Kenapa Tafsir Ibnu Katsir Kitab Tafsir Terbaik?

Kenapa Tafsir Ibnu Katsir Kitab Tafsir Terbaik?
Kenapa Tafsir Ibnu Katsir Kitab Tafsir Terbaik?
AlQuranPedia.Org - Kita seringkali mendapat masalah dalam memahami ayat suci Al-Quran. Kita mendapati suatu kalimat ataupun kata yang kita tidak mengerti. Kalau kita cari kamus bahasa Arab pun belum tentu kita bisa mengerti maksud suatu ayat. Berbeda dengan buku-buku ataupun karangan lain, Al-Quran adalah Kalamullah, firman Allah, tidak ada yang mengetahuinya secara sembarangan. Ayat Al-Quran ada yang muhkamat (yang jelas makna ayatnya) dan ada yang mutasyabihat (yang tidak jelas maknanya). Kalau muhkamat mungkin kita sudah jelas, nah kalau mutasyabihat? Jangan coba-coba menafsirkan sendiri

Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (Q.S. Ali ‘Imran : 7)


Maka dari itulah kalau kita ingin mengetahui makna suatu ayat di Al-Quran, kita harus membuka kitab tafsir para ‘ulama macam Tafsir Al-Quranul ‘Adzhim karangan Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah, Tafsir Jalalain karangan Imam Suyuthi rahimahullah, Tafsir Al-Quran Imam Al-Qurthubi rahimahullah, Tafsir Al-Quran ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma dan lain sebagainya. Tapi kita tidak boleh sembarangan memilih tafsir Al-Quran karena ada tafsir Al-Quran yang isinya tidak sesuai dengan pemahaman yang benar seperti Tafsir Fi Zhilalil Quran karangan Sayyid Quthb dan Tafsir Al-Mishbah karangan Quraish Shihab. Kitab tafsir seperti ini hendaknya dijauhi, dan pilihlah tafsir-tafsir yang sesuai manhaj Ahlussunnah Wal Jama’ah berdasarkan pemahaman para sahabat seperti yang kami sebutkan sebelumnya.

Di antara kitab Tafsir tersebut, Tafsir Ibnu Katsir menempati urutan pertama sebagai tafsir terbaik dan tafsir paling terpercaya. Apakah yang lainnya tidak terbaik? Tafsir Al-Quran selain Ibnu Katsir sangatlah baik dan sangat dianjurkan dimiliki setiap umat Islam, namun Tafsir Al-Quranul ‘Adzhim karangan Al-Hafidz Ibnu Katsir lebih istimewa. Kenapa hal itu bisa terjadi? Apa-apa saja keunggulan tafsir beliau rahimahullahu ta’ala? Berikut adalah alasannya.

1. Ibnu Katsir menafsirkan ayat Al-Quran dengan ayat Al-Quran.
Al-Hafidz Ibnu Katsir tidaklah menafsirkan suatu ayat Al-Quran melainkan beliau berusaha menafsirkannya terlebih dahulu dengan ayat Al-Quran lainnya. Misalnya ketika beliau menafsirkan kata “iman” di dalam Surah Al-Baqarah ayat ke-3.

(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. (Q.S. Al-Baqarah : 3)

Beliau menafsirkannya dengan ayat lain yakni,

ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin. (Q.S. At-Taubah : 61)

Dan beliau juga menafsirkannya dengan ayat lain,

dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar." (Q.S. Yusuf : 17)

2. Ibnu Katsir menafsirkan ayat Al-Quran dengan hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketika Ibnu Katsir tidak menemukan ayat Al-Quran untuk menafsirkan suatu ayat, maka Ibnu Katsir akan menggunakan hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam disertai dengan keterangan haditsnya, apakah sahih, hasan, gharib ataukah dho’if.

Contohnya adalah ketika Ibnu Katsir menafsirkan Surah Al-Baqarah ayat 37.

Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Baqarah : 37)

Maka Ibnu Katsir membawakan sebuah hadits.
Telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain ibnu Isykab, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Asim, dari Sa’id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Ubay ibnu Ka’b, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Adam ‘alaihissalam berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimanakah jika aku bertaubat dan kembali? Apakah Engkau akan mengembalikan diriku ke surga?” Allah menjawab, “Ya.” Yang demikian itulah makna firman-Nya, “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya.”

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa hadits ini berpredikat gharib ditinjau dari sanad ini, di dalamnya terdapat inqita’.


3. Ibnu Katsir menafsirkan ayat Al-Quran dengan perkataan para sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Kalau Ibnu Katsir tidak menemukan ayat Al-Quran ataupun hadits untuk menafsirkan suatu ayat, atau kadang Ibnu Katsir ingin memperkuat tafsirnya, maka Ibnu Katsir mengutip perkataan para sahabat radhiyallahu ‘anhum yang terkenal dengan tafsirannya seperti ‘Ibnu ‘Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’b. Kenapa beliau mengambil dari para sahabat? Karena Al-Quran turun kepada mereka, saat mereka masih hidup bersama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Contoh dari tafsir ini adalah ketika Ibnu Katsir menafsirkan Surah Al-Insaan ayat 2 pada kata “bercampur”.

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (Q.S. Al-Insaan : 2)

Ibnu Katsir ketika menafsirkannya, beliau menukil perkataan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dari setetes mani yang bercampur. (Al-Insaan : 2) Yaitu air mani laki-laki dan air mani perempuan apabila bertemu dan bercampur, kemudian tahap demi tahap berubah dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain dan dari suatu bentuk ke bentuk yang lain.

4. Ibnu Katsir menafsirkan ayat Al-Quran dengan perkataan para Tabi’in.
Sebagai penguat Ibnu Katsir juga menukil perkataan para Tabi’in. Tabi’in adalah orang yang pernah berjumpa dengan sahabat Nabi dan sezaman dengan mereka, dan mereka tidak pernah pernah berjumpa Nabi secara langsung. Meskipun ada yang hidup di zaman Nabi tetapi kalau tidak berjumpa dengan Nabi maka dia bukanlah sahabat, tetapi Tabi’in. Kenapa Ibnu Katsir mengambil perkataan para tabi’in? Karena para tabi’in ini adalah murid-murid senior para sahabat, jadi ilmu dan hadits yang diajarkan Rasul ke sahabat, masih sangat segar kalau ke Tabi’in.

Adapun contoh dari tafsir ini adalah Surah Ar-Rahman ayat 5.

Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. (Q.S. Ar-Rahmaan : 5)

Ibnu Katsir menjelaskan, diriwayatkan dari Ikrimah yang mengatakan bahwa seandainya Allah menjadikan cahaya semua penglihatan manusia, jin, hewan dan burung-burung pada mata seorang hamba, kemudian dibukakan baginya suatu tirai di antara tujuh puluh tirai yang menghalangi matahari, niscaya ia masih tidak mampu untuk melihat kepadanya. Cahaya matahari itu merupakan suatu bagian dari tujuh puluh bagian cahaya Kursi, dan cahaya Kursi itu merupakan suatu bagian dari tujuh puluh cahaya ‘Arsy, dan cahaya ‘Arsy itu merupakan suatu bagian dari cahaya tirai yang menutupi (Allah Subhanahu Wa Ta’ala). Maka perhatikanlah, berapa banyaknya Allah memberikan cahaya kepada hamba-Nya di matanya di saat ia melihat kepada Dzat Allah Subhanahu Wa Ta’ala Yang Maha Mulia dengan terang-terangan (di surga nanti). Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

5. Ibnu Katsir terkadang menambahkan di dalam tafsirnya sebagai penguat seperti syair dan pepatah Arab.

Sebagai penguat dalam tafsirnya, Al-Imam Ibnu Katsir sering menambahkan syair dan pepatah Arab. Hal itu dikarenakan Al-Quran turun dalam bahasa Arab, maka makna bisa ditarik secara bahasa melalui bahasa Arab.

Contohnya adalah saat Ibnu Katsir sedang menafsirkan Surah Adz-Dzaariyaat ayat 2

dan awan yang mengandung hujan, (Q.S. Adz-Dzaariyaat : 2)

Ibnu Katsir menyebutkan, “Seperti yang dikatakan oleh Zaid ibnu Amr ibnu Nufail, seorang penyair, dalam salah satu bait syairnya:
“Dan aku berserah diri kepada Tuhan yang berserah diri kepada-Nya awan yang membawa air yang tawar”.

Itulah 5 kelebihan tafsir Al-Quran Ibnu Katsir dibandingkan tafsir Al-Quran lainnya. Sebenarnya masih banyak lagi kelebihannya, seperti Ibnu Katsir selalu mengutip banyak perkataan ataupun hadits, lalu membandingkannya dan memilih mana pendapat yang lebih kuat. Ibnu Katsir juga terkadang menambahkan tafsirnya secara makna bahasa Arab. Ibnu Katsir juga mengutip perkataan beberapa ‘ulama untuk menguatkan tafsirnya, contohnya mengutip perkataan Imam Malik rahimahullah. Dan masih banyak kelebihan lainnya.

Untuk itu sangat dianjurkan bagi kita memiliki tafsir Al-Quranul ‘Adzhim karangan Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah. Di Play Store juga ada, silahkan didownload. Setidaknya kita memiliki 1 kitab tafsir sebagai penambah wawasan kita terhadap Al-Quran, bisa tafsir karangan siapa saja, yang terpenting dikarang oleh ‘ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah sesuai pemahaman para salafush sholih.


Semoga pembahasan kita ini bermanfaat.


Diselesaikan pada 23 Shafar 1439 Hijriyah/12 November 2017 Masehi.


EmoticonEmoticon