Mati Karena Membela Negara, Syahidkah?

Mati Karena Membela Negara, Syahidkah?
Mati Karena Membela Negara, Syahidkah?

💫 *MATI KARENA MEMBELA NEGARA  SYAHIDKAH?*
(Nasehat Agar Memperbaiki Niat Dalam Menjaga & Membela Negara)

بسم الله الرحمن الرحيم.

Telah datang dari hadits Abu Musa Al-Asy'ari radhiyallahu anhu ia berkata:

 جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ حَمِيَّةً وَيُقَاتِلُ شَجَاعَةً وَيُقَاتِلُ رِيَاءً فَأَيُّ ذَلِكَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Datang seseorang kepada Nabi shallalahu 'alaihi wasallam lalu bertanya: Ada seseorang yang berperang karena dorongan fanatisme, atau berperang karena ingin memperlihatkan keberanian, dan ada yang berperang karena ingin dilihat orang, siapakah yang disebut fi sabilillah?  Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab: "Siapa yang berperang agar kalimatullah menjadi tinggi, ia berada fii sabilillah."
(HR.Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Musa Al-Asy'ari)

(Baca Juga : Puasa Sunnah di Bulan Muharram dan Puasa Asyura)

Dalam riwayat lain:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلم فقَالَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلْمَغْنَمِ وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلذِّكْرِ وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِيُرَى مَكَانُهُ فَمَنْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Datang seorang laki-laki kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata: "Seseorang berperang untuk mendapatkan ghanimah (rampasan perang), seseorang yang lain agar menjadi terkenal, dan seseorang yang lain lagi untuk dilihat kedudukannya, manakah yang disebut fii sabilillah?" Maka Beliau bersabda: "Siapa yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah dialah yang disebut fii sabilillah".
(HR.Al-Bukhari dan Muslim)

Berkata Al-Allamah Al-Utsaimin rahimahullah:
Ini adalah timbangan hakiki yang benar yang dengannya diketahui apakah suatu jihad itu fisabilillah atau bukan fisabilillah. Barangsiapa yang berperang membela negara sekedar karena negaranya maka bukan fisabilillah, dan barangsiapa yang berperang membela negaranya karena negaranya adalah negara islam dia melindunginya dari orang-orang kafir maka dia fisabilillah.
📚(Majmu Fatwa wa Rasã'il:25/351)

Beliau juga berkata :
Bukan karena mereka membela negaranya karena itu adalah sebuah negara, karena membela negara karena sekedar dia adalah negara sama antara seorang mu'min dan kafir, orang-orang kafir pun membela negara mereka. Akan tetapi, seorang muslim hendaklah dia membela agama Allah, dia membela negaranya bukan karena sekedar negaranya tapi karena negaranya adalah negara islam. Dia membelanya untuk menjaga islam yang tumbuh di negara tersebut.
📚(Syarh Riyadhis-Shãlihin:1/33-34, Lihat juga Majmu Fatwa wa Rasã'il:7/318)

(Baca Juga : 7 Ayat Al-Quran Tentang Riba)

Beliau juga berkata:
Adapun membela karena niat Nasionalisme atau niat Kebangsaan maka ini sama antara seorang mu'min dan kafir, tidak bermanfaat bagi pembelanya di hari kiamat. Jika dia mati dalam keadaan dia membela karena niat ini maka dia bukanlah syahid.
📚(Syarh Riyadhis-Shãlihin:1/34)

Oleh karena itu, hendaklah semua aparatur keamanan NKRI agar memperbaki niat-niat mereka, yaitu niat menjaga Islam dan kaum muslimin dan Negara Indonesia sebagai Negara Islam dari musuh-musuh islam baik orang-orang kafir atau kelompok-kelompok pemberontak dari kalangan khawarij dan semisalnya.

Berkata Para Ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah Kerajaan Saudi Arabiah:
Barangsiapa yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah, melindungi kaum muslimin, dan menjaga negeri kaum muslimin dari musuh maka dia fisabilillah, dan jika dia terbunuh maka dia syahid. Dan boleh juga engkau berniat dengan niat yang berbeda dengan niat tentara, seperti engkau berniat untuk meninggikan kalimat Allah dalam jihadmu sekalipun selainmu berniat dengan niat yang berbeda seperti jihad karena negara.
📚(Lihat Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah: no.6894)

Dan berkata Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah:
Wajib atas para penuntut ilmu agar menjelaskan kepada manusia bahwa berperang karena negara bukanlah perang yang benar, hanyalah (perang yang benar itu) adalah berperang untuk meninggikan kalimat Allah, (sehingga seorang harus berniat) saya berperang membela negaraku karena negaraku adalah negara Islam, saya melindunginya dari musuh-musuhnya dan musuh-musuh islam. Maka dengan niat seperti ini niatnya menjadi benar.
📚(Syarh Riyadhis-Shãlihin:1/35)

(Baca Juga : 18 Ayat Al-Quran Tentang Pendusta)

Semoga Allah menjaga kaum muslimin dan negara kami tercinta Indonesia dari musuh-musuh islam.

الحمد لله رب العالمين.

🗓25 Sya'ban 1439
✍🏻Muhammad Abu Muhammad Pattawe Al-Indunisiy
🕌Darul-Hadits Ma'bar-Yaman.

Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=322573351605335&id=100015580180071

Ilmu Sebelum Berdakwah

Ilmu Sebelum Berdakwah
Ilmu Sebelum Berdakwah
Abu Ubaidah As Sidawi

Ilmu merupakan syarat utama dan bekal pertama dalam dakwah. Maka orang yang jahil tidak pantas dan tidak boleh terjun dakwah,karena akan merusak lebih banyak daripada memperbaikinya.

Nabi tidaklah memilih sembarangan orang sebagai utusan dakwah dari Badui  dan sejenisnya tetapi Nabi memilih diantara sahabatnya yang telah matang ilmunya seperti Muadz bin Jabal manusia yang paling alim tentang ilmu halal dan haram. Demikian pula Abu Musa  Al-Asyari, Ali bin Abu Thalib dll.

(Baca Juga : Biografi Ustafdz Abu Yahya Badrusalam)

Sungguh, merupakan musibah besar bila dakwah yang begitu mulia diserahkan kepada setiap orang sebagaimana banyak kita jumpai di negeri kita dimana artis, budayawan,  pelawak,  politikus yg jahil boleh serta bebas  berbicara tentang agama. Inna lilahi wa inna Ilahi raji’un.

 Sungguh benar sabda Nabi:

  اذا وسد الأمر الى غير أهله فا نتظر السا عة

“Apabila suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah hari kiamat tiba” (HR. Bukhori 59 dan 6496)

Ilmu dalam dakwah mencakup ilmu syar'i sebagai materi yg disampaikan,  ilmu tentang fiqih dalam berdakwah agar metode dakwah benar,  dan ilmu tentang kondisi orang yang didakwahi.

Maka hendaknya bagi seorang dai untuk mengetahui ilmu syari,  metode menyampaikannya dan  keadaan masyarakat yang akan dia dakwahi.

Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: "Nabi mengabarkan kepada Muadz demikian agar dia mengetaui keadaan orang yang akan dia dakwahi dan bersiap-siap untuk menghadapi mereka.
Jadi seorang dai harus mengetahui situasi, kondisi serta tingkatan pengetahuan mereka dalam ilmu serta dialog sehingga dia bersiap-siap dan memenangkan Al-haq lewat tangannya.
Janganlah kamu kira bahwa ahli batil tidak memiliki argumentasi dan bahwasanya mereka satu tingkatan dalam ilmu! (Zadu Daiyyah hal.12-As-Shaid Tsamin Fi Rosail Ibnu Utsaimin 1/12).

(Baca Juga : 22 Ayat Al-Quran Tentang Bekerja)

Tulisan Al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=603954453341539&id=100011809698436

Bolehkah Bekerja Sebagai Pengacara?

Bolehkah Bekerja Sebagai Pengacara?
Bolehkah Bekerja Sebagai Pengacara?

Abu Ubaidah As Sidawi

Pengacara adalah seorang yang mewakili orang lain untuk menuntut haknya di depan hakim dalam sidang pengadilan.

Dan perwakilan dalam pengadilan sudah ada sejak dulu. As-Sarokhsi (490 H) berkata: “Perwakilan dalam pengadilan sudah ada semenjak masa Nabi hingga hari ini tanpa adanya pengingkaran dari siapapun”. (Al-Mabsuth 19/4).

(Baca Juga : 8 Ayat Al-Quran Tentang Ikhlas)

As-Sumnani (499 H) juga berkata menjelaskan tentang pengacara: “Nabi juga pernah mewakilkan, demikian juga para imam yang adil dari kalangan sahabat dan tabi’in. Hal ini juga diamalkan oleh manusia di semua Negara”. (Roudhoh al-Qudhoth 1/181).

Pertanyaannya, bolehkah pengacara dijadikan sebagai profesi? Bagaimana hukumnya?
Berprofesi sebagai pengacara hukumnya boleh apabila untuk membela kebenaran dan menolong orang yang terdzalimi, baik dengan mengambil gaji atau tidak.
Dalilnya adalah firman Allah:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". (QS. At-Taubah: 60)

(Baca Juga : 8 Bukti Cinta Kepada Rasulullah)

Dalam ayat ini terdapat dalil bolehnya pemerintah mewakilkan seorang untuk mengambil zakat dan membagikannya kepada yang berhak dengan adanya imbalan bagi amil zakat tersebut. (Adhwaul Bayan 4/49 karya asy-Syinqithi).
Kalau amil zakat berhak mendapatkan imbalan atas pekerjaannya, maka demikian juga pengacara berhak mendapatkan imbalan atas pekerjaannya.

 Lajnah Daimah Saudi Arabia pernah ditanya tentang hukum profesi sebagai pengacara, maka mereka menjawab:
“Apabila dia berprofesi sebagai pengacara bertujuan untuk membela kebenaran, menumpas kebathilan dalam pandangan syari’at,  mengembalikan hak kepada pemiliknya dan menolong orang yang terdzalimi, maka hal itu disyari’atkan, karena termasuk tolong-menolong dalam kebaikan. Adapun apabila tujuannya bukan demikian maka tidak boleh karena termasuk tolong-menolong dalam dosa. Allah berfirman:

وَكَيْفَ يُحَكِّمُونَكَ وَعِنْدَهُمُ التَّوْرَاةُ فِيهَا حُكْمُ اللَّهِ ثُمَّ يَتَوَلَّوْنَ مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ ۚ وَمَا أُولَٰئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ

"Dan bagaimanakah mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai Taurat yang didalamnya (ada) hukum Allah, kemudian mereka berpaling sesudah itu (dari putusanmu)? Dan mereka sungguh-sungguh bukan orang yang beriman".
(QS. Al-Maidah: 43)
(Lihat Fatawa Lajnah Daimah 1/792. Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin Baz, anggota: Abdurrazzaq ‘Afifi, Abdullah al-Ghudayyan dan Abdullah bin Qu’ud. Lihat pula fatwa-fatwa ulama lainnya tentang hukum profesi pengacara dalam kitab Al-MuhamahTarikhuha fi Nudhum wa Mauqif Syari’ah Minha hlm. 139-148 karya Syaikh Masyhur Hasan Salman).

Bahkan, sebenarnya kalau kita membuka sejarah Islam, profesi pengacara sudah ada sejak dulu sekalipun tidak mesti dalam setiap persidangan.
Bukti akan hal itu banyak sekali, di antaranya apa yang dikatakan oleh as-Sumnani (499 H): “Bab tentang pengacara dan kewajiban mereka”.  (Roudhoh Al-Qudhot 1/122).
Bab ini menunjukkan bahwa profesi pengacara sudah ada sejak dulu.
Bahkan, dalam kitab biografi, ada sebagian orang yang dikenal sebagai pengacara, seperti Abu Marwa Utsman bin Ali bin Ibrahim (346 H), beliau dikenal sebagai pengacara yang profesional. (Tarikh Baghdad 11/303-304).

(Baca Juga : Manhaj Salaf Adalah Jalan Kebenaran)

Tulisan Al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=605723736497944&id=100011809698436

Demonstrasi dan Darah Kaum Muslimin

Demonstrasi dan Darah Kaum Muslimin
Demonstrasi dan Darah Kaum Muslimin

Para ulama melarang demonstrasi bukan sekedar 'tidak sesuai dengan cara Islam', akan tetapi lebih dari itu, yaitu berpotensi menimbulkan chaos yang berakibat tertumpahnya darah kaum muslimin. Massa yang banyak sangat mudah diprovokasi dan ditunggangi oknum yang tidak bertanggung jawab. Ketika emosi massa telah meledak, situasi tak dapat lagi dikendalikan. Semua berlomba berlepas tangan.....

(Baca Juga : Takutlah Kamu Kepada Allah)

Kita tidak boleh bermain-main dengan masalah darah. Ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memandang Ka’bah, beliau bersabda :

 مَرْحَبًا بِكِ مِنْ بَيْتٍ مَا أَعْظَمَكِ، وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَلَلْمُؤْمِنُ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ حُرْمَةً مِنْكِ "

“Selamat datang wahai Ka’bah, betapa agungnya engkau dan betapa agung kehormatanmu. Akan tetapi orang mukmin lebih agung di sisi Allah daripadamu” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan, no. 4014; shahih].

Saat chaos, bukan hanya orang yang terlibat saja yang dapat terbunuh, melainkan juga orang-orang yang tidak ada sangkut pautnya dengan aksi. Semua dapat kena imbasnya.

Oleh karena itu, nasihat yang diberikan adalah agar umat tidak turut serta turun ke jalan, menolak semua ajakan revolusi (yang dibahasakan kini dengan istilah 'people power'). Menasihati mereka (umat) agar menjauhi para duat suu' penyeru kesesatan. Begitu juga dengan aparat. Kita nasihatkan agar mereka menahan diri dari tindakan represif dan menolak segala hal yang melanggar prosedur yang ujung-ujungnya mengorbankan kaum muslimin. Bukan malah memanas-manasi dengan balutan dalil yang tak pada tempatnya.

(Baca Juga : 19 Ayat Al-Quran Tentang 'Arsy)

Ibnul-‘Arabiy rahimahullah berkata :

ثبت النهي عن قتل البهيمة بغير حق والوعيد في ذلك فكيف بقتل الآدمي فكيف بالمسلم فكيف بالتقي الصالح

“Telah tetap adanya larangan membunuh binatang tanpa hak dan ancaman terhadap perbuatan tersebut. Maka bagaimana halnya dengan membunuh manusia ? bagaimana halnya dengan membunuh seorang muslim ? dan bagaimana halnya dengan membunuh seorang yang bertaqwa lagi shaalih ?” [Fathul-Baariy, 12/189].

Ahlus-Sunnah sangat berkasih sayang terhadap makhluk dan sangat menghindari pertumpahan darah. Kita tetap tidak senang seandainya ada korban jatuh dari para demonstran. Itu jika kita paham akan makna mahalnya darah kaum muslimin. Bukan malah bersuka ria karena mereka dianggap tak menghiraukan seruan kita.

"Ini kan hanya masalah gaya dan diksi", kata sebagian simpatisan. "Mercedes-Benz mu!!"... Ya, karena gaya dan diksimu yang salah itulah kemudian timbul masalah. Karena gaya dan diksimu yang salah itulah kemudian dakwah jadi terfitnah.

(Baca Juga : 22 Hadits Tentang Adzan)

Copas status ust Doni Abul Jauza'

Tulisan Al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi hafidzhahullah

Sumber:https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=605874613149523&id=100011809698436

Kaum Muallaf Tanggung Jawab Kita Semua

Kaum Muallaf Tanggung Jawab Kita Semua
Kaum Muallaf Tanggung Jawab Kita Semua

Abu Ubaidah As Sidawi

🌳 Diantara nikmat terbesar bagi seorang hamba yang tak tenilai harganya adalah nikmat Islam yang merupakan kunci kebahagiaan di dunia dan di akherat.

Bagaimana tidak, dengan nikmat Islam berarti kita sudah selangkah menjauh dari neraka dan mendekat ke surga yang merupakan puncak pesona, sebab hanya agama Islam yang diterima oleh Alloh.

(Baca Juga : Benarkah Allah Memiliki Sifat Lupa?)

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ 

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi. (QS.Ali Imran: 85).

 Alhamdulillah, dengan rahmat Allah, kemudian usaha dakwah para pendakwah, banyak saudara-saudara kita yang  dahulunya non Muslim kemudian memeluk agama Islam yang mulia, baik dalam negeri apalagi di luar negeri. Kita patut bersyukur kepada Allah atas nikmat ini.

Namun, cukupkah sampai di situ saja lalu acuh tak acuh membiarkan mereka dan melepaskan tangan mereka begitu saja?! Tidak, kita  harus memperhatikan mereka, merangkul mereka, menggandeng tangan mereka, membina mereka dan berusaha mengawal mereka sampai ke pintu surga dengan dakwah, pendidikan dan bimbingan Islam.

Ingat, Mereka adalah tanggung jawab kita semua. Mereka adalah asset kita. Mereka adalah harta berharga bagi kita. Mereka ladang pahala untuk kita. Akankah kita biarkan barang berharga tersebut lepas begitu saja?!!

(Baca Juga : Benarkah Al-Quran Merendahkan Wanita?)

Lentera Da'wah:
📚 CHANNEL LENTERA DAKWAH
Channel Telegram  @yusufassidawi

Tulisan Al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=605975983139386&id=100011809698436

Manfaat dan Etika Mengkritik

Manfaat dan Etika Mengkritik
Manfaat dan Etika Mengkritik
Mengapa Alergi Kritik?
(Manfaat dan Etika dalam Mengkritik)

Abu Ubaidah As Sidawi

💡 Mengkritik suatu kesalahan sah-sah saja, bukan hal yg tercela bahkan dianjurkan, asal kritikan tersebut dibangun di atas bukti yg valid, dengan adab yg baik dan sopan, serta ditulis secara ilmiah berdasarkan dalil2 Al Qur'an dan hadits.

(Baca Juga : 8 Keutamaan Penghafal Al-Quran)

🐚 Dan tidak kalah penting adalah keikhlasan dlm mengkritik yaitu tujuan kritik tersebut adalah agar ketergelinciran  yg dikritik tidak diikuti oleh orang lain, bukan untuk cari populeritas atau menjelekkan saudaranya,  maka kritik semacam ini merupakan ladang pahala dan menegakkan pilar nasehat yg dianjurkan dlm agama. (Lihat Al Faruq Baina Nasihat wa Ta'yir hlm.9-12 oleh Ibnu Rojab)

📚 Dahulu para ulama saling mengkritik antar sesama baik secara diskusi langsung atau secara tulisan karena dg kritik seorang akan belajar dan menjadi jelas segala kerancuan. (Siyar A'lam Nubala Dll/500-501 oleh adz Dzahabi).

🌹Dan untuk yg dikritik, hendaknya berbesar hati menerima obat kritik walau terasa pahit. Yakinlah, itu akan mengangkat derajat anda di sisi Allah.
Dahulu, imam Al Hakim tatkala dikritik oleh Abdul Ghoni maka beliau mengirim surat yg berisi ucapan terima kasih padanya dan doa kebaikan untuknya. (Tadzkirotul Huffadz 3/1048 oleh adz Dzahabi).

Sungguh benar Imam Ibnu Qudamah tatkala mengatakan mengatakan:

"Adalah para salaf, mereka cinta terhadap orang yang mengingatkan kesalahan mereka.
Sedangkan kita sekarang,  orang yang paling kita benci adalah orang yang mengingatkan keesalahan kita". (Mukhtashor Minhaj Qoshidin hlm.  196)

Syaikh Shalih Fauzan al-Fauzan hafidzahullah juga berkata:

الذي يريد الحق يفرح بالنصيحة، ويفرح بالتنبيه على الخطأ

"Orang yang menginginkan kebenaran akan senang tatkala dinasihati dan akan senang juga tatkala diingatkan atas kesalahannya." (Syarah Kitab al-'Ubudiyah 252)

Begitulah etika dan kebijaksanaan ulama salaf.
Semoga kita bisa menirunya.

(Baca Juga : Ternyata Pulsa Siaga Itu Riba)

Lentera Da'wah:
📚 CHANNEL LENTERA DAKWAH
Channel Telegram  @yusufassidawi

Tulisan Al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=606228866447431&id=100011809698436

Berbicara dengan Masalah yang Manusia Fahami

Berbicara dengan Masalah yang Manusia Fahami
Berbicara dengan Masalah yang Manusia Fahami
عمائم على بهائم

Syeikh kami semoga Allah menjaganya telah bercerita tentang seorang pelajar di jaman Syeikh muqbil rahimahullah ta’ala.

Seorang penuntut ilmu di markas darul hadist dammaj. Dia semangat belajar dan senang dengan ceramah ceramah syeikh muqbil rahimahullah.

Sewaktu masa liburan musim panas dia pulang ke kampung halamannya dari perantauan menuntut ilmu dengan seyikh muqbil.walaupun dia baru sebentar belajar di dammaj

Setiba di kampungnya, dia di sambut dengan baik oleh tokoh,pengurus masjid dan para sesepuh.

(Baca Juga : Nama-Nama 8 Pintu Surga)

Seorang pemuda di kampung yang menimba ilmu dengan ulama besar. Penuh harapan agar dia menjadi penerus di kampung untuk tetap mewarnai  nilai agama yang luhur.

Maka diberikanlah kepada anak muda tersebut kesempatan sebagai imam dan khatib untuk khotbah jumat.

Si pemudapun senang dengan ini,sehingga dia langsung meng “iya “kan  tawaran takmir masjid.

Dia langsung menyiapkan materi khotbah yg dia dengar langsung dari syeikh muqbil ketika di markas dammaj.
metari ceramah muhadoroh yang terekam dari syeikh muqbil.
dia persiapkan menjadi transkrip tulisan.

Dia tulis semua alur ceramah dan dalil dalilnya lalu dia hafal.

Ceramah yg berjudul” sorban di pakai hewan ternak” versi arab عمائم على بهائم

Ceramah ini di sampaikan oleh syeikh muqbil di markas beliau di hadapan para muridnya.yg berisi tentang membongkar kedok dua tokoh ahlu bidah yg menyimpang dari  tokoh yaman .walau mereka bersurban tapi mereka tidak pantas untuk di jadikan rujukan dan ulama.

Terlebih lagi sebagian tokoh yaman terkontaminasi dengan pemahaman syiah dan sufi.

Syeikh muqbil ingin mengajarkan  kepada murid muridnya aqidah dan manhaj ahlu sunnah yang benar.

Maka pemuda tersebut pun dgn suara yang lantang .mimik yang bergebu gebu menjatuhkan  tokoh ahlul bidah tersebut dalam khotbah jumatnya. menyebutkan nama mereka dan menyebutkan julukan jelek untuk ahlu bidah.karna mereka lebih sesat dari hewan ternak.

Selesai khotbah ..maka para Pengurus masjid pun  terheran dengan apa yg di katakan oleh pemuda tersebut di atas mimbar.

Karna tokoh yg di berikan julukan jelek di atas mimbar tersebut, di mata masyarakat yaman dia adalah tokoh panutan dan pemuka yg di segani.

(Baca Juga : Benarkah di Surga Ada Khamr?)

Menjadi ramailah masalah ini yang akhirnya pemuda tersebut tidak boleh khotbah lagi. Dan orang orang seperti dia dari murid syeikh muqbil tidak ada ruang dakwah di masjid dan kampung tersebut...

Kembalilah si pemuda ke markas dammaj setelah selesai liburannya.
Tersebarlah berita ini..maka para syeikh mustafid mengingkari apa yg di lakukan  pemuda tersebut.karna cara dan waktu yg tidak tepat...

Mungkin si pemuda tersebut tetap saja merasa benar...karna dia menganggap isi ceramah dia benar ..dan sikap kepada ahlu bidah pun jelas ..apa lagi ini adalah khotbahnya syeikh muqbil yg dia transkrip.
Di MANA SALAHNYA..

Syeikh yg bercerita kepada kami seolah ingin mengajarkan kepada kami,bahwa  kebenaran harus di sampaikan dengan cara yang benar, pada waktu yang benar dan tempat yang benar.inilah hikmah

Tapi ketika kebenaran di sampaikan dgn waktu, tempat dan bahasa yang tidak tepat.  maka bisa jadi ini tidak benar.

Syeikh muqbil ceramah dengan tema tersebut. Di Masjid dan markas beliau dan  yang mendengarpun seluruhnya murid beliau. yang sudah paham dan menaruh kepercayaan penuh kepada syeikh muqbil..

Tapi apakah syeikh muqbil pernah membawakan tema ini ketika safari dakwah kepedalaman yaman???...

Atau beliau menyampaikan di tengah orang yang belum paham akidah sampai tahap ini?

Pernahkah?!!!

Benarlah apa yang di katakan oleh Ali bin abi thalib radiyallahu anhu

“BERBICARALAH DENGAN MANUSIA DENGAN MASALAH YANG MEREKA PAHAMI”

Jangan pemuda tersebut mengatakan inilah dakwah Seyikh muqbil..!!!

.DIAM....!!

Jangan kau nisbahkan kedangkalanmu ke pada ulama..
Ulama berbicara di waktu.tempat dan bahasa yang tepat....adapun engkau!!!

...DIAM....jangan kotori dakwah dengan mulutmu....

Betapa banyak  penuntut ilmu yg semodel dengan ini..

Sampai ada sebagian mereka menceritakan syeikh muqbil pernah buat dauroh beberapa hari untuk membantah dan mentahdzir ahlul bidah.
Maka kamipun akan membuat dauroh untuk membantah ahlul bidah...
Sehingga mereka membuat acara tabilg akbar di kota atau masjid umum dengan judul yg membantah ahlu bidah.
Lalu mereka katakan inilah dakwah syeikh muqbil rahimahullah..

(Baca Juga : Benarkah dr. Zakir Naik Sesat?)

Aku cuma katakan:
Jangan kau kotori dakwah dengan kedangkalan sikap dan pemahamanmu...dan jangan kau sandarkan kepada ulama

Syeikh muqbil dauroh di markasnya..adapun engakau di masjid yg bukan milikmu

Syeikh muqbil berbicara di kampungnya dan di hadapan muridnya yg sudah paham. adapun engkau di kampung orang dan yg mendengar bukan penuntut ilmu.

Syeikh muqbil ulama yg keilmuan dan dakwahnya di kenal dan di segani.adapun engkau tidak ada yang kenal kecuali segelintir orang.

Sadarlah...sadar...dan banyak istigfar...

Tulisan Al-Ustadz Luthfi Abdul Jabbar hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/100004780412766/posts/1352343528268315/

Pertimbangan Harta?

Pertimbangan Harta?
Pertimbangan Harta?
Diantara pertimbangan utama dalam menerima lamaran (khithbah) seorang laki-laki bagi wanita atau walinya adalah faktor agama.

ﺇﺫﺍ ﺟﺎﺀﻛﻢ ﻣﻦ ﺗﺮﺿﻮﻥ ﺩﻳﻨﻪ ﻭﺧﻠﻘﻪ ﻓﺰﻭﺟﻮﻩ ﺇﻻ ﺗﻔﻌﻠﻮﻩ ﺗﻜﻦ ﻓﺘﻨﺔ ﻓﻲ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﻓﺴﺎﺩ ﻛﺒﻴﺮ

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridlai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar”

(Baca Juga : 17 Ayat Al-Quran Tentang Sombong)

Meskipun hadits ini keshahihannya diperbincangkan, namun maknanya shahih. Agama harus menjadi cara pandang yang utama dalam membangun pernikahan. Baiknya agama menjadi pangkal kebaikan segala-galanya. Dengan baiknya agama, seseorang akan paham akan kewajibannya dalam peribadahan, bagaimana berakhlak kepada keluarganya, mendidiknya, dan mencari nafkah yang halal. Faktor baiknya agama adalah mutlak.

Akan tetapi bolehkah seorang wanita atau walinya menetapkan pertimbangan tambahan semisal 'harta' untuk kemaslahatan si wanita ?. Boleh.

Dulu, ketika Faathimah bintu Qais dilamar oleh Abu Jahm dan Mu'aawiyyah radliyallaahu 'anhumaa, Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam memberikan pertimbangan:

 أَمَّا مُعَاوِيَةُ فَرَجُلٌ تَرِبٌ ، لَا مَالَ لَهُ ، وَأَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَرَجُلٌ ضَرَّابٌ لِلنِّسَاءِ ، وَلَكِنْ أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ

"Adapun Mu'aawiyyah, ia seorang yang fakir lagi tidak memiliki harta, sedangkan Abu Jahm, ia sering memukuli wanita. Akan tetapi, pilihlah Usaamah bin Zaid"

(Baca Juga : 21 Ayat Al-Quran Tentang Hari Kiamat)

Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak merekomendasikan Mu'aawiyyah karena 'faktor harta'. Akan tetapi jangan salah paham. Bukan berarti Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam menolak Mu'aawiyyah semata-mata dirinya fakir, akan tetapi beliau memberikan pertimbangan mana yang lebih utama dengan segala plus-minusnya.

Lebih jelasnya, jika ada dua orang shalih datang melamar - misalnya - , yang satu mempunyai kecukupan nafkah dan yang lain miskin; maka yang dipilih adalah yang paling baik keadaannya (yang memiliki kecukupan nafkah). Boleh, dan ini yang utama. Seandainya pun tetap memilih yang tak punya harta, tak mengapa.

Petunjuk Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam PASTI mendatangkan maslahat.

So, jangan buru-buru mencela jika ada yang menolak lamaran Anda karena masalah nafkah. Realitanya, betapa banyak kita temukan seseorang yang mendhalimi keluarganya karena malas mencari nafkah. Ada pula yang nekat mau ambil istri kedua, sementara kehidupannya pas-pasan dan banyak utang. Sebagian ceritanya menyisakan ending sedih bertema kejahatan finansial.

Bagi wanita dan walinya, faktor harta tidak mesti kaya, akan tetapi sekedar cukup untuk memberikan nafkah yang pokok didapatkannya sesuai dengan 'urf. Lihat akhlaknya apakah ia seorang yang berani bertanggung jawab, mau bekerja dan tak pandang gengsi asalkan halal. Jangan jual mahal juga...

(Baca Juga : Adab-Adab Berdoa)

Tulisan Al-Ustadz Abul Jauzaa' Dony Arif Wibowo hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=559740537843775&id=100014235012911