Apakah Makmum Menjahrkan Amin Ketika Imam Qunut Witir?

Apakah Makmum Menjahrkan Amin Ketika Imam Qunut Witir?
Apakah Makmum Menjahrkan Amin Ketika Imam Qunut Witir?

Prof. DR. Muhammad Bazmul hafizhahullah dalam risalahnya seputar qunut witir mengatakan terkait dengan perkara makmum mengamini qunut witirnya Imam, apakah dijahrkan atau dibaca sirr (pelan) :

ولم يأت في الأحاديث والآثار الواردة في قنوت الوتر ما يدل على مشروعية قول المأموم آمين، عند دعاء الإمام بالقنوت

"Tidak ada dalam hadits atau atsar terkait qunut witir yang menyinggung atas disyariatkannya ucapan makmum "Āmîn", ketika Imam berdoa dalam qunut witir..." -selesai-.


Oleh sebab itu, jika kondisinya seperti ini, maka terjadinya perbedaan pandangan di kalangan ulama terkait masalah yang kita bahas ini adalah sebuah keniscayaan. Asy-Syaikh al-Walîd bin  Abdullah al-Fariyân dalam bukunya "al-Qunût fî al-Witr" mencoba merinci pembahasan ini terkait dengan makmum apakah mendengar bacaan qunut Imam atau tidak?.


Apabila makmum mendengar bacaan qunut Imam, maka apakah makmum mengamininya dengan jahr atau sirr?, Asy-Syaikh lantas menyebutkan bahwa para ulama SEPAKAT disyariatkannya makmum mengamini qunutnya Imam secara sirr. Adapun apakah dianjurkannya secara jahr, maka dalam hal ini ada 2 pendapat :

A. Dianjurkannya jahr mengucapkan Āmîn. Ini adalah pendapatnya sebagian Hanafiyyah dan yang mu'tamad dalam mazhab Hanbali.

B. Dianjurkan jahr ketika materi qunutnya berupa doa dan sirr ketika materinya berupa pujian. Ini adalah mazhabnya Syafi'i. 


(Baca Juga : Jenis-Jenis Ikhtilaf Ulama)


Asy-Syaikh kemudian merajihkan pendapat yang pertama, dengan alasan diantaranya adalah :

1. Diqiyaskan dengan menjaharkan Āmîn setelah Imam membaca Al-Fatihah.

2. Diqiyaskan dengan jahrnya Amin-nya makmum pada saat qunut nazilah.


Terkait dengan qunut nazilah, maka asy-Syaikh Muhammad Bazmul dalam kitab yang kami nukilkan sebelumnya juga berkata :

لكن ورد ذكر تأمين المأموم على تأمين الإمام في قنوت النازلة

"Namun telah datang penyebutan terkait Amin-nya makmum dalam qunut nazilah."


Kemudian asy-Syaikh mendatangkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhu yang berkata :


قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلَاةِ الصُّبْحِ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ مِنْ الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَه

"Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah membaca doa qunut satu bulan berturut-turut pada shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya pada (rakaat) terakhir dari setiap shalat. Apabila telah mengucapkan “sami’allahu liman hamidah” pada rakaat terakhir, beliau mendoakan (kehancuran) atas beberapa suku dari Bani Sulaim, yaitu Ri’l, Dzakwan, dan ‘Ushaiyyah. Sedangkan (para makmum) di belakang beliau MENGUCAPKAN AMIN." (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Ahmad Syakir dan Syu'aib Arnauth serta dihasankan oleh al-Albani).


Kemudian Prof. DR. Muhammad Bazmul juga ikut merajihkan dianjurkannya makmum menjaharkan Amin-nya, alasannya qunut nazilah yang dibacakan juga pada sholat Maghrib dimana jumlah rakaatnya adalah witir (ganjil), tentunya ini juga sama dengan sholat witir yang rakaatnya ganjil dan tercakup dalam kaedah "apa yang boleh pada sholat fardhu, boleh juga pada sholat sunnah.


Adapun jika makmumnya tidak mendengar bacaan qunut Imam, maka asy-Syaikh al-Walîd tetap merajihkan makmum menjahrkannya, sekalipun disana ada pendapat yang mengatakan makmum membaca qunut sendiri, sebagaimana orang yang membaca Al-Fatihah dan surat sendiri ketika Imamnya sholat sirr.

Wallahu A'lam.


(Baca Juga : Rakyat dan Penegak Hukum Jangan Zalim)


Tulisan Al-Ustadz Abu Sa'id Neno Triyono hafidzhahullah


Sumber : https://www.facebook.com/abu.s.triyono.5/posts/520603135773310


EmoticonEmoticon