! Itu termasuk sunnahku. Dan barangsiapa yang menghidupkan sunnahku, maka ia telah mencintaiku. Dan barangsiapa yang telah mencintaiku, maka aku bersamanya di Surga”. (HR Tirmidzi, kitab Al-'Ilmu, Bab Ma Jaa fil Akhdzi bi Sunnah Wajtinaab Al-Bida’, no. 2678)

Perhatikan ucapan sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berikut ini, “Ikutilah tuntunan dan jangan kalian membuat-buat bid’ah, karena sesungguhnya kalian ini telah dicukupkan. Hendaknya kalian mengikuti ajaran terdahulu.”
4. Banyak Terjadi Kemungkaran

Kita lihat saat perayaan Maulid. Memang ada ceramahnya. Tetapi hampir semua perayaan Maulid mengandung kemungkaran dan maksiat. Di antaranya adalah adanya musik dan ikhtilath (campur baur pria wanita)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, benar-benar akan ada di kalangan umatku sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat musik. Dan beberapa kelompok orang akan singgah di lereng gunung dengan binatang ternak mereka. Seorang yang fakir mendatangi mereka untuk suatu keperluan, lalu mereka berkata, ‘Kembalilah kepada kami esok hari.’ Kemudian Allah mendatangkan siksaan kepada mereka dan menimpakan gunung kepada mereka serta Allah mengubah sebagian mereka menjadi kera dan babi hingga hari kiamat.” (HR. Bukhari)

Dari Hamzah bin Abi Usaid Al-Anshari, dari bapaknya radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa dia mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di saat beliau keluar dari masjid, sedangkan orang-orang laki-laki ikhthilath (bercampur-baur) dengan para wanita di jalan, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para wanita: “Minggirlah kamu, karena sesungguhnya kamu tidak berhak berjalan di tengah jalan, kamu wajib berjalan di pinggir jalan.” Maka para wanita merapat di tembok/dinding sampai bajunya terkait di tembok/dinding karena rapatnya”. (HR. Bukhari dan Abu Dawud)

Ketika Imam Abu Bakar Muhammad bin Al-Walid Ath-Thurthusi rahimahullah menyebutkan berbagai macam bid’ah, beliau berkata: “Dan (termasuk bid’ah) keluarnya orang-orang laki-laki bersama-sama atau sendiri-sendiri bersama para wanita dengan berikhtilath”. (Kitab Al-Hawadits Wal Bida’, hal: 151, Dar Ibnil Jauzi, cet: I, th: 1411 H – 1990 M, ta’liq: Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi)

5. Para Ulama Mengharamkan Perayaan Maulid

Simak penuturan para ulama di bawah ini:

1. Keterangan Tajuddin al-Fakihani (ulama Malikiyah w. 734 H)
Saya tidak mengetahui adanya satupun dalil dari al-Quran dan sunah tentang maulid. Dan tidak ada nukilan dari seorangpun ulama umat ini, yang mereka adalah panutan dalam agama, berpegang dengan prinsip pendahulunya. Bahkan peringatan ini adalah perbuatan bid’ah yang dibuat ahli bathil. (Risalah al-Maurid fi Hukmi al-Maulid, hlm. 1).

2. Ahmad bin Abdul Halim Al-Haroni Ad-Dimasyqi
Beliau mengatakan, “Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari’atkan (yaitu Idul Fithri dan Idul Adha) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab, hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan ’Idul Abror-; ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya.” (Majmu’ Fatawa, 25/298)

3. Keterangan as-Syathibi (w. 790 H)
Semua paham bahwa mengadakan maulid seperti yang ada di masyarakat di masa ini adalah bid’ah, sesuatu yang baru dalam agama. Dan semua bid’ah adalah sesat. (Fatawa as-Syatiby, hlm. 203).

4. Keterangan as-Sakhawi (ulama Syafi'iyah dari Mesir, muridnya Ibnu Hajar al-Asqalani)
Asal perayaan maulid Asy-Syarif (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) tidak dinukil dari seorangpun dari ulama salaf yang hidup di tiga generasi terbaik. (al-Maurid ar-Rawi fi al-Maulid an-Nabawi, hlm. 12)

5. Pujian As-Suyuthi terhadap keterangan Abu Amr bin Al-Alla’ (w. 154 H)
Sungguh benar yang dinyatakan Imam Abu Amr bin al-Alla’, beliau mengatakan, “Masyarakat akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka masih merasa terheran. Mengingat bulan kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Rabiul Awal, yang ini juga merupakan bulan wafatnya beliau. Sementara bergembira di bulan ini karena kelahirannya, tidak lebih istimewa dari pada bersedih karena wafatnya beliau. (al-Hawi Lil Fatawa, 1/190).

Kebahagiaan mereka di tanggal 12 Rabiul awal dengan anggapan sebagai hari maulid, bertepatan dengan hari wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu mana yang lebih dekat, peringatan kelahiran ataukah peringatan kematian.

6. Keterangan Imam Ibnul Hajj (w. 737 H) menukil pernyataan Al-'Allamah Al-Anshari
Jika kegiatan maulid itu bersih dari semua suara-suara musik, hanya berisi kegiatan makan-makan, dengan niat maulid, mengundang rekan-rekan, dan bersih dari semua aktivitas terlarang yang tadi disebutkan, maka status perbuatan ini adalah bid’ah hanya sebatas niatnya. Karena semacam ini termasuk tambahan. (al- Madkhal, 2/312)

Itulah pembahasan singkat kita mengenai 5 alasan mengapa tidak merayakan maulid. Semua perayaan yang tidak ada contohnya, baik itu maulid, isra’ mi’raj, nuzululan, yasinan, tahlilan dan yang sejenisnya tidak pernah dilakukan nabi, sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan imam madzab yang 4. Bahkan mereka semuanya membenci dan mengharamkan semua perbuatan itu.

Cukuplah bagi kita perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)
Semoga Allah memberi hidayah kepada kita semua. Semoga bermanfaat.

Diselesaikan pada 11 Sya’ban 1439 Hijriyah/27 April 2018 Masehi.


EmoticonEmoticon