Gara-Gara Lisan Kita!

Gara-Gara Lisan Kita!
Gara-Gara Lisan Kita!
Banyak kemalangan dan kebinasaan di dunia dan bahkan juga di akhirat, disebabkan gara-gara lisan kita!

Allah Ta'ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar" (QS. Al Ahzab: 70-71).

(Baca Juga : Dari Kuliah Umum Hingga Mengajar di Masjid Nabawi)

Allah Ta'ala juga berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim" (QS. Al Hujurat: 11).

Dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ لاَ يَرَى بِهَا بَأْسًا يَهْوِي بِهَا سَبْعِينَ خَرِيفًا فِي النَّارِ

“Sesungguhnya seorang hamba ketika berbicara dengan perkataan yang dianggap biasa, namun akan menyeret ia masuk neraka 70 tahun” (HR. Tirmidzi no. 2314. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Dari Abdullah bin Mas'ud radhiallahu'anhu, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

إنَّ أكثرَ خطايا ابنِ آدمَ في لسانِه

"Sesungguhnya kesalahan yang paling banyak dilakukan manusia adalah pada lisannya" (HR. Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman, Ath Thabrani dalam Mu'jam Al Kabir, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah [534]).

(Baca Juga : Ilmu Dicabut Dengan Wafatnya Para Ulama)

Dari Mu'adz bin Jabal radhiallahu'anhu, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

ألا أخبرك بملاك ذلك كله، قُلْت : بلى يا رسولَ اللهِ، قال : فأخذ بلسانه، قال : كف عليك هذا . فقُلْت : يا نبي الله وإنا لمؤاخذون بما نتكلم به ؟ فقال : ثكلتك أمك يا مُعاذٍ، وهل يكب الناس في النار على وجوههم، أو على مناخرهم، إلا حصائد ألسنتهم

"Maukah aku kabarkan sesuatu yang membuatmu menguasai semua itu (iman)? Muadz menjawab: tentu wahai Rasulullah. Nabi memegang lidahnya lalu berkata: jagalah ini! Maka Muadz mengatakan: wahai Rasulullah, apakah kita akan diadzab karena ucapan lisan kita?". Rasulullah bersabda: "Bagaimana engkau ini Muadz! Bukankah manusia akan diseret di atas wajah mereka atau di atas hidung mereka karena sebab lisan mereka?!" (HR. Tirmidzi no. 2616, ia mengatakan: "hasan shahih").

Dari Abdullah bin Mas'ud radhiallahu'anhu, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

سِبابُ المُسْلِمِ فُسُوقٌ، وقِتالُهُ كُفْرٌ

"Mencela seorang Muslim itu kefasikan, dan memeranginya adalah kekufuran" (HR. Bukhari no. 48, Muslim no.64).

Dari Abdullah bin Mas'ud radhiallahu'anhu, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

ليسَ المؤمنُ بالطَّعَّانِ ولا اللَّعَّانِ ولا الفاحِشِ ولا البذَيُّ

"Seorang Mukmin sejati bukanlah yang suka mencela, suka melaknat, suka berkata kotor dan jorok" (HR. At Tirmidzi no.1977, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Dan dalil-dalil dari Al Qur'an dan As Sunnah yang lain yang kalau kita perhatikan, akibat dari ketergelinciran lisan itu semuanya mengerikan.

Maka jagalah lisan sebaik-baiknya!

Semoga Allah memberi taufik.

Join channel telegram @fawaid_kangaswad

(Baca Juga : Mengenal Sahabat Nabi dan Ulama dari Yaman)

Tulisan Al-Ustadz Yulian Purnama, S.Kom hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=10156321827766868&id=694486867

Keutamaan Bersalaman Ketika Bertemu Sesama Muslim

Keutamaan Bersalaman Ketika Bertemu Sesama Muslim
Keutamaan Bersalaman Ketika Bertemu Sesama Muslim
Diantara praktek mudah menerapkan akhlak mulia dalam pergaulan sehari-hari ialah bersalaman ketika bertemu. Ketika bertemu dengan saudara seiman, baik yang sudah dekat ataupun baru dikenal, raihlah tangannya untuk bersalaman.

Jangan lewatkan kesempatan tersebut karena dengan bersalaman, akan menggugurkan dosa-dosa.
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا

“Tidaklah dua orang muslim yang bertemu lalu berjabat tangan, melainkan dosa keduanya sudah diampuni sebelum mereka berpisah” (HR. Abu Dawud no. 5.212 dan at-Tirmidzi no. 2.727, dishahihkan oleh al-Albani)

(Baca Juga : Dakwah Salafiyah Teruslah Berkembang)

Dalam hadits lain, dikatakan bahwa dosa-dosa orang yang bersalaman itu berguguran sebagaimana gugurnya daun. Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا لَقِيَ الْمُؤْمِنَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَأَخَذَ بِيَدِهِ فَصَافَحَهُ تَنَاثَرَتْ خَطَايَاهُمَا كَمَا يَتَنَاثَرُ وَرَقُ الشَّجَرِ

“Jika seorang mukmin bertemu dengan mukmin yang lain, ia memberi salam padanya, lalu meraih tangannya untuk bersalaman, maka berguguranlah dosa-dosanya sebagaimana gugurnya daun dari pohon” (HR. Ath Thabrani dalam Al Ausath, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 2/59)

Hendaknya setiap kita bersemangat untuk menjadi yang pertama kali menyodorkan tangan untuk bersalaman. Mengapa? Karena demikian lah yang dipuji oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya. Sebagaimana dalam hadits: “Ketika datang rombongan penduduk Yaman, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

قد أقبل أهل اليمن، وهم أرقُّ قلوبًا منكم))، قال أنس: فهم أول من جاء بالمصافحة

‘Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah orang-orang yang hatinya lebih halus dari kalian’. Anas bin Malik menambahkan: ‘Dan mereka juga orang-orang yang biasanya pertama kali menyodorkan tangan untuk bersalaman’” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad, 967; Ahmad 3/212).

(Baca Juga : Murid-Murid Pengadu Domba)

Namun perlu menjadi catatan, walau bersalaman dengan sesama muslim itu dianjurkan, namun tidak diperkenankan berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram anda, walaupun ia termasuk kerabat. Karena Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:

لأن يُطعن في رأس أحدكم بمخيط من حديد، خيرٌ له من أن يمس امرأةً لا تحل له

“Andai kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi, itu masih lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya”. (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 4544, dishahihkan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 226).

Para ulama 4 madzhab pun menyatakan haramnya berjabat tangan dengan wanita non-mahram yang sudah dewasa. Imam An Nawawi berkata dalam kitabnya Al-Majmu’:

وقد قال أصحابنا: كل من حرم النظر إليه حرم مسه. وقد يحل النظر مع تحريم المس، فإنه يحل النظر إلى الأجنبية في البيع والشراء والأخذ والعطاء ونحوها. ولا يجوز مسها في شيء من ذلك.

“Ulama madzhab kami (madzhab syafi’i) berkata bahwa setiap orang yang diharamkan memandangnya maka diharamkan menyentuhnya wanita. Namun dihalalkan untuk memandang wanita yang bukan mahramnya jika ia berniat untuk menikahinya, atau dalam sedang dalam keadaan jual beli, atau ketika ingin mengambil atau memberi sesuatu ataupun semisal dengannya. Namun tidak boleh untuk menyentuh wanita walaupun dalam keadaan demikian” (Al Majmu', 4/515).

Kepada wanita yang bukan mahram, kita tetap bisa beramah-tamah dengan sekedar anggukan, senyuman atau isyarat lain yang bisa menggantikan fungsi jabat tangan menurut adat setempat, selama tidak menimbulkan fitnah.

Wallahu a'lam.

Join channel telegram @fawaid_kangaswad

(Baca Juga : Belajar dari Sosok Ustadz Dzulqarnain Muhammad Sunusi)

Tulisan Al-Ustadz Yulian Purnama, S.Kom hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=10156366447076868&id=694486867

Jika Mendengar Al-Quran, Diam, Pahami dan Renungkanlah

Jika Mendengar Al-Quran, Diam, Pahami dan Renungkanlah
Jika Mendengar Al-Quran, Diam, Pahami dan Renungkanlah
Jika mendengar Al Qur'an hendaknya diam, serta coba pahami dan renungkanlah

Allah Ta'ala perintahkan kita:

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

"Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat" (QS. Al A'raf: 204).

(Baca Juga : Penuntut Ilmu Adalah Tamu Rasulullah)

Perhatikan dalam ayat ini Allah perintahkan dua hal:
1. Al istima' (الاستماع)
2. Al inshat (الإنصات)

Al istima' artinya mendengarkan, sedangkan al inshat sering diterjemahkan dengan "diam". Namun sebenarnya al inshat bukan hanya diam.

Syaikh As Sa'di menjelaskan:

فإنه مأمور بالاستماع له والإنصات، والفرق بين الاستماع والإنصات، أن الإنصات في الظاهر بترك التحدث أو الاشتغال بما يشغل عن استماعه

"Kita diperintahkan untuk al istima' (mendengar) dan al inshat. Perbedaan antara al istima' dan al inshat adalah bahwa al inshat itu artinya tidak bicara atau tidak melakukan hal yang memalingkan dari apa yang sedang di dengar" (Taisir Kariimirrahman).

Al Qurthubi mengatakan:

والإنصات : السكوت للاستماع والإصغاء والمراعاة

"Al inshat artinya diam untuk mendengarkan, menyimak dan berusaha memahami" (Tafsir Al Qurthubi).

(Baca Juga : Meluruskan Pemahaman)

Syaikh Ibnu Al Utsaimin mengatakan:

و هو الإستماع بوعي

"Al inshat artinya mendengarkan dengan disertai perenungan" (Syarah Nurul Yaqin, 105).

Maka ketika mendengarkan Al Qur'an hendaknya kita diam, mendengarkan serta mencoba memahami dan merenungkan maknanya.

Dan ini juga berlaku dalam shalat. Para mufassirin, diantaranya Abu Hurairah, Qatadah, Syu'bah, Mujahid, Adh Dhahhak dan lainnya, ketika menafsirkan bahwa ayat ini mereka mengatakan:

 (وإذا قرئ القرآن فاستمعوا له وأنصتوا) قال: في الصلاة

"[Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang], maksudnya: di dalam shalat" (Tafsir Ath Thabari).

Maka ketika imam membaca ayat Al Qur'an, hendaknya makmum diam, mendengarkan, serta mencoba memahami dan merenungkan maknanya.

Wallahu a'lam.

Join channel telegram @fawaid_kangaswad

(Baca Juga : Guru Itu Pengaruh Bagi Murid)

Tulisan Al-Ustadz Yulian Purnama, S.Kom hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=10156357861521868&id=694486867

Brader, Rawatlah Rambutmu!

Brader, Rawatlah Rambutmu!
Brader, Rawatlah Rambutmu!
Dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ كَانَ لَهُ شَعْرٌ فَلْيُكْرِمْهُ

"Siapa yang punya rambut maka muliakanlah" (HR. Abu Daud no. 3632, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

(Baca Juga : Dakwah Salaf yang Ditakuti Musuh Islam)

Dalam Hasyiyah Aunul Ma'bud (9/1183) dijelaskan maknanya:

أي فليزينه ولينظفه بالغسل والتدهين والترجيل ولا يتركه متفرقاً، فإن النظافة وحسن المنظر محبوب

"Maksudnya perbaguslah dan bersihkanlah dengan mencucinya dan memberinya minyak serta menyisirnya. Jangan membiarkannya berantakan. Karena kebersihan dan dan bagusnya penampilan itu disukai dalam agama".

Namun laki-laki tidak boleh berlebihan dalam merawat rambut sehingga sibuk dandan dan bersolek. Karena dandan dan bersolek itu tabiat wanita. Dari Abdullah bin Mughaffal radhiallahu'anhu:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ التَّرَجُّلِ إِلَّا غِبًّا

"Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam melarang laki-laki menyisir rambutnya kecuali ghibban (sehari menyisir, sehari tidak)" (HR. Abu Daud no.3628, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

(Baca Juga : Pembelaan Untuk Syaikhul Islam)

Bukan berarti tidak boleh menyisir setiap hari, namun makna hadits ini adalah larangan berlebihan dalam berdandan bagi lelaki. Sebagaimana dalam hadits Abdullah bin Buraidah radhiallahu'anhu:

كانَ ينْهانا عن كثيرٍ منَ الإرفاهِ

"Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam melarang kami terlalu banyak berdandan" (HR. Abu Daud no. 4160, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

Asy Syaukani menjelaskan hadits Abdullah bin Mughaffal dengan mengatakan:

والحديث يدل على كراهة الاشتغال بالترجيل في كل يوم؛ لأنه نوع من الترفه

"Hadits ini menunjukkan dimakruhkannya menyibukkan diri dengan menyisir rambut setiap hari. Karena ini adalah bentuk terlalu banyak berdandan" (Nailul Authar, 1/159).

Wallahu a'lam.

Join channel telegram @fawaid_kangaswad

(Baca Juga : Semoga Kita Berjumpa di Telaga)

Tulisan Al-Ustadz Yulian Purnama, S.Kom hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=10156362398066868&id=694486867

Pahala Besar Bagi Pemberi Hutang


Pahala besar bagi orang yang memberikan hutang untuk membantu orang

Orang yang memberikan hutang termasuk mendapatkan keutamaan orang yang memberikan kemudahan pada orang lain. Dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam juga bersabda:

من يسَّرَ على معسرٍ يسَّرَ اللَّهُ عليهِ في الدُّنيا والآخرةِ

"Barangsiapa memudahkan kesulitan orang lain, Allah akan mudahkan ia di hari Kiamat" (HR. Muslim no. 2699).

(Baca Juga : Menyikapi Kesalahan Da'i Ahlussunnah)

Dan orang yang memberikan hutang akan mendapatkan banyak ganjaran lagi ketika ia memberikan kelonggaran dalam pembayaran.

Orang yang memberikan hutang, dianjurkan memberi kelonggaran pada orang yang berhutang dalam masalah pelunasan. Allah berfirman:

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ

"Jika orang yang berhutang kesulitan, maka berilah kelonggaran hingga ia mudah" (QS. Al Baqarah: 280).

Dan Allah menjanjikan pahala yang besar bagi yang memberikan kelonggaran pada orang yang kesulitan bayar hutang.

Dari Buraidah radhiallahu'anhu, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

من أنظر معسرا فله بكل يوم صدقة قبل أن يحل الدين، فإذا حل الدين فأنظره فله
بكل يوم مثليه صدقة

"Barangsiapa yang melonggarkan pelunasan hutang bagi orang yang kesulitan membayar, maka setiap hari penundaannya tersebut dianggap sedekah sampai datang temponya. Ketika datang tempo pembayaran lalu ia beri kelonggaran lagi, maka ia mendapatkan pahala dua kali lipat sedekah setiap harinya" (HR. Ahmad [5/360], dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.86).

(Baca Juga : Singa dari Mesir)

Dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam juga bersabda:

من أنظر معسرًا أو وَضع له، أظلَّه اللهُ يومَ القيامةِ تحتَ ظلِّ عرشهِ، يومَ لا ظلَّ إلا ظلُّه

"Barangsiapa yang melonggarkan pelunasan hutang bagi orang yang kesulitan membayar, atau menganggapnya lunas, maka Allah akan berikan naungan di hari kiamat di bawah naungan Arys-Nya, di hari ketika tidak ada naungan selain naungan Allah" (HR. Tirmidzi no. 1306, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Namun bagi yang berhutang, bukan berarti bermudah-mudah menuntut pemberi hutang untuk melonggarkan. Bagi penghutang, wajib berusaha bersegera melunasi sebisa mungkin. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

أيما رجلٍ تديَّنَ دَيْنًا ، و هو مجمِعٌ أن لا يُوفِّيَه إياه لقي اللهَ سارقًا

"Siapa saja yang berhutang dan ia tidak bersungguh-sungguh untuk melunasinya, maka ia akan bertemu Allah sebagai seorang pencuri" (HR. Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman, 5561, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami' no. 2720).

Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

من مات وعليه دَينٌ ، فليس ثم دينارٌ ولا درهمٌ ، ولكنها الحسناتُ والسيئاتُ

"Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih punya hutang, maka kelak (di hari kiamat) tidak ada dinar dan dirham untuk melunasinya namun yang ada hanyalah kebaikan atau keburukan (untuk melunasinya)" (HR. Ibnu Majah no. 2414, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 437).

Semoga orang-orang yang dihutangi, Allah berikan kesabaran dan ganjaran yang berlipat ganda.

Semoga yang masih berhutang, Allah berikan kemudahan untuk segera melunasi.

Wallahu a'lam.

Join channel telegram @fawaid_kangaswad

(Baca Juga : Lelaki dari Damaskus)

Tulisan Al-Ustadz Yulian Purnama, S.Kom hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=10156317144106868&id=694486867

Puasa Level Tinggi

Puasa Level Tinggi
Puasa Level Tinggi
Puasa bagi kebanyakan orang tak lebih dari sekedar menahan diri dari makan dan minum semata. Inilah puasa orang level awam.

Namun bagi orang yang level tinggi,  puasa yg sesungguhnya lebih dari itu,  yaitu menahan seluruh anggota tubuh dari dosa dan kemaksiatan.

عن أبي هريرة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :  ليس الصيام من الأكل والشرب، إنما الصيام من اللغو والرفث.

Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda: "Bukanlah puasa itu dari makan dan minum,  tetapi puasa sesungguhnya adalah menahan diri dari ucapan kotor dan sia-sia". (HR. Ibnu Khuzaimah,  Ibnu Hibban dan dishahihkan Al Hakim dan al Albani dalam Shahih Targhib wa Tarhib: 1082)

(Baca Juga : 7 Ayat Al-Quran Tentang Bulan Haram)

قَالَ جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ : إِذَا صُمْتَ فَلْيَصُمْ سَمْعُكَ ، وَبَصَرُكَ ، وَلِسَانُكَ عَنِ الْكَذِبِ وَالْمَحَارِمِ ، وَدَعْ أَذَى الْخَادِمِ ، وَلْيَكُنْ عَلَيْكَ وَقَارٌ وَسَكِينَةٌ يَوْمَ صِيَامِكَ ، وَلَا تَجْعَلْ يَوْمَ فِطْرِكَ وَصَوْمِكَ سَوَاءً

Sahabat Jabir bin Abdillah berkata: "Jika engkau berpuasa,  maka berpuasalah pendengaranmu dan pandanganmu serta lisanmu dari dusta dan dosa. Janganlah menyakiti pembantu.  Hendaknya dirimu tenang dan berwibawa saat puasa.  Dan jangan jadikan hari puasamu dan hari tidak puasamu sama saja". (Al Mushonnaf kry Ibnu Abi Syaibah: 8973)

Al-Hafizh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata:

"Orang berpuasa yang sebenarnya adalah seorang yang menahan anggota badannya dari segala dosa, lidahnya dari dusta, perutnya dari makanan dan minuman, farjinya dari jima.

Kalau dia berbicara, dia tidak mengeluarkan kata yang menodai puasanya.
Kalau dia berbuat, dia tidak melakukan hal yang dapat merusak puasanya, sehingga ucapannya yang keluar adalah bermanfaat dan baik.

Demikian pula amal perbuatannya, dia ibarat wewangian yang dicium baunya oleh kawan duduknya. Seperti itu juga orang yang berpuasa, kawan duduknya mengambil manfaat dan merasa aman dari kedustaan, kemaksiatan dan kedzalimannya.

Inilah hakekat puasa sebenarnya, bukan hanya sekedar menahan diri dari makanan dan minuman". (Al-Waabil as-Shayyib wa Rafiul Kalim Thayyib hal. 57)

Lentera Da'wah:
📚 CHANNEL LENTERA DAKWAH
Channel Telegram  @yusufassidawi
📲 JOIN : http://bit.ly/LenteraDakwah

(Baca Juga : Karena Kita Masih Pelajar)

Tulisan Al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=578919762511675&id=100011809698436

Bagaimana Menyambut Tamu Istimewa?

Bagaimana Menyambut Tamu Istimewa?
Bagaimana Menyambut Tamu Istimewa?
Saudaraku....

Andai saja ada tamu istimewa yang akan datang ke rumah kita, tentu kita akan sibuk setengah mati mempersiapkan segalanya untuk menyambutnya sebagai bentuk penghormatan kita kepadanya.

Lantas bagaimana jika sang tamu tersebut datang dengan membawa segudang berkah untuk kita semua?!

Saudaraku....

Sekarang tak lama lagi, tamu istimewa tersebut akan datang mampir menyapa kita semua, lantas apa yang telah kita siapkan untuk menyambutnya? Apakah engkau akan bergembira dg kedatangannya atau malah sebaliknya?

(Baca Juga : Dalil-Dalil Haramnya Musik)

Sesungguhnya menyambut tamu istimewa tersebut bukan dg menyetok makanan dan jajan, tapi setidaknya ada 5 hal penting yg perlu kita siapkan sejak sekarang:

1. Doa
Doa adalah sumber kebaikan di dunia dan akherat.
Marilah kita berdoa kpd Allah agar Dia mempertemukan kita dg tamu istimewa tersebut dan memudahkan kita untuk mengisinya dg ketaatan.

Betapa banyak sahabat, tetangga, keluarga yg tahun lalu masih puasa bersama kita, kini mereka sudah tiada.

Dahulu ada sebagian ulama salaf berdoa kpd Allah 6 bulan lamanya agar dipertemukan dg bulan puasa.
Allahumma ballighnaa romadhon...

2. Ilmu
Imam Bukhori pernah mengatakan, bab ilmu itu sebelum berucap dan berbuat.
Maka ya akhi wa ukhti, sebelum anda bertemu dg tamu istimewa tersebut, maka pelajarilah terlebih dulu keistimewaannya, amalannya, hukum-hukumnya sehingga engkau bisa mengoptimalkannya dg sebaik-baiknya, karena "tak kenal maka tak sayang".

(Baca Juga : Macam-Macam Sholat Sunnah Rawatib)

3. Tekad yang bulat
Tekad yg bulat adalah motor penggerak dan motivator kuat untuk bisa menyambut tamu istimewa tersebut dg sempurna.
Dengan semangat tersebut, kita akan merancangkan jadwal dan mengatur waktu untuk kegiatan2 positif demi meraih dan memanen pundi2 pahala sebanyak mungkin.

4. Membiasakan diri dengan ketaatan
Jiwa manusia itu cenderung mengikuti hawa nafsu yg malas dari ketaatan dan semangat berbuat dosa, maka butuh untuk dilatih dan dibiasakan agar nanti telah terbiasa.

Itulah kenapa, Nabi kita Muhammad paling sering puasa sunnah di bulan sya'ban sebagai ajang pemanasan dan persiapan menyambut bulan puasa.

Maka ayo sobat, mari kita latih jiwa kita sejak sekarang untuk membaca Al Quran, sholat malam, puasa, sedekah, doa dan lain sebagainya dari amal kebajikan.

5. Kebeningan hati
Sejenak mari kita berfikir, apakah pantas jika kita menyambut tamu istimewa dg menyimpan amarah, dendam, dengki dan sebagainya? Tentu saja tidak..

Maka sebelum kita bertemu dg tamu tersebut, jernihkan hati kita dari noda2 dosa berupa kesyirikan, permusuhan dan lain sebagainya sehingga kita betul2 menyambut tamu istimewa dg hati yg bening dan suci.

Ya Allah, kepadaMu, kami bersimpuh dan memohon; pertemukanlah kami dg tamu istimewa tersebut dan anugerahkan kami kekuatan dan kemudahan agar memanfaatkan perjumpaan tersebut sebaik mungkin....

(Baca Juga : Untuk Kita yang Awam)

Tulisan Al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=579068662496785&id=100011809698436

Hukum "Selamat Berpuasa & Hari Raya"

Hukum "Selamat Berpuasa & Hari Raya"
Hukum "Selamat Berpuasa & Hari Raya"
Sering kita dapati pro kontra tentang masalah ini.  Namun pendapat yang kuat adalah boleh.
Rasulullah pernah memberi kabar gembira kepada para sahabatnya dengan tibanya bulan Ramadhan. Dari Abu Hurairoh bahwasanya Nabi bersabda:

قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

Sungguh telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Alloh mewajibkan puasa atas kalian di dalamnya. Pada bulan ini dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka dan dibelenggu setan-setan. Di dalam bulan ini ada sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tercegah dari kebaikannya, maka sungguh dia tercegah untuk mendapatkannya. (HR.Ahmad 12/59, Nasai 4/129. Syaikh al-Albani berkata: "Hadits Shahih Lighairih". Lihat Shahih at-Targhib 1/490, Tamamul Minnah hal.395 keduanya oleh al-Albani).

(Baca Juga : Takutlah Kamu Kepada Allah)

Al-Hafizh Ibnu Rojab berkata:
"Sebagian ulama mengatakan; hadits ini adalah dalil bolehnya mengucapkan selamat antara sebagian manusia kepada yang lain berhubungan dengan datangnya bulan Ramadhan.
Bagaimana mungkin seorang mukmin tidak bergembira dengan dibukanya pintu surga?!, bagaimana tidak bergembira orang yang berbuat dosa dengan ditutupnya pintu neraka?! Bagaimana mungkin orang yang berakal tidak bergembira dengan suatu waktu yang saat itu setan dibelenggu, waktu mana yang bisa menyerupai waktu semacam ini?”. (Lathoiful Maarif hal.279).

Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di berkata:

“Ucapan selamat dalam berbagai kesempatan dibangun di atas kaidah yang berharga, yaitu asal dalam masalah adat, baik ucapan maupun perbuatan hukumnya adalah boleh, tidak bisa diharamkan atau dibenci kecuali apabila mengandung hal yang dilarang oleh syari’at atau mengandung kerusakan.
Kaidah agung ini dibangun di atas Al-Qur’an dan Sunnah. Sesungguhnya manusia tidaklah bermaksud ibadah dengan ucapan ini, namun hal itu merupakan adat sesama mereka dalam sebagian kesempatan.

Hal ini tidak terlarang, bahkan menyimpan kemaslahatan sebab apabila kaum mukmin saling mendoakan antara sesama maka sejatinya hal itu akan menyebabkan mereka saling mencintai.
Dan adat-adat yang boleh apabila diringi dengan manfaat dan maslahat, maka bisa menjadikannya sebagai amalan yang dicintai oleh Allah sesuai dengan buah yang dihasilkannya”.(Al-Fatawa As-Sa’diyyah hlm. 487).

NB : Lihat secara luas masalah ini dalam risalah Hukmu at-Tahniah Bi Dukhuli Syahri Romadhan, Yusuf bin Abdul Aziz at-Thorifi, karena beliau telah mengumpulkan dalil-dalil dan ketarangan para ulama yang membolehkan hal ini.

Lentera Da'wah:
📚 CHANNEL LENTERA DAKWAH
Channel Telegram  @yusufassidawi
📲 JOIN : http://bit.ly/LenteraDakwah

(Baca Juga : 11 Ayat Motivasi di Al-Quran)

Tulisan Al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=579015395835445&id=100011809698436