Showing posts with label Pengetahuan Islam. Show all posts
Showing posts with label Pengetahuan Islam. Show all posts

Nama-Nama 8 Pintu Surga

Nama-Nama 8 Pintu Surga
Nama-Nama 8 Pintu Surga
AlQuranPedia.Org – Setiap orang mukmin pasti berkeinginan masuk surga. Karena di dalam surga diberikan segala kenikmatan yang luar biasa nikmatnya. Nikmat yang tidak ada bandingannya dibandingkan kenikmatan di dunia.

Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Di surga itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutera. (Q.S. Al-Hajj : 23)


Di dalam suatu hadits disebutkan,

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sediakan bagi hamba-Ku yang shalih berbagai kenikmatan yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terbetik dalam benak manusia. Kalau kalian mau, bacalah, ‘Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.’ (Q.S. As-Sajdah : 17)

Di dalam surga juga ada pintu-pintu yang berjumlah 8. Sebagaimana disebutkan dalam suatu hadits,

Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Surga memiliki delapan buah pintu. Di antara pintu tersebut ada yang dinamakan pintu Ar-Rayyan yang hanya dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa.” (HR. Bukhari no. 3257)

Adapun mengenai nama-nama pintu surga tersebut dijelaskan beberapa hadits dan para ulama.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berinfak dengan sepasang hartanya di jalan Allah maka ia akan dipanggil dari pintu-pintu surga, ‘Hai hamba Allah, inilah kebaikan.’ Maka orang yang termasuk golongan ahli shalat maka ia akan dipanggil dari pintu shalat. Orang yang termasuk golongan ahli jihad akan dipanggil dari pintu jihad. Orang yang termasuk golongan ahli puasa akan dipanggil dari pintu Ar-Rayyan. Dan orang yang termasuk golongan ahli sedekah akan dipanggil dari pintu sedekah.

Sedangkan pintu kelima adalah pintu Al-Ayman. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dalam hadits tentang syafaat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan, “Wahai Muhammad, suruhlah umatmu (yaitu) orang-orang yang tidak dihisab untuk masuk ke dalam surga melalui pintu Al-Ayman yang merupakan di antara pintu-pintu surga. Sedangkan pintu-pintu yang lain adalah pintu surga bagi semua orang.” (HR. Bukhari no. 3340, 3361, 4712 dan Muslim no. 194)

Nama pintu keenam adalah Al-Kazhimina Al-Ghaizha wa Al-Afina ‘an An-Naas (mudah menahan amarah dan memaafkan orang lain) terdapat dalam hadits dari Rawh bin ‘Ubadah, dari Asy’ats, dari Al-Hasan Al-Bashri secara mursal, “Sesungguhnya Allah memiliki sebuah pintu di surga, tidaklah yang masuk melaluinya kecuali orang-orang yang memaafkan kezaliman.” (HR. Ahmad. Lihat Fath Al-Bari, 7: 28)


Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Al-Qadhi berkata, pintu-pintu surga lainnya disebutkan dalam hadits lain yaitu pintu taubat, pintu Al-Kazhimina Al-Ghaizha wa Al-Afina ‘an An-Naas, Pintu Ridha. Inilah jadinya ada tujuh pintu yang ada dalam berbagai hadits. Sedangkan 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab akan masuk melalui pintu Al-Ayman. Itulah pintu kedelapan.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 106-107)

Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan, “Dalam hadits disebutkan ada empat pintu surga. Di awal-awal bab jihad sudah diterangkan pula bahwa pintu surga itu ada delapan. Rukun Islam yang tersisa adalah haji, tentu ada pintu khusus untuk orang yang berhaji. Itulah pintu kelima. Adapun tiga pintu lainnya, ada di situ pintu Al-Kazhimina Al-Ghaizha wa Al-Afina ‘an An-Naas terdapat dalam riwayat Imam Ahmad, dari Rawh bin ‘Ubadah dari Asy’ats, dari Al-Hasan Al-Bashri secara mursal, “Sesungguhnya Allah memiliki sebuah pintu di surga, tidaklah yang masuk melaluinya kecuali orang-orang yang memaafkan kezaliman.”

Ada juga pintu Al-Ayman (pintu ketujuh), yaitu pintu orang yang bertawakkal pada Allah yang masuk dalam surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Adapun pintu kedelapan adalah Pintu Dzikir sebagaimana yang diisyaratkan dalam riwayat Tirmidzi. Bisa jadi pula adalah Pintu Ilmu. Wallahu a’lam.” (Fath Al-Bari, 7: 28)

Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan, “Dalam hadits disebutkan ada empat pintu surga. Di awal-awal bab jihad sudah diterangkan pula bahwa pintu surga itu ada delapan. Rukun Islam yang tersisa adalah haji, tentu ada pintu khusus untuk orang yang berhaji. Itulah pintu kelima. Adapun tiga pintu lainnya, ada di situ pintu Al-Kazhimina Al-Ghaizha wa Al-Afina ‘an An-Naas terdapat dalam riwayat Imam Ahmad, dari Rawh bin ‘Ubadah dari Asy’ats, dari Al-Hasan Al-Bashri secara mursal, “Sesungguhnya Allah memiliki sebuah pintu di surga, tidaklah yang masuk melaluinya kecuali orang-orang yang memaafkan kezaliman.”

Ibnu Hajar melanjutkan, “Ada juga pintu Al-Ayman (pintu ketujuh), yaitu pintu orang yang bertawakkal pada Allah yang masuk dalam surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Adapun pintu kedelapan adalah Pintu Dzikir sebagaimana yang diisyaratkan dalam riwayat Tirmidzi. Bisa jadi pula adalah Pintu Ilmu. Wallahu a’lam.” (Fath Al-Bari, 7: 28)

Berdasarkan dalil-dalil hadits, maka ada 6 pintu surga yang sudah jelas namanya, yaitu:

Pintu 1 : Pintu Sholat
Pintu 2 : Pintu Jihad
Pintu 3 : Pintu Puasa (Pintu Ar-Rayyan)
Pintu 4 : Pintu Sedekah
Pintu 5 : Pintu Orang Yang Tidak Dihisab (Pintu Al-Ayman)
Pintu 6 : Pintu Orang Yang Mudah Menahan Amarah dan Memaafkan (Al-Kazhimina Al-Ghaizha wa Al-Afina ‘an An-Naas)

Adapun nama 2 pintu lainnya para ulama berselisih, setidaknya ada 5 nama lainnya.

Pintu Taubat, Pintu Haji, Pintu Dzikir, Pintu Ridha, dan Pintu Ilmu.

Wallahu a’lam. Hal terpenting adalah di dalam surga ada 8 pintu, mengenai namanya kita serahkan kepada Allah Tabaraka Wa Ta’ala. Dan hal yang terpenting lagi dari itu semua adalah bagaimana kita bisa masuk surga kelak.


Semoga bermanfaat.


Diselesaikan pada 20 Dzulhijjah 1439 Hijriyah/1 September 2018 Masehi.

Lambang Yahudi, Nasrani dan Majusi

Lambang Yahudi, Nasrani dan Majusi
Lambang Yahudi, Nasrani dan Majusi
AlQuranPedia.Org – Di dalam Al-Quran Allah Ta’ala beberapa kali menyebut Yahudi dan Nasrani, serta menyebut sekali Majusi. Orang Yahudi beragama mengikuti Taurat nabi Musa dan Talmud. Mereka menyembah YHWH (Yahweh). Orang Nasrani (sekarang) mengikuti Alkitab yang berisi Perjanjian Lama (di antara isinya Taurat dan Mazmur) dan Perjanjian Baru (di antara isinya Injil). Kaum Nasrani/Kristen menyembah Trinitas yaitu Allah tapi tiga dan tiga tapi satu (Bapa, Yesus dan Roh Kudus). Sementara kaum Majusi pendirinya adalah Zoroaster, kaum penyembah api.


Adapun beberapa penyebutan Yahudi, Nasrani dan Majusi di dalam Al-Quran adalah sebagai berikut.

Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Q.S. Al-Baqarah : 62)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabiin orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. (Q.S. Al-Hajj : 17)

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (Q.S. Al-Baqarah : 120)

Adapun lambang dari agama Yahudi adalah terompet. Lambang agama Nasrani/Kristen adalah lonceng. Dan lambang dari agama Majusi adalah api.

Kaum muslimin, dahulu ketika datang ke Madinah berkumpul, lalu memperkirakan waktu shalat, tanpa ada yang menyerunya. (Hingga) pada suatu hari, mereka berbincang-bincang tentang hal itu. Sebagian mereka berkata “gunakan saja lonceng seperti lonceng Nashara”. Dan sebagian menyatakan “gunakan saja terompet seperti terompet Yahudi”. Maka Umar berkata: “Tidakkah kalian mengangkat seseorang untuk menyeru shalat?” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Wahai, Bilal. Bangun dan serulah untuk shalat.” (HR. Bukhari)


Bagi orang-orang Persia (sekarang Iran) yang beragama Majusi (penyembah api), tanggal 1 Januari dijadikan hari raya mereka yang dikenal dengan sebutan Nairuz atau Nurus. Kaum Majusi meyakini bahwa pada tahun baru itulah Tuhan menciptakan cahaya sehingga memiliki kedudukan tinggi. (Kitab Nihaayatul ‘Arab, karya Imam An-Nawawi)

Jadi, dalam perayaan Nairuz tersebut, kaum Majusi menyalakan api  dan mengagungkannya. Kemudian orang-orang berkumpul di jalan-jalan, halaman dan pantai, mereka bercampur antara pria dan wanita, saling mengguyur antara mereka dengan air dan khamr (minuman keras). Mereka berteriak dan menari-nari sepanjang malam. Orang-orang yang tidak turut serta dalam perayaan Nairuz ini disiram dengan air bercampur kotoran.

Kita melihat lambang-lambang tersebut terlihat ketika ada perayaan besar mereka. Contohnya adalah Kristen/Nasrani, di dalam gereja mereka biasanya ada lonceng sebagai salah satu bentuk syi’ar ibadah mereka. Begitu pula Yahudi yang menggunakan terompet sebagai syi’ar mereka. Majusi pun begitu, simbol api sangat terlihat ketika hari besar mereka.

Jadi kalau ada kaum muslimin yang meniru-niru agama lain, seperti main terompet ataupun alat musik lainnya, maka berhati-hatilah

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Dawud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)

Adapun Islam tidak mengenal lambang-lambang seperti terompet, lonceng, ataupun benda-benda lain. Sama halnya dengan lambang bulan sabit dan bintang yang ada di masjid-masjid, itu sejatinya bukanlah dari Islam. Dan Islam tidak meniru-niru agama lain dalam hal agama dan syariat lainnya. Lambang Islam adalah ketauhidan. Sementara perwujudannya adalah melalui amal dan ketaatan.

Itulah pembahasan singkat kita mengenai lambang Yahudi, Nasrani dan Majusi. Semoga menambah ilmu dan wawasan agama kita.


Semoga bermanfaat.


Diselesaikan pada 19 Dzulhijjah 1439 Hijriyah/31 Agustus 2018 Masehi.

Ini Dia Suara Yang Paling Jelek

Ini Dia Suara Yang Paling Jelek
Ini Dia Suara Yang Paling Jelek
AlQuranPedia.Org – Kalau kita membaca surah Luqman maka kita akan disuguhkan kisah Luqman dan anaknya. Luqman adalah salah seorang yang shalih dan taat kepada Allah. Sampai-sampai Allah mengabadikan namanya sebagai nama salah satu surat di Al-Quran, yaitu surat Luqman, surat ke-31. Adapun kisah Luqman dengan anaknya berisi tentang nasehat-nasehat penting dan berharga dari Luqman terhadap anaknya tersebut.


Luqman mengawali nasehatnya dengan tauhid, pentingnya tauhid dan bahayanya syirik. Ini wajib dijadikan contoh bagi para orang-orangtua

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." (Q.S. Luqman : 13)

Nasehat Luqman kepada anaknya ini tercantum di dalam Surah Luqman ayat 13 sampai ayat 19. Di antara ayat tersebut diselingi ayat tentang orangtua. Adapun nasehat terakhir dari Luqman adalah tentang adab dan akhlak, yakni sederhana dalam berjalan dan melunakkan suara. Nasehat tersebut diakhiri dengan keterangan bahwa sejelek-jelek suara adalah suara keledai.

Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Q.S. Luqman : 19)


Jadi suara yang paling jelek di sisi Allah adalah suara keledai. Di dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan ketika mengutip pernyataan Imam Mujahid dan lainnya, bahwa sesungguhnya suara yang paling buruk/jelek adalah suara keledai, maknanya suara yang keras berlebihan itu diserupakan dengan suara keledai dalam hal keras dan nada tingginya, selain itu suara tersebut tidak disukai oleh Allah. Adanya penyerupaan dengan suara keledai ini menunjukkan bahwa hal tersebut diharamkan dan sangat dicela. Kemudian Ibnu Katsir membawakan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tiada pada kita suatu perumpamaan buruk terhadap orang yang mengambil kembali hibahnya (melaikan) seperti anjing yang muntah, lalu ia memakan lagi muntahannya.” (HR. Bukhari) - (Tafsir Al-Quran Al-‘Adzhim, 10: 58)

Kalau kita belum pernah mendengar suara keledai, kita bisa cari di internet dan di youtube. Di sana kita bisa mendengarnya dengan jelas.

Syaikh 'Abdurrahman As-Sa’di mengatakan, “Seandainya mengeraskan suara dianggap ada faedah dan manfaat, tentu tidak dinyatakan secara khusus dengan suara keledai yang sudah diketahui jelek dan menunjukkan kelakuan orang bodoh.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 648)

Mengenai suara keledai ini, disebutkan di dalam sebuah hadits bahwa siapa yang mendengar ringkikan keledai pada malam hari, hendaklah dia memohon perlindungan kepada Allah dari gangguan setan, karena keledai tersebut telah melihat setan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersaba, “Apabila kalian mendengar ayam jantan berkokok di waktu malam, maka mintalah anugrah kepada Allah, karena sesungguhnya ia melihat malaikat. Namun apabila engkau mendengar keledai meringkik di waktu malam, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari gangguan syaithan, karena sesungguhnya ia telah melihat syaithan.” (HR. Bukhari no. 3303 dan Muslim no. 2729)

Jadi itulah bahasan singkat kita mengenai suara yang paling jelek. Semoga menambah ilmu dan wawasan kita semua.


Semoga bermanfaat.


Diselesaikan pada 20 Dzulhijjah 1439 Hijriyah/1 September 2018 Masehi.

Mereka Akan Dibangkitkan Seperti Orang Gila

Mereka Akan Dibangkitkan Seperti Orang Gila
Mereka Akan Dibangkitkan Seperti Orang Gila
AlQuranPedia.Org – Di antara dosa-dosa besar yang sangat besar adalah melakukan praktek riba. Riba meskipun itu sedikit, meskipun hanya 1 rupiah, tetapi dosanya sangatlah besar. Dosanya bahkan lebih besar daripada berzina.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al-Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa hadits ini shahih)


Riba itu ada 73 pintu, dan dosa yang paling ringan itu seperti menzinahi ibu kandung sendiri.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya)

Maka jangan sekali-kali kita sepele terhadap riba ini. Bahkan di antara dosa-dosa besar yang membinasakan adalah memakan riba.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah tujuh dosa besar yang akan menjerumuskan pelakunya dalam neraka.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa saja dosa-dosa tersebut?” Beliau mengatakan, “[1] Menyekutukan Allah, [2] Sihir, [3] Membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan yang dibenarkan, [4] Memakan harta anak yatim, [5] memakan riba, [6] melarikan diri dari medan peperangan, [7] menuduh wanita yang menjaga kehormatannya lagi (bahwa ia dituduh berzina).” (HR. Bukhari no. 2766 dan Muslim no. 89)

Allah tidak tanggung-tanggung dengan hal tersebut. Pada hari Kiamat kelak Allah akan membangkitkan mereka para pelaku riba seperti orang gila.

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.S. Al-Baqarah : 275)


Lihatlah begitu hinanya para pelaku riba di sisi Allah. Di dunia mereka dihinakan, di hari Kiamat mereka dihinakan dan di neraka pun mereka akan dihinakan. Jikalau ada suatu perbuatan dosa yang disebutkan besarnya dosa tersebut, disebutkan ancaman di dalamnya dan ancaman tersebut sangatlah mengerikan, maka dapat dipastikan dosa tersebut sangatlah dosa besar. Dan riba termasuk di dalamnya.

Apakah kita mau memberi makan keluarga kita, anak kita, istri kita, dengan hasil riba? Sungguh benarlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini.

“Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau haram.” (HR. Bukhari no. 2083)

Mereka sudah tidak perduli dengan harta darimana mereka dapatkan. Mereka sudah dibutakan dengan dunia dan dunia. Mereka tidak tahu bahwa adzab yang pedih sudah disediakan Allah Jalla Jalaluh.

Apakah mereka para pelaku riba pernah berfikir keberkahan dari rezekinya? Mereka mungkin berfikir kalau harta hasil riba akan cepat kaya, caranya mudah dan tidak butuh waktu lama. Mereka lupa ayat-ayat Allah dan peringatan Allah

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (Q.S. Al-Baqarah : 276)

Lebih baik sedikit tetapi berkah, daripada melimpah ruah tetapi tidak ada keberkahan sama sekali. Sesungguhnya setiap rupiah, setiap sen, dan setiap dari harta kita kelak akan ditanya. Dan itu sangat berat ikhwah sekalian. Mari kita bertaubat sebelum terlambat.


Semoga bermanfaat.


Diselesaikan pada 20 Dzulhijjah 1439 Hijriyah/1 September 2018 Masehi.

Ini Dia Sebenarnya Wali Allah

Ini Dia Sebenarnya Wali Allah
Ini Dia Sebenarnya Wali Allah
AlQuranPedia.Org – Kita mengetahui bahwa wali-wali Allah adalah orang-orang yang sangat mulia. Mereka memiliki keutamaan yang besar di sisi Allah. Ini disebutkan dalam ayat Al-Quran dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya adalah hadits berikut.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, ‘Siapa yang memusuhi wali-Ku maka telah Aku umumkan perang terhadapnya. Tidak ada taqarrubnya seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku cintai kecuali beribadah dengan apa yang telah Aku wajibkan atasnya. Dan hamba-Ku yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil (perkara-perkara sunnah di luar fardhu) maka Aku akan mencintainya. Dan jika Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku niscaya akan Aku berikan dan jika dia meminta perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku lindungi.’” (HR. Bukhari)


Namun di zaman sekarang ini banyak sekali khurafat-khurafat atau dongeng-dongeng yang coba dikembangkan oleh sebagian orang. Orang-orang tersebut mengatakan bahwa ada namanya wali majdub, wali-wali Allah, yang mana mereka bertingkah aneh dan berprilaku seperti orang gila. Mereka mengatakan bahwa wali-wali Allah tersebut ada yang sudah tidak sholat lagi, ada yang bertingkah sangat aneh dan melakukan perbuatan-perbuatan yang sebenarnya itu melanggar syariat Islam. Mereka menganggap bahwa “wali Allah” tersebut sudah berbeda derajatnya, tingkatannya sudah berbeda, tindakan-tindakan aneh tersebut dianggap sebagai bentuk kewaliannya. Sebagian orang yang -diwalikan- tersebut ada yang suka corat-coret, ada yang merokok, memakan makanan aneh-aneh, berpenampilan seperti orang gila, tidak menutup aurat, katanya ada yang pernah memukul bokong wanita tanpa nafsu sehingga wanita tersebut hamil, katanya ada orang yang pernah melihat Ka’bah di ketiaknya, dan lain sebagainya.

Lantas benarkah ini? Benarkah ini disebut wali Allah? Jawabannya adalah SALAH. Allah Ta’ala sudah memberikan 2 kriteria saja siapa itu wali-wali-Nya

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. (Q.S. Yunus : 62-63)

Jadi wali-wali Allah itu adalah mereka yang beriman dan bertaqwa. Siapa saja yang mengaku wali Allah tetapi tidak sholat lagi karena menganggap derajatnya sudah tinggi maka dia bukan wali Allah. Siapa saja yang mengaku wali Allah tetapi perbuatan-perbuatannya melanggar syariat Allah maka dia bukan wali Allah. Mereka para wali Allah adalah yang beriman dan bertaqwa, termasuklah di dalamnya mereka yang menegakkan tauhid, melakukan amal-amal sholih yang sesuai dengan tuntunan, mendakwahkan kebenaran, melestarikan sunnah, menentang syirik dan bid’ah dan yang semisalnya. Dan jaminan Allah bagi para wali-Nya tidaklah tanggung-tanggung.

Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar. (Q.S. Yunus : 64)


Yunus bin ‘Abdil A’la Ash-Shadafi rahimahullah pernah menyatakan: “Aku pernah berkata kepada Al-Imam Asy-Syafi’i: ‘Aku mendengar Sahabat kita al-Laits bin Sa’ad menyatakan bahwa apabila kita melihat seseorang yang bisa berjalan di atas air, janganlah kita langsung menganggapnya sebagai wali Allah sebelum kita mengukur amalannya dengan Al-Quran dan As-Sunnah.’ Imam Asy-Syafi’i menanggapi: ‘Ucapannya itu kurang.’ (Lalu beliau menambahkan): ‘Bahkan jika kalian menyaksikan seseorang dapat berjalan di atas air, atau terbang di udara sekalipun, janganlah kalian menganggapnya sebagai wali, sebelum kalian mengukur amalannya dengan Al-Quran dan As-Sunnah.’” (Lihat Syarhul ‘Aqiidah ath-Thahaawiyyah (hal. 769) takhrij dan ta’liq Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dan ‘Abdullah bin ‘Abdil Muhsin at-Turki, dan Tafsiir Ibni Katsiir (II/286-287) tahqiq Syaikh Abu Ishaq Al-Huwainy)

Jadi Imam Syafi’i sudah menerangkan bahwasannya siapa saja yang mengaku wali Allah, dia berjalan di atas air, terbang di udara, tetapi kalau amalannya tidak sesuai Al-Quran dan Sunnah maka dia bukanlah wali Allah. Karena seperti yang sudah disebutkan tadi bahwa wali Allah adalah mereka yang beriman dan bertaqwa. Terlebih lagi kalau seseorang yang -diwalikan- tersebut melakukan tingkah-tingkah aneh di atas ambang kewajaran sampai-sampai melanggar syari’at Allah. Nabi saja masih sholat, Nabi saja seperti manusia biasa yang tidak bisa terbang dan tidak bisa berjalan di atas air, Nabi saja tidak pernah menyentuh yang bukan mahramnya, tidak pernah menyentuh perempuan. Lantas mereka-mereka itu apakah lebih baik daripada Nabi? Padahal para Nabi itu adalah wali-wali Allah yang sebenarnya karena mereka adalah orang-orang yang jelas keimanan dan ketaqwaannya.

Dan kita juga tidak bisa menilai seseorang itu wali atau bukan, cukuplah Allah yang menilai. Karena keimanan dan ketaqwaan seseorang hanya Allah yang tahu. Jangan hanya karena ada orang yang bersorban, memakai peci kemana-mana, memakai sarung kemana-mana, berpakaian putih bersih, berdakwah di mana-mana, lantas kita menyebutnya sebagai wali. Tidak bisa. Sebagaimana kata Imam Syafi’i bahwa kita harus menimbang amalannya dengan Al-Quran dan Sunnah, sesuai tidak dengan yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Jadi kalau kita mau melihat wali, maka lihatlah para nabi, Rasulullah, para sahabatnya, dan orang-orang sholih yang bersama mereka. Itulah wali Allah yang sesungguhnya. Jelas iman dan taqwa mereka. Maka dari itu kita contoh mereka, kita cintai mereka, agar kita termasuk di antara wali-wali Allah Jalla Jalaluh. Semoga kita dapat mencontoh mereka dan semoga kita dikumpulkan bersama mereka kelak di surga.

Itulah pembahasan singkat kita mengenai wali Allah. Semoga menambah ilmu dan wawasan agama kita.


Semoga bermanfaat.


Diselesaikan pada 20 Dzulhijjah 1439 Hijriyah/1 September 2018 Masehi.

Syubhat Bilal bin Rabah Berbuat Bid’ah

Syubhat Bilal bin Rabah Berbuat Bid’ah
Syubhat Bilal bin Rabah Berbuat Bid’ah

AlQuranPedia.Org – Ada satu syubhat yang coba dilontarkan oleh sebagian orang bahwa, “Bilal bin Rabah itu berbuat bid’ah, dia setiap selesai wudhu’ dia selalu sholat”. Itulah kira-kira yang diucapkan sebagian orang tadi demi melegalkan bid’ah hasanah (bid’ah yang baik). Mereka berdalih dengan hadits berikut.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Bilal bin Rabah setelah menunaikan shalat Subuh, ‘Wahai Bilal, beritahukanlah kepadaku tentang perbuatan-perbuatanmu yang paling engkau harapkan manfaatnya dalam Islam! Karena sesungguhnya tadi malam aku mendengar suara terompahmu di depanku di surga.’ Bilal radhiyallahu 'anhu menjawab, ‘Tidak ada satu perbuatan pun yang pernah aku lakukan, yang lebih kuharapkan manfaatnya dalam Islam dibandingkan dengan (harapanku terhadap) perbuatanku yang senantiasa melakukan shalat (sunat) yang mampu aku lakukan setiap selesai bersuci dengan sempurna di waktu siang ataupun malam.’” (HR. Muslim)


Lantas bagaimana kita menjawab syubhat ini?

Pertama, kami katakan sekali lagi bahwa semua bid’ah adalah sesat. Dan ini bukan kami yang katakan, bukanlah ulama yang mengatakan, tetapi Rasul sendiri yang berkata.

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan.(HR. Muslim no. 867)

Dan hal itu diperkuat lagi dengan ucapan seorang sahabat mulia, yakni Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma.

Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (Lihat Al-Banah Al-Kubro li Ibni Baththoh, 1/219, Asy-Syamilah)

Jadi meskipun ada yang menganggap ada bid’ah hasanah, maka ini batil.

Kedua, amalan sholat sunnah setelah wudhu’ bukanlah bid’ah, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan amal tersebut.

Dari Humran bekas budak ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu 'anhu, dia berkata, “‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu 'anhu minta diambilkan air wudhu lalu berwudhu. Dia basuh kedua telapak tangannya tiga kali. Kemudian berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung lalu mengeluarkannya. Lalu membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh tangan kanannya hingga ke siku tiga kali, begitupula dengan tangan kirinya. Setelah itu, ia usap kepalanya lantas membasuh kaki kanannya hingga ke mata kaki tiga kali, begitupula dengan kaki kirinya. Dia kemudian berkata, ‘Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu sebagaimana wudhuku ini, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian shalat dua raka’at dan tidak berkata-kata dalam hati dalam kedua raka’at tadi, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.’” (HR. Bukhari, Muslim dan lainnya)


Ketiga, katakanlah Rasulullah tidak pernah mengerjakannya dan menganjurkannya (meskipun ini tidak tepat), akan tetapi setiap perbuatan yang mendapat persetujuan dari nabi ini sah menjadi syari’at, itulah yang kita kenal dengan sunnah taqririyah, yakni sunnah yang mendapatkan persetujuan dan pembenaran dari nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasul tidak melarangnya dan membolehkannya. Hal ini pun harus kita rincikan maksud dari nabi tersebut.

Pertama: Sholat sunnah wudhu itu memang ada perintah dari Nabi sehingga Bilal mengerjakannya rutin kemudian mendapatkan keutamaan suara terompahnya di surga

Kedua: Hal tersebut tidak ada dalil sebelumnya namun menjadi hujjah karena taqririyah dari nabi. Dikarenakan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengomentari amal Bilal dan tidak melarangnya. Pembiaran dari nabi, diamnya nabi, sudah menjadi ma’ruf di kalangan ulama bahwa itu menunjukkan bolehnya sesuatu hal tersebut.

Keempat, Karena hal itu adalah sunnah taqririyah, diizinkan oleh nabi, maka ini bisa diamalkan. Terlebih lagi memang sholat sunnah wudhu’ ini betul-betul ada dalilnya sebagaimana hadits ‘Utsman mempraktekkan wudhu nabi. Lantas kalau sunnah taqririyah dijadikan dalih adanya bid’ah hasanah, maka siapa yang menjamin kita? Kalau Bilal bin Rabah jelas yang menjamin amal tersebut adalah Rasulullah. Nah kalau kita? Siapa yang menjamin amal bid’ah kita itu boleh dan diterima? Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)

Maka dari itu jelaslah bahwa perbuatan Bilal ini tidak bisa dijadikan hujjah untuk bolehnya bid’ah hasanah. Cukuplah pesan Ibnu Mas’ud berikut ini sebagai renungan bagi kita.

“Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), janganlah membuat bid’ah. Karena (ajaran Nabi) itu sudah cukup bagi kalian. Semua amalan yang tanpa tuntunan Nabi (bid’ah) adalah sesat .” (HR. Thobroni dalam Al-Mu’jam Al-Kabir no. 8770. Al-Haitsami mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shahih)

Semoga tulisan ini menambah wawasan, ilmu dan pengetahuan kita. Semoga Allah memberikan hidayah-Nya selalu kepada kita semua.


Semoga bermanfaat.

Diselesaikan pada 4 Dzulhijjah 1439 Hijriyah/15 Agustus 2018 Masehi.

Ternyata Ini Sebab Manusia Pelupa

Ternyata Ini Sebab Manusia Pelupa
Ternyata Ini Sebab Manusia Pelupa

AlQuranPedia.Org – Umat manusia memiliki daya yang berbeda, ada yang kuat, ada yang lemah, ada yang kadang-kadang kuat kadang-kadang lemah. Tetapi bisa dikatakan seluruh manusia pasti pernah lupa, baik itu perkara kecil maupun perkara besar. Nah tahukah Anda kenapa manusia menjadi pelupa? Itu ada disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengisahkan nabi Adam ‘alaihissalam yang memberikan umurnya kepada nabi Dawud ‘alaihissalam. Berikut kisahnya:


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

"Setelah Allah menciptakan Adam, Dia mengusap punggung Adam, maka bertaburanlah semua ruh yang Allah ciptakan sampai hari kiamat. Kemudian Dia letakkan di antara kedua mata masing-masing mereka itu seberkas cahaya, lalu Dia tunjukkan kepada Adam.

Adam pun bertanya, “Duhai Rabbku, siapakah mereka ini?”

Kata Allah, “Mereka ini adalah anak cucumu.”

Lalu dia melihat salah seorang dari mereka yang cahaya orang itu menakjubkannya, katanya, “Duhai Rabbku, siapakah dia ini?”

Kata Allah, “Dia salah seorang anak cucumu di kalangan umat belakangan, namanya Dawud.”

“Duhai Rabbku, berapakah panjang umurnya?”

“Enam puluh tahun.”

“Tambahkanlah untuk dia dari umurku sebanyak empat puluh tahun.”

“Kalau begitu, akan ditulis dan ditetapkan serta tidak akan diubah lagi.”

Ketika habis usia Adam, datanglah Malaikat Maut. Beliau pun berkata, “Bukankah masih tersisa usiaku ini empat puluh tahun?”

“Bukankah telah engkau berikan untuk putramu Dawud?” jawab Malaikat Maut.

Adam mengingkari, anak cucunya juga demikian. Adam lupa, maka lupa pula anak cucunya. Adam bersalah, maka anak cucunya juga bersalah." (HR. Tirmidzi dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 5208)

Jadi umat manusia banyak pelupa dikarenakan nabi Adam 'alaihissalam dulu lupa. Beliau lupa telah memberikan umurnya kepada nabi Dawud 'alaihissalam.


Adapun sifat lupa itu datangnya dari syetan

Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak ada yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali." (Q.S. Al-Kahf : 63)

Lantas bagaimana solusinya kalau kita lupa? Allah sudah menjawabnya pada surah yang sama.

Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah". Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini." (Q.S. Al-Kahf : 23-24)

Ternyata solusi ketika kita lupa adalah mengingat Allah, dzikrullah, ini adalah obatnya.

Adapun di antara cara untuk mengurangi sifat pelupa kita adalah dengan menghindari maksiat dan memperbanyak beramal sholih.

Imam Syafi’i mengatakan di dalam baitnya yang terkenal:
Aku mengadukan kepada Waki’ (guru beliau) tentang jeleknya hafalanku
Maka beliau membimbingku untuk meninggalkan perbuatan maksiat
Dan berkata, ‘Ketahuilah bahwa ilmu adalah cahaya
Dan cahaya Allah tidak diberikan kepada pelaku maksiat’

Hal itu juga mampu mendorong kita agar hafalan kita kuat dan terjaga sehingga meminimalisir kelupaan.

Itulah pembahasan singkat kita mengenai sebab manusia menjadi pelupa. Semoga tulisan ini menambah ilmu dan wawasan agama kita.


Semoga bermanfaat.

Diselesaikan pada 3 Dzulhijjah 1439 Hijriyah/15 Agustus 2018 Masehi.

8 Bukti Cinta Kepada Rasulullah

8 Bukti Cinta Kepada Rasulullah
8 Bukti Cinta Kepada Rasulullah

AlQuranPedia.Org – Mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wajib bagi setiap muslim. Wajib kita mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini berdasarkan hadits-hadits yang banyak sekali

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Tiga perkara yang membuat seseorang akan mendapatkan manisnya iman yaitu: Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya; mencintai saudaranya hanya karena Allah; dan benci kembali pada kekufuran sebagaimana benci dilemparkan dalam api.” (HR. Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43)

Bahkan pernah dikisahkan oleh seorang sahabat Nabi,

‘Abdullah bin Hisyam radhiyallahu 'anhu berkata, “Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau memegang tangan Umar bin Khaththab radhiyallahu ’anhu. Lalu Umar berkata, ”Wahai Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali terhadap diriku sendiri.” Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berkata, ”Tidak, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya (imanmu belum sempurna). Tetapi aku harus lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Kemudian ’Umar berkata, ”Sekarang, demi Allah. Engkau (Rasulullah) lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berkata, ”Saat ini pula wahai Umar, (imanmu telah sempurna).” (HR. Bukhari no. 6632)


Apalah arti sebuah cinta namun tidak ada bukti, manis di bibir tetapi nyatanya amat pahit. Maka dari itu blog Al-Quran Pedia berusaha membahas sedikit tentang bagaimana kita menunjukkan bukti kecintaan kita terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal itu dimaksudkan agar kita benar-benar mencintai beliau, bukan hanya di lisan saja. Mari kita simak penjelasannya pada tulisan ini.

1. Mentaatinya
Mentaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangatlah wajib. Bahkan perintah ini langsung turun dari langit, yakni Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (Q.S. Al-Maa’idah : 92)

Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari pada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya), (Q.S. Al-Anfaal : 20)

Mentaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan mengerjakan apa yang diperintahkannya dan menjauhi apa yang dilarangnya, karena apa yang diperintahkan dan dilarang Rasul berasal dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

2. Mengimani haditsnya
Bukti selanjutnya adalah dengan mengimani hadits yang disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apapun yang disampaikan Nabi, baik itu cocok atau tidak cocok untuk kita, suka atau tidak suka, logis ataukah tidak, maka wajib kita mengimani kebenarannya. Karena hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berasal dari wahyu yang Allah wahyukan kepadanya.

Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (Q.S. An-Najm : 1-4)

3. Melestarikan sunnahnya, mencontoh beliau dan tidak mengerjakan bid’ah
Di antara bukti yang paling nampak kita mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah melestarikan sunnahnya dan mencontoh beliau dalam segala aspek kehidupan.

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzaab : 21)

Kalau kita mencintai seseorang maka kita pasti akan berusaha mengikuti semua tingkah lakunya dan mengerjakan apa yang dikerjakannya. Maka dari itu sudah sepatutnya kita yang mengaku mencintai beliau dan mengaku sebagai umatnya agar melestarikan sunnah-sunnah beliau dan tidak mengerjakan perbuatan yang tidak ada contohnya dari beliau. Hal itu dikarenakan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk beliau dan sejelek-jelek perbuatan adalah perbuatan yang diada-adakan yang tidak pernah dikerjakan Nabi dan tidak dicontohkan beliau.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering membaca ketika khutbah, “Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Muslim no. 867)

Jangan sepele dengan amalan sunnah. Mungkin ada beberapa sunnah nabi yang hukumnya tidak wajib, akan tetapi dengan itulah kita membuktikan cinta kita kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan Allah Ta’ala sudah menyiapkan ganjaran besar bagi mereka yang mengerjakan sunnah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari ‘Amr bin ‘Auf bin Zaid Al-Muzani radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun“ (HR. Ibnu Majah (no. 209), pada sanadnya ada kelemahan, namun hadits ini memiliki banyak pengkuat sehingga Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam kitab “Shahih Ibnu Majah” no. 173)

Mengerjakan sunnah Rasulullah juga harus diiringi dengan penolakan kita untuk berbuat sesuatu yang baru dalam agama yang tidak pernah dicontohkan beliau atau yang diistilahkan dengan bid’ah. Kalau kita berbuat bid’ah maka kita melakukan dosa yang luar biasa besar, karena dengan kita berbuat bid’ah berarti kita mengaku lebih tahu tentang ibadah daripada Rasul. Ditambah lagi amal yang tidak ada contohnya sampai kapanpun tidak akan diterima alias tertolak.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)

Di antara perbuatan bid’ah adalah dzikir berjamaah setelah sholat Fardhu, perayaan maulid Nabi, perayaan Isra’ Mi’raj, sholawat nariyah, dan lain sebagainya.

Ingatlah pesan sahabat Ibnu Mas’ud berikut ini.

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), janganlah membuat bid’ah. Karena (ajaran Nabi) itu sudah cukup bagi kalian. Semua amalan yang tanpa tuntunan Nabi (bid’ah) adalah sesat .” (HR. Thobroni dalam Al-Mu’jam Al-Kabir no. 8770. Al-Haitsami mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shahih)

Kalau kita mengaku cinta Nabi tetapi tidak berusaha mengikutinya, mencontohnya, maka cinta kita adalah cinta palsu. Betapa banyak orang mengaku kekasih Laila tetapi Laila tidak menganggapnya.

4. Menyebarkan hadits dan ajarannya
Di antara bukti kita mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan menyebarkan hadits dan ajarannya.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam telah mendo’akan keceriaan wajah bagi siapa yang membela panji sunnah ini dengan sabdanya, “Semoga Allah memberikan kenikmatan pada seseorang yang mendengar sabda kami lalu ia menyampaikannya sebagaimana ia mendengarnya. Betapa banyak orang yang diberi berita lebih paham daripada orang yang mendengar.” (HR. Abu Daud no. 3660, Tirmidzi no. 2656, Ibnu Majah no. 232 dan Ahmad (5/183). Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat." (HR. Bukhari no. 3461)

Selain membuktikan cinta kita kepada Nabi, menyebarkan hadits dan ajaran beliau dapat mendatangkan pahala yang besar dan amal jariyah yang terus-menerus mengalir meskipun kita sudah meninggal.


5. Menghafal haditsnya
Hal ini yang jarang dilakukan oleh kaum muslimin, yaitu menghafal hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadits beliau sangatlah banyak, ada ratusan ribu bahkan jutaan hadits. Kita bisa melihat kitab-kitab para ulama, ada Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, Sunan Abu Dawud dan lain sebagainya. Itu masih kitab-kitab hadits, belum lagi hadits-hadits yang terdapat pada kitab-kitab ulama lainnya.

Hal yang banyak dilupakan kaum muslimin ternyata menyimpan ganjaran yang besar.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Allah akan memberikan “Nadhrah” kepada seseorang yang telah mendengarkan ucapanku, lalu dia memahaminya, menghafalnya dan menyampaikannya, karena berapa banyak para pembawa fikih, ada yang lebih faham lagi darinya”. (HR. Tirmidzi (2658). Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ 2309)

Dalam riwayat lain,

Dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari ayahnya radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Allah akan memberikan “Nadhrah” kepada seseorang yang telah mendengarkan ucapanku, lalu menghafalnya dan mengamalkannya sebagaimana yang telah ia dengar”. (HR. Al-Bazzar)

Maksud dari “Nadhrah” adalah keindahan dan cemerlang.

Lihatlah bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai mendoakan mereka yang menghafal hadits Nabi dan mengamalkannya. Maka dari itu sudah sepantasnya setiap muslim berusaha menghafal hadits. Kita bisa memulai menghafal hadits dari kitab-kitab yang kecil seperti Arba’in Nawawi yang memuat 42 hadits, kemudian setelah itu kita bisa tambah dengan kitab lain seperti Riyadush Sholihi dan Bulughul Maram.

6. Bersholawat kepadanya
Bersholawat adalah ibadah yang kelihatannya kecil namun di sisi Allah sangatlah besar. Allah bukan hanya memerintahkan bersholawat kepada kita, tetapi Allah dan para malaikat pun bersholawat kepada Nabi

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Q.S. Al-Ahzaab : 56)

Bersholawat itu sangat ditekankan diperbanyak, terlebih lagi ketika ada penyebutan nama beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengecap mereka sebagai orang yang bakhil

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang bakhil (pelit) adalah orang yang apabila namaku disebut di sisinya, dia tidak bershalawat kepadaku.” (HR. Tirmidzi no. 3546 dan Ahmad (1/201). Imam Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shahih gharib. Syaikh Al-Albani mengatakan hadits ini shahih)

7. Membaca sirahnya
Tidak ada yang cara yang lebih ampuh untuk membangkitkan cinta kita kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi cara ini, yakni membaca sirah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan membaca sirah beliau kita tahu bagaimana perjuangan beliau agar dakwah Islam sampai kepada kita, beliau mengorbakan harta, keringat, air mata, darah dan nyawa beliau. Dengan sirah kita tahu bahwa beliau amat mencintai kaumnya. Dengan sirah pula kita tahu bagaimana beliau sebelum lahir, saat beliau lahir, saat beliau kanak-kanak, remaja, menerima wahyu, istri-istri beliau, anak-anak beliau, canda tawa, suka duka beliau sampai kepada wafatnya beliau.

Imam Sufyan Ibnu ‘Uyainah rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah timbangan paling inti. Maka, segala sesuatu ditimbang dengan akhlak, siroh dan petunjuk beliau. Yang sesuai, maka itulah yang benar, dan yang berlawanan dengannya, maka itulah kebatilan”. (Diriwayatkan Al-Khathib Al-Baghdadi dalam muqaddimah Kitab Al-Jami li Akhlaqir Rawi wa Adabi as-Sami’)

Maka dari itu jangan sekali-kali kita malas membaca sirah beliau, kisah hidup dan perjuangan dakwah beliau shallallahu ‘aaihi wa sallam. Wallahi seandainya kita betul-betul meresapi sirah beliau dari beliau kanak-kanak sampai kepada wafatnya, maka hati kita akan dipenuhi cinta kepada beliau dan tidak henti-hentinya kita mengenang beliau.

8. Membenci apa yang dibenci Rasulullah dan mencintai apa yang dicintai Rasulullah
Fitrahnya seseorang ketika mencintai adalah membenci apa yang dibencinya dan mencintai apa yang dicintainya. Contoh saja, kita fans dengan suatu artis. Kita berusaha sekuat tenaga membenci apa yang dibencinya dan menyukai apa yang disukainya. Kalau dengan artis saja kita begitu bagaimana dengan Rasul kita? Kalau kita mencintai artis kemungkinan besar dia tidak tahu siapa kita dan cinta kita tak berbalas. Akan tetapi kalau kita mencintai Rasul maka cinta kita sudah dipastikan berbalas, bahkan sebelum kita mencintai beliau, beliau sudah mencintai kita 1400 tahun yang lalu.

Di antara hal yang dicintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kota Mekkah dan Madinah.

Sesungguhnya Nabi Ibrahim menjadikan kota Mekah sebagai kota haram, dan sesungguhnya aku menjadikan Madinah sebagai kota yang haram juga. (HR. Muslim)

Dikisahkan kala itu Nabi diharuskan untuk berhijrah dari Mekkah ke Madinah dikarenakan perlakuan kaum musyrikin Mekkah, maka ketika itu Nabi sangat sedih. Beliau harus meninggalkan kota kelahirannya, tempat di mana dia dibesarkan. Padahal ketika itu Mekkah hanyalah padang pasir dan tumpukan bebatuan. Akan tetapi beliau sangat mencintai dan menyayangi kota Mekkah. Ketika beliau hendak hijrah beliau menghadapkan wajahnya ke Mekkah seraya mengatakan, “Demi Allah! Sesungguhnya kamu merupakan bumi Allah yang terbaik, tempat yang paling dicintai oleh Allah. Seandainya aku tidak diusir darimu niscaya aku tidak akan keluar darimu.” (HR. Tirmizdi dan Ibnu Majah. Hadits ini hadits shahih)

Maka dari itu penulis amat heran terhadap sebagian kaum muslimin yang amat membenci Arab Saudi di mana Mekkah dan Madinah berada di situ. Mereka mengatakan yang tidak-tidak terhadap negeri yang mana Islam lahir di sana. Mereka mencaci dan menghina Arab Saudi, akan tetapi kalau haji tetap saja ke sana, kalau sholat juga masih menghadap ke sana, lantas maunya apa?

Hal yang dicintai Nabi selanjutnya adalah bersiwak. Hampir di setiap kesempatan, siang dan malam hari, sampai-sampai hal pertama yang dilakukan Nabi ketika masuk rumah adalah bersiwak. Maka sepantasnya setiap kaum muslimin membiasakan diri bersiwak, terlebih lagi ketika hendak wudhu maupun sholat. Dan masih banyak lagi hal-hal yang dicintai Nabi lainnya.

Adapun hal-hal yang dibenci Nabi di antaranya adalah tidur setelah sholat Subuh, tidur antara Maghrib dan Isya’, begadang sampai larut malam mengerjakan hal yang tidak berguna sampai-sampai terlewat sholat Tahajjud dan Subuh, dan lain sebagainya.

Itulah pembahasan singkat kita mengenai bukti-bukti cinta kita kepada baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga dapat kita amalkan dan kerjakan. Semoga Allah mudahkan.


Semoga bermanfaat.

Diselesaikan pada 29 Dzulqaidah 1439 Hijriyah/11 Agustus 2018 Masehi.

Hati-Hati Salah Berwudhu Bisa Masuk Neraka

Hati-Hati Salah Berwudhu Bisa Masuk Neraka
Hati-Hati Salah Berwudhu Bisa Masuk Neraka

AlQuranPedia.Org – Berwudhu merupakan di antara syarat sah sholat. Tanpa berwudhu/bersuci sholat seseorang tidak akan diterima. Perhatikan hadits berikut.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Allah tidak akan menerima shalat orang yang berhadats, sampai dia berwudhu." (HR. Bukhari 6954)


Ada kisah menarik di mana suatu ketika di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ada sebagian sahabat yang berwudhu dengan buru-buru sampai-sampai bagian kaki mereka tidak dibasuh, tidak dicuci, hanya sekedar diusap. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian memanggil mereka dengan keras, “Celakalah tumit-tumit dari neraka”.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, “Kami pernah tertinggal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu safar. Kami lalu menyusul beliau dan ketinggalan shalat yaitu shalat ‘Ashar. Kami berwudhu sampai bagian kaki hanya diusap (tidak dicuci, -pen). Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil dengan suara keras dan berkata, “Celakalah tumit-tumit dari api neraka.” Beliau menyebut dua atau tiga kali. (HR. Bukhari no. 96 dan Muslim no. 241)

Di dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa air wudhu mereka tidak menyentuh tumit mereka,

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu 'anhuma, dia berkata, “Kami pernah kembali bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Makkah menuju Madinah hingga sampai di air di tengah jalan, sebagian orang tergesa-gesa untuk shalat ‘Ashar, lalu  mereka berwudhu dalam keadaan terburu-buru. Kami pun sampai pada mereka dan melihat air tidak menyentuh tumit mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Celakalah tumit-tumit dari api neraka. Sempurnakanlah wudhu kalian.” (HR. Muslim no. 241)

Di dalam riwayat Muslim di atas disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk mengulangi wudhunya. Ini menunjukkan wudhu mereka tidak sah, padahal hanya perkara air tidak menyentuh tumit. Padahal perkaranya tampak sepele tetapi di sisi Allah sangatlah besar. Ancamannya bukan main-main, yaitu neraka. Pekara tumit saja wudhu bisa tidak sah bahkan diancam masuk ke neraka, lantas bagaimana kalau air tidak sempurna mengenai tangan kita, wajah kita? Tentu saja itu menyebabkan lebih batal lagi dan perkaranya lebih besar lagi.


Maka dari itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita agar tenang ketika menuju masjid. Meskipun sudah adzan atau bahkan sudah iqamat maka tetap sempurnakanlah wudhu kita, jangan ada yang ketinggalan dan jangan ada yang tidak sempurna dibasuh. Kalau kita masbuq tidak apa, kita sempurnakan rakaat yang tertinggal. Ini adalah salah satu adab ke masjid.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian mendengar iqomah, maka berjalanlah menuju shalat. Namun bersikap tenang dan khusyu’lah. Gerakan imam yang kalian dapati, ikutilah. Sedangkan yang luput dari kalian, sempurnakanlah.” (HR. Bukhari no. 636 dan Muslim no. 602)

Bukan sekedar sah tidak sah, keutamaan wudhu dengan sempurna sangatlah besar, yaitu bergugurannya dosa-dosa kita.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seorang muslim atau mukmin berwudhu’ kemudian mencuci wajahnya, maka akan keluar dari wajahnya tersebut setiap dosa pandangan yang dilakukan kedua matanya bersama air wudhu’ atau bersama akhir tetesan air wudhu’. Apabila ia mencuci kedua tangannya, maka akan keluar setiap dosa yang dilakukan kedua tangannya tersebut bersama air wudhu’ atau bersama akhir tetesan air wudhu’. Apabila ia mencuci kedua kaki, maka akan keluar setiap dosa yang disebabkan langkah kedua kakinya bersama air wudhu’ atau bersama tetesan akhir air wudhu’, hingga ia selesai dari wudhu’nya dalam keadaan suci dan bersih dari dosa-dosa.” (HR Muslim no. 244)

Bahkan kalau kita berwudhu dengan sempurna, seperti yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, membasuhnya dengan sempurna, kemudian sholat dua raka’at, maka ganjarannya adalah diampuni dosa-dosa kita yang telah lalu.

Dari Humran bekas budak ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu 'anhu, dia berkata, “‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu 'anhu minta diambilkan air wudhu lalu berwudhu. Dia basuh kedua telapak tangannya tiga kali. Kemudian berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung lalu mengeluarkannya. Lalu membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh tangan kanannya hingga ke siku tiga kali, begitupula dengan tangan kirinya. Setelah itu, ia usap kepalanya lantas membasuh kaki kanannya hingga ke mata kaki tiga kali, begitupula dengan kaki kirinya. Dia kemudian berkata, ‘Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu sebagaimana wudhuku ini, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian shalat dua raka’at dan tidak berkata-kata dalam hati dalam kedua raka’at tadi, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.’” (HR. Bukhari, Muslim dan lainnya)

Untuk itu mari kita sempurnakan wudhu kita, mari kita wudhu sesuai dengan praktek Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan membasuhnya dengan sempurna. Semoga Allah mudahkan.


Semoga bermanfaat.

Diselesaikan pada 3 Dzulhijjah 1439 Hijriyah/15 Agustus 2018 Masehi.