4 Kesalahan Muadzin di Indonesia

4 Kesalahan Muadzin di Indonesia
4 Kesalahan Muadzin di Indonesia

AlQuranPedia.Org - Para ‘ulama kita telah bersepakat tentang disyariatkannya adzan untuk memanggil orang-orang agar bersegera melaksanakan sholat ke masjid. Para muadzin (orang yang adzan) memiliki banyak keutamaan dan pahala.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan para mu’adzin,

اللَّهُمَّ أَرْشِدِ الْأَئِمّةَ وَاغْفِرْ لِلَمْؤَذِّنِيْنَ

”Ya Allah berikan kelurusan bagi para imam dan ampunilah para muadzin.” (HR. Abu Dawud no. 517 dan Tirmidzi no. 207, dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 217)

Orang-orang yang mendengar suara adzan akan menjadi saksi kebaikan bagi sang muadzin (yang adzan).

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Tidaklah jin dan manusia serta tidak ada sesuatu pun yang mendengar suara lantunan adzan dari seorang muadzin melainkan akan menjadi saksi kebaikan bagi si muadzin pada hari kiamat.” (HR. Bukhari no. 609)

Maka dari itu hendaklah kita bersemangat untuk menjadi muadzin, bukan malah berlapang-lapang menyerahkannya kepada orang lain.


Pada tulisan kali ini kita akan membahas mengenai kesalahan-kesalahan muadzin yang ada di Indonesia. Mengapa kami membahasnya? Agar keutamaan dan pahala yang didapat para muadzin tidak berkurang dan tidak rusak. Karena pahala dan keutamaan muadzin sangatlah banyak sebagaimana yang telah kita sebutkan sebelumnya. Dan tulisan ini juga dimaksudkan agar kita melakukan amalan-amalan yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak mengada-adakan perbuatan baru (bid’ah), sehingga kita dapat adzan sebagaimana yang dicontohkan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

Adapun beberapa kesalahan muadzin adalah sebagai berikut.

 1. Membaca Ayat Sholawat Sebelum Adzan

Kita sering mendengar banyak muadzin yang melafadzkan ayat ini sebelum mengumandangkan adzan.

إِنَّ اللَّهَ وَ مَلَئكتَهُ يُصلُّونَ عَلى النَّبىّ‏ِ يَأَيهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صلُّوا عَلَيْهِ وَ سلِّمُوا تَسلِيماً

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi; wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu kepadanya dan ucapkan salam kepadanya.” (Q.S. Al-Ahzaab : 56)

Ternyata hal ini tidak ada landasannya, baik dari Al-Quran dan hadits sahih.

Ibnu Hajar Al-Haitsami rahimahullah pernah ditanya dalam, ‘Apakah ada ulama yang menyatakan disunahkannya membaca shalawat Nabi sebelum iqamah?’

Beliau rahimahullah menjawab, “Saya tidak menemukan seseorang yang menyatakan sunah bershalawat sebelum iqamah. Yang disebutkan para imam kami adalah bahwa shalawat merpakan sunah yang dibaca setelah iqamah seperti halnya azan. Kemudian setelah itu membaca ‘Allahumma rabba haazihid-da’watittaammah….’ Kemudian dia menyebutkan riwayat-riwayat sebelumnya dari Hasan Al-Bashri dan lainnya.”

Beliau rahimahullah juga berkata, “Kami tidak melihat dalam hadits tersebut adanya anjuran untuk bershalawat sebelum azan, bahkan juga saat sesudah mengucapkan Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Kami juga tidak mendapatkan pendapat para tokoh ulama kami membicarakan hal tersebut. Maka dengan demikian, kedua perkara tersebut (bershalawat sebelum iqamah dan azan) di tempat yang disebutkan tidak disunahkan. Siapa yang melakukan salah satu dari keduanya dengan meyakini bahwa itu adalah perkara sunah di tempat tersebut secara khusus, maka dia harus dilarang, karena jika demikian hal tersebut berarti menetapkan syariiat tanpa dalil. Siapa yang menetapkan syariat tanpa dalil, dia harus diberi peringatan dan dilarang.” (Kitab Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubro, 1/129 dan 1/131).

2. Memutus Lafadz Allahu Akbar Allahu Akbar

Kesalahan berikutnya adalah terkadang ada muadzin yang memutus lafadz Allahu Akbar yang pertama. Mereka melafadzkannya secara terputus/menarik nafas baru. Jadi mereka melafadzkannya, Allahu Akbar (berhenti sejenak, menarik nafas) lalu Allahu Akbar lagi. Hal ini tidak sesuai dengan cara adzan yang benar. Karena di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu bahwa lafadz Allahu Akbar 2x adalah satu nafas, tidak dipisah dan tidak terputus.

Dari Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘jika muadzin melafalkan, ‘Allahu Akbar Allahu Akbar’, maka ucapkanlah ‘Allahu Akbar Allahu Akbar’. Kemudian apabila muadzin mengucapkan, ‘Asyhadu alla ilaha illallah’, maka ucapkanlah ‘Asyhadu alla ilaha illallah’. Bila muadzin mengucapkan, ‘Asyhadu anna muhammadar rasulullah’, maka ucapkanlah ‘Asyhadu anna muhammadar rasulullah’. Jika muadzin mengucapkan, ‘hayya ‘alash shalah’, maka ucapkanlah ‘laa haula wa laa quwwata illa billah’. Kalau muadzin mengucapkan ‘hayya ‘alal falah’, maka ucapkanlah ‘laa haula wa laa quwwata illa billah’. Bila muadzin mengucapkan ‘Allahu Akbar Allahu Akbar’, maka ucapkanlah ‘Allahu Akbar Allahu Akbar’. Bila muadzin mengucap ‘laa ilaha illallah’, maka ucapkanlah ‘laa ilaha illallah’. Siapa saja mengucapkannya dalam hati, ia akan masuk surga”. (HR. Muslim no. 385 dan Abu Dawud no. 527, shahih)


3. Terlalu Panjang Melafadzkan Adzan

Kita sering mendengar muadzin di Indonesia melafadzkan adzan sangatlah panjang. Sampai terkadang dapat merubah arti. Ini diharamkan. Hendaknya para muadzin memerhatikan panjang pendek lafadz adzan, jangan sampai pendek jadi panjang dan panjang jadi pendek. Atau jangan juga terlalu panjang yang mengakibatkan salah arti bahkan tidak ada artinya.

Syaikh Muhammad bin Ibrohim rahimahullah berkata: “Kemudian tidak sepatutnya memperpanjang (melebihi) dari yang diinginkan dalam adzan, kalau (sampai) merubah artinya, maka adzannya batal. Huruf mad (alif, ya’ dan wawu) ketika melebihi dari yang lazim(digunakan) tidak layak. Sampai dalam harokatnya ketika diperpanjang, kalau (sampi) merubah arti tidak sah (adzannya) kalau tidak (sampai merubah arti)  maka makruh”. (Fatawa Syaikh Muhammad bin Ibrohim 2/125)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah berkata: “Kata “Al-Mulhin” adalah mendengkannya yakni (mengumandangkan) adzan dengan cara mendendangkan. Lafadz-lafaznya bagaiakan mengarah kelagu (nyanyian), (hal ini) diterima akan tetapi makruh (hukumnya). Sementara lafadz “Al-Malhun” adalah seseorang yang terkena “Al-Lahn” yaitu menyalahi kaidah bahasa arab. Akan tetapi lahn terbagi menjadi dua bagian. Bagian (pertama) tidak sah adzannya yaitu yang merubah arti. Dan bagian (kedua) sah adzannya akan tetapi makruh yaitu yang tidak (sampaii) merubah arti. Kalau sekiranya muadzin (mengumandangkan) : " الله أكبار " tidak sah, karena merubah arti. Karena kata " أكبار " jama’ dari kata كَبَر, seperti kata "أسباب “ jama’ dari kata “سبب “ yang artinya adalah الطبل (gendang)." (As-Syarkhul Mumti’ 2/62, 63)

Kalau kita lihat adzan di Masjidil Haram, di Masjid Nabawi dan masjid-masjid lain di Arab Saudi, kita tidak akan mendapati adzan dengan lafadz yang sangat panjang. Adapun adzan di sana sangatlah singkat dan sederhana.

4. Membaca Doa Selesai Adzan

Hampir seluruh muadzin di Indonesia membaca do’a setelah adzan. Ini tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, para tabi’in, para tabi’ut tabi’in bahkan tidak pernah dianjurkan oleh imam madzab yang 4. Para ‘ulama telah sepakat bahwa membaca doa setelah adzan adalah sunnah yang sangat ditekankan. Akan tetapi yang membaca do’a ini adalah yang mendengar adzan, bukan muadzinnya (orang yang adzan). Perhatikanlah hadits berikut.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu 'anhu, dia mendengar Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah sebagaimana yang ia ucapkan. Kemudian bershalawatlah untukku. Karena barangsiapa yang bershalawat untukku sekali, maka dengannya Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali. Kemudian mintalah al-wasilah kepada Allah untukku. Ia adalah sebuah tempat di surga yang tak diraih kecuali oleh seorang hamba di antara hamba-hamba Allah. Dan aku berharap ia adalah aku. Barangsiapa memintakan untukku wasilah kepada Allah, maka dia layak mendapat syafa’atku.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan An-Nasa'i, shahih)

Dalam hadits lain,

Dari Jabir radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَالَ عِنْدَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: “اَللّهُمَّ رَبَّ هذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَـائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا اَلْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ،” حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

Barangsiapa yang ketika mendengar adzan mengucapkan, ‘Ya Allah, Rabb seruan yang sempurna ini serta shalat yang didirikan Muhammad wasilah dan keutamaan. Tempatkanlah ia pada kedudukan yang mulia sebagaimana Kau janjikan.’ Maka dia layak mendapat syafa’atku pada hari Kiamat.” (HR. Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasa'i dan Ibnu Majah, shahih)

Kalau si muadzin mau berdoa setelah adzan silahkan berdoa apa saja, karena doa antara adzan dan iqomat itu mustajab (mudah dikabulkan). Akan tetapi tidak tepat kalau membaca doa di atas, karena doa di atas khusus bagi yang mendengar adzan.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya do’a yang tidak tertolak adalah do’a antara adzan dan iqomah, maka berdo’alah (kala itu).” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Silahkan doa, baik itu berhubungan dengan dunia ataupun akhirat. Silahkan doa bebas, dengan bahasa apapun yang mudah dimengerti. Namun tetap diperhatikan adab dalam berdoa, khusyu’, mulai dengan memuji Allah, bersholawat, tidak tergesa-gesa, berharap dikabulkan dan memohon hanya kepada Allah.

Jadi itulah beberapa kesalahan muadzin (tukang adzan) yang sering terjadi di negeri kita tercinta ini. Semoga tulisan ini bermanfaat dan menambah ilmu agama kita.


Semoga bermanfaat.

Diselesaikan pada 4 Rabiul Akhir 1439 Hijriyah/23 Desember 2017 Masehi.


EmoticonEmoticon