Hukum Seputar Hari Raya

Hukum Seputar Hari Raya
Hukum Seputar Hari Raya

A. Hukum Sholat Al-‘Id[1]

Ulama berbeda pendapat tentang hukum sholat ‘id menjadi tiga pendapat:

Pendapat pertama : hukumnya fardhu ‘ain (wajib bagi setiap muslim), ini adalah pendapat madzhab Imam Abu Hanifah, salah satu pendapat Imam Syafi’i, riwayat dari Imam Ahmad dan sebagian madzhab Malikiyah serta pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Al-‘Allamah Shiddiq Hasan Khon, Syaikh Al-Albani rahimahumullahu.

Dalil-dalil mereka adalah:

a. firman Allah ta’ala:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka laksanakanlah sholat karena RabbMu, dan berkurbanlah”.[2]

Perintah dalam ayat ini adalah menunjukkan wajib, dan maksud sholat dalam ayat ini adalah sholat ‘id.[3]

b. firman Allah ta’ala:

وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan hendaklah engkau mengagungkan Allah atas petunjukkaNya yang diberikan kepadamu, agar engkau menjadi orang yang bersyukur”.[4]

Dalam ayat ini Allah perintahkan untuk bertakbir di hari raya maka mencakup perintah kewajiban sholat ‘id adalah lebih utama.

c. Nabi salallahu alaihi wasallam senantiasa melaksanakannya dan tidak pernah meninggalkannya sekalipun, begitu juga para khalifah sesudahnya senantiasa melaksanakannya.

d. Nabi salallahu alaihi wasallam perintahkan kaum muslimin untuk keluar menuju musholla (tanah lapang) sampai-sampai Nabi salallahu alaihi wasallam juga perintahkan wanita-wanita yang sedang haid dan para gadis untuk keluar menuju tanah lapang, bahkan yang tidak memiliki pakaian/jilbab tetap Nabi salallahu alaihi wasallam perintahkan ikut keluar dan meminjam jilbab saudarinya, tetapi bagi yang sedang haid agar sedikit menjauh dari tempat sholat. Ini menunjukkan bahwa perintah tersebut menunjukkan wajib untuk sholat bagi yang tidak memiliki udzur syar’i dan kewajiban tersebut lebih utama lagi bagi kaum laki-laki, seperti yang dinyatakan Al-Imam Siddiq Hasan Khon dalam kitabnya.[5]

e. sholat ‘id adalah termasuk syiar-syiar islam terbesar yang nampak, maka hukumnya adalah wajib seperti halnya sholat jum’at.

f. sholat ‘id dapat mengugurkan kewajiban sholat jum’at jika bertepatan dengan hari jum’at, oleh karena itu tidak ada yang bisa mengugurkan suatu kewajiban kecuali dengan kewajiban yang semisalnya.

(Baca Juga : 19 Ayat Al-Quran Tentang Akhlak)

Pendapat kedua: hukumnya fardhu kifayah (jika sudah ada yang melaksanakan maka gugur kewajiban tersebut bagi yang lain), ini adalah madzhab Al-Hanabilah dan sebagian madzhab Syafi’iyah rahimahumullahu.

Dalil-dalil mereka adalah seperti dalil-dalil yang dijadikan pegangan pendapat pertama, tetapi mereka memberikan tambahan bahwa tidak wajib kepada setiap individu muslim dan muslimah karena tidak disyari’atkan adzan dan iqomah, maka tidaklah wajib bagi setiap individu seperti sholat jenazah.

Pendapat ketiga: hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), ini adalah madzhab Malik dan Syafi’i serta pendapat kebanyakan pengikut keduanya rahimahumullahu.

Dalil-dalil mereka adalah:

1.     sabda Nabi salallahu alaihi wasallam kepada seorang Al-A’robi ketika dia bertanya tentang islam, maka Nabi menjawab: menyebutkan kewajiban sholat lima waktu, ia bertanyak lagi apakah masih ada kewajiban sholat kepadaku? Maka Nabi menjawab:

لَا، إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ

“tidak, kecuali sholat-sholat sunnah”.[6]

2.     sholat ‘id adalah memiliki ruku’ dan sujud tidak disyari’atkan adzan diawalnya, maka tidaklah wajib hukumnya seperti sholat duha.

Disini dapat disimpulkan bahwa hukum sholat ‘id adalah wajib atas setiap individu (fardhu ain) menurut pendapat yang rojih/kuat, berdasarkan dalil-dalil yang kuat. Dan seyogyanya bagi setiap muslim untuk tidak meninggalkan syiar-syiar islam terlebih lagi sholat yang datangnya hanya satu tahun dua kali. Wallahu a’lam.

B.    Waktu Sholat ‘Id

Abdullah bin Busr radiyallahu anhu seorang shohabat Nabi salallahu alaihi wasallam pernah keluar bersama orang-orang pada hari ‘idul fithri atau ‘idul adha, maka ia mengingkari lambatnya imam dan berkata:

إنَّا كُنَّا قَدْ فَرَّغْنَا سَاعَتَنَا هَذِهِ وَذَلِكَ حِينَ التَّسْبِيحِ

“sesungguhnya kita telah kehilangan waktu kita ini, dan yang demikian itu tatkala tasbih (yakni waktu dibolehkannya sholat sunnah duha, ketika telah lewat waktu diharamkannya sholat)”.[7]

Dari hadits diatas para ulama menyebutkan bahwa waktu sholat ‘idul fithri dan ‘idul adha adalah setelah tingginya matahari seukuran tombak sampai tergelincir matahari. dan yang paling utama saholat ‘idul adha dilakukan diawal waktu agar orang-orang dapat menyembelih hewan kurban mereka, sedangkan sholat ‘idul fithri diakhirkan agar orang-orang dapat membayar zakat fithri mereka, Bahkan ini merupakan ijma’ para ulama. Sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Imam Siddiq Hasan Khon rahimahullahu dan Syaikh Sholeh Al-Fauzan hafidzhohullahu ta’ala.[8]

Jika tidak diketahui kapan hari ‘id kecuali setelah zawal (tergelincirnya matahari) maka ini adalah udzur dan sholat ‘idnya dikerjakan keesokan pagi hari. Ini adalah madzhab jumhur ulama (mayoritas ulama) Al-Hanafiyah, As-Syafi’iyah, Al-Hanabilah. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Umair bin Anas dari paman-pamannya yang termasuk shohabat Nabi salallahu alaihi wasallam, ada beberapa orang mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallam dan bersaksi :

أَنَّهُمْ رَأَوْا الْهِلاَل بِالأَمْسِ فَأَمْرَهُمْ أَنْ يَفْطُرُوا وَإِذَا أَصْبَحُوا أَنْ يَغْدُوا إِلَى مُصَلَّاهِمْ

“Bahwa mereka melihat hilal (tangal 1 syawal) kemarin, maka Nabi perintahkan mereka untuk berbuka dan pergi ke tanah lapang keesokan pagi hari”.[9]

C.     Tempat Sholat ‘Id

Tempat sholat ‘id adalah musholla (tanang lapang), dan bukan masjid. Berdasarkan riwayat dari shohabat Abi Sa’id Al-Khudri radiyallahu anhu, beliau berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الفُطْرِ وَالأَضْحَى إِلَى المُصَلَّى فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلَاةُ

“Adalah Rasulullah salallahu alaihi wasallam keluar pada hari ‘idul fitri dan adha ke musholla (tanah lapang), maka pertama kali yang beliau mulai adalah sholat”.[10]

Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat yang lain menunjukkan sunnahnya sholat ‘id di tanah lapang, seperti riwayat dari Abdullah bin Umar, Al-Barro’ bin Aazib, Abdullah bin Abbas radiyallahu anhum dengan sanad yang shohih.

Adapun sholat ‘id di masjid dibolehkan jika ada udzur syar’i seperti hujan, angin yang sangat kencang atau bagi orang-orang tua yang tidak mampu lagi pergi menuju tanah lapang.[11]

Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam sunannya 1/180, Ibnu Majah dalam sunannya 1/194, Al-Hakim dalam mustadroknya 1/295,  dan Al-Baihaqi dalam sunannya 3/210 dari Abu Hurairah radiyallahu anhu yang menceritakan bahwa Nabi salallahu alaihi wasallam pernah sholat ‘id di masjid karena hujan adalah hadits dhoif (lemah), karena di dalam sanadnya terdapat rowi yang bernama Isa bin Abdil A’la bin Abi Farwah dia adalah majhul (tidak diketahui) dan gurunya yang bernama ‘Ubaidullah At-Taimy juga majhul hal (tidak diketahui keadaanya) sebagaimana dinyatakan Al-Hafidz Ad-Dzahabi dan Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahumallahu ta’ala, sehingga para ulama hadits mendhoifkannya seperti Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab “talkhis al-habir” dan “bulugul marom”, begitu juga Al-Imam Al-Albani rahimahumullahu dalam risalahnya “sholatul ‘idain fil musholla hiya as-sunnah hal. 32. maka tidak bisa dijadikan pijakan hukum, sehingga kembali kepada hukum asal yaitu sholat ‘id di tanah lapang sesuai petunjuk Nabi salallahu alaihi wasallamdan para  shohabatnya radiyallahu anhum.

Bahkan sebagian ulama seperti madzhab Malik rahimahullahmenyatakan hukumnya bid’ah  sholat ‘id di masjid, kecuali ada udzur syar’i maka tidak mengapa.[12]

Sebagian Ulama mengecualikan bolehnya sholat ‘id di masjidil haram dan masjid nabawi.[13] waAllahu a’lam

D.    Adakah adzan dan Iqomah untuk sholat ‘id?

Tidak disunnahkan adzan dan iqomah untuk sholat ‘id, bahkan hukum adzan untuk sholat ‘id adalah bid’ah.[14]Berdasarkan riwayat dari Abdullah bin Abbas dan Jabir bin Abdillah radiyallahu anhum.

لَمْ يَكُنْ يُؤَذَّنُ يَوْمَ الفُطْرِ وَلَا يَوْمَ الأَضْحَى

“Tidak pernah ada adzan untk sholat ‘idul fithri dan ‘idul adha”.[15]

Dan dari Jabir bin Samuroh radiyallahu anhu ia berkata: “ aku pernah sholat (‘id) bersama Nabi salallahu alaihi wasallam bukan hanya sekali atau dua kali, tanpa ada adzan dan iqomah”.[16]

E.     Sifat sholat ‘id

Sholat ‘id adalah dua raka’at dan ada dua belas takbir didalamnya, tujuh kali takbir diraka’at awal setelah takbirotul ihrom dan lima kali takbir dirakaat kedua sebelum membaca al-fatihah, sebagaimana yang dicontohkan Nabi salallahu alaihi wasallam.

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَبَّرَ فِي العِيدَيْنِ: فِي الأُولَى سَبْعًا قَبْلَ القِرَاءَةِ، وَفِي الآخِرَةِ خَمْسًا قَبْلَ القِرَاءَةِ

“Bahwa Nabi salallahu alaihi wasallam bertakbir pada shalat ‘id tujuh kali dirakaat pertama sebelum membaca (al-fatihah) dan lima kali dirakaat selanjutnya (rakaat kedua)”.[17]

Dan dari Aisyah radiyallahu anha ia berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيه وَسَلَّم كَانَ يُكَبِّرُ فِي الفِطْرِ وَالأَضْحَى ، فِي الأُولَى سَبعَ تَكبِيرَاتٍ ، وَفِي الثَانِيةِ خَمسًا سِوَى تَكْبِيرِ الرُكُوعِ

“Bahwa Rasulullah salallahu alaihi wasallam bertakbir disholat ‘idul fithri dan adha pada rokaat pertama tujuh kali takbir dan dirakaat kedua dengan lima takbir, tidak termasuk takbir ruku’”.[18]

Adapun bacaan doa dan dzikir dalam sholat ‘id adalah sama dengan bacaan dalam sholat-sholat yang lain, hanya dalam sholat ‘id disunnahkan setelah al-fatihah untuk membaca surat Qoff dirakaat pertama dan surah Al-Qomar pada rakaat kedua. Seperti yang diriwayatkan oleh Ubaidillah bin Abdillah radiyallahu anhu.[19]

dan dalam riwayat yang lain disunnahkan membaca Surat Al-A’la dan Al-Ghosyiyah. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh shohabat An-Nu’man bin Basyir radiyallahu anhu ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي العِيدَيْنِ وَفِي الجُمْعَةِ، بسَبِّحِ اسمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى، وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ

“Adalah Rasulullah salallahu alaihi wasallam membaca dalam sholat ‘id dan jum’ah dengan sabbihisma robbikal a’la dan hal ataaka haditsul ghosyiyah”.[20]

F.     Sunnahkah mengangkat tangan disetiap takbir dalam sholat ‘id?

Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat menjadi dua kelompok:

a. Pendapat pertama: disunnahkan mengangkat tangan dalam setiap takbir. Ini adalah madzhab Al-Hanafiyah, Syafi’iyah dan Al-Hanabilah, dan pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin dan Syaikh Sholeh Al-Fauzan.[21]

Berdasarkan riwayat dari Abdillah bin Umar dan dari Umar bin Khottob radiyallahu anhuma:

أَنَّهُ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهُ مَعَ كَلِّ تكبيرة فِي الجَنَازَةِ وَفِي العِيدِ

“Bahwa ia (Abdullah bin Umar) mengangkat tangan setiap takbir dalam sholat ‘id dan sholat jenazah”.[22]

b. Pendapat kedua: tidak disunnahkan mengangkat tangan dalam setiap takbir, kecuali takbirotul ihram saja. Ini adalah madzhab Al-Malikiyah, At-Tsauri, Ibnu Abi Laila, Abu Yusuf dan pendapat Al-Imam As-Syaukani dan Syaikh Al-Albani rahimahumullahu ta’ala.[23]

karena tidak ada dalil yang shahih dari Nabi salallahu alaihi wasallam bahwa beliau mengangkat tangan disetiap takbir shalat ‘id kecuali takbirotul ihram, adapun yang diriwayatkan dari Umar dan putranya (Abdullah bin Umar) maka tidak bisa dijadikan dasar disunnahkannya mengangkat tangan, karena riwayat dari Umar bin Khottob sanadnya dhoif (lemah), sedangkan Imam Malik berkata tentang riwayat tersebut bahwa : aku (Malik bin Anas) tidak pernah mendengar sedikitpun tentang itu.

Pendapat kedua ini yang lebih rajih/kuat.[24] Wallahu a’lam

G.    Khutbah setelah sholat ied

Disunnahkan setelah sholat bagi Imam untuk berkhutbah satu kali dan bukan dua kali seperti khutbah jum’at, khutbah yang dilakukan dengan dua kali seperti khutbah jum’at adalah tidak benar karena dasar haditsnya dhoif (lemah). Berkutbah dengan berdiri diatas tanah dan tanpa memakai mimbar. itulah yang dicontohkan Nabi salallahu alaihi wasallam dan para al-khulafa’ar-rosyidin radiyallahu anhum.[25]

Dari Abdullah bin Abbas radiyallahu anhuma ia berkata:

شَهِدْتُ العِيدَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثمَانُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ، فَكَلُّهم كَانُوا يُصَلُّونَ قَبْلَ الخُطْبَةِ

“Aku pernah sholat ‘id bersama Nabi salallahu alaihi wasallam, Abu Bakr, Umar dan Utsman radiyallahu anhum, maka mereka semua melaksanakan sholat sebelum khutbah”.[26]

Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat yang lain menunjukkan bahwa khutbah ‘id adalah setelah sholat, adapun jika dilakukan sebelum sholat maka hukumnya bid’ah dan menyalahi sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam. Karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi salallahu alaihi wasallam dan para shohabatnya radiyallahu anhum. Adapun orang yang pertama kali yang berkhutbah ‘id sebelum sholat adalah Marwan rahimahullah kemudian diingkari oleh para ulama pada masa itu dan setelahnya karena menyelisihi sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam dan sunnah para shohabat.[27]

sebagaimana yang diriwayatkan oleh Thariq bin Syihab radiyallahu anhu ia berkata:

أَخْرَجَ مَرْوَانُ المِنْبَرَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَبَدَأَ بِالخَطَبَةِ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا مَرْوَانَ خَالَفْتَ السُّنَّةَ أَخْرَجْتَ المِنْبَرَ فِي يَوْمِ عِيدٍ وَلَمْ يَكُنْ يُخْرَجُ فِيهِ وَبَدَأْتَ بِالخَطَبَةِ قَبْلَ الصَّلَاةِ

“Marwan mengeluarkan mimbar pada hari ‘id, ia memulai khutbah sebelum shalat, maka seseorang berdiri  sambil berkata: wahai Marwan! Engkau telah menyelisihi sunnah, engkau mengeluarkan mimbar pada hari ‘id sedangkan Nabi dan para shohabat tidak pernah mengerjakannya dan engkau memulai khutbah sebelum sholat”.[28]

Dan disunnahkan bagi khotib untuk menyampaikan nasehat-nasehat kepada kaum muslimin dengan seruan bertaqwa kepada Allah, mengajak kepada aqidah yang benar dan amalan-amalan sholeh serta memperingatkan kaum muslimin dari perbuatan syirik, bid’ah dan amalan-amalan yang mengugurkan pahala. Dan juga dianjurkan agar menyampaikan nasehat-nasehat khusus kepada wanita-wanita muslimah dengan kebaikan. Sebagaimana yang dicontohkan Nabi salallahu alaihi wasallam.

H.    Hukum mendengarkan khutbah

Hukum mendengarkan khutbah ‘id adalah sunnah dan tidak wajib, akan tetapi jika seseorang mendengarkan khutbah niscaya dia akan mendapatkan manfaat dan ilmu serta ikut menampakkan syiar-syiar islam dalam sholat ‘id.

Berdasarkan riwayat dari Abdullah bin As-Saib radiyallahu anhu ia berkata:

شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ العِيدَ فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ قَالَ: إنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ لِلخُطَبَةِ فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ

“Aku pernah menyaksikan sholat ‘id bersama Nabi salallahu alaihi wasallam, maka tatkala selesai sholat beliau berkata: sesungguhnya kami akan berkutbah, barang siapa yang ingin duduk mendengarkan khutbah maka hendaklah ia tetap duduk, dan barang siapa yang ingin pergi maka hendaknya ia pergi”.[29]

(Baca Juga : 24 Ayat Al-Quran Tentang Tsamud)

I.       Adakah sholat sunnah sebelum sholat ‘id?

Adapun sholat sunnah sebelum sholat ‘id maka tidaklah disunnahkan dan tidak ada contoh dari Nabi salallahu alaihi wasallam dan para shohabatnya, bahkan ini meyelisihi apa yang dicontohkan Nabi salallahu alaihi wasallam, sebagaimana riwayat dari Abdullah bin Abbas radiyallahu anhuma ia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى يَوْمَ الفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ، لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلَا بَعْدَهَا

“Bahwasanya Nabi salllahu alaihi wasallam sholat ‘idul fithri dua raka’at dan tidak pernah sholat sebelum dan sesudahnya”.[30]

Adapun jika sholat ‘id dilaksanakan di masjid karena ada sebab udzur syar’i maka disunnahkan untuk sholat dua rakaat ketika masuk masjid Karena ini termasuk sholat tahiyyatul masjid, Ini adalah para Ulama termasuk Al-Imam Ibnu Baz rahimahullahu ta’ala.[31]

sebagaiman sabda Nabi salallahu alaihi wasallam:

إِذَا دَخَلَ أحدُكمُ المَسْجِدَ، فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ

“Apabila salah seorang diantara kalian masuk masjid, maka janganlah ia duduk sampai ia sholat dua rakaat”.[32]

J.       Hal-hal yang disunnahkan pada hari ‘id[33]

Diantara sunnah-sunnah Nabi salallahu alaihi wasallam pada hari ‘id adalah:

1.     Mandi.  Dari Ali bin Abi Tholib radiyallahu anhu ia pernah ditanyak tentang disunnahkan mandi, maka beliau menjawab:

يَوْمُ الجُمْعَةِ وَيَوْمُ عرفةَ وَيَوْمُ النَّحْرِ وَيَوْمُ الفُطْرِ

“pada hari jum’ah, hari arafah, ‘idul adha dan ‘idul fithri”.[34]

Dan dari Nafi’ rahimahullah ia berkata: “bahwa Abdullah bin Umar radiyallahu anhuma biasa mandi pada hari ‘idul fitri sebelum pergi ke musholla (lapangan)”.[35]

2.     Memakai sebaik-baik pakaian yang ia miliki. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radiyallahu anhuma ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَلْبَسُ يَوْمَ العِيدِ بردةً حَمْرَاءَ

“Adalah Rasulullah salallahu alaihi waallam pada hari ‘id beliau memakai pakaian tebal merah”.[36]

3.     Makan beberapa makanan pada ‘idul fithri sebelum keluar ke tanah lapang. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَغْدُو يَوْمَ الفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ تَمَرَاتٍ

“Adalah Rasulullah salallahu alaihi wasallam tidak keluar pada hari ‘idul fithri sampai beliau memakan beberapa kurma”.[37]

4.     Mengakhirkan makan pada hari ‘idul adha sampai selesai sholat. Diriwayatkan dari Buraidah radiyallahu anhu ia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ وَلَا يَطْعَمُ يَوْمَ النَّحْرِ حَتَّى يَنْحَرَ

“Bahwa Rasulullah salallahu alaihi wasallam tidak keluar (ke lapangan) pada ‘idul fithri sampai beliau makan terlebih dahulu, dan tidak makan pada hari ‘idul adha sampai beliau menyembelih (kurban)”.[38]

5.     Menyelisihi jalan (antara pergi dan kembali). Sebagaimana yang dicontohkan Nabi salallahu alaihi wasallam, berkata Jabir radiyallahu anhu:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ، خَالَفَ الطَّرِيقَ

“Adalah Nabi salallahu alaihi wasallam apabila hari ‘id beliau menyelisihi jalan (membedakan antara jalan pergi ke lapangan dengan kembalinya)”.[39]

6.     Memperbanyak takbir pada hari ‘id. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur”.[40]

Dan firman Allah ta’ala:

وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَّعْدُودَاتٍ

“Dan berdzikirlah kepada Allah pada hari yang telah ditentukan jumlahnya”.[41]

Adapun waktu mulai takbir ‘idul fithri adalah ketika hendak keluar menuju musholla (tanah lapang) dan terus memperbanyak takbir sampai sholat akan dilaksanakan. Sebagaimana yang diriwayatkan Nafi’ rahimahullah dari Abdillah bin Umar radiyallahu anhuma ia berkata: “Adalah Rasulullah salallahu alaihi wasallam keluar menuju  sholat ‘idain bersama Al-Fadhl bin Abbas, Abdullah bin Abbas, Ali bin Abi Tholib, Ja’far, Al-Hasan, Al-Husain, Usamah bin Zaid, Zaid bin Haritsah dan Aiman bin Ummi Aiman radiyallahu anhum, seraya mengeraskan suara dengan tahlil (mengucapkan lailaha illaAllah) dan takbir (mengucapkan Allahu Akbar)”.[42]

Sedangkan waktu melantunkan takbir pada hari ‘idul adha adalah pagi hari pada hari arofah sampai waktu ashar akhir hari tasyriq. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Tholib, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud radiyallahu anhum dengan sanad shohih.[43]

7.     Memberi ucapan selamat kepada orang lain.

Menugucapkan kalimat selamat pada hari raya atau ucapan “taqabbala Allahu minna wa minkum” dibolehkan, karena terdapat riwayat dari sebagian shahabat radiyallahu anhum mereka saling mengucapkannya.[44]

(Baca Juga : 14 Ayat Al-Quran Tentang Penyakit)

Wallahu a’lam.
(@lif/TP Cairo/29 ramadhan 1431 H/ 8 september 2010 M).

Bahan pustaka:
1.     Al-Wajiz fi fiqhi as-sunnah wa al-kitab al-aziz, Syaikh DR. Abdul Adhzim Badawi, dar Ibnu Rajab, cet. Keempat, th. 1430 H 2009 M, Egypt.
2.     Shohih fiqh as-sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal Sayyid Salim, al-maktabah at-taufiqiyah, Cairo-Egypt.
3.     Tamam al-minnah fi fiqhi al-kitab wa shohih as-sunnah, Syaikh Adil bin Yusuf Al-Azzazi, muassasah al-qurtubah, cet. Ketiga, th. 1427 H 2006 M, Egypt.
4.     Tamam al-minnah fi at-ta’liq ala fiqhi as-sunnah, Syaikh Al-Imam Al-Albany, dar ar-royah, cet. Kelima, th. 1419 H 1998 M, Jeddah-KSA.
5.     At-Ta’liqot ar-rodiyyah ala ar-roudoh an-nadiyah, Syaikh Al-Imam Al-Albany, dar ibn qoyyim, cet. Kedua, th. 1428 H 2007 M, Riyadh-KSA.
6.     Al-Mulakhos al-fiqhi, Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan, tanpa penerbit dan tahun, KSA.
7.     Al-Ijaz fi ba’dhi ma ikhtalafa fihi Al-Albany wa Ibni Utsaimin wa Ibni Baz, Syaikh DR. Sa’ad bin Abdillah Al-Buraik, tanpa penerbit, cet. Pertama, th. 1430 H 2009 M.
8.     Al-Mausu’ah al-fiqhiyah al-muyassaroh, Syaikh Husain bin Audah Al-Awayisah, al-maktabah al-islamiyah, cet. Pertama, th. 1423 H 2002 M, Amman-Ordon.
9.     Sholatul ‘iedain fi al-musholla hiya as-sunnah, Syaikh Al-Imam Al-Albany, al-maktab al-islamy, cet. Ketiga, th. 1406 H 1986 M, Beirut.

[1] Shahih fiqhus sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal Salim 1/598-599, tamamul minnah, Syaik Al-Albani hal. 344, Al-wajiz fi fiqhi as-sunnah wa al-kitab al-aziz, Syaikh DR. Abdul Adhim Badawi hal. 186 dan al-fiqhu al-muyassar, hal. 102.

[2] QS. Al-Kautsar: 2.

[3] at-ta’liqot ar-rodiyah ala ar-roudoh an-nadiyah 1/379.

[4] QS. Al-Baqoroh: 185.

[5] Ar-roudah an-nadiyah 1/379.

[6] HR. Bukhori no. 46 dan Muslim no. 11 dari Tholhah bin Ubaidillah radiyallahu anhu.

[7] HR. Abu Dawud no. 1135 dan Ibnu Majah no. 1317 dan dishahihkan Syaikh Al-Albani, dari Yazid bin Khumair Ar-Rohaby rahimahullahu ta’ala.

[8] Ar-roudoh an-nadiyah, Al-Imam Shiddiq Hasan Khon 1/386-387, dan al-mulakhos al-fiqhi, Syaikh DR. Shaleh Al-Fauzan 1/269, shahih fiqhi as-sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal Salim 1/600.

[9] HR. Abu Dawud no. 1157 dan Ibnu Majah no. 1653 dan dishahihkan Syaikh Al-Albani.

[10] HR. Bukhari no. 956 dan Muslim no. 889.

[11] Shahih fiqhu as-sunnah 1/601 dan al-fiqhu al-muyassar hal. 102.

[12] Sholatul ‘idain fi musholla hiya as-sunnah oleh Al-Imam Al-Albani hal. 34.

[13] Majmu’ fatawa wa maqolat, Syaikh Ibnu Utsaimin 16/231.

[14] Shahih fiqhu as-sunnah 1/606.

[15] HR. Bukhari no. 960 dan Muslim no. 886.

[16] HR. Muslim no. 887 dan At-Tirmidzi no. 532.

[17] HR. Tirmidzi no. 536 dan Ibnu Majah no. 1279 dari Katsir bin Abdillah bin Amri bin Auf dari Ayahnya dari Kakeknya dengan sanad shohih, dishahihkan Syaikh Al-Albani.

[18] HR. Abu Dawud no. 1149 dan Ibnu Majah no. 1280 dengan sanad shohih, dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam al-irwa’ no. 639.

[19] HR. Muslim no. 891.

[20] HR. Muslim no. 878.

[21] Al-Majmu’ syarhul muhadzab, Imam An-Nawawi 5/26, syarhul mumti’, Syaikh Ibnu Utsaimin 5/138-139 dan majmu’ fatawa wa rosail, Syaikh Ibnu Utsaimin 16/239-240 dan 244, dan al-mulakhos al-fiqhi, Syaikh Shaleh Al-Fauzan 1/272.

[22] HR. Al-Baihaqi dalam sunannya 3/293.

[23] Al-Majmu’ syarhul muhadzab, Imam An-Nawawi 5/26, nailul authar, Imam As-Syaukani 5/55, tamamul minnah, Syaikh Al-Albani hal. 348-349.

[24] dirojihkan oleh Guru kami Syaikh Adil bin Yusuf Al-Azazi hafidzohullahu ta’ala dalam kitabnya “tamamul minnah fi fiqhi al-kitab wa shohih as-sunnah” 2/44. Guru kami Syaikh Abu Malik Kamal Salim hafidzohullahu ta’aladalam shahih fiqhis sunnah 1/606. dan  penulis yang dhoif ini lebih condong ke pendapat yang kedua.

[25] Shahih fiqhis sunnah 1/607.

[26] HR. Bukhari no. 962 dan Muslim no. 884.

[27]  ar-roudhoh an-nadiyah, Al-‘Allamah Shiddiq Hasan Khon 1/384.

[28] HR. Muslim no. 889 dan Abu Dawud no. 1140.

[29] HR. Abu Dawud no. 1155, Ibnu Majah no. 1290 dan dishahihkan Syaikh Al-Albani.

[30] HR. Bukhari no. 964 dan 989, Tirmidzi no. 537.

[31] Majmu’ fatawa wa maqolat mutanawwi’ah, Syaikh Ibnu Baz 13/14.

[32] HR. Bukhari no. 1164, 444 dan Muslim no. 714 dari Abu Qatadah bin Rib’i Al-Anshari radiayllahu anhu.

[33] Al-wajiz fi fiqhi sunnah wal kitabil aziz, Syaikh DR. Abdul Adhim Badawi hal. 188-189. Shahih fiqhi as-sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal Salim 1/602-605. Al-fiqhu al-muyassar hal. 104-105.

[34] HR. As-Syafi’i dalam musnadnya no. 114 dengan sanad, dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam al-irwa’ 1/177.

[35] HR. Malik dalam muwattho’ no. 426, Syafi’i dalam musnadnya no. 73 dan Abdurrazzaq As-Shon’ani dalam al-mushonnafnya no. 5754 dengan sanad shohih.

[36] HR. At-Thabrani dalam al-ausat. Berkata Al-Haitsamy dalam majma’ az-zawaid 2/201: rowi-rowinya terpercaya, dan dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albani dalam as-shahihah no. 1279.

[37] HR. Bukhari no. 953.

[38] HR. Tirmidzi no. 542,  Ibnu Majah no. 1756 dan Ibnu Hibban no 2812, dishahihkan Syaikh Al-Albani.

[39] HR. Bukhari no. 986.

[40] QS. Al-Baqoroh: 185.

[41] QS. Al-Baqoroh: 203.

[42] HR. Al-Baihaqi 3/279 dan dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albani rahimahumallahu dalam al-irwa’ 3/123.

[43] HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al-mushonnafnya 2/165, Al-Baihaqi dalam sunannya 3/314, dan Al-Hakim dalam mustadroknya 1/300, lihat. Al-irwa’ Syaikh Al-Albani 3/125.

[44] Ringkasan dari fatwa Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah ta’ala, lihat. Shahih fiqhis sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal Salim 1/608-609.

Tulisan Al-Ustadz Muhammad Alif, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=260828011153535&id=100016790144202

Bolehkah Mengucapkan "Minal Aidin Wal Faidzin"?

Bolehkah Mengucapkan "Minal Aidin Wal Faidzin"?
Bolehkah Mengucapkan "Minal Aidin Wal Faidzin"?

*Bolehkah Mengucapkan “Minal Aaaidiin wal Faaiziin" ?*
التهنئة بالعيد

Ucapan Selamat Hari Raya

في سؤال للجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء بالمملكة العربية السعودية

Pertanyaan kepada Lajnah Daimah Lilbuhuts al-Ilmiyyah wal Ifta di Kerajaan Arab Saudi

بشأن ما تعارف الناس على ذبحه من المواشي في عيد الفطر؛ إظهارا للفرح، وتكريما لضيوفهم الذين يرِدِون عليهم، وكذا تزاورهم في العيد؛ صلة لأرحامهم، وإدخالا للسرور على جيرانهم وإخوانهم المسلمين

Tentang apa yang sudah dikenal oleh orang-orang untuk menyembelih binatang pada hari idul fithri; dalam rangka menampakan kegembiraan, dan memuliakan tamu yang datang pada mereka.

Demikian pula saling berkunjungnya mereka pada hari raya, sebagai bentuk silaturrahim, dalam rangka membahagiakan tetangga dan saudara sesama muslim.

(Baca Juga : Otopsi Mayat, Bolehkah?)

وتهنئتهم بعضهم البعض بهذه المناسبة بقولهم: «تقبل الله منا ومنكم» و«من العايدين والفائزين» و«عيدكم مبارك» ونحو ذلك من عبارات التهنئة

Serta ungkapan selamat mereka kepada sebagian yang lain pada kesempatan ini dengan ucapan:

“Taqobbalallahu Minnaa wa Minkum” dan “Minal Aaaidiin wal Faaiziin” dan ” ‘Iidukum Mubarak” atau ungkapan-ungkapan lain yang semisal.

لأنه ظهر من يقول: إن هذا كله من البدع، بل إنه يمتنع عن زيارة أقاربه ومعارفه واستقبالهم في العيد؛ لأنه يرى أنَّ كُلَّ ذلك من البدع، وقد طلب المذكور فتوى سماحتكم في ذلك مكتوبة حتى يعمل بها الجميع؟ فآمل التكرم بالاطلاع وإفتاء المذكور بما ترونه

Karena ada yang mengatakan:
Itu semua adalah Bid’ah, bahkan tidak boleh untuk berkunjung kepada kerabat dan handai taulan, atau menyambut kedatangannya; karena dia beranggapan bahwa hal itu semua adalah bid’ah. Dan meminta pendapat tentang hal itu secara tertulis, sehingga bisa diamalkan oleh semua. Dan aku berharap, bisa melihat permasalahan ini dan memberikan fatwa tentangnya.

(Baca Juga : Gara-Gara Lisan)

فأجابت اللجنة

Maka Lajnah menjawab:

لا بأس بذبح بعض الذبائح في عيد الفطر؛ إكراما للضيوف الذين يزورون مَن يذبح تلك الذبائح. لكن بقدر ما يكفي للزائر، مع عدم الإسراف والفخر في ذلك

Tidak mengapa menyembelih sembelihan pada hari idul fithri; dalam rangka memuliakan tamu yang berkunjung, bagi yang menyembelih sembelihan. Akan tetapi cukup untuk orang yang berkunjung, dan tidak berlebih²an, serta tidak dalam rangka berbangga-bangga dalam hal itu.

وأما تهنئة المسلمين بعضهم ببعض بالعيد -بمثل العبارات المذكورة في السؤال-: فإنه لا بأس بها؛ لما فيها من دعاء الأخ المسلم لأخيه بقبول العمل وطول العمر والسعادة، ولا محذور في ذلك

Adapun ucapan selamat kaum muslimin sebagian mereka kepada sebagian yang lain pada hari id -seperti ungkapan-ungkapan yang disebutkan pada pertanyaan- : Maka hal itu tidak mengapa; karena hal itu terdapat do'a seorang muslim untuk saudaranya agar diterima amalannya, panjang umur, dan kebahagiaan. Dan tidak terlarangan dalam hal itu.

وبالله التوفيق. وصلى الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم

Wabillahi at-Taufik, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shahbihi wa sallam.

اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

Al-Lajnah ad-Daimah Lilbuhuts al-’Ilmiyyah wal Ifta

صالح الفوزان … عبدالله بن غديان … عبدالعزيز آل الشيخ … عبدالعزيز بن عبدالله بن باز

Syaikh Shalih al-Fauzan
Syaikh Abdullah Ghadyan
Syaikh Abdul Aziz aalu asy-Syaikh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

[فتاوى اللجنة الدائمة، المجموعة الثانية (7/ 155-156)، الفتوى رقم (20673)]

Fataawa al-Lajnah ad-Daimah Majmu’ah:2, (7/155-166), fatwa no:20673.

جعلنا الله من العائدين التائبين المنيبين الملتجئين إليه الفائزين برضاه

Mudah-mudahan Allah Ta’ala menjadikan kita orang-orang yang kembali dan bertaubat kepada Allah, serta menang mendapatkan ridha-Nya.

(Baca Juga : Jangan Sebut Kafir, Sebut Saja Non Muslim)

Disusun Oleh : Ustadz Fuad Hamzah Baraba', Lc

Telegram Channel: http://bit.ly/fuadhbaraba79

Tulisan Al-Ustadz Fuad Hamzah Baraba, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1472158486260209&substory_index=0&id=100003982154800

11 Pelajaran Aqidah dari Puasa dan Ramadhan

11 Pelajaran Aqidah dari Puasa dan Ramadhan
11 Pelajaran Aqidah dari Puasa dan Ramadhan
Pelajaran dari disyariatkannya puasa dan bulan ramadhan sangat banyak dari berbagai sisi, tapi coretan ini sedikit menyebutkan beberapa point Aqidah yang bisa kita ambil sebagai pelajaran, diantaranya :

1. Mengimani Tauhid Uluhiyyah, dengan mengikhlaskan puasa hanya karena Allah, inilah pondasi puasa seorang hamba. Puasa merupakan amalan rahasia antara hamba dan Allah, maka ini wujud dari keimanan dia kepada Allah.
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ ، الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ ، قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِلَّا الصَّوْمَ ، فَإِنَّهُ لِي ، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي

"Semua amalan anak Adam pahalanya akan dilipatkan gandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus". Allah berfirman : "Kecuali puasa. Ia untukKu dan Aku yang akan membalasnya, Sesungguhnya ia menahan syahwatnya dan tidak makan karena Aku". (HR. Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 1151).

(Baca Juga : Manhaj Salaf Adalah Jalan Kebenaran)

2. Mengimani Tauhid Rububiyyah bahwa Allah yang memberi makan dan minum orang yang lupa disiang hari, ini merupakan tadbir Allah kepada hambaNya.
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

مَنْ نَسِىَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ

"Siapa yang lupa sedangkan ia berpuasa kemudian makan atau minum maka hendaklah ia meyempurnakan puasanya, sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan minum". (HR. Bukhari no. 1155 dan Muslim no. 6669).

3. Mengimani Tauhid Asma' wa shifat bagi Allah, bahwa Allah memiliki nama Al Ghafur dan sifatnya Maghfirah, karena dengan berpuasa di siang hari dan shalat tarawih di malam hari maka Allah akan ampuni dosa-dosa hambaNya.
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Siapa yang berpuasa ramadhan dengan iman dan mengharap pahala niscaya akan diampuni dosa dosanya yang telah lalu". (HR. Bukhari no. 2014 dan Muslim no. 760).
dan sabdanya :

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Siapa yang mendirikan shalat ramadhan (terawih) dengan iman dan mengharap pahala niscaya akan diampuni dosa dosanya yang telah lalu". (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759).

4. Mengimani nama Allah Ar Rahman dan sifatnya Ar Rahmah, Allah perintahkan berpuasa tapi disisi lain Allah memberikan rukhsah (keringanan) bagi yang tidak mampu untuk berbuka, ini merupakan bentuk rahmah Allah kepada hamba hambaNya.
diantara keringanan adalah bagi musafir, sebagaimana dalam hadits beliau :

عَنْ حَمْزَةَ بْنِ عَمْرٍو الأَسْلَمِىِّ أَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَجِدُ بي قُوَّةً عَلَى الصِّيَامِ في السَّفَرِ فَهَلْ عَلَىَّ جُنَاحٌ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : هي رُخْصَةٌ مِنَ اللَّهِ فَمَنْ أَخَذَ بِهَا فَحَسَنٌ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَصُومَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ

Dari Hamzah bin Amru Al Aslamiy bahwa ia berkata : Wahai Rasulullah aku mendapati kekuatan untuk berpuasa ketika safar, apakah aku berdosa? Beliau shallallahu alaihi wasallam menjawab : (berbuka) itu adalah keringanan dari Allah maka barangsiapa yang mengambil keringanan tersebut adalah baik, dan barangsiapa yang mau berpuasa maka tidak mengapa". (HR. Muslim no. 1121).

5. Meyakini dan menetapkan Syafaat pada hari kiamat.
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، يَقُولُ الصِّيَامُ : أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ . وَيَقُولُ الْقُرْآنُ : مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ . قَالَ : فَيُشَفَّعَانِ

"Puasa dan Al Quran akan memberi syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat, (pahala) Puasa berkata : wahai Tuhan, hamba ini telah menahan diri dari makan dan syahwatnya di siang hari maka berilah ijin kepadaku untuk memberi syafaat kepadanya. (pahala) Bacaan Al Quran berkata : hamba ini tidak tidur malam karena membaca Al Quran maka berilah ijin kepadaku untuk memberi syafaat kepadanya. maka keduanya memberikan syafaat". (HR. Ahmad no. 6626 dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam shahihul jami' no. 3882).

6. Beriman kepada Al Quran yang Allah turunkan kepada NabiNya shallallahu alaihi wasallam. dan mengimani sifat tinggi bagi Allah, berada di atas Arsy yang telah menurunkan Al Quran.
sebagaimana firmanNya :

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ

"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)". (Qs. Al Baqarah : 85).

(Baca Juga : 12 Ayat Al-Quran Tentang Masjid)

7. Mengimani dan menetapkan sifat Thayyib (Maha Baik) bagi Allah.
Sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا

"Sesungguhnya Allah itu Maha baik dan tidak menerima, kecuali sesuatu yang baik". (HR. Muslim no. 1015).

dan sabda beliau :

وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ

"Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada aroma minyak kasturi". (HR. Bukhari no. 1894 dan Muslim no. 1151).

8. Beriman adanya Jin dan syaithan.
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

"Apabila datang ramadhan maka pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan syaithan-syaithan dibelenggu". (HR. Bukhari no. 3277 dan Muslim mo. 1079).

9. Beriman bahwa Allah bershalawat kepada orang orang yang makan sahur.
sebagaimana sabda beliau :

إنَّ اللهَ ومَلائِكتَهُ يُصَلُّونَ عَلى المُتسَحِّرِين

"Sesungguhnya Allah dan malaikat bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur". (HR. Ahmad no. 11101 dan Ibnu Hibban no. 3467 dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam shahih at targhib no. 1070).

Shalawat Allah kepada hamba-hambaNya berarti pujian Allah kepada mereka.

10. Beriman kepada hari akhir.
sebagaimana sabda beliau shallallahu alaihi wasallam :

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ

"Bagi orang yang berpuasa mendapatkan dua kebahagiaan, bahagia apabila dia berbuka puasa dan bahagia apabila berjumpa Allah dengan membawa puasanya". (HR. Bukhari no. 1894 dan Muslim no. 1151)

11. Mengimani adanya Surga dan pintunya yang bernama Ar Rayyan khusus bagi orang yang berpuasa.
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

إِنَّ في الْجَنَّةِ بَاباً يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، لاَ يَدْخُلُ مَعَهُمْ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، يُقَالُ: فَإِذَا دَخَلَ آخِرُهُمْ أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ

"Sesungguhnya di surga ada satu pintu yang disebut dengan ar rayyan, orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat akan masuk melalui pintu tersebut, tidak ada orang selain mereka yang memasukinya. Jika telah masuk orang terkahir yang puasa ditutuplah pintu tersebut". (HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim no. 1152).

(Baca Juga : Bolehkah I'tikaf di Musholla?)

Semoga dengan ini Aqidah dan Ibadah kita semakin kuat dan diberikan istiqamah, serta puasa kita diterima oleh Allah.

WaAllahu A'lam.
📚diringkas dari :
~masaail 'aqadiyah fis shiyam, Mar'id bin Abdillah As Syumariy.
~tahqiq at tauhid fi shiyam ramadhan, DR. Adnan Musthafa.

📝@/Solo/11/05/19
#Masjid_AlQamar_Purwosari
#Mushalla_PLTS_Mojo_9
#Masjid_KPPN_Selamet_Riyadi
#Selamat_berpisah_Ramadhan_وداعا_رمضان

Tulisan Al-Ustadz Muhammad Alif, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=448696292366705&id=100016790144202

Kenapa Kita Berpuasa?

Kenapa Kita Berpuasa?
Kenapa Kita Berpuasa?
Saudaraku seiman semoga Allah senantiasa menjaga dan memberikan hidayahNya kepada kita semua.

insyaAllah kita semua mengetahui arti Puasa, yaitu menahan diri dari makan, minum, berjima’ serta hal-hal yang dapat membatalkan puasa mulai dari terbitnya matahari sampai terbenam. Tetapi jika kita ditanya kenapa berpuasa kira-kira apa jawaban kita?

Saudaraku.. inilah diantara jawabannya, mudah-mudahan bermanfaat dan menjadikan kita lebih semangat dalam menjalankan ibadah puasa. yaitu :

1.     Kita berpuasa ramadhan karena puasa adalah salah satu rukun islam yang harus dikerjakan oleh setiap muslim dan muslimah ( yang baligh, berakal, sehat, muqim, bersih dari haid dan nifas). Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam dibangun diatas lima perkara : syahadat bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, melaksanakan haji dan puasa ramadhan”. (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16 dari Ibnu Umar radiyaAllahu anhuma)

(Baca Juga : Wajibnya Mengenal Aqidah Islam)

2.     Agar menjadi orang yang bertaqwa dengan sebenar-benarnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa”. (Qs. Al-Baqarah : 183)

3.     Karena mengharap pahala dan ampunan dari Allah. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berpuasa ramadhan karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni baginya dosa-dosa yang telah lalu”. (HR. Bukhari no. 1901 dan Muslim no. 175 dari Abu Hurairah radiyallahu anhu)

4.  Agar dijauhkan dari api neraka karena puasa adalah perisai/tameng. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

الصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا العَبْدُ مِنَ النَّارِ

“Puasa adalah perisai yang dijadikan sebagai pelindung seorang hamba dari api neraka”. (HR. An-Nasa’i no. 2231 dan Ahmad 3/241 dari Jabir radiyallahu anhu dan Utsman bin Abi Al-’Ash radiyallahu anhu dengan sanad yang shahih, dan dihasankan Syaikh Al-Albani di shahihul jami’ no. 3867 dab 4308)

Dan sabda beliau :
مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللهِ؛ بَعُدَتْ مِنْهُ النَّارُ مَسِيرَةَ مِئَةَ عَامٍ

“Barangsiapa yang berpuasa sehari di jalan Allah niscaya akan dijauhkan dari api neraka sepanjang perjalanan seratus tahun”. (HR. Thabrani dalam mu’jam ausath 3/309, dari Amru bin ‘Abasah radiyallahu anhu, dan dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam shahih at-targhib no. 1259)

5.     Karena ingin meraih derajat yang tinggi di sisi Allah. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

عَلَيْكَ بِالصَّومِ ، لَا مِثْلَ لَه

“Hendaklah engkau berpuasa, karena (puasa) tidak ada bandingannya”. (HR. An-Nasa’i no. 2222, dari Abu Umamah radiyallahu anhu, dan dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam shahihul jami’ no. 4045 dan as-shahihan no. 1937)

6.     Karena ingin meraih pahala yang besar dengan kesabaran dalam menjalankan ibadah puasa. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas”. (Qs. Az-Zumar : 10)

Dan sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam hadits qudsi :

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

“Setiap amal anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa, maka sesungguhnya (puasa itu) untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya”. (HR. Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 163 dari Abu Hurairah radiyallahu anhu).

Ini menunjukkan besarnya pahala dan keagungan puasa, karena Allah mengkhusukan amalan puasa dan menisbatkan kepada-Nya.

(Baca Juga : 23 Ayat Al-Quran Tentang Pertemanan)

7.     Karena ingin mendapatkan syafa’atnya pada hari qiyamat. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

الصِّيَامُ وَالقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ القِيَامَةِ ، يَقُولُ الصِّيَامُ : أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهْوَةَ ، فَشَفِّعْنِي فِيْهِ ، وَيَقُولُ القُرْآنُ : مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ ، فَشَفِّعْنِي فِيْهِ ، قَالَ : فَيَشْفَعَانِ

“Puasa dan Al-Quran kelak pada hari kiamat akan memberikan syafaat kepada seorang hamba, berkata puasa : Ya Rabb, aku telah menghalanginya dari makan dan syahwat, izinkanlah aku untuk memberi syafaat kepadanya, dan berkata Al-Quran : Aku telah menghalanginya dari tidur malam, maka izinkanlah aku untuk memberi syafaat kepadanya, berkata Rasulullah : maka keduanya memberi syafaat”. (HR. Ahmad no. 6626 dan Al-Hakim 1/554, dari Abdullah bin Amru radiyallahu anhuma, dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir dan Syaikh Al-Albani di shahihul jami’ no. 3882)

8.     Karena ingin surga melalui pintu ar-rayyan. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

إِنَّ فِي الجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ : الرَّيَّانُ ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ القِيَامَةِ ، لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقُوا ، فَلَمْ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ

“Sesungguhnya di surga terdapat pintu yang disebut Ar-Rayyan, pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa akan masuk (surga) melalui pintu tersebut, tidak ada seorang pun selain mereka yang boleh masuk darinya, jika mereka sudah masuk maka dikuncilah pintu tersebut, sehingga tidak ada seorang pun (selain mereka) yang bisa masuk darinya”. (HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim no. 166 dari Sahl bin Sa’ad radiyallahu anhu).

9.     Karena kita ingin dicatat dan dikumpulkan bersama para syuhada’ dan shiddiqin. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Amru bin Murroh Al-Juhani radiyallahu anhu ia berkata :

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ شَهِدْتُ أَنْ لَا إلَهَ إلاَّ اللَّهُ وَأَنَّكَ رَسُولُ اللهِ وَصَلَّيْتُ الصَّلَوَاتِ الخَمْسِ وَأَدَّيْتُ الزَّكَاةَ وَصُمْتُ رَمَضَانُ وَقُمْتُهُ فَمِمَّنْ أَنَا؟ قَالَ: مِنْ الصِّدِّيقينَ والشُّهداءِ

“Seseorang datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam dan bertanya : wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu jika aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah, aku shalat lima waktu, aku membayar zakat dan aku berpuasa juga mendirikan giyamul lail (shalat teraweh), termasuk golongan siapakah aku? Beliau menjawab : engkau termasuk siddiqin dan syuhada’”. (HR. Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya no. 2212 dan Al-Haitsami dalam az-zawaaid 1/151, dan dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam shahih at-targhib no. 361 dan 1003)

10.              Karena ingin mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam hadits qudsi :

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا : إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ ، وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ

“Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan yang dirasakannya : apabila berbuka maka ia bergembira dengan buka puasanya, dan apabila berjumpa dengan Rabbnya, maka ia bebahagia dengan puasanya”. (HR. Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 163 dari Abu Hurairah radiyallahu anhu).

Maka barangsiapa yang menginginkan kebahagian dunia dan akhirat hendaknya berpuasa, dan inilah kebahagiaan yang sesungguhnya yang akan dirasakan oleh setiap orang yang puasa. waAllahu a’lam.

(Baca Juga : Prinsip Dakwah Salafiyyah)

Bahan pustaka:
1.     Al-Wajiz fi fiqhi as-sunnah wa al-kitab al-aziz, Syaikhuna DR. Abdul Adhzim Badawi, dar Ibnu Rajab, cet. Keempat, th. 1430 H 2009 M, Egypt.
2.     Shohih fiqh as-sunnah, Syaikhuna Abu Malik Kamal Sayyid Salim, al-maktabah at-taufiqiyah, Cairo-Egypt.
3.     Tamam al-minnah fi fiqhi al-kitab wa shohih as-sunnah, Syaikhuna Adil bin Yusuf Al-Azzazi, muassasah al-qurtubah, cet. Ketiga, th. 1427 H 2006 M, Egypt.
4.     Al-Mulakhos al-fiqhi, Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan, dar al-‘ashimah, cet. Pertama, th. 1423 H, Riyadh - KSA.
5.     Shifatu shaumi An-Nabi shallallahu alaihi wasallam, Syaikh Ali Hasan dan Syaikh Salim Al-Hilali, dar ibnu hazm, cet. Kedelapan, th. 1426 M/2005 M, Beirut – Libanon.
6.     As-shahih min ahkam as-shiyam, Abu Abdirrahman Al-Hilali, dar nuruddin, cet. Pertama th. 1426 H/ 2005 M, Egypt.

@lif/solo/4/9/2015.

Tulisan Al-Ustadz Muhammad Alif, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=131484354087902&id=100016790144202

5 Ayat Al-Quran Tentang Angka Seratus

5 Ayat Al-Quran Tentang Angka Seratus
5 Ayat Al-Quran Tentang Angka Seratus

AlQuranPedia.Org – Kalau kita membaca Al-Quranul Karim maka kita akan seringkali mendapati penyebutan berbagai angka, seperti seribu, seratus, sepuluh, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, dan lain sebagainya. Penyebutan-penyebutan itu tentu saja mengandung hikmah yang sangat besar dan tidak hanya sekedar angka biasa. Allah menyebut angka tersebut dengan bilangan pasti, artinya tidak kira-kira, kisaran, sekitar dan yang semacamnya. Bila disebut seratus berarti memang seratus, tidak kurang dan tidak lebih. Begitu pula angka-angka lainnya. Di dalam hadits juga banyak sekali penyebutan angka seperti 3 amal yang tidak terputus meskipun sudah meninggal, 6 hak muslim dengan muslim lainnya, 8 pintu surga, dan lain sebagainya.


Pada tulisan kali ini akan dibahas mengenai ayat-ayat Al-Quran yang menyebutkan ataupun membicarakan tentang angka seratus. Tetapi sebelum itu ada beberapa hadits yang menyebutkan tentang seratus ini pula.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ , هَلْ نَصِلُ إِلَى نِسَائِنَا فِي الْجَنَّةِ؟ فَقَالَ: «إِنَّ الرَّجُلَ لَيَصِلُ فِي الْيَوْمِ إِلَى مِائَةِ عَذْرَاءَ»

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, ia berkata: Di antara para sahabat ada yang bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah kami akan bertemu dengan istri kami kelak di surga?’. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab: “Seorang lelaki dalam sehari akan bertemu (baca:berjima’) dengan 100 bidadari” (HR. Al-Bazzar dalam Musnad-nya 3525, Abu Nu’aim dalam Shifatul Jannah 169, Ath-Thabrani dalam As Shaghir, 2/12, hadits shahih)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إن لله مائة رحمة أنزل منها رحمة واحدة بين الجن والإنس والبهائم والهوام، فيها يتعاطفون، وبها يتراحمون، وبها تعطف الوحش على ولدها، وأخر الله تسعا وتسعين رحمة يرحم بها عباده يوم القيامة

“Sesungguhnya Allah memiliki 100 rahmat. Salah satu di antaranya diturunkannya kepada kaum jin, manusia, hewan, dan tetumbuhan. Dengan rahmat itulah mereka saling berbelas kasih dan menyayangi. Dengannya pula binatang liar mengasihi anaknya. Dan Allah mengakhirkan 99 rahmat untuk Dia curahkan kepada hamba-hamba-Nya pada hari Kiamat.” (HR. Bukhari no. 6104 dan Muslim no. 2725)

Dan masih banyak hadits-hadits yang lainnya. Langsung saja kita bahas ayat-ayat Al-Quran yang membicarakan tentang angka seratus. Simak selengkapnya di bawah ini.

1
Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi beubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging." Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (Q.S. Al-Baqarah : 259)


2
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah : 261)

3
Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. (Q.S. Al-Anfaal : 65)

4
Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar. (Q.S. Al-Anfaal : 66)

5
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (Q.S. An-Nuur : 2)

Itulah berbagai ayat Al-Quran yang menyebutkan tentang angka seratus. Semoga menambah wawasan dan pengetahuan kita seputar Al-Quranul Karim.


Semoga bermanfaat.

Diselesaikan pada 8 Syawwal 1440 Hijriyah/11 Juni 2019 Masehi.

20 Ayat Al-Quran Tentang Jihad

20 Ayat Al-Quran Tentang Jihad
20 Ayat Al-Quran Tentang Jihad

AlQuranPedia.Org – Banyak sekali ayat Al-Quran yang menjelaskan dan menerangkan tentang jihad (berperang). Jihad adalah salah satu amalan utama yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sebaik-baiknya jihad adalah jihad berperang dengan harta dan jiwa kita di jalan Allah ‘Azza Wa Jalla. Akan tetapi jihad memiliki aturan dan syarat-syarat tertentu, di antaranya adalah larangan berjihad tanpa izin dan arahan dari amir (pemerintah). Ini yang seringkali dilupakan oleh kaum muslimin. Dan ada beberapa syarat lainnya yang dijelaskan oleh para ‘ulama kita. Adapun bagi negeri yang tidak ada peperangan padanya, masih bisa berjihad, di antaranya dengan menginfakkan harta di jalan Allah, berjihad dengan menyebarkan ilmu, berjihad dengan berdakwah, berjihad dengan menuntut ilmu dan mengamalkannya. Banyak mereka yang berteriak jihad-jihad akan tetapi ilmunya masih begitu minim dan pengamalan serta akhlaknya pun minim. Jihad membutuhkan ilmu, layaknya nikah dan amal-amal solih lainnya, tidak cukup hanya niat yang baik dan semangat yang tinggi saja.


Pada tulisan kali ini kita akan membahas mengenai ayat-ayat Al-Quran yang membicarakan tentang jihad. Simak selengkapnya di bawah ini.

1
Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Quran dengan jihad yang besar. (Q.S. Al-Furqaan: 52)

2
Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Q.S. Al-‘Ankabuut : 6)

3
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. Al-‘Ankabuut : 69)

4
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Anfaal : 72)

5
Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia. Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.  (Q.S. Al-Anfaal : 74-75)

6
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Baqarah : 218)

7
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (Q.S. Al-Hujuraat : 15)

8
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Al-Maa’idah : 54)

9
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. (Q.S. Al-Mumtahanah : 1)


10
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar. (Q.S. Ali ‘Imran : 142)

11
Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. An-Nahl : 110)

12
Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (Q.S. An-Nisaa’ : 95)

13
(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (Q.S. Ash-Shaff : 11)

14
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan, sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. At-Taubah : 16)

15
Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. (Q.S. At-Taubah : 20)

16
Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (Q.S. At-Taubah : 24)

17
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. (Q.S. At-Taubah : 44)

18
Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini." Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui. (Q.S. At-Taubah : 81)

19
Dan apabila diturunkan suatu surat (yang memerintahkan kepada orang munafik itu): "Berimanlah kamu kepada Allah dan berjihadlah beserta Rasul-Nya", niscaya orang-orang yang sanggup di antara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka berkata: "Biarkanlah kami berada bersama orang-orang yang duduk". (Q.S. At-Taubah : 86)

20
Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Q.S. At-Taubah : 88)

Itulah berbagai ayat Al-Quran yang membicarakan tentang jihad. Semoga menambah wawasan dan pengetahuan agama kita semua.


Semoga bermanfaat.

Diselesaikan pada 5 Syawwal 1440 Hijriyah/9 Juni 2019 Masehi.

8 Ayat Al-Quran Tentang Angka Seribu

8 Ayat Al-Quran Tentang Angka Seribu
8 Ayat Al-Quran Tentang Angka Seribu

AlQuranPedia.Org – Beberapa kali Al-Quran menyebutkan tentang angka seribu, seperti bunyi ayat “satu hari di sisi Tuhanmu sama dengan seribu tahun menurut perhitunganmu”. Kalau berbicara mengenai seribu maka kita akan teringat dengan perang Badar di mana kaum musyrikin berjumlah 1000an sementara kaum muslimin 300an. Pada perang Badar pula Allah Ta’ala menurunkan bala tentara-Nya yakni para malaikat sebanyak 1000 malaikat yang datang berturut-turut.

(Baca Juga : Lelaki dari Damaskus)

Ada beberapa hadits yang menyebutkan tentang angka seribu.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أتاكُم رَمضانُ شَهرٌ مبارَك ، فرَضَ اللَّهُ عزَّ وجَلَّ عليكُم صيامَه ، تُفَتَّحُ فيهِ أبوابُ السَّماءِ ، وتغَلَّقُ فيهِ أبوابُ الجحيمِ ، وتُغَلُّ فيهِ مَرَدَةُ الشَّياطينِ ، للَّهِ فيهِ ليلةٌ خيرٌ من ألفِ شَهرٍ ، مَن حُرِمَ خيرَها فقد حُرِمَ

“Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah Ta’ala wajibkan kalian untuk berpuasa padanya, dibukakan padanya pintu-pintu langit, ditutup pintu-pintu neraka Jahim, dan dibelenggu setan-setan yang membangkang. Pada bulan tersebut, Allah memiliki satu malam yang lebih baik dari seribu bulan (seseorang beribadah selama itu). Barangsiapa terhalang dari kebaikannya, sungguh ia orang yang terhalang (dari seluruh kebaikan)”. (HR. An-Nasa'i (2106) dan Ahmad (12/59), shahih)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ

“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Haram. Shalat di Masjidil Haram lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah no. 1406, dari Jabir bin ‘Abdillah. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih At-Targhib wa At-Tarhib no. 1173)

Adapun pada tulisan kali ini blog Al-Quran Pedia akan membahas mengenai ayat-ayat Al-Quran yang menyebutkan tentang angka seribu. Simak selengkapnya di bawah ini.

1
Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (Q.S. Al-Baqarah : 96)

(Baca Juga : Ustadz Juga Manusia)

2
(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut." (Q.S. Al-Anfaal : 9)

3
Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. (Q.S. Al-Anfaal : 65)

4
Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar. (Q.S. Al-Anfaal : 66)

5
Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu. (Q.S. Al-Hajj : 47)

6
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-‘Ankabuut : 14)

7
Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu. (Q.S. As-Sajdah : 5)

8
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (Q.S. Al-Qadr : 3)

Itulah berbagai ayat Al-Quran yang membicarakan tentang angka seribu. Semoga menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kita semua.


Semoga bermanfaat.

Diselesaikan pada 8 Syawwal 1440 Hijriyah/11 Juni 2019 Masehi.

16 Ayat Al-Quran Tentang Kebun

16 Ayat Al-Quran Tentang Kebun
16 Ayat Al-Quran Tentang Kebun

AlQuranPedia.Org – Seringkali kita menjumpai penyebutan “kebun” di dalam Al-Quranul Karim. Di dalam Al-Quran, kebun seringkali disebut dengan “Jannah”. Jadi kalau ada penyebutan “jannaat” atau “jannah” tidak selamanya bermaksud surga. Lihat kepada konteks ayat yang membicarakannya. Di dalam Al-Quran pula terdapat kisah-kisah yang berkaitan dengan kebun, seperti kisah Saba’ pada surat Saba’ (35), kisah pemilik kebun pada surat Al-Qalam (68), dan kisah dua pemilik kebun pada surat Al-Kahfi (18). Banyak sekali sekali hikmah dan pelajaran yang dapat dipetik dari kisah-kisah tersebut, terlebih lagi bila kita membaca kisah tersebut dengan tafsir dari para ‘ulama, maka kita akan melihat begitu luasnya ilmu Allah dan begitu agungnya Al-Quran yang menceritakan suatu kisah dengan sebaik-baiknya.


Pada tulisan kali ini blog Al-Quran Pedia akan membahas sedikit mengenai ayat-ayat Al-Quran yang membicarakan tentang kebun. Simak selengkapnya di bawah ini.

1
Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman. (Q.S. Al-An’aam : 99)

2
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (Q.S. Al-An’aam : 141)

3
Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. (Q.S. Al-Baqarah : 265)

4
Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya. (Q.S. Al-Baqarah : 266)

5
atau (mengapa tidak) diturunkan kepadanya perbendaharaan, atau (mengapa tidak) ada kebun baginya, yang dia dapat makan dari (hasil)nya?" Dan orang-orang yang zalim itu berkata: "Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena sihir." (Q.S. Al-Furqaan : 8)

6
atau kamu mempunyai sebuah kebun korma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah kebun yang deras alirannya, (Q.S. Al-Israa’ : 91)

7
Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang. (Q.S. Al-Kahf : 32)


8
Lalu dengan air itu, Kami tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma dan anggur; di dalam kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan yang banyak dan sebahagian dari buah-buahan itu kamu makan, (Q.S. Al-Mu’minuun : 19)

9
Sesungguhnya Kami telah mencobai mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah mencobai pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akanmemetik (hasil)nya di pagi hari, (Q.S. Al-Qalam : 17)

10
dan kebun-kebun yang lebat? (Q.S. An-Naba’ : 16)

11
Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir. (Q.S. Ar-Ra’d : 4)

12
dan kebun-kebun dan mata air, (Q.S. Asy-Syu’araa’ : 134)

13
di dalam kebun-kebun serta mata air, (Q.S. Asy-Syu’araa’ : 147)

14
dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (Q.S. Nuh : 12)

15
Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun." Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. (Q.S. Saba’ : 15-16)

16
Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, (Q.S. Yaasiin : 34)

Itulah berbagai ayat Al-Quran yang membicarakan tentang kebun. Semoga menambah wawasan dan pengetahuan kita semua.


Semoga bermanfaat.

Diselesaikan pada 5 Syawwal 1440 Hijriyah/9 Juni 2019 Masehi.