Showing posts with label Tulisan Para Ustadz. Show all posts
Showing posts with label Tulisan Para Ustadz. Show all posts

Pertimbangan Harta?

Pertimbangan Harta?
Pertimbangan Harta?
Diantara pertimbangan utama dalam menerima lamaran (khithbah) seorang laki-laki bagi wanita atau walinya adalah faktor agama.

ﺇﺫﺍ ﺟﺎﺀﻛﻢ ﻣﻦ ﺗﺮﺿﻮﻥ ﺩﻳﻨﻪ ﻭﺧﻠﻘﻪ ﻓﺰﻭﺟﻮﻩ ﺇﻻ ﺗﻔﻌﻠﻮﻩ ﺗﻜﻦ ﻓﺘﻨﺔ ﻓﻲ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﻓﺴﺎﺩ ﻛﺒﻴﺮ

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridlai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar”

(Baca Juga : 17 Ayat Al-Quran Tentang Sombong)

Meskipun hadits ini keshahihannya diperbincangkan, namun maknanya shahih. Agama harus menjadi cara pandang yang utama dalam membangun pernikahan. Baiknya agama menjadi pangkal kebaikan segala-galanya. Dengan baiknya agama, seseorang akan paham akan kewajibannya dalam peribadahan, bagaimana berakhlak kepada keluarganya, mendidiknya, dan mencari nafkah yang halal. Faktor baiknya agama adalah mutlak.

Akan tetapi bolehkah seorang wanita atau walinya menetapkan pertimbangan tambahan semisal 'harta' untuk kemaslahatan si wanita ?. Boleh.

Dulu, ketika Faathimah bintu Qais dilamar oleh Abu Jahm dan Mu'aawiyyah radliyallaahu 'anhumaa, Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam memberikan pertimbangan:

 أَمَّا مُعَاوِيَةُ فَرَجُلٌ تَرِبٌ ، لَا مَالَ لَهُ ، وَأَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَرَجُلٌ ضَرَّابٌ لِلنِّسَاءِ ، وَلَكِنْ أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ

"Adapun Mu'aawiyyah, ia seorang yang fakir lagi tidak memiliki harta, sedangkan Abu Jahm, ia sering memukuli wanita. Akan tetapi, pilihlah Usaamah bin Zaid"

(Baca Juga : 21 Ayat Al-Quran Tentang Hari Kiamat)

Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak merekomendasikan Mu'aawiyyah karena 'faktor harta'. Akan tetapi jangan salah paham. Bukan berarti Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam menolak Mu'aawiyyah semata-mata dirinya fakir, akan tetapi beliau memberikan pertimbangan mana yang lebih utama dengan segala plus-minusnya.

Lebih jelasnya, jika ada dua orang shalih datang melamar - misalnya - , yang satu mempunyai kecukupan nafkah dan yang lain miskin; maka yang dipilih adalah yang paling baik keadaannya (yang memiliki kecukupan nafkah). Boleh, dan ini yang utama. Seandainya pun tetap memilih yang tak punya harta, tak mengapa.

Petunjuk Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam PASTI mendatangkan maslahat.

So, jangan buru-buru mencela jika ada yang menolak lamaran Anda karena masalah nafkah. Realitanya, betapa banyak kita temukan seseorang yang mendhalimi keluarganya karena malas mencari nafkah. Ada pula yang nekat mau ambil istri kedua, sementara kehidupannya pas-pasan dan banyak utang. Sebagian ceritanya menyisakan ending sedih bertema kejahatan finansial.

Bagi wanita dan walinya, faktor harta tidak mesti kaya, akan tetapi sekedar cukup untuk memberikan nafkah yang pokok didapatkannya sesuai dengan 'urf. Lihat akhlaknya apakah ia seorang yang berani bertanggung jawab, mau bekerja dan tak pandang gengsi asalkan halal. Jangan jual mahal juga...

(Baca Juga : Adab-Adab Berdoa)

Tulisan Al-Ustadz Abul Jauzaa' Dony Arif Wibowo hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=559740537843775&id=100014235012911

Rokok dan Knalpot

Rokok dan Knalpot
Rokok dan Knalpot

Meski mengandung TAR, nikotin, dan banyak senyawa karsinogenik, rokok katanya nggak haram karena asap knalpot yang juga mengandung partikel berbahaya nggak ada yang memfatwakan haram.

Bung, qiyas Anda kok ngaco banget ya.

Rokok dibikin manusia hanya dimanfaatkan asapnya untuk dihisap, sedangkan kendaraan adalah moda transportasi untuk membantu kehidupan manusia menghantarkan dari satu tempat ke tempat lainnya. Asap kendaraan yang keluar dari knalpot adalah zat sisa yang tidak diinginkan. Bahkan kalau bisa, asap itu dihilangkan sama sekali - tapi teknologi sampai saat ini belum memungkinkan. Sama seperti Anda makan nasi agar kuat bikin lelucon di medsos, lalu menghasilkan beberapa benda yang masuk toilet dan gas buang - gak mungkin jadi daging dan timbunan lemak semua.

(Baca Juga : Pembelaan Untuk Syaikhul Islam)

Rokok diharamkan karena memang sengaja untuk dihisap memasukkan zat berbahaya ke dalam tubuh. Analoginya, kalau Anda sengaja dan hobi naruh lubang hidung Anda di lubang knalpot kendaraan saya untuk menghisap asapnya, haram juga jadinya.

Coba Anda tanya ke semua profesor kesehatan dan dokter yang kompeten, asap rokok itu berbahaya atau malah menyehatkan ?.

Allah ta'ala berfirman:

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan“ [QS. Al Baqarah: 195].

Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

"Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri ataupun orang lain"

Orang yang terpaksa atau tidak sengaja menghirup asap rokok (perokok pasif), tidak berdosa. Sama seperti kalau kita terpaksa menghisap asap kendaraan. Kita tutupi hidung dan menjauh dari asap rokok dan asap kendaraan. Tapi kalau kita justru dekat-dekat orang merokok dan lubang knalpot dengan niat agar dapat menghirup asapnya, bisa jadi haram.

Fiqh kadang dibuat rumit oleh anekdot-anekdot pengajaran dari orang yang menganggap diri paham banget tentang fiqh.

Salam mumet ☝️🤕

(Baca Juga : 16 Ayat Al-Quran Tentang Syafa'at)

Tulisan Al-Ustadz Abul Jauzaa' Dony Arif Wibowo hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=640168616467633&id=100014235012911

Bangkai Jahiliyyah

Bangkai Jahiliyyah
Bangkai Jahiliyyah

Bangkai Jahiliyyah?
(Memahami Makna Hadits & Fiqihnya)

Abu Ubaidah As Sidawi

Imam Bukhori 7053 dan Muslim 1849 telah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ، فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيْتَةً جَاهِليَّةً

Barangsiapa yang membenci sesuatu pada pemimpinnya maka hendaknya dia bersabar, karena seorang yang keluar dari pemimpin satu jengkal saja maka dia mati sepertinya matinya orang di masa jahiliyyah.

(Baca Juga : 15 Hadits Tentang Larangan Isbal)

Dalam Hadits ini terdapat beberapa faedah:

1. Kewajiban Sabar Atas Kedzaliman Pemimpin
Bersabar atas kezhaliman penguasa termasuk pokok aqidah ahlus sunnah wal jama'ah. (Majmu Fatawa 28/47).
Dalil-dalil dalam masalah ini sangat banyak, bahkan hadits-hadits dalam masalah ini mencapai derajat mutawatir, karena sabar terhadap kedzaliman pemimpin lebih membawa kemaslahatan di dunia dan akherat.
Dan ini merupakan kesepakatan Ahli Sunnah dan aqidah mereka.  (Minhaj Sunnah, Ibnu Taimiyyah 4/529-531)

2. Siapakah Maksud Amir (Pemimpin) dalam hadits?
Ash-Shona'ni berkata: "Maksudnya adalah pemimpin setiap negara (bukan khalifah sedunia), karena sejak pertengahan masa daulah Abbasiyah manusia sudah tidak berkumpul dalam satu pemimpin lagi, tetapi setiap negara memiliki pemimpin masing-masing. Seandainya hadits ini dibawa kepada khalifah umat Islam seluruh dunia, maka sedikit sekali faedahnya". (Subulus Salam 4/72).

Inilah yg sesuai dg kaidah2 syariat dan dalil-dalil.  Barangsiapa yg mengingkari hal ini maka dia jahil dan pembangkang. (As Sailul Jarror 4/512 Asy Syaukani)
Pemahaman yg mengatakan bahwa pemimpin yg ditaati hanyalah pemimpin seluruh dunia saja (khalifah)  adalah pemahaman yg bathil dan sesat,  dan berkonsekwensi kerusakan yg fatal.  (Liqo'atul Babil Maftuh, Ibnu Utsaimin 3/571-572)
Maka pemimpin negara apapun namanya baik itu ulil amri,  amir,  shultan,  raja,  presiden maka masuk dalam hadits ini.  (Lihat Syarh Aqidah Saffariniyyah hlm.  663 oleh Syeikh Utsaimin)

(Baca Juga : Mereka Semua Ulama Kaum Muslimin)

3. Haramnya memberontak pemimpin walau cuma sedikit
Imam Nawawi berkata, "Adapun memberontak dan memerangi penguasa hukumnya adalah haram berdasarkan kesepakatan kaum muslimin sekalipun mereka zhalim dan fasiq". (Syarah Shahih Muslim 12/229).

Ibnu Abi Jamrah berkata menjelaskan makna hadits ini:
"Maksudnya keluar dari pemimpin yaitu berusaha untuk melepaskan ikatan bai'at yang dimiliki oleh sang pemimpin dengan cara apapun. Nabi menggambarkan dengan satu jengkal, karena usaha tersebut bisa menjurus kepada tertumpahnya darah tanpa alasan yang benar". (Fathul Bari Ibnu Hajar 13/7).

Maka,  barangsiapa yang memberontak keluar ketaatan dari penguasa dan kemudian mati dalam usahanya itu, maka ia mati seperti mati jahiliyyah. Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan:

وَالْمُرَاد بِالْمِيتَةِ الْجَاهِلِيَّة وَهِيَ بِكَسْرِ الْمِيم حَالَة الْمَوْت كَمَوْتِ أَهْل الْجَاهِلِيَّة عَلَى ضَلَال وَلَيْسَ لَهُ إِمَام مُطَاع ، لِأَنَّهُمْ كَانُوا لَا يَعْرِفُونَ ذَلِكَ ، وَلَيْسَ الْمُرَاد أَنَّهُ يَمُوت كَافِرًا بَلْ يَمُوت عَاصِيًا ، وَيَحْتَمِل أَنْ يَكُون التَّشْبِيه عَلَى ظَاهِره وَمَعْنَاهُ أَنَّهُ يَمُوت مِثْل مَوْت الْجَاهِلِيّ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ هُوَ جَاهِلِيًّا

“Yang dimaksud dengan mati dalam keadaan jahiliyyah adalah keadaan mati seperti matinya orang-orang jahiliyyah di atas kesesatan dan tidak mempunyai imam yang ditaati. Karena mereka tidak mengetahui hal itu.
Bukanlah yang dimaksudkan dalam hadits itu bahwasannya ia mati dalam keadaan kafir, akan tetapi mati dalam keadaan bermaksiat/durhaka atau kemungkinan juga perumpaan ini sesuai dzohirnya yaitu bermakna mati seperti mati jahiliyyah sekalipun dia bukan orang jahiliyyah” (Fathul-Baariy, 13/7).

Imam Nawawi juga mengatakan:

(مات ميتة جاهلية): هي بكسر الميم أي على صفة موتهم من حيث هم فوضى لا إمام لهم

"Mati Jahiliyyah: dengan mengkasrah mim yakni mati seperti sifat matinya jahiliyyah dimana mereka kacau tanpa pemimpin. (Syarh Shohih Muslim)

Al Khothobi berkata dalam kitabnya Al 'Uzlah hlm. 57-58:
"Dalam memberontak pemimpin berarti berpisah dg persatuan & hilang keamanan.  Inilah yg dimaksud oleh Nabi dalam hadits "Barangsiapa yg memberontak pemimpin maka dia mati jahiliyyah,  karena orang-orang Jahiliyyah tidak memiliki pemimpin yg menyatukan mereka, tetapi mereka berpecah-pecah dan berkelompok- kelompok dg paham dan agama yg berbeda-beda dan saling membantai lainnya". (Lihat pula Majmu Fatawa Ibnu Taimiyyah 28/487 dan Subulus Salam karya Ash-Shon'ani 4/72).

Dengan keterangan para ulama ini,  jelaslah bagi kita bahwa mengartikan "mati jahiliyyah" dg "bangkai jahiliyyah" adalah kesalahan,  karena beda antara ميتة dg mengkasroh mim dan menfathah mim. Kalau dg fathah mim artinya bangkai,  tapi klu dg kasroh mim adalah sifat/keadaan mati.
Ini salah satu contoh pentingnya kita memahami hadits dg penjelasan ulama dan pentingnya belajar bahasa arab.

Ini pelajaran penting bagi kita juga semua agar lebih hati-hati dalam mengeluarkan statemen, apalagi masalah-masalah besar dan berat seperti masalah darah & nyawa.
Kita berlepas diri dari statemen prematur seperti itu yg justru mencoreng keindahan dakwah.

Ingat, Ahlu Sunnah wal Jamaah taat kepada pemimpin & tidak memberontak mereka.  Namun mereka juga bukan penjilat dan tidak mendukung kedzaliman pemimpin.  Mereka tetap bersikap wasathiyyah (pertengahan)  antara berlebihan dan merendahkan.
Semoga Allah menetapkan kita di atas manhaj salaf sampai hembusan nafas akhir kita.

(Baca Juga : Menyikapi Kesalahan Da'i Ahlussunnah)

Tulisan Al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=604853739918277&id=100011809698436

Hadits Ar-Rahmah Al-Musalsalah Bil Awwaliyyah

HADITS AR-RAHMAH AL-MUSALSAL BIL-AWWALIYYAH & FAEDAHNYA UNTUK PENUNTUT ILMU

                  بسم الله الرحمن الرحيم

Hadits Ar-Rahmah Al-Musalsal Bil-Awwaliyyah adalah hadits Abdullah ibn Amr radhiyallahu anhuma dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, bahwasanya beliau bersabda:

 الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمْ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاء

 "Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Ar-Rahman. Sayangilah penduduk bumi maka siapa saja yang di langit akan merahmati kalian."
(HR.Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah dan selainnya. Berkata At-Tirmidzi: Hasan shahih, dan dishahihkan Al-Hakim, Adz-Dzahabi, Al-Iraqi, Ibn Nashiruddin dan Al-Albani. Dan dihasankan oleh Ibnu Hajar dan Al-Maraghi. Hadits ini shahih lighairih)

(Baca Juga : Benarkah Setiap Ayat Memiliki Asbabun Nuzul?)

Dinamakan Hadits Ar-Rahmah karena isi dan kandungan haditsnya adalah tentang Rahmat, dan disebut Al-Musalsal Bil-Awwaliyyah karena setiap perawi yang meriwayatkan hadits ini menyebutkan bahwa hadits ini adalah hadits pertama yang dia dengar atau riwayatkan dari gurunya secara bersambung sampai ke Al-Imam Sufyan ibn Uyainah rahimahullah.

✳Berkata Al-faqir Ila Afwi Rabbih Abu Muhammad Pattawe Al-Indunisi hafizhahullah:
1➡Telah mengabarkan kepada kami secara ijazah Syaikhuna Al-Muhaqqiq Ali ibn Ahmad Ar-Razihi Al-Yamani hafizhahullah, dan ini adalah hadits pertama yang saya riwayatkan darinya (beliau memberikan ijazah kepada kami di sela-sela pembelajaran kitab Al-Muqizhah Lil-Hafizh Adz-Dzahabi, bab hadits Musalsal);
2 ➡Dari Asy-Syaikh Al-Allamah Rabi' ibn Hadi Al-Madkhali afahullah, ini adalah hadits pertama yang saya riwayatkan darinya;
3 ➡ Dari Asy-Syaikh Al-Allamah Hamud ibn Abdillah At-Tuwaijiri rahimahullah, ini adalah hadits pertama yang saya dengarkan darinya;
4 ➡ Dari Asy-Syaikh Sulaiman ibn Abdirrahman Al-Hamdan rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
5 ➡ Dari Asy-Syaikh Al-Allamah Muhammad Abdul-Hayy ibn Abdil-Kabir Al-Kattani, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
6 ➡Dari ayahnya: Al-Allamah Abdul-Kabir ibn Muhammad Al-Kattani rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
7 ➡Dari Muhaddits Al-Madinah Asy-Syaikh Abdul-Ghani ibn Abi Sa'id Ad-Dahlawi, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
8 ➡Dari Muhaddits Al-Hijaz Asy-Syaikh Muhammad Abid As-Sindi Al-Anshari, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
9 ➡Dari Muhaddits Al-Yaman Asy-Syaikh Al-Musnid Abdurrahman ibn Sulaiman Al-Ahdal, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
10 ➡Dari Asy-Syaikh Al-Muammar Amrullah ibn Abdil-Khaliq Al-Mizjaji rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
11 ➡ Dari Asy-Syaikh Al-Muhaddits Asy-Syams Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Uqailah Al-Makki rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
12 ➡ Dari Al-Musnid Al-Muammar Ahmad ibn Muhammad Al-Banna Ad-Dimyati rahimahullah, ini adalah hadits pertama yang saya dengar darinya;
13 ➡ Dari Asy-Syaikh Al-Muammar Muhammad ibn Abdil-Aziz Az-Zayyadi rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
14 ➡Dari Asy-Syaikh Abul-Khair ibn Ammus Ar-Rasyidi, ini adalah hadits pertama yang pertama kali saya dengar darinya;
15 ➡Dari Al-Imam Al-Allamah Al-Qadhi Zakariya ibn Muhammad Al-Anshari Asy-Syafi'i rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
16 ➡ Dari Al-Hafizh Al-Kabir Al-Imam Abul-Fadhl Ahmad ibn Ali ibn Hajr Al-Asqalani Asy-Syafii rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
17 ➡ Dari Al-Hafizh Abul-Fadhl Abdurrahim ibn Al-Husain Al-Iraqi rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;

(Baca Juga : Bid'ahnya Menjadikan Nyanyian Sebagai Agama)

18 ➡ Dari Asy-Syaikh Al-Muammar Abul-Fath Muhammad ibn Ibrahim Al-Maidumi rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
19 ➡Dari Asy-Syaikh Al-Jalil Musnid Ad-Diyar Al-Miahriyyah Abdul-Lathif ibn Abdil-Mun'im Al-Harrani rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
20 ➡Dari Al-Imam Al-Hafizh Abul-Faraj Ibnul-Jauzi Abdurrahman ibn Ali Al-Hanbali rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
21 ➡Dari Al-Faqih Ismail ibn Abi Shalih Al-Muaddzin An-Naisaburi rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
22 ➡Dari bapaknya Al-Hafizh Abu Shalih Ahmad ibn Abdil-Malik Al-Muadzdzin An-Naisaburi rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
23 ➡Dari Al-Allamah Al-Faqih Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmisy Az-Zayyadi rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
24 ➡Dari Asy-Syaikh Al-Musnid Abu Hamid Ahmad ibn Muhammad ibn Yahya An-Naisaburi rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
25 ➡Dari Al-Hafizh Al-Jawwad Abdurrahman ibn Bisyr Al-Abdi rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
26 ➡Dari Al-Imam Al-Hafizh Al-Kabir Sufyan ibn Uyainah rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
✳[Selesai sanad Al-Musalsal sampai disini]
27 ➡ Dari Al-Imam Al-Kabir Amr ibn Dinar Al-Makki rahimahullah;
28➡ Dari Abu Qabus maula Abdullah ibn Amr rahimahullah;
29➡Dari Sahabat yang mulia Abdullah ibn Amr radhiyallahu anhuma,
✳Dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Beliau bersabda:

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمْ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاء

 "Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Ar-Rahman. Sayangilah penduduk bumi maka siapa saja yang di langit akan merahmati kalian."

Berkata Al-Allamah Abdul-Hayy Al-Kattani rahimahullah:

...ﻭﺗﺪاﻭﻟﺘﻪ اﻷﻣﺔ, ﻭاﻋﺘﻨﻰ ﺑﻪ ﺃﻫﻞ اﻟﺼﻨﺎﻋﺔ ﻓﻘﺪﻣﻮﻩ ﻓﻲ اﻟﺮﻭاﻳﺔ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮﻩ ﻟﻴﺘﻢ ﻟﻬﻢ ﺑﺬﻟﻚ اﻟﺘﺴﻠﺴﻞ ﻛﻤﺎ ﻓﻌﻠﻨﺎ،

Hadits Musalsal ini telah poluler di tengah umat, dan menjadi perhatian Ahli Bidang ini (hadits) sehingga mereka mendahulukan periwayatannya dari selainnya, agar tercapai untuk mereka sanad musalsal ini sebagaimana yang kami lakukan.

ﻭﻟﻴﻘﺘﺪﻱ ﺑﻪ ﻃﺎﻟﺐ اﻟﻌﻠﻢ، ﻓﻴﻌﻠﻢ ﺃﻥ ﻣﺒﻨﻰ اﻟﻌﻠﻢ ﻋﻠﻰ اﻟﺘﺮاﺣﻢ ﻭاﻟﺘﻮاﺩﺩ ﻭاﻟﺘﻮاﺻﻞ ﻻ ﻋﻠﻰ اﻟﺘﺪاﺑﺮ ﻭاﻟﺘﻘﺎﻃﻊ،

Dan agar supaya penuntut ilmu mengikutinya, sehingga dia ketahui bahwa Ilmu itu dibangun di atas kasih sayang, cinta dan menjaga hubungan (dengan yang orang lain), bukan dibangun di atas saling permusuhan dan pertikaian.

 ﻓﺈﺫا ﺷﺐ اﻟﻄﺎﻟﺐ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﺷﺒﺖ ﻣﻌﻪ ﻧﻌﺮﺓ اﻟﺘﻌﺎﺭﻑ ﻭاﻟﺘﺮاﺣﻢ ﻓﻴﺸﺘﺪ ﺳﺎﻋﺪﻩ ﺑﺬﻟﻚ، ﻓﻼ ﻳﺸﻴﺐ ﺇﻻ ﻭﻗﺪ ﺗﺨﻠﻖ ﺑﺎﻟﺮﺣﻤﺔ، ﻭﻋﺮﻑ ﻏﻴﺮﻩ ﺑﻔﻮاﺋﺪﻫﺎ ﻭﻧﺘﺎﺋﺠﻬﺎ ﻓﻴﺘﺄﺩﺏ اﻟﺜﺎﻧﻲ ﺑﺄﺩﺏ اﻷﻭﻝ، ﻭﻋﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻓﻲ اﻹﺧﻼﺹ ﻭاﻟﻘﺒﻮﻝ اﻟﻤﻌﻮﻝ.

Jika Seorang penuntut ilmu tumbuh di atas hal ini maka akan tumbuh bersamanya rasa cinta untuk saling mengenal (peduli) dan kasih sayang, sehingga dengan sebab itu bertambahlah motivasinya (untuk menuntut ilmu). Maka belumlah ia beruban (lanjut usia) melainkan ia telah berakhlak dengan Ar-rahmah (kasih sayang), dan orang lain pun mengetahui manfaat dan hasilnya, sehingga orang ini beradab (mengikuti) adab orang yang pertama tadi.
Hanya kepada Allah-lah (kita) sandarkan keikhlasan dan penerimaan amal.
(Fahrasul-Faharis:1/93-94)

📝Catatan:
Sanad di atas adalah sanad yang telah penulis (Abu Muhammad) ringkas dengan tidak menyebutkan jalur-jalur periwayatannya.

الحمدلله رب العالمين.

(Baca Juga : Penjelasan Makna Iman Kepada Qadar)

🗓14 Syawwal 1440
✍🏻Muhammad Abu Muhammad Pattawe
🕌Darul-Hadits Ma'bar-Yaman.

Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=556984584830876&id=100015580180071

Tawadhu'nya Syaikh Muhammad Al-Imam

Tawadhu'nya Syaikh Muhammad Al-Imam
Tawadhu'nya Syaikh Muhammad Al-Imam

KETAWADHUAN ASY-SYAIKH MUHAMMAD IBN ABDILLAH AL-IMAM -hafizhahullah-

Ketika penjagaan terhadap Syaikhuna Al-Imam hafizhahullah semakin ketat maka sudah 3 tahun belakangan ini beliau tidak pernah mengunjungi kami di asrama, baik itu ketika Idul-Fitri dan Idul-Adha atau hari lainnya. Sehingga setiap lebaran kami harus ikutan masuk ke Maktabah untuk menyalaminya, yang tentu dengan penjagaan yang ketat, dan hanya sekedar bersalaman tangan.

Idul-fitri tahun ini, kami Thullab Indonesia masuk ke Maktabah untuk menyalami beliau. Setelah itu kami keluar dan ngumpul-ngumpul di asrama, makan snek bareng apa adanya.

(Baca Juga : Singa Negeri Mesir)

Sedang asyiknya bercerita dan bercanda, makan snek lebaran seadanya dalam suasana Idul-fitri yang berbahagia ini, tiba-tiba seorang pengawal Syaikh di depan pintu melihat kami dengan pandangan kesana kemari memperhatikan isi asrama. Kami pun serentak berkata: Syaikh Al-Imam, Syaikh Al-Imam mau datang...!, Kami pun merapikan apa yang bisa dirapikan sekedarnya.

Tiba-tiba Syaikh Al-Imam masuk dengan 2 pengawal bersenjata beliau, beliau pun memberi salam. Kami langsung berdiri menyambut beliau. Satu persatu dari kami menjabat tangan beliau dan memeluknya. Sampai pada giliran saya, saya pun menjabat tangan beliau, memeluknya dan mencium kepala beliau (saya berkata dalam hati: mungkin ini terakhir kali saya mencium beliau).

Setelah menyalami beliau, beliau memperhatikan asrama kami, sambil berjalan ditemani satu penjaga. Beliau melihat tempat tidur kami yang diberi sekat, masing-masing memiliki sekat, beliau berkata: mukhifah (menakutkan)! Heheh. Ya, asrama orang-orang Yaman tidak boleh disekat, beliau tidak membolehkannya, sehingga semuanya tidur berdekatan. Beliau begitu lembut kepada kami, sehingga kadang sebagian aturan di Darul-Hadits hanya berlaku kepada orang Yaman, tidak berlaku kepada kami.

Setelah itu beliau bertanya kepada kami apa yang kami butuhkan, kami menjawab:  "jazaakallahu khairan ya Syaikh, apa yang kalian berikan kepada kami telah mencukupi."
Beliau pun keluar kembali ke ruangan beliau di Maktabah.

Hafizahullah wa Ra'ah.

(Baca Juga : Jual Beli, Tahiyyatul Masjid dan I'tifkaf)

🗓10 Syawwal 1440
✍🏻Muhammad Abu Muhammad Pattawe,
🕌Darul-Hadits Ma'bar-Yaman.

Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=554756208387047&id=100015580180071

Puasa Syawwal dan Taat Suami

Puasa Syawwal dan Taat Suami
Puasa Syawwal dan Taat Suami
#PUASA_SYAWAL_DAN_TAAT_SUAMI
#PERHATIKAN_WAHAI_WANITA

Banyak dari kalangan wanita apabila mendengar dan membaca tentang keutamaan suatu amalan sunnah mereka bersegera melaksanaknnya tanpa memperhatikan etika dalam ibadah, salah satu etika dalam ibadah sunnah bagi seorang wanita adalah meminta izin kepada suaminya.
karena semangat beribadah saja tidak cukup, tetapi harus dibarengi dan didasari dengan ilmu. sebagai contoh ibadah sunnah yang harus meminta izin kepada suami adalah puasa sunnah seperti syawal, senin kamis dan yang lain.

(Baca Juga : Benarkah dr. Zakir Naik Sesat?)

Sebagaimana yang ditegaskan Nabi shallallahu alaihi wasallam :

لَا يَحِلُّ لِلمَرأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوجُهاشَاهِدٌ إلَّا بِإِذنِه

"Tidak boleh bagi seorang wanita berpuasa (sunnah) sedangkan suaminya ada (di rumah) kecuali dengan izinnya". (HR. Bukhari no. 5195)

para ulama sepakat bahwa hak suami wajib untuk ditunaikan dan menunaikan kewajiban lebih diutamakan dari mengerjakan perkara sunnah. maka tidak boleh bagi seorang istri berpuasa sunnah kecuali dengan izin suami. (al mausu'ah al fiqhiyah al kuwaitiyah 28/99)

jika istri berpuasa sunnah tanpa izin, maka suami boleh memaksa istrinya untuk berbuka puasa jika dia punya hajat kepada istrinya (berjima'), karena hak suami wajib ditunaikan. (fatawa islamiyah 2/167)

(Baca Juga : Sampaikan Salamku Kepada Ahlussunnah)

berbahagialah wahai para wanita, karena Nabi shallallahu alaihi wasallam menjajikan surga bagi yang mentaati suaminya :

إِذَا صَلَّتِ المَرْأَةُ خَمْسَها، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرَجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيلَ لَهَا: اُدْخُلِي الجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الجَنَّةِ شِئْتِ

"Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa bulan (ramadhan), menjaga kemaluannya, mentaati suaminya, dikatakan kepadanya : masuklah surga dari pintu mana saja yang engkau suka". (HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya no. 4163 dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam shahihul jami' no. 660)

tetapi sebaiknya suami memberikan izin kepada istrinya jika mau berpuasa sunnah seperti puasa enam hari syawal, senin kamis, ayyamul baidh dll, karena sebagai bentuk ta'awun/kerjasama dalam kebaikan dan ketaqwaan agar sama-sama mendapatkan pahala.

Akhwat dan Ummahat.. inggatlah sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ

"Perhatikanlah kedudukanmu bagi suamimu, karena sesungguhnya ia adalah surgamu dan nerakamu". (HR. Ahmad no. 19025 dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam shahih at targhib no. 1933).

ridha suami menentukan seorang istri masuk surga, sebaliknya murka suami sebab kemurkaan Allah dan ancaman neraka.

(Baca Juga : Upah Mengajar Agama)

semoga Allah menjaga wanita muslimah dan menjadikan mereka sebagai istri istri yang shalihah.

WaAllahu A'lam
📝@/Tangerang/27/06/2017 M.

Tulisan Al-Ustadz Muhammad Alif, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=457620018140999&id=100016790144202

Serba-Serbi Puasa Syawwal

Serba-Serbi Puasa Syawwal
Serba-Serbi Puasa Syawwal

#SERBA_SERBI_PUASA_SYAWAL
#Semoga_bermanfaat_تقبل_الله_منا_ومنكم

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka seperti puasa setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164, dari Abu Ayyub Al Anshari radiyallahu anhu).

Berdasarkan hadits tersebut jumhur ulama seperti Imam As Syafi'i, Imam Ahmad dan yang lain sepakat akan sunnahnya puasa enam hari di bulan syawal. adapun yang berpendapat bahwa puasa syawal hukumnya makruh seperti Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Imam Malik maka tertolak karena bertentangan dengan hadits tersebut. (lihat. shahih fiqhis sunnah 2/120 dan fatawa lajnah daaimah 10/389).
#Keutamaan puasa 6 hari syawal
1. sabda Nabi shallallahu alai wasallam:

مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

"Barangsiapa berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah 'Idul Fithri, maka ia telah menyempurnakan puasa setahun penuh. Karena siapa saja yang melakukan kebaikan, maka akan dibalas sepuluh kebaikan semisalnya". (HR. Nasa'i no. 2869 dan Ibnu Majah no. 1715 dengan sanad shahih).

2. termasuk faedah terpenting dari puasa enam hari bulan Syawal ini adalah menutupi kekurangan puasa wajib pada bulan Ramadhan. Sebab puasa yang kita lakukan pada bulan Ramadhan pasti tidak terlepas dari kekurangan atau dosa yang dapat mengurangi keutamaannya. Pada hari kiamat nanti akan diambil pahala puasa sunnah tersebut untuk menutupi kekurangan puasa wajib.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam :

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسِبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أعمالِهمُ الصَّلَاةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلَائِكَتِهُ وَهُوَ أَعْلَمُ اُنْظُرُوا فِي صَلَاةِ عَبْدِي أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كَتَبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ اُنْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِي فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ عَلَى ذاكُم

"Amal ibadah yang pertama kali di hisab pada Hari Kiamat adalah shalat. Allah Ta'ala berkata kepada malaikat -sedang Dia Maha Mengetahui tentangnya-: "Periksalah ibadah shalat hamba-hamba-Ku, apakah sempurna ataukah kurang. Jika sempurna maka pahalanya ditulis utuh sempurna. Jika kurang, maka Allah memerintahkan malaikat: "Periksalah apakah hamba-Ku itu mengerjakan shalat-shalat sunnat? Jika ia mengerjakannya maka tutupilah kekurangan shalat wajibnya dengan shalat sunnat itu." Begitu pulalah dengan amal-amal ibadah lainnya". (HR. Abu Dawud no. 864 dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam shahihul jami' no. 2571).
#Syawal dulu apa qadha' ramadhan?
Ulama berbeda pendapat dalam hal ini :

1. Sebagian ulama mensyaratkan qadha' ramadhan terlebih dahulu kemudian berpuasa syawal. karena kata (ثُمَّ) dalam hadits Abu Ayyub Al Anshari tersebut menunjukkan tartib ramadhan kemudian syawal, dan perkara yang wajib harus lebih didahulukan sebelum yang sunnah. ini pendapat madzhab Hanabilah dan difatwakan Syaikh Ibnu Baz dalam majmu' fatawa 15/392, Syaikh Al Albani dalam silsilah al-huda wa an-nur no. 753 dan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam syarhul mumti' 6/448.

2. Mayoritas ulama dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah dan riwayat dari Imam Ahmad berpendapat boleh mendahulukan puasa syawal dan mengakhirkan qadha' ramadhan, karena orang yang mendapati ramadhan meskipun tidak sempurna puasa satu bulan maka tetap terhitung mendapatkan puasa ramadhan karena dia pasti akan tetap megqhada' puasa ramadhannya di lain hari, dan waktu syawal terbatas berbeda dengan waktu mengqadha'. sebagaimana diriwayatkan dari 'Aisyah radiyaAllahu anha bahwa beliau berkata:

كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ

"Aku dahulu punya kewajiban (hutang) puasa. Aku tidak bisa membayar (hutang) puasa tersebut kecuali pada bulan Sya’ban". (HR. Bukhari no. 1950).

Pendapat yang rajih adalah boleh mendahulukan puasa syawal sebelum qadha' ramadhan, dan tidak disyaratkan puasa qadha' ramadhan terlebih dahulu. (lihat. shahih fiqhis sunnah 2/121 Syaikhuna Abu Malik Kamal Salim, dan fatwa Syaikh DR. Umar bin Abdillah Al-Muqbil di http://almuqbil.com/web/?action=fatwa_inner&show_id=1753). waAllahu a'lam.

#Hukum menjama' niat qadha' puasa ramadhan dan puasa syawal?

ini yang dikenal dalam fiqh dengan hukum "tasyrik niyah", dalam hal ini tidak boleh seseorang berpuasa dengan niatan untuk qadha' ramadhan dan niat puasa enam hari syawal. harus dibedakan hari dan niatnya. ini yang difatwakan para Ulama diantaranya Syaikh Bin Baz dalam fatwa nur ala ad-darbi http://www.binbaz.org.sa/noor/4607 dan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam fatawa as-shiyam no. 438. 

(Baca Juga : Ukuran di Masa Nabi)

~~~~~🌻🌸🌺🌼~~~~~
📝WaAllahu A'lam.
@lif/Tangerang/1 syawal 1438 H/25 juni 2017 M.

Tulisan Al-Ustadz Muhammad Alif, Lc hafidzhahullah