Manusia Disandera Jin?

Manusia Disandera Jin?
Manusia Disandera Jin?
Alkisah, dahulu ada seorang sahabat Anshar pergi untuk shalat Isya' lalu disandera oleh jin sehingga tidak diketahui kabarnya. Kemudian istrinya datang kepada Umar bin Khaththab seraya menceritakan kejadiannya. Umar lalu keluar bertanya kepada kaumnya dan mereka menjawab, “Benar, dia keluar untuk shalat Isya' kemudian menghilang.” Umar kemudian memerintahkan kepada sang istri agar menunggu selama empat tahun. Tatkala empat tahun telah berlalu, si istri datang kepada Umar lagi, lalu Umar membolehkannya untuk menikah dengan lelaki lain setelah menjalani masa ’iddah.

Setelah menikah dengan pria lain, suami pertamanya datang dan menuntut Umar, maka Umar mengatakan kepadanya, “Seorang di antara kalian pergi menghilang dalam waktu yang sangat lama sehingga istrinya tidak tahu apakah dia masih hidup ataukah tidak.” Pria itu menjawab, “Saya memiliki udzur, wahai Amirulmukminin.” Umar a\ bertanya, “Lantas apa udzurmu?” Dia menjawab, “Ketika saya keluar rumah untuk menunaikan shalat Isya', tiba-tiba para jin menyandera saya sehingga saya pun tinggal bersama mereka, kemudian mereka diserang oleh para jin muslim dan menawan beberapa tawanan termasuk saya, lalu mereka mengatakan, ‘Kami melihatmu adalah seorang muslim sehingga tidak boleh bagi kami untuk menawanmu.’ Lalu mereka memberi saya pilihan antara tetap tinggal di sana atau pulang ke keluarga saya, saya pun memilih pulang ke keluarga saya di Madinah dan tadi pagi saya telah sampai di kota ini. Begitu ceritanya.”

(Baca Juga : Kebijakan Saudi yang Dimaki)

Setelah mendengarkan kisahnya maka Umar memberikan pilihan kepadanya antara kembali kepada istrinya lagi dan antara mengambil maharnya. Pria itu mengatakan, “Saya tidak butuh lagi kepada istri saya karena dia sekarang sudah hamil dari suaminya.”
(Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Sunan Kubra 7/445, Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf 7/86 dan Abdullah bin Ahmad dalam Masā'il-nya no. 346. Atsar ini dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwā'ul Ghalīl 6/150. Lihat pula Fathul Mannan hlm. 312 oleh Syaikh Masyhur Hasan dan Mā Shahha min Atsar Shahābah 3/1078 oleh Zakaria al-Bakistani).

Di antara fiqih (pemahaman) atsar ini adalah bahwa jika ada seorang istri ditinggal pergi oleh suaminya sehingga tidak ada berita tentangnya—apakah masih hidup atau sudah meninggal dunia—maka dia menunggu selama empat tahun kemudian memulai masa ’iddah empat bulan sepuluh hari, lalu boleh setelah itu untuk menikah dengan pria lain.

(Baca Juga : Membuat Orang Lain Bahagia)

Dan ada pendapat lain yang cukup kuat bahwa masa menunggu wanita yang ditinggal hilang suaminya diserahkan kepada keputusan pemimpin (baca: pengadilan agama) dan ini yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam asy-Syarh al-Mumti’ 13/373–374.

Tulisan Al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=612431725827145&id=100011809698436


EmoticonEmoticon