Hikmah Wafatnya Putra-Putra Rasulullah

Hikmah Wafatnya Putra-Putra Rasulullah
Hikmah Wafatnya Putra-Putra Rasulullah

AlQuranPedia.Org – Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa putra-putri Rasulullah semuanya berjumlah 7 orang, 3 laki-laki dan 4 perempuan. Mereka adalah Al-Qasim, ‘Abdullah, Ibrahim, Zainab, Ruqoyyah, Ummu Kutsum dan Fathimah. Semuanya adalah anak kandung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. 6 anak berasal dari istri beliau tercinta yakni Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu ‘anha. Sementara 1 lagi yakni Ibrahim berasal dari budak beliau hadiah dari Raja Mesir yaitu Maria Al-Qibthiyah radhiyallahu ‘anha.

Ada sesuatu yang ‘berbeda’ antara Rasulullah dengan beberapa Rasul utusan Allah yang lainnya. Kalau para Rasul Allah kebanyakan hidup bersama semua putra-putri mereka sampai mereka dewasa. Sementara anak Rasulullah yang laki-laki semua wafat saat masih kecil, sedangkan yang perempuan mereka semua sempat menikah bahkan Fathimah masih hidup setelah Rasulullah wafat. Semua putra-putra Rasulullah wafat saat masih sangat kecil, bahkan mereka wafat ketika berumur sekitar 2 tahun, baik itu Al-Qasim, ‘Abdullah dan juga Ibrahim. Bahkan saat wafatnya Ibrahim, Rasulullah sangat sedih dan terpukul.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya mata ini menitikkan air mata dan hati ini bersedih, namun kami tidak mengatakan sesuatu yang tidak diridhoi Robb kami. Sesungguhnya kami bersedih dengan kepergianmu wahai Ibrahim.” (HR. Bukhari)


Lalu apa hikmah di balik ini semua? Kenapa putra-putra Rasulullah wafat saat masih kecil? Blog Al-Quran Pedia mencoba menguraikan beberapa hikmahnya sebagaimana penjelasan beberapa ulama. Simak selengkapnya di bawah ini.

1. Ingin menunjukkan betapa sabarnya Rasulullah
Allah Subhanahu Wa Ta’ala ingin menunjukkan kepada seluruh umat manusia bahwa Rasulullah adalah sosok yang sangat penyabar. Bayangkan saja, beliau sudah yatim saat di kandungan, kemudian masih kecil ibunya meninggal, kemudian dirawat oleh kakeknya (Abdul Mutholib) lalu tak lama kemudian meninggal, kemudian beliau dirawat oleh pamannya Abu Thalib lalu wafat juga. Istri beliau Khadijah juga wafat, beliau diusir dari kampung halamannya, beliau disakiti, diancam dibunuh, keluarganya difitnah, dan ditambah lagi putra-putranya wafat dan mereka masih kecil-kecil. Siapa yang sanggup bersabar seperti ini? Jangankan anak kita wafat, harta kita hilang sedikit saja, kita disakiti sedikit saja sudah emosi dan marah-marah. Ini anak-anak beliau meninggal, bukan hanya 1, tetapi 3 dan itu semua ketika masih kecil-kecil.

Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik. (Q.S. Al-Ahqaaf : 35)

2. Allah ingin menunjukkan kepada kita bagaimana sikap kita kalau ada anak kita yang meninggal
Rasulullah adalah suri teladan terbaik. Melalui peristiwa wafatnya putra-putra beliau yang masih kecil maka kita akan mendapati bagaimana sikap kita ketika anak kita wafat. Kita menangis dan sedih, ini wajar. Rasulullah saja ketika putra-putranya wafat beliau bersedih, terlebih lagi wafatnya Ibrahim. Tetapi Rasulullah tidak merapati kematian putra-putranya, karena hal ini diharamkan di dalam agama Islam. Beliau menangis sebagaimana fitrahnya manusia menangis ketika sosok yang sangat dikasihinya meninggal. Rasulullah juga tidak marah-marah kepada Allah, tidak mengoyak-ngoyak bajunya, tidak menangis berhari-hari. Beliau bersabar terhadap ketentuan Allah dan sadar bahwa semua itu adalah titipan Allah yang suatu saat kalau Dia mau ambil maka akan diambil-Nya.


3. Allah tidak ingin kaum muslimin mengkultuskan putra-putra Rasulullah dan menjadikan mereka nabi setelah Rasulullah
Biasanya  para nabi itu adalah keturunan dari nabi sebelumnya. Contohnya adalah nabi Isma’il adalah anak nabi Ibrahim. Nabi Yusuf adalah anak dari nabi Ya’qub , nabi Ya’qub adalah anak nabi Ishaq, dan nabi Ishaq adalah anak nabi Ibrahim. Nabi Dawud adalah anak nabi Sulaiman dan nabi Yahya adalah anak dari nabi Zakariyya ‘alaihimussalam. Maka dari itu Allah Ta’ala mewafatkan putra-putra Rasulullah sedari kecil, bukan ketika saat dewasa dan bukan putri-putrinya. Karena tidak ada nabi dan rasul selepas Rasulullah. Beliaulah khotaman nabiyyin, beliau penutup para nabi.

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al-Ahzaab : 40)

Jangankan anak Nabi, cucu nabi saja yakni Hasan dan Husein begitu dikultuskan oleh Syi’ah Rafidhah. Mereka mengkultuskan ‘Ali, Fathimah, Hasan, Husein dan beberapa keturunan mereka yang dianggap sebagai “Imam”. Padahal mereka adalah manusia biasa sebagaimana manusia lainnya, mereka hanya istimewa karena mereka keturunan Nabi, tidak lebih daripada itu. Tidak boleh kita mengatakan bahwa mereka lebih mulia daripada para nabi, mereka lebih mulia daripada malaikat, bahkan sampai-sampai menyetarakan mereka dengan Allah Jalla Jalaluh. Na’udzubillah. Kalau cucu Nabi saja diperlakukan berlebihan seperti itu, bagaimana kalau putra-putra Rasulullah hidup sampai dewasa, bisa-bisa mereka menuhankannya. Semoga Allah jauhkan kita dari pemikiran sesat Syi’ah. Maka dari itu Allah mewafatkan putra-putra Rasulullah saat kecil bahkan ketika umur 2 tahunan.

4. Menyempurnakan pahala Rasulullah
Ketika kita ditimpa musibah dan sesuatu yang tidak enak, maka itu adalah pelebur bagi dosa-dosa kita dan dilimpahkan kebaikan yang banyak kepada kita. Itu berlaku pula kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau sudah dijamin diampuni dosa-dosanya baik yang lalu maupun yang akan datang, sudah dipastikan mendapat nikmat kubur, pahala mengalir terus kepada beliau dan sudah dijamin surga paling tinggi. Dan semua itu semakin disempurnakan dengan musibah-musibah yang menimpa Rasulullah seperti wafatnya kerabat dan keluarga beliau. Maka dari itulah, ketika kita ditimpa musibah sebenarnya Allah ingin memberikan pahala dan kebaikan yang banyak kepada kita. Kita seharusnya bersabar dan memohon kebaikan, bukan malah marah-marah dan mencaci maki takdir yang Allah telah tetapkan. Di balik musibah yang menyakitkan dan menyedihkan, terdapat kebaikan dan balasan yang lebih baik daripada itu.

Tidaklah seseorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya. (HR. Bukhari no. 5641)

Itulah berbagai hikmah wafatnya putra-putra Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebenarnya masih banyak lagi hikmah-hikmah yang lainnya, namun kami cukupkan sampai di sini saja.


Semoga bermanfaat.

Diselesaikan pada 20 Dzulqaidah 1439 Hijriyah/1 Agustus 2018 Masehi.


EmoticonEmoticon