Apakah Hanya Salafi Yang Benar?

Apakah Hanya Salafi Yang Benar?
Apakah Hanya Salafi Yang Benar?


AlQuranPedia.Org - Mungkin ada yang bertanya, apakah hanya golongan salafi (salafiyyin) saja yang benar, dan yang lain sesat? Jawabannya adalah iya, hanya salafi saja yang benar. Kenapa? Karena hanya salafi saja yang mengikuti Al-Quran dan Hadits sahih berdasarkan pemahaman para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Hanya salafi saja yang betul-betul Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Sementara golongan yang lain mengaku Ahlussunnah, mengaku mengikuti Al-Quran dan Hadits, akan tetapi pemahamannya tidak mengikuti para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebagaimana yang telah kita sepakati bahwa wajib bagi kita mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan bagi kita selain mengikuti jalan yang lurus ini.

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (Q.S. Al-Ahzaab : 36)


Tapi bagaimana pemahamannya? Haruslah seperti pemahaman para sahabat. Karena Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa mereka para sahabat telah diridhoi Allah dan dimasukkan ke dalam surga-Nya.

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (Q.S. At-Taubah : 100)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan bahwa golongan kita, umat Islam akan terpecah menjadi 73 firqoh/golongan. Akan tetapi hanya satu yang selamat, yaitu Al-Jama’ah.

Dari ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu , ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Umat Yahudi berpecah-belah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan, maka hanya satu golongan yang masuk surga dan 70 (tujuh puluh) golongan masuk neraka. Umat Nasrani berpecah-belah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan dan 71 (tujuh puluh satu) golongan masuk neraka dan hanya satu golongan yang masuk surga. Dan demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, sungguh akan berpecah-belah umatku menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, hanya satu (golongan) masuk surga dan 72 (tujuh puluh dua) golongan masuk neraka.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, ‘Wahai Rasulullah, ‘Siapakah mereka (satu golongan yang selamat) itu ?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘al-Jama’ah.’” (HR. Ibnu Majah dan lainnya, Syaikh Al-Albani mengatakan hadits ini hasan).

Siapakah mereka Al-Jama’ah itu? Mereka adalah yang mengikuti Al-Quran dan Hadits sahih berdasarkan pemahaman para sahabat radhiyallahu ‘anhum.

Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sebaik-baik generasi adalah generasiku. Kemudian generasi setelah mereka, kemudian setelah mereka lagi. Kemudian akan datang suatu kaum, kesaksian salah seorang mereka mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului kesaksiannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Wajib bagi kita mengikuti manhajnya para sahabat. Bahkan kita harus berpegang teguh kepada mereka. Karena mereka hidup di zaman Nabi, mereka langsung mendapatkan pengarahan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka tegak di atas kebenaran. Inilah yang harus kita ikuti.

Dari Al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati kami dengan nasehat yang menyentuh, meneteslah air mata dan bergetarlah hati-hati. Maka ada seseorang yang berkata: “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat perpisahan. Maka apa yang akan engkau wasiatkan pada kami?” Beliau bersabda: “Aku wasiatkan pada kalian untuk bertakwa kepada Allah serta mendengarkan dan mentaati (pemerintah Islam), meskipun yang memerintah kalian seorang budak Habsyi. Dan sesungguhnya orang yang hidup sesudahku di antara kalian akan melihat banyak perselisihan. Wajib kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin Mahdiyyin (para pemimpin yang menggantikan Rasulullah, yang berada di atas jalan yang lurus, dan mendapatkan petunjuk). Berpegang teguhlah kalian padanya dan gigitlah ia dengan geraham-geraham kalian. Serta jauhilah perkara-perkara yang baru. Karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah. Dan setiap bid’ah adalah sesat.“ (HR. Abu Dawud dan lainnya, sanad hadits ini shahih lighairihi)


Perpecahan umat yang dikatakan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi 73 golongan, itu diakibatkan mereka tidak berpegang teguh kepada manhaj para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Sementara hanya salafi yang mengikuti manhaj para sahabat, tidak berbuat berdasarkan hawa nafsu, tidak fanatik pada satu madzhab.

Dalam sebuah kisah disebutkan. Pada satu hari, Sayyidina 'Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu menyendiri. Dia berkata dalam hatinya, mengapakah umat ini saling berselisih, sementara Nabi mereka satu? Lalu ia memanggil Abdullah bin 'Abbas radhiyallahu anhuma (salah satu 'ulama pada zaman sahabat). Umar bertanya kepadanya : “Mengapa umat ini saling berselisih, sementara Nabi mereka satu. Kiblat mereka juga satu dan Kitab suci mereka juga satu?” Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Al-Quran itu diturunkan kepada kita. Kita membacanya dan mengetahui maksudnya. Lalu datanglah sejumlah kaum yang membaca Al-Quran, namun mereka tidak mengerti maksudnya. Maka setiap kaum punya pendapat masing-masing. Jika demikian realitanya, maka wajarlah mereka saling berselisih. Dan jika telah saling berselisih, mereka akan saling menumpahkan darah.” [kitab Al I’tisham, karya Asy-Syathibi, (II/691)].

Betapa banyak orang mendakwahkan, kita harus kembali ke Al-Quran dan Sunnah, kita harus mengikuti Al-Quran dan hadits sahih. Iya betul. Tetapi pemahamannya haruslah pemahaman para sahabat. Karena yang tahu bagaimana makna Al-Quran, makna hadits, makna tingkah laku Rasul, makna perkataan Rasul, hanyalah para sahabat, yang murni langsung diajarkan Rasul secara langsung, kemudian diwariskan kepada murid mereka (tabi’in), kemudian murid mereka ini menyampaikan lagi kepada muridnya lagi (tabi’ut tabi’in), lalu sampailah sekarang kepada kita.

Berhati-hatilah saudaraku, selektiflah dalam memilih guru, pelajarilah ilmu agama dengan benar, karena itu menentukan kita nanti di akhirat. Lihat darimana kita mengambil ilmu agama, perhatikan guru kita siapa, bagaimana akidah guru kita, apakah menyimpang ataukah tidak.

Kenapa salafi tidak buat maulid, tidak tahlilan, tidak yasinan, tidak sholawatan nariyah, tidak sholawat badar, dan lain sebagainya? Karena tidak pernah dilakukan Nabi, tidak pernah dicontohkan para sahabat, bahkan banyak perbuatan bid’ah yang dilakukan umat Islam yang diingkari para sahabat radhiyallahu ‘anhum.

Apakah Anda tahu kenapa ada orang yang tidak dapat minum di telaga Nabi? Karena mereka berbuat bid’ah yang tidak pernah dicontoh Nabi dan para sahabat, mereka beragama seenak hawa nafsu dan keinginan mereka, tidak berlandaskan dalil yang sahih dan pemahaman yang benar.

Dari Abu Wail, dari ‘Abdullah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku akan mendahului kalian di Al-Haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari Al-Haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui bid’ah yang mereka buat sesudahmu.’ ” (HR. Bukhari, no. 7049)

Dalam riwayat lain dikatakan,

“(Wahai Rabbku), mereka betul-betul pengikutku. Lalu Allah berfirman, ‘Sebenarnya engkau tidak mengetahui bahwa mereka telah mengganti ajaranmu setelahmu.” Kemudian aku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku sesudahku.”  (HR. Bukhari, no. 7051)

Padahal kalau minum dari telaga Nabi, tidak akan haus selamanya.

Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Saya menunggu kalian di telaga. Siapa yang mendatangiku, dia akan minum airnya dan siapa yang minum airnya, tidak akan haus selamanya." (HR. Bukhari 6583 & Muslim 6108)

Lalu ada orang yang berusaha membawakan syubhat dengan mengatakan, darimana asal kata salafi itu. Tak ada hadits bahwa Nabi itu salafi. Itu tuduhan mereka. Tapi benarkah hal itu? Pertama-tama kita jelaskan apa itu salafi. Salafi artinya orang yang mengikuti salaf (pendahulu umat), yaitu Nabi dan para sahabat. Bahkan dalam suatu hadits sahih Rasulullah mengaku bahwa beliau adalah salaf.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada anak beliau yakni Fathimah radhiyallahu ‘anha, “Aku adalah sebaik-baik salaf bagimu.” (HR. Muslim)

Sehingga jelaslah bahwa istilah salafi tidak istilah baru. Namun kita saja yang mungkin tidak banyak belajar dan mengkaji agama kita.

Jadi kesimpulannya adalah hanya salafi saja yang benar. Karena salafi beragama dengan Al-Quran dan Hadits sahih merujuk kepada pemahaman para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Lalu apakah salafi menilai golongan selain salafi sesat dan masuk neraka? Kalau sesat iya, sebagaimana hadits umat yang terpecah jadi 73 golongan, tetapi mereka tidak bisa dicap sebagai penghuni neraka, terlebih lagi karena mereka muslim. Mereka hanya diancam dengan neraka. Masalah apakah pasti masuk neraka atau tidak, itu hanya hak prerogatif Allah, kita tidak tahu masalah itu. Selama dia muslim, bertauhid kepada Allah, kita tidak boleh mencap seseorang menjadi penghuni neraka, meskipun dia banyak berbuat kesesatan dan kejahatan. Tugas kita hanyalah menyampaikan kebenaran, bahwa yang benar adalah salafi, yaitu Ahlussunnah yang sebenar-benar Ahlussunnah Wal Jama’ah, sebagaimana yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Semoga bermanfaat.

Diselesaikan pada 30 Rabiul Awwal 1439 Hijriyah/19 Desember 2017 Masehi.


EmoticonEmoticon