Mengangkat Derajat Seorang Ustadz

Mengangkat Derajat Seorang Ustadz
Mengangkat Derajat Seorang Ustadz

✒️من الذي نُصب للامتحان على السنّة
✒️Siapa yang diangkat untuk dijadikan ujian di atas Sunah

   Sebagian kaum muslimin beranggapan bahwa jika anda telah mengaji bareng kami dengan Syaikh saya dan Ustadz saya maka anda seorang Ahlussunnah...

   Atau jika anda sudah dapat tazkiyah dari Syaikh Fulan atau Ustadz 'Allan baru anda diakui sebagai Ahlussunnah... Jika belum yaah...

   Mafhum dari pernyataan tersebut adalah maka jika tidak berarti anda dicurigai, tertuduh, dan semacamnya...

   Imam Hibatullah Al-Lalaka'iyy dalam Syarah Ushul I'tiqad Ahli-Sunnah menyebutkan di antara para Imam yang seseorang diuji dengan mereka apakah telah berada di atas Sunah atau tidak dan juga bagaimana sifat kriterianya, beliau meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Imam Abdurrahman bin Mahdiy :

إذا رأيت بصريًّا يحبّ حمّاد بن زيد فهو صاحب سنّة

"Jika engkau melihat seseorang dari Bashrah mencintai Hammad bin Zaid maka ketahuilah bahwa ia Ahlussunnah"

(Baca Juga : Fitnah Wanita Menghancurkan Bani Israil)

   Demikian pula atsar setelahnya jika ada penduduk Madinah cinta dengan Imam Malik, penduduk Syam cinta dengan Imam Al-Awza'iy, penduduk Kufah cinta dengan Imam Malik bin Mighwal maka in sya Allah ia berada di atas Sunah.

   Namun perlu dilihat ternyata pada atsar selanjutnya, Imam Abdurrahman bin Mahdiy jelaskan bagaimana sifat Imam Hammad bin Zaid :

"Aku tidak mengetahui ada orang yang lebih mengetahui tentang Sunah dan Hadits dibandingkan Imam Hammad bin Zaid"

   Seingat alfaqir dalam kitab mushthalah hadits ringkas "Minhatul-mughits" terdapat pembagian tingkatan ulama dalam Ilmu Hadits, nah yang paling tinggi adalah 'Al-Hakim' yakni yang hampir mengetahui seluruh Sunah Nabi صلى الله عليه وسلم, di bawah sedikit dari itu ada Al-Hafizh yakni yang setidaknya hafal 100 ribu hadits dengan sanadnya... Semua Ulama tersebut adalah di atas tingkat 'Al-Hafizh'.

   Demikian pula di bagian akhir Aqidatus Salaf nya Imam Ash-Shabuniy bahwasanya yang diangkat jadi tanda Ahlussunnah adalah jika seseorang cinta para Imam Hadits sekaliber Imam Hasan Al-Bashriy, Imam Syu'bah bin Hajjaj, Imam Sufyan Ats-Tsauriy, Imam Sufyan Ibnu Uyaynah, Imam Asy-Syafi'iy, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Al-Bukhariy, Imam Muslim atau Imam Ibnu Khuzaimah yang telah mencapai level IMAM dalam ilmu dan amal.

(Baca Juga : 23 Ayat Al-Quran Tentang Sejarah)

   Maka mengangkat seorang Syaikh atau Ustadz menjadi patokan telah berada di atas Sunah atau tidak padahal tidak sampai derajat para Imam tersebut adalah tidak tepat dan justru dikhawatirkan jatuh kepada ghuluw serta menyelisihi atsar Aisyah رضي الله عنها yang dibawakan oleh Imam Muslim dalam Muqaddimah Shahih nya:

أُمِرْنَا أنْ نُنَزّلَ النَّاسَ مَنَازِلَهُمْ

"Kita diperintahkan untuk mendudukkan manusia sesuai dengan kedudukannya"

   Kita mencintai para Masyaikh dan Asatidzah kita namun tidak mengangkat hingga tingkatan para Imam Ulama kecuali bagi yang TELAH SAMPAI TINGKATAN PARA IMAM TERSEBUT, Wallahu a'lam

Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma, BA hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1197264613816725&id=100005995935102

Bertanya Tentang Rawi Hadits di Dalam Mimpi

Bertanya Tentang Rawi Hadits di Dalam Mimpi
Bertanya Tentang Rawi Hadits di Dalam Mimpi

📝السؤال عن الراوي في المنام
📝Bertanya tentang rawi hadits di dalam mimpi

   Membaca faidah tentang kisah Imam An-Nawawiy yang ditanya tentang Fiqh di dalam mimpi, ana jadi teringat kisah Imam Yahya bin Sa'id Al-Qatthan yang bertanya kepada gurunya Imam Malik di dalam mimpi, Imam Yahya berkisah :

رأيت مالك بن أنس في النوم فسألته عن هشام بن عروة، فقال : أما ما حدّث به وهو عندنا فهو، أي: كأنه صححه، وما حدّث به بعدما خرج من عندنا فكأنه يُوهنُه (تقريب التهذيب: رقم ٧٣٠٢)

"Aku melihat Imam Malik bin Anas di dalam mimpi maka aku bertanya kepadanya tentang Hisyam bin 'Urwah maka beliau (Imam Malik) jawab:" Adapun ketika ia menyampaikan hadits di dekat kami (Madinah) maka itulah yakni ia menshahihkannya, adapun hadits yang ia sampaikan setelah keluar dari sisi kami (keluar Madinah) maka seakan beliau melemahkannya"(Taqribut-Tahdzib no 7302).

(Baca Juga : Benarkah Allah Mempunyai Wajah?)

   Para ulama Hadits berbeda pendapat tentang hadits riwayat Hisyam bin Urwah dari ayahnya (Urwah bin Zubair) dari Aisyah رضي الله عنها, sebagian menshahihkannya secara mutlaq, sebagian ulama mendha'ifkan secara mutlaq sedangkan sebagian lagi memperinci, yakni sebagaimana dalam mimpi ini, hadits yang disampaikan oleh Hisyam di Madinah maka itu shahih, adapun hadits yang beliau sampaikan di luar kota Madinah maka tidak shahih, ditambah lagi Hisyam adalah rawi yang melakukan tadliis.

   Ketika membaca kisah ini beberapa tahun lalu, sekitar 5 atau 6 tahun lalu ketika masih ngampus, ana tanyakan kisah ini kepada Syaikh kami dalam Ilmu Hadits DR Abdullah Al-Habr, seorang Doktor Hadits yang sekarang telah kembali mengajar di Jami'atul Imam, tapi klo ini ga lewat mimpi 😅, ana bertanya : Bagaimana kisah ini Syaikhana kalam tentang rawi dari mimpi? Maka beliau jawab :

أمثال هذا يستأنس به ولا يعتمد عليه ويقارن مع أقوال غيره من أئمة الحديث

  Riwayat-riwayat seperti ini bisa dijadikan penguat namun bukan sebagai sandaran pokok dan dilihat perkataan para Imam Hadits lainnya... Untuk kali ini tafshil dari mimpi tsb bisa dibilang tepat, Syaikhana menjelaskan bahwa ketika di Madinah, Hisyam merupakan penduduk negeri sana dimana kitab2 Ushul nya ada bersamanya maka amat mudah baginya untuk rujuk kepada kitab-kitabnya dan muraja'ah dalam waktu dekat sedangkan ketika ke Iraq maka Ushul nya tidak bersamanya dan beliau hanya berpegang dengan kekuatan hafalannya saja maka lebih besar potensi kesalahan dalamnya meriwayatkan hadits, demikian kurang lebih penjelasan Syaikhuna DR Al-Habr.

(Baca Juga : Biografi Ustadz Abu Yahya Badrusalam)

   Dan nyatanya mimpi tersebut sesuai dengan penilaian Imam Ahmad bin Hanbal yang menyatakan riwayat Ahli Madinah dari beliau adalah lebih baik daripada selainnya dan juga sesuai dengan riwayat Imam Malik lainnya bahwasanya Hisyam bin Urwah datang ke Iraq 3 kali, kali pertama masih banyak menggunakan shighat Sama' di tiap sanadnya, kali kedua makin berkurang sedangkan kali ketiga lebih sering menggunakan lafaz 'an'anah = أبي عن عائشة

   Di dalam mimpi saja para Ulama Hadits masih sibuk belajar apalagi di alam nyata, kalaulah boleh berangan alfaqir sangat ingin bermimpi melihat Nabi صلى الله عليه وسلم kemudian melihat Imam Al-Bukhariy رضي الله عنه kemudian melihat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله تعالى tapi apalah daya kiranya belum pantas.

Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma, BA hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1201442116732308&id=100005995935102

Apakah Orang Awam Wajib Melihat Dalil-Dalil?

Apakah Orang Awam Wajib Melihat Dalil-Dalil?
Apakah Orang Awam Wajib Melihat Dalil-Dalil?
📝هل يلزم العامّي النظر في الدليل
📝Apakah seorang awam WAJIB melihat dalil-dalil

   Imam Ibnu Qudamah menjelaskan tentang taqlid dalam Furu' Fiqh :

"Adapun taqlid dalam Furu' maka itu boleh berdasarkan ijma' maka hujjahnya (boleh taqlid) adalah ijma' karena mujtahid dalam Furu' adakalanya benar dan adakalanya salah namun dapat pahala tidak berdosa... Oleh karena itu BOLEH TAQLID dalam (masalah Furu') bahkan WAJIB SEORANG AWAM UNTUK TAQLID".

   SEBAGIAN QADARIYYAH berpendapat bahwa ORANG AWAM WAJIB MELIHAT DALIL-DALIL FURU' FIQH DAN INI BATIL BERDASARKAN IJMA' SAHABAT karena kebiasaan para Sahabat adalah memberi fatwa kepada orang-orang awam dan TIDAK MEMERINTAHKAN MEREKA UNTUK SAMPAI DERAJAT IJTIHAD dan ini adalah perkara yang aksiomatis telah diketahui dan telah mutawatir di kalangan para Ulama dan kalangan awam..." (Rawdhatun-Nazhir wa Junnatul-Munazhir karya Imam Abdullah Ibnu Qudamah Al-Hanbaliy Al-Atsariy : hal. 220, cet. Ihya Turats th 1431 H/ 2010).

(Baca Juga : 20 Ayat Al-Quran Tentang Jihad)

   Lalu siapakah awam atau muqallid atau mustafti itu? Imam Ibnul Firkah Asy-Syafi'iy berkata :

الأجود قول من قال : المستفتي هو الذي لا يكون مسجمعًا لما ذكر من شرائط الاجتهاد

"Yang lebih tepat adalah pendapat yang mengatakan : Mustafti/muqallid/awam itu adalah orang-orang yang tidak memenuhi syarat-syarat ijtihad yang telah disebutkan" (Syahrul-Waraqat karya Imam Ibnul Firkah Asy-Syafi'iy : hal. 127, cet. Darul-Kutubil-Ilmiyyah th 1435 H/ 2014 M).

   Adapun syarat-syarat ijtihad yang dibawakan oleh Imam Al-Juwainiy dalam Al-Waraqat lalu kemudian disyarah oleh Imam Ibnul Firkah adalah sebagai berikut:

من شرط المفتي أن يكون عالمًا بالفقه أصلًا وفرعًا، خلافًا ومذهبًا، وأن يكون كامل الأدلة في الاجتهاد عارفًا لجميع ما يحتاج إليه في الأحكام من النحو واللغة ومعرفة الرجال وتفسير الآيات الواردة في الأحكام والأخبار الواردة فيها

Syarat seorang mufti/mujtahid adalah :

1. Berilmu ttg Ushul Fiqh
2. Dan Furu' nya
3. Ikhtilaf Ulama
4. Mazhab (walaupun 1 mazhab)
5. Nahwu dan Bahasa Arab
6. Rawi-rawi Hadits
7. Ayat-ayat Ahkam dalam Qur'an beserta tafsirnya
8. Hadits-hadits ahkam beserta tafsirnya

   Maka barangsiapa yang tidak mengumpulkan ilmu-ilmu ini maka hakikatnya ia adalah awam/muqallid/mustafti.

   Adakalanya seseorang itu awam murni sama sekali tidak pernah mempelajari sedikit pun dari ilmu-ilmu tersebut lalu ia beranjak mempelajarinya sedikit demi sedikit cabang ilmu yang satu-satunya ke cabang ilmu yang lain, kitab yang satu ke kitab yang lain hingga ia naik tangga demi tangga dalam keilmuan Fiqh lalu ia meninggalkan tingkat awam murni di belakang ke arah tingkat ijtihad sehingga seorang pelajar tadi menyentuh semua cabang ilmu-ilmu tersebut namun ia masih belum sampai derajat ijtihad, separuh jiwa nya masih awam sedangkan separuh lagi telah mendekati derajat ijtihad maka ini derajat ijtihad mujazza (parsial) adakalanya ia paham sebagian masalah Fiqh dengan khilaf para ulama beserta dalil-dalil ya masing-masing, adakalanya banyak masalah Fiqh masih samar baginya dan perlu bertanya kepada para ulama.

   Sebagian ulama menyebutkan :
ربّ فتاة في حجرها بلغتْ رتبة الاجتهاد
Adakalanya seorang gadis dalam pingitannya namun telah sampai derajat ijtihad. Di zaman ini, ana melihat sebagian manusia yang tidak pernah menapaki ilmu-ilmu di atas menjelma jadi mujtahid gadungan.

(Baca Juga : Ilmu Itu Rasa Takut)

   Jika anda tidak betah berada di lingkaran taqlid dan hendak keluar maka silakan dilengkapi syarat-syarat tsb dan dipelajari ilmu-ilmu nya, no 1 seperti Rawdhatun-Nazhir, Al-Mustashfa, Ar-Risalah, no 2 seperti Al-Umm, Al-Hawiy Al-Kabir, no 3 seperti kitab Mushannaf Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Al-Awsath Ibnul Mundzir, no 4 kitab2 ttg Qawaid mazhab, no 5 seperti Syarah Alfiyyah Ibnu Malik, Adabul Katib, Al-Qamus Al-Muhith, no 6 seperti Taqribut-Tahdzib, no 7 seperti Ahkamul-Qur'an Ibnul - Arabiy, no 8 seperti Nailul-Awthar, Tuhfatul-Ahwadziy. Kitab-kitab ini bukanlah pembatasan namun hanya gambaran saja dan agar bisa mengukur kapasitas kita.

Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma, BA hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1205306333012553&id=100005995935102

Istiwa Allah di Atas 'Arsy

Istiwa Allah di Atas 'Arsy
Istiwa Allah di Atas 'Arsy
🔮استواء الله على العرش
🔮Istiwa Allah Di Atas Arsy

   Jika ada yang berkata : "Jika Allah ditunjuk ke arah atas berarti tidak boleh ditunjuk ke kanan, tidak boleh ditunjuk ke kiri, tidak boleh ditunjuk ke bawah..." zahir perkataan orang ini adalah Allah boleh ditunjuk kemana saja, atas, kanan, kiri, dan bawa serta segala arah... Benarkah ini? Aqidah siapakah ini?

   Apakah benar Istiwa Allah di langit adalah keyakinan Yahudi?

    Imam Abu Sa'id Utsman bin Sa'id Ad-Darimiy berkata dalam Kitab Ar-Radd alal Jahmiyyah :

باب استواء الرب تبارك وتعالى على العرش وارتفاعه إلى السماء وبينونته من الخلق وهو أيضا مما أنكروه

Bab Istiwa Allah di atas Arsy dan tinggi di langit dan terpisah dari makhluk2-Nya, dan ini termasuk hal yang mereka (Jahmiyyah) ingkari

(Baca Juga : Lebih Utama Menuntut Ilmu Atau Berdakwah?)

   Imam Abu Sa'id Ad-Darimiy berkata ketika menukil perkataan Jahmiyyah : Kelompok ini (Jahmiyyah) menetapkan ayat2 ini (tentang Istiwa) dengan lisan-lisan mereka dan mengaku bahwa mereka beriman dengan ayat2 tsb kemudian mereka menyelisihi dakwaan mereka sendiri dengan dakwaan yang lain dan mereka berpendapat : "Allah di semua tempat tidak ada sesuatu apapun yang kosong dari-Nya"

   Beliau membawakan dalil2 dari Qur an dan Sunnah tentang Istiwa Allah kemudian berkata:

"Hadits-hadits dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan dari para Sahabat dan Tabi'in serta orang-orang setelah mereka lebih banyak dari apa yang tercakup dalam kitab ini hanya saja kami meringkasnya dalil2 yang dapat dijadikan dalil bagi orang yang berakal bahwasanya SELURUH UMAT BAHKAN UMAT-UMAT TERDAHULU TIDAK RAGU SAMA SEKALI DALAM MENGENAL ALLAH BAHWA DIA DI ATAS LANGIT-LANGIT TERPISAH DARI MAKHLUK-MAKHLUK-NYA KECUALI KELOMPOK INI YANG MENYIMPANG DARI KEBENARAN YANG MENYELISIHI QUR'AN DAN SEMUA PERANGKAT ILMU BAHKAN BANYAK ORANG KAFIR DARI UMAT-UMAT YANG MENGETAHUI HAL TSB,
 Fir'aun berkata : "Wahai Haman bangunkan untukku bangunan yang tinggi agar aku bisa sampai ke pintu-pintu * Pintu-pintu langit sehingga aku bisa melihat Tuhannya Musa"(QS Az-Zumar:36-37)

   Adapun di antara dalil2 tentang Istiwa Allah adalah :

 📝 Adapun ayat Qur an di antaranya firman Allah :

... ثم استوى إلى السماء...

... Kemudian istiwa di langit... (QS Al-Baqarah : 29)

   Imam Ibnu Abi Hatim dalam Tafsir nya : 1/75

حدثنا عصام بن رواد ثنا آدم أبو جعفر عن الربيع عن أبي العالية في قوله : ثم استوى إلى السماء يقول : ارتفع. روي عن الحسن والربيع بن أنس مثله

'Isham bin Rawwad telah menyampaikan kepada kami, Adam Abu Ja'far telah menyampaikan kepada kami, dari Ar-Rabi' dari Abul-'Aliyah tentang firman Allah :

 "Kemudian istiwa di langit" beliau berkata : "Tinggi", diriwayatkan yang semisal (yakni makna istiwa = tinggi) dari Hasan (Al-Bashriy) dan Rabi' bin Anas.

   📝Adapun hadits di antaranya adalah hadits Nabi صلى الله عليه وسلم yang shahih dari Ibnul-Hakam ia berkata : Aku datang ke Rasulullah صلى الله عليه وسلم lalu aku berkata : Wahai Rasulullah aku memiliki budak wanita yang biasa menggembala kambing, aku datangi ternyata ia kehilangan 1 kambing lalu aku bertanya dan ia berkata : Dimakan oleh serigala, lalu aku marah dan aku adalah dari anak-anak Adam (yakni bisa marah) lalu aku menampar wajahnya dan aku harus membebaskan budak apakah aku bebaskan ia? Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata kepadanya : "Dimana Allah?" Budak wanita berkata : "Di langit" lalu bertanya : "Siapa aku?", Ia berkata : "Engkau adalah Rasulullah" lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda : "Bebaskan dia" (HR Mâlik dalam Muwattha : 615/2875, Ahmad :23762, Muslim : 535, Abu Dawud : 3282, Ad-Darimiy dalam Ar-Radd alal Jahmiyyah, dalam lafaz selain Muwattha dan Ar-Radd alal Jahmiyyah ada tambahan : "... sesungguhnya ia (budak) beriman"

(Baca Juga: Manfaat dan Etika Mengkritik)

   Imam Ad-Darimiy kemudian menjelaskan setelah meriwayatkan hadits ini : "Pada hadits Rasulullah صلى الله عليه وسلم ini merupakan dalil bahwa apabila seseorang tidak mengetahui bahwa Allah di atas langit dan bukan di bumi, maka ia bukan mukmin, seandainya Ian budak lalu dibebaskan maka tidak sah untuk (pembebasan) budak beriman (sebagai kaffarat, misalnya) karena Ian tidak mengetahui bahwa Allah di langit, tidakkah engkau lihat bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم jadikan tanda iman nya budak wanita tsb adalah : ia mengetahui bahwa Allah di atas langit" (Ar-Radd alal Jahmiyyah : hal 108).

  📝 Adapun atsar Sahabat di antaranya perkataan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagaimana yang Ibnu Umar رضي الله عنهما riwayatkan : "Ketika wafatnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم, Abu Bakar berkata :" Wahai manusia jika Muhammad adalah tuhan yang kalian ibadahi maka sesungguhnya tuhan kalian (yakni Nabi صلى الله عليه وسلم) telah wafat, dan jika Tuhan kalian adalah ALLAH YANG ADA DI LANGIT maka sesungguhnya Tuhan kalian tidak mati, kemudian beliau membaca ayat : "Tidaklah Rasulullah melainkan seorang Rasul sebagaimana Rasul-rasul yang telah lalu, apakah jika ia meninggal atau terbunuh, kalian akan kembali ke belakang (yakni murtad)... QS Ali Imran :144 (Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah : 13/38018, Al-Bazzar : 1/103, Ad-Darimiy dalam Ar-Radd alal Jahmiyyah :32 hal 121, dan ini lafaz beliau)

   Dan juga perkataan Abdullah bin Mas'ud : "Antara langit dunia dan yang setelahnya jarak 500 tahun (perjalanan), dan antara dua langit sejauh 500 tahun perjalanan, dan antara langit ke tujuh dengan Kursiy sejauh 500 tahun (perjalanan), dan antara Kursiy dengan air sejauh 500 tahun, dan Arsy berada di atas air, dan ALLAH DI ATAS ARSY dan Dia mengetahui apa yang kalian lakukan " (Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Ad-Darimiy dalam Ar-Radd alal Jahmiyyah : no 35, Ibnu Khuzaimah dalam Kitabut-Tawhid : 138 dan 139,Ath-Thabaraniy dalam Mu'jam Kabir : 8987 dengan sanad yang hasan).

   📝Adapun perkataan para Salafusshalih dari kalangan Tabi'in dan Tabi'ut-tabi'in maka sebagaimana yang dinukil dari Hasan Al-Bashriy, Abul-'Aliyah dan Rabi' bin Anas ketika menafsirkan Al-Baqarah :29.

   Imam Adz-Dzahabiy menukil dengan sanadnya hingga Imam Al-Baihaqy dalam kitab beliau : Al-Asma was-Shifat dan bersambung hingga Imam Al-Awza'i Ian berkata :

كنا - والتابعون متوافرون - نقول : إن الله تعالى فوق عرشه، ونؤمن بما وردت به السنة من صفاته

   Dahulu ketika Tabi'in masih banyak kami mengatakan : Sesungguhnya Allah تعالى di atas Arsy-Nya dan kami beriman terhadap riwayat yang ada di dalam Sunnah tentang Sifat-Sifat-Nya" (Siyar : 6/550).

(Baca Juga : Jadikan Negeri Ini Aman)

   Imam Abdullah bin Imam Ahmad bin Hanbal dalam Kitab As-Sunnah war-Radd alal Jahmiyyah dalam Bab :

باب ما ورد في صفات الباري عز وجل والرد على الجهمية

Bab Riwayat Tentang Sifat Allah dan Bantahan Terhadap Jahmiyyah

   Beliau meriwayatkan dengan sanadnya hingga Imam Yazid bin Harun ketika ditanya : Siapakah Jahmiyyah? Beliau berkata : Barangsiapa yang menganggap bahwa ayat : "Ar-Rahman (Allah) istiwa di atas Arsy" menyelisihi dengan apa yang ada pada hati-hati orang awam, maka ia adalah Jahmiy".

✒ Maraji' : Tafsir Ibnu Abi Hatim, Ar-Radd alal Jahmiyyah karya Imam Abu Sa'id Ad-Darimiy, As-Sunnah karya Imam Abdullah bin Imam Ahmad bin Hanbal, dan Siyar A'lamin-Nubala karya Imam Adz-Dzahabiy.

Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma, BA hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=728769117332946&id=100005995935102

Adab Penting Penuntut Ilmu

Adab Penting Penuntut Ilmu
Adab Penting Penuntut Ilmu
✒️Seorang penuntut ilmu adakalanya ia belajar kepada seorang Guru atau Syaikh dan mengambil manfaat darinya, kemudian Allah mudahkan dia untuk belajar kepada Guru atau Syaikh yang lebih alim sehingga ia mengetahui bahwa pada Guru atau Syaikh nya yang dahulu terdapat kesalahan satu atau dua atau lebih maka yang lebih patut bagi si thalib adalah banyak memuji Allah atas tambahan ilmu tersebut dan tetap mendoakan kebaikan kepada Guru atau Syaikh pertamanya bukan malah menjelek-jelekkan atau menyebutnya dengan keburukan, sungguh ini adab yang amat tidak baik, seorang penyair berkata :

أعلّمُه الرِّمَاية كلّ يوْمٍ
     فَلمّا قَوِيَ سَاعِدُه رَمَانِي

"Aku ajarkan ia memanah setiap hari # Ternyata ketika lengannya telah kuat ia pun memanahku"

(Baca Juga : 17 Ayat Al-Quran Tentang Neraka)

   Mari kita tiru adab Imam Asy-Syafi'iy bagaimana beliau pun ketika telah mencapai tingkat Imam namun tetap memuliakan Gurunya Imam Malik bin Anas, beliau berkata :

إذا ذكر الحديث فمالك النجم
"Jika disebutkan tentang Ilmu Hadits maka Imam Malik adalah bagai Bintang" yakni beliau mencapai kedudukan yang amat tinggi dalam Ilmu Hadits.

   Imam Asy-Syafi'iy tetap memuji Imam Malik kendati di kemudian hari beliau memilih tarjih yang berbeda dari Gurunya baik dalam Ushul Fiqh maupun Furu'nya, dalam Ushul Fiqh Imam Asy-Syafi'iy tidak sependapat dengan Gurunya bahwa Amalan penduduk Madinah itu hujjah, beliau juga tidak sependapat dengan Gurunya bahwa Hadits Mursal itu hujjah, dalam Furu' nya maka lebih banyak lagi, Imam Asy-Syafi'iy membuat Bab khusus tentang itu :

الاختلاف بين مالك و الشافعي
Perbedaan pendapat antara Malik dengan Asy-Syafi'iy.

   Pun demikian dengan Imam Ahmad bin Hanbal dimana beliau belajar kepada Imam Asy-Syafi'iy namun nyatanya di kemudian hari ijtihad-ijtihad beliau berbeda dengan Gurunya dengan kata lain, pendapat Gurunya tersebut marjuh menurut beliau namun adab Imam Ahmad bin Hanbal sebagaimana beliau sampaikan kepada anaknya Imam Asy-Syafi'iy :

أبوك من الستة الذين أدعو لهم في السحر
"Ayahmu adalah salah satu dari enam orang yang aku doakan di waktu sahur", ternyata Imam Ahmad senantiasa mendoakan Gurunya tersebut di waktu mustajab.

(Baca Juga : China Zaman Doeloe)

   Sebagian ulama terdahulu ada yang berkata :

نحن إلى قليل من الأدب أحوج منا إلى كثير من العلم

"Kita lebih butuh kepada sedikit adab daripada banyak ilmu"

Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma, BA hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1214698095406710&id=100005995935102

Kilasan Tentang Ilmu Riwayat


✒️خاطرة عن علم الرواية
✒️Kilasan tentang Ilmu Riwayat

  Syaikh Shalih Al-Ushaimiy حفظه الله تعالى majlis beliau dipenuhi para Masyaikh, Asatidzah dan para penuntut ilmu dari penjuru dunia, dengan bahasan berbagai cabang ilmu-ilmu dari Aqidah, Ushul Fiqh, Mushthalah Hadits, Faraidh dan lainnya dan beliau berikan sanad dari kitab-kitab tsb kepada para hadirin
جزاه الله خير الجزاء
  Dan di khitam majlis ketika ada yang bertanya apakah boleh mengijazahkan kepada orang lain maka beliau wasiatkan agar fokus kepada ilmu-ilmu yang dipelajari lalu diajarkan, adapun ijazah sanad beliau katakan sebagai :

 من مُلح العلم
"termasuk hiasan ilmu" dan beliau menekankan kepada pemahaman akan kitab-kitab yang diajarkan, lalu beliau tutup :

 الإجازة) إذا وُجدتْ فخير وإذا فُقدتْ والعلم باقٍ فخير أيضا)

" (Ijazah sanad) jika ada maka itu adalah baik dan jika tidak ada namun tetap memiliki ilmunya maka baik juga", yakni beliau tetap memperhitungkan bahwa ilmu riwayat itu memang bagian dari ilmu Islam.

(Baca Juga : Apakah Dajjal Sudah Ada Sekarang?)

   Perkataan Syaikh Shalih Al-Ushaimiy adalah semakna dengan perkataan para ulama terdahulu, seperti perkataan Imam Abu Syamah yang kemudian dinukil oleh Imam As-Suyuthiy di awal Tadriibur-Rawi bahwa ilmu Hadits itu terbagi 3:

1️⃣ Ilmu Fiqhul Hadits dan Gharibul-Hadits yang dengarnya bisa dipahami makna-makna yang tersembunyi dari lafazh-lafazh Nabawiy tsb dan juga termasuk mukhtaliful-Hadits yang jika secara zhahir ada Hadits yang bertentangan dengan ayat Qur'an atau Hadits lain maka bisa dijamak dengan berbagai metode thuruqul-jam'i, maka ini Ilmu yang tertinggi dan tidaklah para Imam mulai di sisi Allah dan manusia melainkan karena luasnya dalam jenis ilmu ini, seperti Imam Malik, Imam Asy-Syafi'iy, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Al-Bukhariy dan lainnya.

2️⃣Ilmu Ilal Hadits, para Rawi Hadits tsiqah atau tidaknya, siapa Gurunya dan siapa saja muridnya, bagaimana Hadits-hadits nya, tashih dan tadh'if Hadits maka dengan ilmu jenis ini bisa diketahui keabsahan apakah Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda demikian atau tidak, ini menempati tingkat kedua dan banyak ulama berjasa dalam bidang ini walaupun tidak terlalu piawai di jenis yang pertama, seperti Imam Syu'bah bin Hajjaj, Imam Yahya Al-Qatthan, Imam Ali Ibnul Madiniy, Imam Yahya bin Ma'in, Abu Hatim Ar-Raziy dan lainnya.

3️⃣Ilmu Riwayat Hadits, berupa ilmu meriwayatkan Hadits dengan metode yang sah menurut para Ulama Hadits dengan tulisan yang benar bahkan jika dengan metode imlaa maka itu yang terbaik, perbandingan nuskhah yang satu dengan lainnya, jika mampu ia dhahbth riwayat tsb apakah dengan dhahbth kitab atau dhabth shadr dengan cara dihafal, dan jika ia telah memenuhi syarat-syaratnya maka ia boleh menyampaikan riwayat tsb kepada generasi setelahnya.

(Baca Juga : 17 Ayat Al-Quran Tentang Hijrah)

   Begitu pula di antara Syaikh awal alfaqir dalam Ilmu Riwayat, Prof Hisyam Al-Azdiy Al-Atsariy ketika beliau membuka majlis Arba'in An-Nawawiy dengan ta'liq singkat maka beliau mewasiatkan bahwa yang terpenting adalah kalian hafal Arba'in An-Nawawiy ini, ini wajib dihafal bukanlah penuntut ilmu yang tidak menghafalnya dan tidak memahami Arba'in ini,  dan beliau pun ijazahkan Arba'in tsb kepada seluruh thullab yang hadir.

   Begitu pula Syaikhunaa fil-Hadits DR Abdullah Al-Habr dimana beliau awal di LIPIA buka majlis Sunan At-Tirmidziy yang syarah beliau dominan adalah seputar Fiqhul-Hadits, dan adakalanya disisipi masalah Ilal Hadits dan di majlis akhir Sunan tsb yang telah menyentuh Kitabun-Nikah, setelah sepi beliau kumpulkan murid-murid lama yang ikut dari awal majlis dan beliau bacakan athraf Kutub Tis'ah kecuali Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, dan beliau menekankan bahwa inti Ilmu Hadits adalah Fiqh Hadits dan Ilal Hadits namun juga ada Ilmu Riwayat Hadits sebagai tambahan dan beliau ijazahkan semua kitab tersebut kepada 7 orang yang hadir ketika itu termasuk alfaqir seraya berkata di antara keutamaan Ilmu Riwayat Hadits :

أيّ شرف يعدل أن يكون اسمك في أوله واسم النبي صلى الله عليه وسلم في آخره

"Kiranya kemuliaan apa yang setara dengan namamu di awal (sanad) dan Nama Nabi صلى الله عليه وسلم berada di akhirnya", dan beliau mewasiatkan agar terus belajar, mengamalkan ilmunya dan mengajarkan ilmu yang telah dipelajari.

   Begitu pula para Ulama dari zaman ke zaman sejak zaman Salafusshalih hingga hari ini tetap melestarikan Ilmu Riwayat ini walaupun memang urgensinya tidak sebagaimana urgensi di zaman periwayatan, namun ini adalah termasuk Ilmu khusus umat ini yang tidak dimiliki oleh umat agama lain, lihat saja Masyaikh Najd baik Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab maupun Masyaikh Najd lainnya mereka semua punya sanad dari berbagai kitab dan ijazah yang kemudian dikumpulkan dalam tsabata Masyaikh Najd oleh Syaikhunaa di atas Prof Hisyam Al-Azdiy yang karya tsb dipuji oleh Syaikh Al-Ushaimiy sebagai karya terbaik di tahun tsb.

   Begitu pula dari zaman ke zaman walaupun setelah usainya zaman periwayatan, para Ulama di berbagai bidang ilmu tetap melestarikan ilmu ini, baik Imam Abu Thahir As-Silafiy, Imam Qadhi Iyaadh, Imam Ar-Rafi'iy,, Imam Ibnu Daqiq Al-'Id, Imam An-Nawawiy, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Imam Al-Mizziy, Imam Ibnu Qayyim Al-Jawziyyah, Imam Adz-Dzahabiy, Imam Ibnu Rajab Al Hanbaliy, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalaniy yang tsabat beliau bahkan berisi lebih dari 1000 kitab, Imam As-Suyuthiy dan lainnya para Ulama, demikian jalan para ulama dari zaman ke zaman.

(Baca Juga : Dakwah Salafiyah Teruslah Berkembang)

   Lalu datanglah Fergusso, Diego serta Malih dkk yang memahami perkataan Syaikh Al-Ushaimiy bahwa ga perlu lagi sanad-sanadan dan ga ada gunanya padahal Syaikh Al Ushaimiy masih mengatakan :

إجازة السند)إذا وُجدتْ فخير)
"Sanad tsb jika punya maka itu baik... "

Bahkan beliau sendiri adalah Syaikh yang muktsir fi Ilmi Riwayat.

Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma, BA hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1217035385172981&id=100005995935102

Khidmat Kepada Orang-Orang Shalih

Khidmat Kepada Orang-Orang Shalih

✒️خدمة الصالحين
✒️Khidmat kepada orang-orang shalih

   Allah Ta’ala berfirman:
وأما الجدار فكان لغلامين يتيمين في المدينة وكان تحته كنز لهما وكان أبوهما صالحًا...
Adapun dinding (yang diperbaiki oleh Nabi Khadhir) itu adalah milik dua anak yatim di kota tsb dan di bawahnya terdapat perbendaharaan milik mereka berdua DAN AYAH MEREKA ADALAH ORANG YANG SHALIH (QS Al-Kahfi: 76)

   Syaikh As-Sa'diy menyebutkan di antara faidah kisah ini adalah :
أن خدمة الصالحين أو من يتعلق بهم أفضل من غيرها لأنه علل استخراج كنزهما وإقامة جدارهما أن أباهما صالح

"Berkhidmat kepada orang-orang shalih atau orang-orang yang terkait dengan orang shalih tsb adalah ibadah yang lebih utama daripada ibadah lainnya karena dalam ayat ini dijelaskan bahwa alasan beliau (Khadhir عليه السلام) mengeluarkan perbendaharaan dan membantu memperbaiki dinding rumahnya adalah karena ayah kedua anak tsb adalah orang shalih"(Tafsir As-Sa'diy: 1/ 482)

(Baca Juga : Sekilas Mengenai Imam Abu Hanifah)

   Salah seorang Ustadz lulusan Univ Islam Madinah pernah ngobrol santai dan berkata bahwa perkara ini (khidmat kepada orang shalih) masih jarang diamalkan di kalangan Salafiyyin, justru yang gemar mengamalkannya adalah kaum muslimin Nahdhiyyin...

   Memang benar adanya, praktik ini masih diamalkan di kalangan santri pesantren tradisional, bahkan ada seorang yang dahulu adalah santri Kiayi Amtsar Bekasi, murid dari Syaikh Muhammad Yasin Al-Fadaniy, ada santri yang dahulu - menurut pengakuannya - hanya sebagai juru tulis Sang Kiayi, tidak kurang Mishbahuzh-Zhalam syarah Bulughul-maram dengan 4 jilid besar, itu adalah salinan tangan sang santri, di kemudian hari santri tsb menjadi Ketua MUI di salah satu cabang Jakarta...

   Namun amat disayangkan adakalanya di kalangan Nahdhiyyin amal ini sampai tingkat "mubalaghah" hingga tabarrukan ke zat dan peninggalan Kiayi bak tabarruk kepada jasad Nabi صلى الله عليه وسلم dan bekas-bekas beliau, tentu saja orang shalih sehebat apapun amal dan ilmunya, tidak dapat diqiyaskan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, ditambah lagi tidak ada keterangan bahwa sepeninggal Nabi صلى الله عليه وسلم ada orang-orang yang tabarrukan kepada Abu Bakar atau Umar bin Khattab atau Utsman bin Affan atau Ali bin Abi Thalib رضي الله عنهم

(Baca Juga : Sumber Perpisahan dan Perpecahan)

   Ifraath (berlebihan) sampai mengqiyaskan orang shalih dengan Nabi صلى الله عليه وسلم tidak benar, sebaliknya tafriith (melalaikan/merendahkan) orang shalih juga tidak tepat terlebih sampai membicarakan di belakang bahkan menjelek-jelekkan di belakang, terlebih sampai mentahdzir yang notabene adalah Gurunya sendiri

نسأل الله السلامة والعافية

Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma, BA hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1246057648937421&id=100005995935102

Menghukumi Imam Ali Ibnul Madini

Menghukumi Imam Ali Ibnul Madini
Menghukumi Imam Ali Ibnul Madini

✒️الحكم على الإمام علي بن عبد الله الديني
✒️Menghukumi Imam Ali bin Abdillah Al-Madiniy

   Barangsiapa yang membaca Shahih Al-Bukhariy maka ia akan dapati bahwasanya Imam Al-Bukhariy lebih banyak meriwayatkan dari Imam Ali Ibnul-Madiniy daripada riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal...

   Sedangkan dalam Masail Imam Ahmad bin Hanbal dari riwayat anaknya Imam Abdullah bin Imam Ahmad bin Hanbal nama Imam Ali Ibnul Madiniy dicoret dan diibhamkan...

  Hal ini adalah karena Imam Ibnul Madiniy ketika fitnah Qur'an makhluk awalnya beliau tauriyah lalu berbalik mendukung pemuka Mu'tazilah Ahmad bin Abi Duad, bukan hanya itu bahkan beliau juga mengajari para pemuka Ahli bid'ah hadits-hadits yang terdapat illat namun zhahirnya menguatkan mazhab Qur'an makhluk, seperti riwayat :

فكلوه إلى خالقه

(Baca Juga : 21 Ayat Al-Quran Tentang Hari Kiamat)

  Namun Imam Muhammad bin Utsman bin Abi Syaibah meriwayatkan dari Imam Ibnul Madiniy bahwasanya dua bulan menjelang wafat, Ibnul Madiniy berkata :

القرآن كلام الله غير مخلوق ومن قال مخلوق فهو كافر
"Al Qur'an adalah Kalam Allah dan bukan makhluk barangsiapa yang berkata bahwa Qur'an adalah makhluk maka sungguh ia telah kafir" dan nyatanya Imam Al-Lalaka'iyy riwayatkan Aqidah Imam Ibnul Madiniy dalam kitab : "Syarh Ushul I'tiqad Ahli-Sunnah" maka akan dapati Aqidah Ibnul Madiniy tsb hampir sama persis dengan Ushulus-Sunnah Imam Ahmad bin Hanbal.

   Pada kisah ini terdapat faidah bahwa hukum seseorang adalah tergantung bagaimana penghujungnya, jika di akhirnya muslim maka dihukumi muslim, jika di akhirnya kafir maka zhahirnya demikian, lihat bagaimana para Ulama sebagaimana Imam Muhammad bin Utsman bin Abi Syaibah menukil keadaan akhir Imam Ibnul Madiniy bahwa beliau di atas Aqidah Ahlussunnah dalam Bab Qur'an. Begitu pula Imam Al-Lalaka'iyy menukil aqidahnya hampir sama dengan aqidah Imam Ahmad bin Hanbal, barangkali hal ini juga yang menjadikan Imam Al-Bukhariy masih meriwayatkan hadits-hadits beliau dalam Shahih nya. Maka demikian pula hukum seorang muslim ketika ia sudah bartaubat maka yang jadi patokan adalah keadaan seseorang setelah taubatnya bukan keadaan masa dahulu ketika memiliki dosa walaupun itu dosa besar, oleh karena itu Imam Asy-Syafi'iy dan Imam Ahmad bin Hanbal masih mengakui keutamaan Sahabat yang sepeninggal Nabi صلى الله عليه وسلم sempat murtad namun masuk Islam kembali di khilafah Abu Bakar رضي الله عنه bahkan Abu Bakar رضي الله عنه menikahkan sahabat yang sempat murtad tsb dengan kerabatnya.

(Baca Juga : Membuat Orang Lain Bahagia)

   Pada kisah ini pun terdapat faidah bahwa hajr maupun tahdzir Ahli bid'ah atau orang yang diduga memiliki bid'ah sifatnya adalah ijtihadiy, lihat bagaimana Imam Ahmad bin Hanbal menghajr dan tahdzir Imam Ibnul Madiniy namun Imam Al-Bukhariy ternyata meriwayatkan hadits-hadits Imam Ibnul Madiniy bahkan lebih banyak daripada riwayat Imam Ahmad bin Hanbal... Tidak sebagaimana sebagian orang zaman now yang anggap hajr dan tahdzir bak wahyu dari langit, barangsiapa yang tidak ikut SK tahdzir yang telah dikeluarkan maka juga berhak ditahdzir

نسأل الله السلامة والعافية ونعوذ بالله من الجهل

Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma, BA hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1246918485518004&id=100005995935102