Apa Yang Diucapkan Ketika Berbuka Puasa?

 

Apa Yang Diucapkan Ketika Berbuka Puasa?
Apa Yang Diucapkan Ketika Berbuka Puasa?


✒️ما يقال عند الفطر

✒️Apa yang diucapkan ketika berbuka puasa


   Di sebuah grup yang alfaqir huni bersama teman-teman thullab Hadits sempat ada yang nyeletuk : "Seandainya ada tulisan ilmiah tentang doa buka puasa : 

ذهب الظمأ... dan اللهم لك صُمت..." 

maka ana kira bagus juga "ngoprek2" ini... 


   Imam Abu Dawud dalam Sunan nya membuat bab:

باب القول عند الفطر

"Bab ucapan ketika berbuka puasa" dan beliau membawakan dua hadits :


ثنا عبد الله بن محمد بن يحيى، ثنا علي بن الحسن، أخبرني الحسين بن واقد، ثنا مروان - يعني ابن سالم - المقفّع، قال : رأيت ابن عمر يقبض على لحيته فيقطع ما زاد على الكفّ، وقال : كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : "ذهب الظمأ وابتلّت العروق وثبت الأجر إن شاء الله"


... Dari Husein bin Waqid dari Marwan bin Salim Al-Muqaffa', beliau adalah berkata : Aku melihat Ibnu Umar رضي الله عنه memegang janggutnya lalu memotong yang lebih dari genggaman dan beliau berkata : "Nabi صلى الله عليه وسلم jika berbuka puasa beliau mengucapkan :" Telah hilang dahaga, dan basah urat-urat, dan semoga tsabit pahalanya jika Allah berkenan".


  Adapun hadits yang kedua :


ثنا مسدّد، ثنا هُشيم عن حُصين عن معاذ بن زُهرة أنه بلغه أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا أفطر قال : اللهم لك صُمت وعلى رزقك أفطرتُ


... Dari Mu'adz bin Zuhrah telah sampai kepadanya dari Nabi صلى الله عليه وسلم jika berbuka puasa maka beliau mengucapkan : "Ya Allah untuk-Mu aku berpuasa, dan dengan rezeki-Mu aku berbuka puasa".


(Baca Juga : Pentingnya Meluruskan Niat)


1️⃣ Adapun hadits pertama :

ذهبَ الظّمأُ...

   Syaikh Al-Albany menghasankan hadits ini. Sebenarnya beliau bukanlah yang pertama, akan tetapi Imam Ad-Daraquthniy telah menghasankannya terlebih dahulu, ketika meriwayatkan hadits ini dalam Sunan nya beliau berkata :


تفرّد به الحسين بن واقد، وإسناده حسن

Husein bin Waqid bersendirian dalam riwayat ini dan sanadnya hasan (Sunan Ad-Daraquthniy : no 2279).


   Imam Al-Hakim bahkan dalam Mustadrak nya seraya berkata :

هذا حديث صحيح على شرط الشيخين، فقد احتجا بالحسين بن واقد ومروان بن المقفع

Hadits shahih sesuai syarat Al-Bukhariy dan Muslim, mereka berhujjah dengan Husein bin Waqid dan Marwan bin Al-Muqaffa' (Al-Mustadrak: no 1536).


   Tentang penilaian Imam Al-Hakim tsb, Syaikh Al-Albany tidak setuju dan mengatakan ada beberapa kesalahan disitu :

1. Ini bukan syarat Al-Bukhariy dan Muslim 

2. Imam Al-Bukhariy tidak berhujjah dengan Husein bin Waqid, hanya membawakan riwayatnya secara mu'allaq

3. Marwan bin Salim Al-Muqaffa', Imam Al-Bukhariy maupun Muslim tidak berhujjah dengan mereka berdua sama sekali (Irwaul-Ghalil: 4/40).


   Yang kesalahan Imam Al-Hakim tersebut telah ditanbih terlebih dahulu oleh Imam Adz-Dzahabiy di "Talkhish Mustadrak" dan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalaniy dalam "Tahdzibut-Tahdzib".


   Adapun Husein bin Waqid Al-Marwaziy Al-Qadhiy (rawi Muslim dan Ashabus-Sunan) Ibnul Mubarak berkata : "Siapa di antara kita yang seperti Husein". Ahmad bin Hanbal berkata : "Laisa bihi ba's". Yahya bin Ma'in mentsiqahkannya. Abu Zur'ah dan An-Nasa'iy berkata : "Laisa bihi ba's". Ibnu Hibban berkata : Qadhi Marwa, sebaik-baik manusia, adakalanya salah dalam riwayat. Al-'Uqailiy berkata : Ahmad bin Hanbal mengingkari riwayatnya, dalam riwayat Al-Atsram, Imam Ahmad berkata : "Dalam hadits-haditsnya ada tambahan riwayat, ma adri aisy hiya". Ibnu Sa' ad berkata :"Hasanul-hadits" (Tahdzibut-Tahdzib: no 642)


  Adapun Marwan bin Salim Al-Muqaffa' maka Adz-Dzahabiy menukil bahwasanya Ibnu Hibban mentsiqahkannya ( Lisanul-Mizan: no 4804).


Sehingga dari sini bisa dilihat bahwa hadits doa :

ذهب الظمأ...

tidak 'bersih' tanpa cela, Husein bin Waqid Al-Marwaziy Al-Qadhiy, ada riwayat kritikan terhadapnya dari Imam Ahmad bin Hanbal terkait tambahan riwayat yang ia riwayatkan. Imam Az-Zaila'iy dalam "Nashbur-Rayah" membawakan riwayat ini serta riwayat-riwayat lainnya namun hanya terkait riwayat jenggot, bukan riwayat doa buka puasa, sebagaimana telah lalu kata Imam Ad-Daraquthniy ini adalah tafarrud nya Husein bin Waqid. Sehingga terbuka kemungkinan ini adalah termasuk ziyadah-ziyadah yang dicela oleh Imam Ahmad bin Hanbal dari riwayat Husein bin Waqid, Wallahu a'lam. Sedangkan Marwan bin Salim maka hanya Imam Ibnu Hibban saja yang mentsiqahkannya, sedangkan beliau termasuk mutasahil dalam mentsiqahkan para rawi yang adakalanya mentsiqahkan para rawi majhul.


2️⃣Adapun hadits kedua yakni :

اللهم لك صُمت وعلى رزقك أفطرتُ


Dalam nuskhah Sunan Abu Dawud yang ana miliki baik tahqiq Syaikh 'Isham Musa Hadi maupun yang i'tina Syaikh Masyhur Hasan Salman maka mengutip ta'liq Syaikh Al-Albany bahwa ini adalah dha'if. Sebenarnya memang jelas mursal nya hadits ini dari Mu'adz bin Zuhrah seorang Tabi'in.


  Musa bin Zuhrah ini diikhtilafkan apakah ia sahabat atau tabi'in. Imam Al-Baghawiy mengatakan : "Saya tidak mengetahui apakah Mu'adz bin Zuhrah ini sahabat atau bukan".


   Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam "Tahdzibut-Tahdzib" berkata tentang Mu'adz bin Zuhrah ini : Adh-Dhabbiy, Tabi'in meriwayatkan secara mursal dari Nabi صلى الله عليه وسلم tentang bacaan ketika berbuka puasa... Ibnu Hibban menyebutkan namanya di "Ats-Tsiqat" yakni dalam thabaqah Tabi'in.


   Adapun dalam "Taqriib" Al-Hafizh berkata : maqbul, thabaqah ketiga, meriwayatkan hadits secara mursal, dan salah yang menyebutkannya sebagai sahabat. Thabaqah ketiga yakni thabaqah tabi'in pertengahan, seletting dengan Ibnu Sirin dan Hasan Al-Bashriy.


  Apakah hadits mursal bisa dijadikan hujjah? Para ulama berdebat panjang lebar tentang hujjahnya hadits mursal atau bukan. Jumhur Ulama berhujjah dengan hadits mursal, Imam Abu Dawud berkata dalam "Risalah Abi Dawud ila Ahli Makkah" :


"Adapun riwayat-riwayat mursal kebanyakan para ulama terdahulu berhujjah dengan riwayat mursal, seperti Sufyan Ats-Tsauriy, Malik bin Anas dan Al-Awza'iy hingga datang Asy-Syafi'iy dan berbicara tentang riwayat mursal lalu diikuti oleh Ahmad bin Hanbal dan ulama lainnya. Abu Dawud berkata : Jika tidak ada riwayat musnad yang menyelisihi riwayat mursal, dan memang tidak ada riwayat musnad maka mursal bisa dijadikan hujjah, walaupun ia tidak sama dengan riwayat musnad dari segi kekuatan (keabsahannya)".

 

   Imam Ath-Thabariy mengatakan bahwa secara mutlaq mengatakan mursal bukan hujjah tanpa tafshil adalah bid'ah setelah tahun 200 H. (Syarh Ilal Ibnu Rajab).


(Baca Juga : Kisah Menuntut Ilmu dan Seorang Istri)


  Hadits ini juga ada jalur lain di Mushannaf Ibnu Abi Syaibah :


ثنا محمد بن فُضيل عن حُصين عن أبي هريرة رضي الله عنه : كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا صام ثم أفطر قال : اللهم لك صُمت وعلى رزقك. قال : وكان الربيع بن خُثيم يقول : الحمد لله الذي أعانني فصمت ورزقني فأفطرت


    Riwayat ini dari Sahabat Abu Hurairah رضي الله عنه akan tetapi madar nya tetap dari Hushain, sehingga malah yang kemungkinan 'dicurigai' adalah Muhammad bin Fudhail, syaikh Imam Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah karena ia menyelisihi periwayatan Husyaim bin Basyir yang lebih tsiqah dan meriwayatkan secara mursal, ini jikalau kita memakai mazhab "i'lal mawshul bil-mursal" dan itu adalah mazhab Imam Ahmad bin Hanbal, kalau mazhab Imam Al-Bukhariy maka bisa panjang lagi ceritanya. 


   Namun faidah penting disini bahwa Imam Ibnu Abi Syaibah juga menukil amalan Rabi' bin Khutsaim juga membaca doa yang mirip demikian, sedangkan beliau adalah seorang Tabi'in Kabir mukhadhram, yakni sebenarnya mendapati zaman Nabi صلى الله عليه وسلم namun tidak bertemu Nabi صلى الله عليه وسلم. Bahkan Ibnu Mas'ud sempat memujinya: "Seandainya Rasulullah صلى الله عليه وسلم melihatmu niscaya beliau akan mencintaimu".


   Dan juga masih ada jalur lain hadits Anas bin Malik رضي الله عنه yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabaraniy dalam "Mu'jam Shaghir", "Ad-Du'a" dll dari jalur Dawud bin Zibriqan dari Syu'bah dari Tsabit Al-Bunaniy dari Anas bin Malik :


أن النبي صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : بسم الله اللهم لك صُمت وعلى رزقك أفطرتُ، تقبل مني إنك أنت السميع العليم


Bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم ketika berbuka maka beliau mengucapkan : "Dengan Nama Allah, Ya Allah untuk-Mu aku berpuasa, dan dengan rezeki-Mu aku berbuka puasa, terimalah dariku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui"


   Adapun Dawud bin Zibriqan. Yahya bin Ma'in berkata : "Laisa haditsuhu bisyai". Abu Hatim Ar-Raziy berkata : dha'if hadits nya, zahibul-hadits (Al-Jarh wat-Ta'dil). An-Nasa'iy berkata : "Tidak tsiqah".Ibnu 'Adiy berkata : Dia (Dawud) termasuk rawi dha'if yang masih ditulis haditsnya (Al-Kamil fi dhu'afa). Adapun Ibnu Hibban memperinci keadaan Dawud ini, melihat ada celaan Yahya bin Ma'in, namun Ahmad bin Hanbal berkata : Laa attahimuhu fil-hadits, karena melihat kesalahan tsb adalah bab khatha dan waham sehingga tidak berhak jarh yang parah, simpulan Ibnu Hibban : shaduq jika sesuai periwayatan para tsiqah, namun bukan hujjah jika bersendirian (Al-Majruhiin).


   Syaikh Al-Albany menilai sanad hadits ini sangat dha'if karena rawi Dawud bin Zibriqan yang dinilai oleh Abu Dawud : matruk, bahkan Al-Azdiy menganggapnya kadzdzab. Sehingga simpulan beliau ini termasuk jenis sangat dha'if yang tidak bisa terangkat menjadi hasan, sebagaimana yang beliau jelaskan di "Irwaul-Ghalil".


   Setelah ditelusuri lagi di atas tentang Dawud bin Zibriqan ini, sebenarnya kalam para ulama lainnya 'ga jelek-jelek amat'. Yahya bin Ma'in berkata : "Laisa haditsuhu bisyai". Abu Hatim Ar-Raziy berkata : dha'if hadits nya, zahibul-hadits (Al-Jarh wat-Ta'dil). An-Nasa'iy berkata : "Tidak tsiqah". Adapun Ibnu Hibban memperinci keadaan Dawud ini, melihat ada celaan Yahya bin Ma'in, namun Ahmad bin Hanbal berkata : Laa attahimuhu fil-hadits, karena melihat kesalahan tsb adalah bab khatha dan waham sehingga tidak berhak jarh yang parah, simpulan Ibnu Hibban : shaduq jika sesuai periwayatan para tsiqah, namun bukan hujjah jika bersendirian (Al-Majruhiin).Ibnu 'Adiy berkata : Dia (Dawud) termasuk rawi dha'if yang masih ditulis haditsnya (Al-Kamil fi dhu'afa). Yang jarh nya keras adalah dari Abu Hatim, Al-Azdiy, Ibnu Ma'in, dan Abu Dawud dan ini yang kemudian diikuti oleh Syaikh Al-Albany. Namun melihat kalam ulama lainnya seperti Ahmad bin Hanbal, Al-Bukhariy, Ibnu 'Adiy yang menilai hanya sekedar dha'if saja, bahkan Ibnu Hibban menilainya sebagai shaduq namun memang ia (Dawud) waham dalam riwayatnya terutama ketika mudzakarah dan tidak pegang kitab, jika kita pegang penilaian ulama yang ini, maka hadits jalur ini menjadi sekedar dha'if, bukan sangat dha'if, dan ini penilaian Al-Haitamiy, Ibnul-Mulaqqin, Ibnu Hajar Al-Asqalaniy, Ibnul Qayyim dan lainnya.


   Jika digabungkan maka total ada riwayat mursal Mu'adz bin Zuhrah, riwayat mawshul dari Sahabat Anas bin Malik dan Abu Hurairah, namun memang ada kelemahan, ditambah ada amalan dari Tabi'in Kabir Rabii' bin Khutsaim, ketika terkumpul seperti ini, inilah yang dimaksud para Ulama terutama Fuqaha bahwa doa tsb memiliki ashl, sebagaimana kata Al-Hafizh Ibnu Rajab Al Hanbaliy ketika beliau menyebutkan tentang hadits mursal :


"Adapun para Fuqaha (yang berhujjah dengan riwayat mursal) maka maksud mereka adalah sahnya apa yang ditunjukkan dalam riwayat tersebut, jika riwayat mursal memiliki qarinah penguat yang menunjukkan ia (kandungan riwayatnya) memiliki asal sehingga kuat dugaan benarnya apa yang ditunjukkan oleh riwayat tersebut. Maka para Fuqaha berhujjah dengannya ketika terkumpul bersamanya qarinah penguat seperti ini, dan inilah yang sebenarnya mursal yang dijadikan hujjah menurut para Imam seperti Imam Asy-Syafi'iy, Imam Ahmad bin Hanbal dan yang selain keduanya..." (Syarah Ilal Ibnu Rajab: hal. 182).


   Oleh karena itu tidak mengherankan para Fuqaha dari berbagai mazhab masing-masing mencantumkan doa ini di kitab-kitab Fiqh mereka.


   Dalam mazhab Asy-Syafi'iy Imam An-Nawawiy dalam "Minhaj" yang merupakan salah satu kitab mu'tamad Syafi'iyyah, beliau berkata :


يستحب أن يغتسل عن الجنابة قبل الفجر، وأن يحترز عن الحجامة والقبلة وذوق الطعام والعلك، وأن يقول عند فطره: اللهم لك صُمت وعلى رزقك ،وأن يكثر الصدقة...


"Disunahkan untuk mandi junub sebelum fajar, (disunahkan pula) berhati-hati dari berbekam, ciuman, merasakan makanan dan menjilat, (dan disunahkan pula) mengucapkan ketika berbuka : Allahumma laka shumtu, wa 'ala rizqika afthartu..." (Minhajut-Thalibin: hal 41, cet Darul-Kutub)


   Dalam mazhab Hanbaliy, Allamah Manshur Al-Buhutiy memaktubkan dalam "Ar-Raudhul-Murbi' yang merupakan kitab mu'tamad Hanabilah mutaakhirin, beliau berkata :


وسُنّ تعجيل فطر لقوله صلى الله عليه وسلم :" لا يزال الناس بخير ما عجّلوا الفطر"... ويكون على رطب... فإن عدم الرطب فتمر فإن عدم فعلى ماء لما تقدم وقول ما ورد عند فطره، ومنه : اللهم لك صُمت وعلى رزقك أفطرتُ سبحانك وبحمدك، اللهم تقبّل مني إنك أنت السميع العليم


"Dan disunahkan menyegerakan berbuka puasa, berdasarkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم :" Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa "... dan (disunahkan) berbuka dengan kurma basah... jika tidak ada (kurma basah) maka kurma kering, jika tidak ada maka berbuka dengan air, berdasarkan riwayat yang lalu, (dan disunahkan pula) mengucapkan doa yang ada riwayatnya, di antaranya : Allahumma laka shumtu, subhanaka wa bihamdika, allahumma taqabbal minni, innaka antas-sami'ul-aliim (Ar-Rawdhul-Murbi' : 1/ 236)


  Dalam mazhab Malikiy, Syamsuddin Al-Hatthab Ar-Ru'ainiy juga membawakan doa ini dalam kitabnya "Mawahibul-Jalil syarh Mukhtashar Khalil" yang merupakan penjelasan atas kitab "Mukhtashar Khalil bin Ishaq" kitab mu'tamad Malikiyyah mutaakhirin.


(Baca Juga : Apakah Sah Puasa Orang Yang Meninggalkan Sholat?)


   Wallahu a'lam bagi yang mau berdoa buka puasa dengan :

اللهم لك صُمت وعلى رزقك أفطرتُ

Ya monggo, bagi yang mau berdoa dengan :

ذَهَبَ الظّمَأُ وابْتَلّتِ العُرُوْقُ وثَبَتَ الأَجْرُ إنٰ شَاءَ اللهُ

juga silakan, masing-masing ada riwayatnya ma'tsur dan ada para ulama Salaf yang mengamalkan dan mengajarkannya. 


📚 Maraji' : Sunan dan Risalah ila Ahli Makkah Abu Dawud, Sunan Ad-Daraquthniy, Mustadrak Al-Hakim, Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, Taqriibut-Tahdzib, Tahdzibut-Tahdzib, Ats-Tsiqat dan Al-Majruhin Ibnu Hibban, Al-Kamil fidh-Dhu'afa Ibnu 'Adiy, Al-Jarh wat-Ta' dil Ibnu Abi Hatim Ar-Raziy, Syarah Ilal Ibnu Rajab, Minhajuth-Thalibin An-Nawawiy, Ar-Rawdhul-Murbi Al-Buhutiy, Mawahibul-Jalil syarh Mukhtashar Khalil nya Al-Hatthab Al-Malikiy, Nashbur-Rayah Az-Zaila'iy, Irwaul-Ghalil Al-Albany dan lainnya.


Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma hafidzhahullah


Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1574685559407960&id=100005995935102

Keutamaan Ahli Quran

 

Keutamaan Ahli Quran
Keutamaan Ahli Quran

✒️فضل أهل القرآن


   Imam As-Suyuthiy dalam "Al-Jami'ush-Shaghir" bab Alif, halaman 91 cetakan dalam negeri membawakan riwayat tentang keutamaan Ahli Qur'an.


   Atsar dari Aisyah رضي الله عنها :

إن عدد درج الجنة عدد آي القرآن، فمن دخل الجنة ممن قرأ القرآن لم يكنْ فوقه أحد


رواه ابن مردويه


"Sesungguhnya jumlah derajat surga sebagaimana jumlah ayat-ayat Qur'an, maka barangsiapa yang memasuki surga dari ahli Qur'an niscaya tidak ada derajat lagi di atasnya" (Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Mardawaih).


   Atsar ini diriwayatkan juga oleh Imam Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah dalam "Mushannaf" nya, beliau berkata :


ثنا محمد بن عبد الرحمن السّدوسي، عن معفس بن عمران عن أم الدرداء، قالت: دخلت على عائشة، فقلت : ما فضل من قرأ القرآن على من لم يقرأه ممن دخل الحنة؟.... فليس أحد ممن دخل الجنة أفضل ممن قرأ القرآن


Muhammad bin Abdur-Rahman As-Sadusiy telah menyampaikan kepada kami, dari Mi'fas bin Imran dari Ummu Darda, ia bertanya kepada Aisyah رضي الله عنها : "Apakah keutamaan orang yang hafal Qur'an dibandingkan yang tidak jika mereka masuk surga?... Maka dijawab semakna dengan riwayat di atas namun akhirnya :"... maka tidak ada seorang pun yang masuk surga lebih afdhal daripada orang-orang yang hafal Qur'an".


(Baca Juga : 8 Keutamaan Penghafal Al-Quran)


   Jika dilihat dari segi sanadnya perantara antara Imam Ibnu Abi Syaibah dengan Aisyah رضي الله عنها ada 3 orang :

1. Muhammad bin Abdur-Rahman As-Sadusiy

2. Mi'fas bin Imran As-Sadusiy

3. Ummu Darda (yakni shugra).


   Adapun Muhammad bin Abdur-Rahman As-Sadusiy, Imam Al-Bukhariy berkata dalam "Tarikh" nya : "Ia mendengar dari Mi'fas. Waki' dan Marwan meriwayatkan darinya. Al-Muharibiy berkata : Ia adalah katib nya Muharib bin Ditsar.


   Adapun Mi'fas bin Imran bin Hitthan As-Sadusiy, Imam Al-Bukhariy berkata : "Ia mendengar dari Ummu Darda" (Tarikh Kabir: 4/ no 2168). Dalam Tarikh Dimasyqa, Imam Ibnu Asakir membawakan riwayat lebih detail bahwa Mi'fas bin Imran menemui Ummu Darda bersama ayahnya, lantas ayahnya bertanya : "Apa keutamaan orang yang hafal Qur'an dibandingkan yang tidak?" (Tarikh Dimasyqa: 59/ 355).


   Adapun Ummu Darda nama aslinya adalah Hujaimah Ad-Dimasyqiyyah, ia wanita yang tsiqah lagi faqih, dari thabaqah ketiga (Tabi'in awsath, satu letting dengan Hasan Al-Bashriy) wafat tahun 81 H (Taqriibut-Tahdzib).


   Atsar ini memang mawquf sampai kepada Aisyah رضي الله عنها, apakah riwayat mawquf/ qawl shahabiy hujjah atau bukan? Para ulama khilaf tentang ini :


1. Hujjah, dalam qawl qadim nya Imam Asy-Syafi'iy


2. Bukan hujjah, dalam qawl jadid nya Imam Asy-Syafi'iy


3. Hujjah jika dalam masalah yang tidak mungkin Sahabat ijtihad di masalah tsb, ini adalah salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal, dan Wallahu a'lam ini kiranya lebih dekat karena mustahil para Sahabat bicara tentang perkara akhirat, hal-hal ghaib dan masalah yang tidak dimasuki ijtihad melainkan aslinya mereka mendengar dari Nabi صلى الله عليه وسلم sehingga dihukumi marfu' secara hukum. Imam Ahmad bin Hanbal juga memiliki riwayat lain sebagaimana dua qawl Imam Asy-Syafi'iy di atas.


(Baca Juga : Jadilah Muslim yang Produktif)


    Tentu saja keutamaan ini dikecualikan darinya orang-orang yang memiliki Qur'an namun malah menjadi hujjah atas dirinya, yakni memberatkannya karena tidak mengamalkannya, dan juga orang yang hafal Qur'an namun ia riya, dan juga orang yang hafal Qur'an namun ia tidak mengamalkannya dan malah tidur dari shalat-shalat wajib, maka keadaan-keadaan tersebut terdapat ancaman dalam dalil-dalil tsabit lainnya.


   Maka atsar ini menunjukkan keutamaan para Ahli Qur'an di surga dimana mereka menempati derajat tertinggi bersama para Nabi dan Rasul dan orang-orang yang sampai derajat tersebut, dan memang ada hadits marfu' dari Nabi صلى الله عليه وسلم yang menunjukkan kepada hal ini, yakni hadits dalam riwayat Imam Abu Dawud dan At-Tirmidziy:


يُقال لِصاحب القُرآن: اقْرأ وارْتَق ورتّلْ كما كنتَ تُرتّلْ في الدّنْيا فإنّ منزلتكَ عنْد آخِر آيَةٍ تقْرأُهَا


"Dikatakan kepada para Ahli Qur'an :" Bacalah, naiklah (derajat) dan bacalah dengan tartil sebagaimana dahulu di dunia engkau membacanya dengan tartil, karena sesungguhnya kedudukanmu sesuai dengan akhir ayat yang engkau baca".


اللهم اجعل القرآن ربيع قلوبنا ونور صدورنا يا رب العالمين


Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma hafidzhahullah


Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1582372185305964&id=100005995935102

Apakah Sah Puasa Orang Yang Tidak Sholat?

Apakah Sah Puasa Orang Yang Tidak Sholat?
Apakah Sah Puasa Orang Yang Tidak Sholat?


Menurut Asy-Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-'Utsaimiin rahimahullah, puasa orang yang meninggalkan shalat tidak sah lagi tidak diterima. Ini adalah salah satu contoh penghukuman perkara cabang yang mengikuti pokoknya. Dikarenakan beliau rahimahullah berpendapat akan kafirnya orang yang meninggalkan shalat, maka puasanya tidak diterima. Puasa orang kafir tidak sah menurut ijmaa' ulama. Semua ibadah yang dilakukan orang kafir tidak sah.


Pembahasan sah tidaknya puasa orang yang meninggalkan shalat bukan terletak pendalilan masalah puasanya, akan tetapi mundur kepada status orang yang meninggalkan shalat. Kafir atau tidak kafir. Bagi ulama yang tidak menghukumi kafir orang yang meninggalkan shalat selama tidak mengingkari kewajibannya, maka puasanya sah. 


Jika dikatakan sah bukan berarti tidak mengapa. Meninggalkan shalat merupakan salah satu dosa amaliah paling besar yang berdekatan dengan batas kekufuran. Sungguh sangat rugi puasa orang yang meninggalkan shalat. Bahkan, bisa jadi ia hanya mendapatkan lapar dan hausnya saja karena pahala puasanya batal.


Tulisan FB Al-Ustadz Abul Jauza' Dony Arif Wibowo hafidzhahullah


______________________________


Pembahasan Ustadz Dony selaras dengan pembahasan Ustadz Firanda Andirja hafidzhahullah dalam hal ini. Hal ini adalah khilafiyyah di antara para ahli ilmu. Semua punya hujjahnya masing-masing dan kita mengikuti pendapat yang paling rojih menurut kita. Wallahu a'lam.


Diselesaikan pada Pagi 10 Ramadhan 1442 Hijriyah/Bertepatan 22 April 2021 Masehi.

Berdakwah Lewat Tiktok?

Berdakwah Lewat Tktok?
Berdakwah Lewat Tiktok?

AlQuranPedia.Org - Ada sebagian ikhwan yang mempertanyakan tentang seorang ustadz -hafidzhahullah- yang berdakwah dengan Tiktok. Karena sebagaimana yang kita ketahui bahwa Tiktok berisi banyak kemungkaran dan kemaksiatan di dalamnya.


Berikut jawaban Al-Ustadz Al-Fadhil Fadlan Fahamsyah, Lc, M.HI hafidzhahullah terkait hal tersebut :


FB banyak maksiat, apa boleh dakwah di FB? Boleh.


Tv banyak maksiat, apa boleh dakwah via tv? Boleh.


You tube banyak maksiat, apa boleh dakwah via YouTube? Boleh


Barangkali itu alasannya... 


FB, Tv, YT, TT, Twitter... Bisa baik bisa jelek...tergantung pengguna..


Mencoba berhusnudzon


________________________________


Itu adalah jawaban dari Ustadz Fadlan tentang berdakwah lewat Tiktok. Kami pribadi sudah melihat dakwah ustadz yang berdakwah lewat Tiktok tersebut karena diupload juga lewat instagram beliau -hafidzhahullah-. Kalau yang dipermasalahkan adalah kontennya insya Allah beliau faham karena beliau adalah ustadz. Adapun mengenai backsoundnya maka walhamdulillah tidak menggunakan musik/lagu. Sehingga dalam hal ini kami pribadi setuju dengan Ustadz Fadlan hafidzhahullah bahwa berdakwah lewat tiktok sah-sah saja. Asalkan digunakan dengan benar dan tidak melanggar syariat. Sebagaimana juga berdakwah lewat FB, YouTube, dan lain-lainnya.


Satu poin yang perlu kami garis bawahi adalah bila ada seorang ustadz yang melakukan sesuatu yang mana menurut kita hal itu keliru, maka dahulukanlah sikap husnudzon. Terlebih lagi bila itu hal yang belum jelas bagi kita keliru atau tidak. Bila sikap husnudzon diperintahkan kepada setiap muslim, maka tentu sikap husnudzon lebih berhak kita berikan kepada ustadz ahlussunnah.


Wallahu a'lam


Diselesaikan pada Pagi 10 Ramadhan 1442 Hijriyah/Bertepatan dengan 22 April 2021 Masehi.

Harusnya Kita Lebih Takut Kesyirikan dari Nabi Ibrahim

Harusnya Kita Lebih Takut Kesyirikan dari Nabi Ibrahim

Harusnya Kita Lebih Takut Kesyirikan


AlQuranPedia.Org – Termasuk bukti keimanan seseorang adalah takut terjatuh ke dalam lembah dosa dan maksiat. Dan kesyirikan adalah dosa dan maksiat yang paling besar. Tidak ada dosa yang lebih besar daripada dosa kesyirikan. Dalam sebuah hadits:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ » قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ قَالَ « الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْف، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, “
Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan.” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, apa saja dosa yang membinasakan tersebut?” Beliau bersabda, “(1) Syirik kepada Allah, (2) sihir, (3) membunuh jiwa yang haram untuk dibunuh kecuali jika lewat jalan yang benar, (4) makan riba, (5) makan harta anak yatim, (6) lari dari medan perang, (7) qadzaf (menuduh wanita mukminah yang baik-baik dengan tuduhan zina).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah ﷺ menyebutkan “syirik kepada Allah” sebagai dosa besar yang membinasakan pada urutan pertama. Menunjukkan bahwa memang syirik itu lebih dahsyat daripada sihir, membunuh, memakan riba, dan dosa lainnya.

(Baca Juga : 
Wajibnya Mengenal Aqidah Islam)


Banyak dalil lain yang menunjukkan bahwa syirik adalah dosa yang paling berbahaya. Di antaranya adalah firman Allah Jalla Jalaluh
 

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
 

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa di bawah syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (Q.S. An-Nisaa’: 48)

Ayat di atas jelas menyebutkan bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Allah mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang Allah kehendaki. Maksud ayat adalah bagi siapa saja yang wafat membawa dosa syirik dan belum bertaubat maka Allah tidak akan mengampuninya. Berbeda dengan dosa yang lainnya, bila seseorang wafat dengan membawa dosa selain syirik, sekalipun itu dosa besar, bisa saja dengan karunia dan rahmat Allah yang luas maka Allah bisa mengampuninya.

Ancaman bagi mereka pelaku syirik adalah haramnya mereka masuk ke dalam surga dan akan masuk ke dalam neraka. Mereka akan kekal di dalamnya selama-lamanya.
 

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖوَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ


Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.
 (Q.S. Al-Maaidah: 72)
 

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

 
Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni Ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (Q.S. Al-Bayyinah: 6)

Setelah kita mengetahui bahayanya dosa kesyirikan maka sudah sepantasnyalah kita takut terhadapnya, menjauhinya dan merasa jijik dengannya. Sebagaimana kita membenci bila masuk ke neraka maka kita pun membenci perbuatan syirik yang dapat menghantarkan pelakunya kekal di neraka.

(Baca Juga : 
Bahaya Syirik dan Keutamaan Tauhid)

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pernah berdoa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang diabadikan di dalam Al-Quran.

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آَمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ


Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabbku, jadikanlah negeri ini (Mekkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala
.” (Q.S. Ibrahim: 35)

Kita melihat pada ayat di atas bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam begitu takut dan khawatir akan terjatuh ke dalam kesyirikan. Beliau berdoa kepada Allah agar dirinya dan keturunannya dijauhkan dari kesyirikan. Padahal beliau adalah seorang Nabi, Rasul, digelari Al-Kholil (kekasih Allah), seorang yang dijamin surga, seorang yang ibadahnya luar biasa, seorang yang begitu taat dan patuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Lantas bagaimana dengan kita? Kita nabi bukan, rasul bukan, dijamin surga tidak ada, ibadah kita tidak seberapa dan dosa kita begitu banyak. Tidak ada jaminan ibadah kita yang sedikit itu diterima dan tidak ada jaminan dosa kita yang begitu banyak itu diampuni oleh Allah. Tetapi apakah kita pernah berdoa kepada Allah agar dijauhkan dari kesyirikan? Pernah kah kita khawatir dan takut terjauh ke dalam kesyirikan? Apakah kita merasa aman selamat dari kesyirikan? Allaahul musta’an.

Kita yang bukan siapa-siapa harusnya lebih pantas dan lebih berhak untuk takut terhadap kesyirikan dibandingkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Semakin kita takut terjatuh kepada kesyirikan maka dengan izin Allah kita akan semakin jauh dari kesyirikan itu. Al-Imam Al-Mujaddid Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi rahimahullah membuat Bab “باب الخوف من الشرك” yaitu “Bab Takut dari Kesyirikan” pada Kitab Tauhid beliau. Beliau rahimahullah juga memasukkan doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam di atas sebagai salah satu dalilnya.

Begitu pula ada doa yang diajarkan oleh Nabi kita yang mulai ﷺ agar kita dijauhi dari kesyirikan.

اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُهُ وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ نَعْلَمُهُ


Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami ketahui, dan kami memohon ampun kepada-Mu atas apa yang tidak kami ketahui.
 (HR. Ahmad dan yang lainnya dari sahabat Abu Musa Al-‘Asy’ari radhiyallahu ‘anhu)

(Baca Juga : 
21 Ayat Al-Quran Tentang Sihir)

Semoga bermanfaat.

Diselesaikan pada Selasa Pagi, 9 Sya’ban 1441 Hijriyah, bertepatan dengan 23 Maret 2021 Masehi.

Penulis : Al-Faqir Abu Salma Yusri Triadi وَفَّقَهُ الله

Muroja'ah : Al-Ustadz Asmon Nurijal حَفِظَهُ اللهُ

Menanti Penerus Pemuda-Pemuda Kebanggaan Rasulullah

 

Menanti Penerus Pemuda-Pemuda Kebanggaan Rasulullah
Menanti Penerus Pemuda-Pemuda Kebanggaan Rasulullah


AlQuranPedia.Org - Apa yang ada dalam benak kita ketika mendengar kata “Pemuda”? Pacaran, hura-hura, nongkrong? Setidaknya itulah gambaran yang kita lihat pada pemuda-pemuda saat ini. Bagi mereka bila tidak pacaran itu tidak gaul, kalau tidak ikut nongkrong dikatakan anak manja. Belum lagi kita lihat para pemuda yang sudah dihiasi dengan rokok dan minum-minuman keras. Itu belum ditambah dengan kasus perzinaan yang merajalela dan merebaknya narkoba di kalangan para pemuda. Lihatlah begitu rusaknya zaman ini bila pemuda dikaitkan dengan hal-hal tersebut.

 

Kita semua mengetahui bahwa pemuda adalah aset umat dan aset bangsa. Tidaklah mungkin suatu negeri bisa jaya dan maju bila tidak ada peranan para pemudanya di dalamnya. Camkan baik-baik perkataan dari Bapak Proklamator kita sekaligus Presiden Pertama Republik Indonesia, Bapak Ir. Soekarno, “Beri aku 1.000 orangtua, niscaya akan kucabut Gunung Semeru dari akarnya lalu beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia.” Lihatlah perkataan Bapak Ir. Soekarno tersebut, beliau sudah banyak makan asam garam kehidupan. Pengalamannya dalam berpolitik, berperang dan bernegara sudah tidak perlu diragukan lagi. Penjelajahannya ke berbagai penjuru dunia sudah beliau lalui. Kita dapat lihat bagaimana beliau menggambarkan begitu dahsyatnya pengaruh pemuda itu. Pemuda merupakan masa depan bangsa, bila telah rusak pemudanya maka rusaklah masa depan bangsa itu. Bila pemudanya baik maka baiklah masa depan bangsa itu.

 

(Baca Juga : Kebanyakan Orang Menyia-Nyiakan Waktunya)


Kalau kita mau lihat generasi pemuda terbaik maka lihatlah bagaimana pemuda yang ada pada masa manusia terbaik yang pernah menginjakkan kakinya di muka bumi ini. Lihatlah bagaimana para pemuda pada zaman Rasulullah. Jangan kita kira bahwa pengikut Rasulullah hanyalah orangtua dan bapak-bapak saja. Justru dalam jumlah yang tidak sedikit, banyak para sahabat yang masih tergolong muda bahkan sangat muda. Mereka bukan pemuda biasa, mereka adalah pemuda-pemuda kebanggaan Rasulullah. Mereka bukan pemuda dengan tangan kosong, akan tetapi mereka adalah para pemuda dengan segala kelebihan masing-masing yang mereka miliki.

 

Pemuda pertama yang kita bahas adalah Ali bin Abi Thalib. Beliau adalah Khalifah Rasyid yang keempat. Beliau adalah sepupu Rasulullah, anak dari paman Rasulullah yaitu Abu Thalib yang merawat Rasulullah sepeninggal kakeknya Abdul Muththalib. Ali bin Abi Thalib termasuk orang yang pertama-tama masuk Islam dari kalangan pemuda. Rasulullah pernah mengatakan kepada Ali, “Apakah engkau tidak ridha kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa?.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan usianya yang masih sangat muda Ali mengikuti berbagai peperangan bersama Rasulullah, termasuk kepercayaan Rasulullah dan kedua anaknya yaitu Al-Hasan dan Al-Husain adalah pemimpin pemuda ahli surga. Bahkan dengan usianya yang masih sangat muda Ali menjadi pemimpin kaum muslimin dan memegang tongkat estafet kekhalifahan umat Islam. Ali bin Abi Thalib juga termasuk ke dalam 10 sahabat yang dijamin surga oleh Rasulullah.

 

Pemuda kedua yang merupakan kebanggaan Rasulullah adalah Sa’ad bin Abi Waqqash. Mungkin tidak banyak yang mengenalnya karena tidak seterkenal Abu Bakar ataupun ‘Umar bin Khaththab. Akan tetapi Sa’ad adalah orang pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah Ta’ala. Masuk Islam pada saat umurnya 17 tahun, Sa’ad bertransformasi menjadi salah satu panglima perang kaum muslimin. Ia ditunjuk oleh Umar bin Khattah menjadi panglima saat kaum Muslimin berperang melawan pasukan Persia. Sa’ad bin Abi Waqqash juga merupakan salah seorang sahabat dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah.


Kalau sebelumnya kita berbicara mengenai pemuda maka selanjutnya kita akan membahas salah seorang pemudi terbaik kebanggaan Rasulullah. Beliau adalah ‘Aisyah binti Abu Bakar. ‘Aisyah merupakan istri Rasulullah dan juga anak dari sahabatnya yaitu Abu Bakar. ‘Aisyah merupakan orang yang cerdas dan berilmu. Tak heran bila ‘Aisyah menjadi rujukan para sahabat dalam bertanya agama khususnya masalah rumah tangga. ‘Aisyah juga banyak meriwayatkan hadits langsung dari Rasulullah. ‘Aisyah merupakan perempuan yang paling dicintai oleh Rasulullah. Suatu ketika Rasulullah ditanya oleh ‘Amr bin Al-‘Ash, “Ya Rasulullah, siapakah yang paling engkau cintai?” Rasulullah menjawab, “’Aisyah”. Lalu ditanyakan kembali, “Kalau dari golongan laki-laki?” Rasulullah menjawab, “Ayahnya ‘Aisyah (Abu Bakar).” (HR. Bukhari)


(Baca Juga : Manhaj Salaf Adalah Kebenaran)


Masih banyak lagi pemuda-pemuda kebanggaan Rasulullah yang lainnya dan tidak akan cukup tulisan ringkas untuk menyebutkan mereka satu per satu. Masih ada Anas bin Malik yang merupakan pelayan Rasulullah, Zaid bin Tsabit yang merupakan penulis wahyu Rasulullah, Mu’adz bin Jabal yang disebut Rasulullah paling mengetahui tentang halal dan haram, Abdullah bin Mas’ud yang merupakan qari Rasulullah, Atab bin Usaid yang diangkat menjadi Gubernur Makkah pada saat berusia 18 tahun, Mush’aib bin Umair yang merupakan duta pertama yang dikirim Rasulullah, Usamah bin Zaid yang menjadi panglima perang saat melawan tentara Romawi padahal umurnya masih 18 tahun dan masih banyak lagi lainnya yang merupakan pemuda-pemuda hebat kebanggaan Rasulullah.

 

Kita bisa melihat bagaimana keadilan dan kemajuan Islam pada masa Rasulullah. Islam terbentang luas dari timur sampai barat, keadilan merata di setiap lapisan masyarakat dan kebahagiaan meliputi hati-hati kaum muslimin. Tidak satupun kaum muslimin mengalami kekalahan dalam medan perang kecuali hanya satu saja, itupun kaum muslimin sempat menang pada awalnya. Tidak ada satupun orang beriman bahkan orang kafir yang berkomentar tentang keadilan Rasulullah. Negeri yang dulu tandus, patung berhala di mana-mana, perzinaan dan kebodohan merajalela, kemudian berubah menjadi negeri Islam yang Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur, negeri yang maju pesat dan diberkahi Allah.

 

Itu semua tidak terlepas dari peranan besar para pemuda pada masa itu. Lihatlah bagaimana para pemuda yang telah kita bahas sebelumnya. Pengaruh mereka sangatlah besar dalam memajukan Islam, tegaknya syariat Allah dan hancurnya kejelekan-kejelekan. Kaum muslimin menanti para pemuda-pemuda kebanggaan Rasulullah selanjutnya. Para pemuda yang mengagungkan syariat Allah, yang menegakkan hukum-hukum Allah, yang tumbuh besar dalam ibadah kepada Allah, sosok berani dan tangguh, berilmu dan bertakwa, tidak takut kepada siapapun kecuali Allah dan menjauhi segala hal-hal kemungkaran.

 

Sudah banyak yang berhasil menjadi penerus pemuda-pemuda kebanggaan Rasulullah. Ada Umar bin ‘Abdul ‘Aziz yang merupakan khalifah pada masa Tabi’in. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz merupakan seorang khalifah yang adil, bijaksana, saleh, berilmu, bertakwa, pemberani, ahli ibadah dan amat peduli kepada rakyatnya. Masyarakat ketika itu sangat sejahtera dan merasakan keadilan yang dirasakan setiap orangnya. Sebagian ulama sampai menyebut ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz sebagai Khalif Rasyid yang kelima karena sifat-sifat dan keutamaan yang dimilikinya padahal umurnya masih tergolong muda.

 

Selain itu ada sosok yang kita kenal sebagai Muhammad Al-Fatih. Sosok yang tidak asing di telinga kaum muslimin. Dialah Sultan Muhammad Al-Fatih, Sultan ke-7 dari Daulay Utsmaniyah. Sebagaimana yang disebutkan banyak ahli sejarah bahwa Muhammad Al-Fatih berhasil menaklukkan Konstantinopel. Padahal sebelum itu Konstantinopel dikuasai oleh Kekaisaran Bizantium selama 11 abad. Al-Fatih dapat menaklukkan Konstantinopel dalam usianya yang masih sangat muda.

 

Kita menanti sosok-sosok Ali berikutnya, sosok-sosok seperti Ibnu Abbas, Usamah bin Zaid, dan Muhammad Al-Fatih. Sosok-sosok yang akan memajukan negeri-negeri kaum muslimin sebagaimana majunya negeri kaum muslimin 1400 tahun yang lalu di zaman Rasulullah dan para sahabatnya. Sebagai penutup, perhatikan sambutan dari Abdullah bin Mas’ud untuk para pemuda berikut ini, “Selamat datang wahai mata air hikmah dan pelita kegelapan, yang berpakaian baju sederhana (apa adanya), yang bersih hatinya, yang menerangi rumah dan kebanggaan bagi setiap kabilahnya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jâmi’ Bayân al-‘Ilmi wa Fadhlihi no. 256)

 

(Baca Juga : Penolong Pada Hari Kiamat)


Sumber bacaan:

Al-Badr, Abdurrazzaq 2017, 15 Nasihat Mulia Ulama Salaf Kepada Pemuda, Darul Haq, Jakarta.

Ash-Shallabi, Ali Muhammad 2017, Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk Konstantinopel, Aqwam, Solo.

Ash-Shallabi, Ali Muhammad 2017, Perjalanan Hidup Khalifah Yang Agung Umar bin Abdul Aziz, Darul Haq, Jakarta.

Katsir, Ibnu 2005, Tartib wa Tahdzib Kitab al-Bidayah wan Nihayah, (terj. Al Bidayah Wan Nihayah Masa Khulafa’ur Rasyidin), Dar al-Haq, Jakarta.

Khalid, Khalid Muhammad 2007, 60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW, Al- I’tishom, Jakarta.

Adab Penuntut Ilmu Terhadap Dirinya




Adab penuntut ilmu terhadap dirinya terbagi menjadi 10 Bagian :

1. Hendaknya penuntut ilmu mensucikan hatinya dari setiap sesuatu yang memiliki unsur menipu, kotor, penuh rasa dendam, aqidah yang buruk dan akhlak yang buruk.

   Hal itu dilakukan supaya ia pantas untuk menerima ilmu, menghafalkannya, meninjau kedalaman maknanya, dan memahami makna yang tersirat.

Karna sesungguhnya ilmu sebagaimana yang dikatakan sebagian ulama adalah : {Sholat tersembunyi, ibadah hati, kedekatan batin (kepada Allah)} 

Sebagaimana sholat yang merupakan ibadah anggota badan tidak akan sah kecuali dengan bersuci dari hadats, begitu juga  dengan ilmu yang merupakan ibadah hati tidak akan sah kecuali dengan bersuci dari keburukan sifat, dan kejelekan akhlak. 

2. Niat yang baik dalam menuntut ilmu. 

   Termasuk niat yang baik dalam menuntut ilmu adalah bertujuan dengan ilmu tersebut agar dapat melihat wajah Allah ﷻ, mengamalkannya, menghidupkan syariat, menerangi hatinya, melembutkan batin nya, dekat dengan Allah ﷻ pada hari pertemuan dengan-Nya, dan berlapang dada atas apa yang telah dijanjikan berupa keridhoan Allah ﷻ dan keutamaan yang besar kepada ahli ilmu. 

3. Bergegas untuk mencapai ilmu di Masa muda dan di sisa-sisa umurnya. 

   Para Salaf mengatakan : 
العلم لا يعطيك بعضه حتىٰ تعطيه كلك

"Ilmu tidak akan memberikan kepadamu sebagiannya sebelum engkau menyerahkan kepadanya seluruh jiwamu. 

4. Hendaknya merasa qonaah dengan makanan seadanya. 

   Karena dengan bersabar atas sempitnya hidup engkau akan mendapatkan luasnya ilmu. 

Imam Syafi'i رحمه الله mengatakan :
لا يطلب احد هذا العلم بالملك وعز النفس فيفلح، ولكن من طلبه بذل النفس وضيق العيش وخدمة العلماء أفلح. 

"Bukanlah seseorang yang menuntut ilmu ini dengan kekayaan dan kemuliaan diri kemudian dia berhasil, akan tetapi seseorang yang menuntut ilmu dengan kesempitan hidup dan kehinaan diri lah yang kemudian akan berhasil."

5. Membagi waktu siang dan malam nya. 

   Waktu yang paling Bagus untuk menghafal adalah waktu sahur, membahas kitab di waktu pagi, menulis di tengah hari, mutholaah dan murojaah di malam hari. 

6. Sebab pertolongan terbesar dalam memahami ilmu dan tidak bosan dalam menuntut ilmu adalah dengan memakan makanan yang halal secukupnya saja. 

   Tidak pernah terlihat sosok para penguasa dan para ulama' di puji dikarenakan banyak makan, akan tetapi banyaknya makan hanya akan di puji untuk binatang yang tidak berakal bahkan yang pekerjaannya selalu dipantau. 

Rasulullah ﷺ bersabda : 
ما ملأ ابن آدم وعاء شرا من بطن،  بحسب ابن آدم لقيمات يقمن صلبه، فإن كان لا محالة فثلث لطعامه، وثلث لشرابه، وثلث لنفسه. رواه الترمذي

“Tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah baginya memakan beberapa suapan sekedar dapat menegakkan tulang punggungnya (memberikan tenaga), jika tidak mau, maka ia dapat memenuhi perutnya dengan sepertiga makanan, sepertiga minuman dan sepertiga lagi untuk nafasnya.”

7. Mengambil sifat wara' dalam setiap urusannya. 

   Memastikan kehalalan makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan seluruh apa yang dibutuhkan dirinya maupun keluarga yang dinafkahi nya ; agar dapat menyinari hatinya, diterima ilmu nya disisi Allah, mendapatkan cahaya ilmu, dan ilmu yang bermanfaat. 

8. Jangan memakan makanan yang menyebabkan kebodohan

   Seyogyanya penuntut ilmu memakan makanan yang dijadikan Allah sebagai sebab berkualitas nya fikiran. Seperti susu, kismis, minuman manis, dll. 

Dan jauhilah hal-hal yang membuat lupa, seperti memakan makanan sisa tikus, berkutu, dan sebagainya dari apa yang telah di teliti oleh ahli kesehatan. 

9. Menyedikitkan tidur selama tidak berbahaya bagi badan dan fikirannya. 

   Jangan menambah waktu tidur siang dan malam nya melebihi 8 jam, yang mana ini sepertiga waktu, dan jika memungkinkan untuk sedikit tidur maka lakukanlah. 

Tidak mengapa seorang penuntut ilmu mengistirahatkan badannya jika takut bosan dalam menuntut ilmu. 

10. Hendaknya tinggalkanlah pergaulan, khususnya bagi yang banyak main nya dan sedikit berfikirnya. 

   Pergaulan yang buruk dapat menghabiskan umurnya dengan hal-hal yang unfaedah, menghabiskan harta, bahkan bisa memalingkannya dari agama. 

Seyogyanya seorang penuntut ilmu tidak bergaul kecuali bersama orang yang kita bisa memberi manfaat kepada nya, dan orang yang bisa kita ambil manfaat darinya.

Demikianlah sedikit penjelasan 10 ADAB PENUNTUT ILMU TERHADAP DIRINYA  yang Semoga bermanfaat dan dapat memahami serta mengamalkan point-point adab di atas, Allahumma aamiin. 

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya lah sempurna segala kebaikan, serta shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi Muhammad ﷺ

📚Dinukil dari kitab Tadzkirotussaami' wal Mutakallim, Bab Adab Penuntut Ilmu. 

✒️Al Quran Pedia

Kota Binjai,  24 Sofar 1442 H

Ketakutan Ulama Salaf Terhadap Godaan Wanita


Oleh Ustadz Almanazil Billah, Lc hafizhahullah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Al-Imam Maimun bin Mihran rahimahullah berkata,

لأن أوتمن على بيت مال أحب إلي من أن أوتمن على امرأة

“Aku diberi amanah untuk menjaga Baitul Mal lebih aku sukai daripada aku diberi amanah untuk menjaga seorang wanita.” (Siyar A’lamin Nubala 5/ 77)

Al-Imam ‘Atha rahimahullah berkata,

لو ائتمنت على بيت مال لكنت أمينا ولا آمن نفسي على أمة شوهاء. قلت أي الإمام الذهبي صدق رحمه الله

“Seandainya aku diberi amanah untuk menjaga Baitul Mal tentu aku bisa dipercaya, tapi aku tidak percaya terhadap diriku untuk bisa amanah dalam menjaga seorang budak wanita yang buruk mukanya.”

Al-IImam Adz-Dzahabi mengomentari, “Sungguh benar yang dikatakan beliau, semoga Allah merahmati beliau.” (Siyar A’lamin Nubala 5/87-88)

Al-Imam Adz-Dzahabi juga menyebutkan: Dari Sufyan bin Uyainah, dari Ali bin Zaid, dari Said bin Al Musayyab, beliau berkata,

ما أيِسَ الشيطان مِنْ شيء إلا أتاه مِن قِبَل النساء.
ثم قال لنا سعيد وهو ابن أربع وثمانين سنة وقد ذهبت إحدى عينيه وهو يعشو بالأخرى ما شيء أخوف عندي من النساء

“Tidaklah setan putus asa dari sesuatu kecuali dia akan mendatanginya dari arah wanita.”

Kemudian Said pernah berkata kepada kami, dalam keadan beliau sudah berumur 84 tahun, dan salah satu matanya buta dan yang satunya lagi sudah rabun,

“Tidak ada satu pun yang lebih aku takuti daripada godaan wanita.” (Siyar A’lamin Nubala 4/237)

Al-Imam Adz-Dzahabi juga menyebutkan: Dari Sallam bin Miskin, telah mengatakan kepada kami Imran bin Abdullah Al-Khuzai, beliau berkata berkata, Said bin Al Musayyab berkata,

ما خِفْتُ على نفسي شيئاً مخافةَ النساء ،قالوا: يا أبا محمد! إن مثلك لا يُريدُ النساء ،ولا تُريدُهُ النساء ، فقال: هو ما أقول لكم. وكان شيخاً كبيراً أعمش

“Aku tidak merasa takut terhadap apa pun pada diriku seperti takutnya aku terhadap godaan wanita.”

Mereka bertanya, “Wahai Abu Muhammad, orang seperti Anda memang sudah tidak menginginkan wanita dan wanita pun tidak ada yang mau dengan Anda.”

Beliau berkata, “Inilah yang aku maksudkan di hadapan kalian.”

Yaitu beliau masih takut godaan wanita padahal beliau seorang kakek yang sudah tua yang rabun pandangannya.” (Siyar A’lamin Nubala’ 4/241)

Dari Sahabat Anas bin Malik, semoga Allah meridhainya, beliau berkata,

إذا مرت بك مرأة فغمض عينيك حتى تجاوزك

“Jika ada seorang wanita yang berlalu di hadapanmu maka pejamkanlah matamu hingga dia berlalu pergi.” (Al-Wara’ libni Abi Dunya: 72)

Dari Ibnu Umar, semoga Allah meridhainya, beliau berkata,

من تضييع الأمانة النظر في الحجرات و الدور

“Di antara bentuk menyia-nyiakan amanah adalah melihat-lihat ke kamar-kamar dan rumah rumah (orang lain).” (Al-Wara, Ibnu Abid Dunya: 71)

Dari Salman Al-Farisi, semoga Allah meridhainya, beliau berkata,

لأن أموت ثم أنشر ثم أموت ثم أنشر ثم أموت ثم أنشر أحب إلي من أن أرى عورة مسلم أو يراها مني

“Aku mati kemudian dibangkitkan kemudian mati lagi dan dibangkitkan kemudian mati lagi dan dibangkitkan itu lebih aku sukai daripada aku melihat auratnya seorang muslim atau dia melihat auratku.” (Az-Zuhd li Ahmad: 192)

Dari Humaid bin Hilal, beliau berkata,

كان منا رجل يقال له الأسود بن كلثوم و كان إذا مشى لا يجاوز بصره قدمه و كان يمر وفي الجدر يومئذ قِصرٌ و هناك نسوة ولعل إحداهن تكون واضعة يعني ثوبها أو خمارها فإذا رأينه راعهن ثم يقلن كلا إنه أسود بن كلثوم

“Dulu ada di antara kami ada seorang pria yang bernama Al-Aswad bin Kultsum. Jika berjalan, pandangannya tidak melewati kakinya (tidak mengumbar pandangan). Suatu ketika dia berjalan melintasi dinding-dinding yang tidak terlalu tinggi saat itu. Dan di sana ada banyak wanita. Dan ada salah seorang dari mereka yang sedang tidak mengenakan bajunya atau cadarnya. Ketika para wanita melihatnya maka membuat mereka merasa ketakutan. Kemudian mereka berteriak, “Oh, tidaaak. Itu Aswad bin Kultsum (padahal ia selalu menundukkan pandangan, apalagi terhadap yang tidak menjaga pandangannya).” (Az-Zuhd li Ahmad: 256)

Hatim rahimahullah berkata,

الشهوة ثلاث شهوات : شهوة في الأكل ، و شهوة في الكلام ، و شهوة في النظر ، فاحفظ الأكل بالثقة ، و اللسان بالصدق ، و النظر بالعبرة

“Syahwat itu ada tiga: Syahwat dalam makanan, syahwat dalam pembicaraan dan syahwat dalam pandangan. Jagalah syahwat makanan dengan amanah, syahwat lisan dengan jujur dan syahwat pandangan dengan mengambil pelajaran.” (Syu’abul Iman lil Baihaqi 5/5712)

Ada yang bertanya kepada sebagian mereka (ulama Salaf),

أين نطلبك في الآخرة؟ قال : في زمرة الناظرين إلى الله قيل له كيف علمت ذلك ؟ قال بغضي طرفي له عن كل محرم ، و باجتنابي فيه كل منكر و مأثم

“Di manakah kami nanti mencarimu di akhirat? Dia menjawab, “Di barisan orang-orang yang melihat wajah Allah.”

Ada yang bertanya, “Bagaimana Anda bisa mengetahui hal itu ?” Dia menjawab, “Dengan lantaran aku menundukkan pandanganku dari setiap perkara yg diharamkan dan lantaran aku menjauhi setiap kemungkaran dan dosa.” (Lathaiful Ma’arif: 299)

Dari Waki’ rahimahullah, beliau berkata,

خرجنا مع سفيان الثوري في يوم عيد فقال إن أول ما نبدأ به في يومنا غض ابصارنا

“Kami keluar bersama Sufyan Ats-Tsauri di Hari Raya, maka beliau berkata: Sungguh, pertama yang akan kita lakukan di hari kita ini adalah menundukkan pandangan.” (Al-Wara’ libni Abid Dunya: 66)

Dari Abu Hakim rahimahullah, beliau berkata,

خرج حسان بن أبي سنان يوم العيد فلما رجع قالت له امرأته : كم من امرأة حسنة قد نظرت اليوم إليها؟ فلما أكثرت عليه قال : و يحك ما نظرت إلا في إبهامي منذ خرجت حتى رجعت إليك

“Hasan bin Abi Sinan keluar di hari Raya, maka tatkala beliau kembali berkatalah istrinya: Berapa banyak wanita cantik yang kamu lihat hari ini?

Tatkala istrinya telah mendesaknya maka ia berkata: Ada apa kamu ini, sungguh aku tidak melihat apa pun kecuali ke arah jari jempolku, sejak aku keluar sampai kembali kepadamu.” (Al-Wara’ libni Abid Dunya: 68)

Dari Al-‘Alaa bin Ziyad rahimahullah, beliau berkata,

لا تتبع بصرك رداء المرأة فإن النظر يجعل شهوة في القلب

“Jangan kamu lihat busana wanita, karena sungguh pandangan akan memunculkan syahwat di hati.” (Az-Zuhd li Ahmad: 311)

Dari Ibrahim bin Adham rahimahullah, beliau berkata,

كثرة النظر إلى الباطل تذهب بمعرفة الحق من القلب

“Banyak melihat kebatilan, akan menghilangkan ilmu tentang kebenaran dari hati.” (Hilyatul Auliya 2/8)

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم



Source : sofyanruray.info

✍🏻 Al Quran Pedia