Jika Kita Bersama Allah

Jika Kita Bersama Allah
Jika Kita Bersama Allah
Tidak memadharatkanmu kelemahanmu dan tak membahayakanmu kekuatan musuhmu jika engkau bersama Allah.

Lihatlah sejarah:

Perang Badr tiga ratus sekian belas tentara Islam mampu mengalahkan 1000 tentara musuh

(Baca Juga : Penjelasan Makna Iman Kepada Qadar)

Perang Ahzab, kaum muslimin yang kelaparan, kedinginan dikepung 10 ribu pasukan sekutu....tapi Allah menolong yg sedikit lagi lemah dan mengalahkan yang banyak lagi kuat

Perang Yarmuk, jumlah tentara Islam 27 ribu, memporak-porandakan 120 ribu tentara salib Romawi...

Perang Qadisiyah, pasukan Islam yang 4 ribu mengalahkan 80 ribu tentara Persia.

Perang melawan kaum Barbar (Afrika utara), kaum muslimin berjumlah 20  ribu menghancurkan 200 ribu pasukan barbar dan JARJIR raja Barbar tewas dibunuh Abdullah bin Zubair bin Awwam.

Perang Ainun Jalut, sultan Qutus berhasil menghantam gelombang tsunami bangsa tatar mongol.

,=======

Bahkan sebelum itu semua,

Allah menyelamatkan Musa mungil nan lemah dari arus sungai dan dari kejahatan fir'aun, tapi di sisi lain Allah membinasakan fir'aun di atas kedigjayaannya.

(Baca Juga : Kaum Muallaf Tanggung Jawab Kita Semua)

Allah menolong pasukan Dawud yang kecil dan mengalahkan pasukan Jalut yang banyak lagi perkasa.

Benarlah firman Allah

كَم مِّن فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ

Berapa banyak kelompok yang sedikit mengalahkan kelompok yang besar dengan izin Allah. (QS. Al-Baqarah: 249).

======

So...Masalah kita bukan ada pada kekuatan musuh kita, masalah kita adalah ketika kita tdk bersama Allah...

Lihatlah perang Uhud, ketika sebagian sahabat bermaksiat Maka Allah pun mengalahkan mereka...Allah tidak bersama mereka.

Inilah hikmah dari  ayat al-Qur'an:

 لا تحزن إن الله معنا

Jangan bersedih sesungguhnya Allah bersama kita

(Baca Juga : Tawadhu'nya Syaikh Muhammad Al-Imam)

Selama engkau bersama Allah...kau takkan pernah bersedih.

Tulisan Al-Ustadz Fadlan Fahamsyah, Lc, M.HI hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1403633956458548&id=100004358714062

Man Salafuka? Siapa Salafmu?

Man Salafuka? Siapa Salafmu?
Man Salafuka? Siapa Salafmu?
Janganlah kita berbicara tentang agama yang tidak ada salaf pendahulunya, karena konsekwensi dari hal itu adalah lenyapnya kebenaran dari ummat ini sebelum datang pendapat kita..dan itu mustahil karena kebenaran akan tetap ada pembawanya dari zaman ke zaman.

(Baca Juga : 8 Keutamaan Penghafal Al-Quran)

Rasulullah bersabda

لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ

Akan senantiasa ada sekelompok orang di antara umatku yang menang di atas kebenaran, tidaklah membahayakan mereka orang lain yang menyia-nyiakan mereka hingga datang ketetapan Allah sementara mereka senantiasa berada dalam keadaan demikian.” (HR. Muslim no. 1920)

Maka dari itulah jika para sahabat berselisih dalam sebuah permasalahan menjadi 2 pendapat atau 3 pendapat, maka tak boleh generasi berikutnya membuat pendapat baru, karena konsekwensinya adalah lenyapnya kebenaran di zaman sahabat.

Pentingnya ucapan "man salafuka" (siapa pendahulumu dalam masalah ini).

Agar tidak semua orang berbicara dan berpendapat semaunya sendiri.

(Baca Juga : Demonstrasi dan Darah Kaum Muslimin)

Tulisan Al-Ustadz Fadlan Fahamsyah, Lc, MHI hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1406263252862285&id=100004358714062

Menimbang Kesalahan Muslim dan Kejahatan Orang Kafir

Menimbang Kesalahan Muslim dan Kejahatan Orang Kafir
Menimbang Kesalahan Muslim dan Kejahatan Orang Kafir
Rasulullah pernah memerintahkan Abdullah bin Jahsy radhiyallahu anhu bersama beberapa sahabat untuk mencari kabar tentang kafilah Quraisy di daerah Nakhlah, (antara Tho’if dan Makkah).  Kafilah Quraisy melintasi kawasan tersebut di akhir bulan Rajab (bulan haram dalam islam), kalau dibiarkan sampai selesai Rajab maka mereka akan telah masuk Mekah. Maka para sahabat menyerang mereka membunuh satu orang dan menawan sebagian yang lain lalu dibawa menuju kota madinah.

Rasulullah mengingkari keras apa yang mereka lakukan, karena beliau hanya memerintahkan mencari berita bukan untuk berperang di bulan haram.

(Baca Juga : Bolehkah Bekerja Sebagai Pengacara)

Orang-orang kafirpun menggunakan peristiwa  ini untuk menjatuhkan kedudukan kaum muslimin. Mereka mengatakan bahwa kaum muslimin telah menodai kemuliaan dan melanggar kehormatan bulan haram.

Maka Allah ta'ala membela para sahabat nabi Abdullah bin Jahsy dkk radhiyallahu 'anhum, meskipun mereka salah..akan tetapi kejahatan orang kafir, menyekutukan Allah, menghalangi orang ibadah dan menistakan agama ...itu semua jauh lebih dahsyat dosanya.

Allah pun menurunkan wahyunya:

 “Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi manusia dari jalan Allah, kafir kepada Allah, menghalangi masuk Masjidil haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar dosanya di sisi Allah” (QS Al Baqarah: 217).

Maka Akhirnya rasulullah menebus diyat orang kafir yang terbunuh tadi.

(Baca Juga : 24 Ayat Al-Quran Tentang Bertaubat)

So. Jangan hinakan saudaramu di depan orang kafir, tetapi tetap sampaikan kesalahannya jika dia memang salah.

Tulisan Al-Ustadz Fadlan Fahamsyah, Lc, M.HI hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1406285362860074&id=100004358714062

China Zaman Doeloe

China Zaman Doeloe
China Zaman Doeloe
اطلبوا العلم ولو بالصين

Uthlubul 'ilma walau bish-shin ...(Tuntutlah Ilmu walau sampai ke negeri china)

Kalimat di atas memang bukan hadits, akan tetapi barangkali kalimat di atas menunjukkan kelebihan bangsa china pada zamannya, sampai2 si pembuat kalimat di atas yang kemungkinan besar dia orang Arab lebih memilika kata2 china dari pada kata " tuntutlah ilmu walau samapi ke negeri romawi, atau persi atau hindi atau ifrinj atau afriki atau barbary atau BAHKAN NUSANTARA

(Baca Juga : Mati Karena Membela Negara, Syahidkah?)

Atau mungkin faktor lain....karena waktu itu digambarkan negeri china adalah negeri yang terjauh dari tanah Arab.

Apapun itu alasannya, fenomena di atas menunjukkan bahwa china dahulu pernah berjaya...

Jadi teringat ketika masih usia SD, Kita lihat ada film china lawas...maka kita jumpai pakaian yang dikenakan para pemain film itu sangat anggun, sopan dan berkebudayaan tinggi.

Lalu saya juga teringat dengn film jawa klasik seperti saur sepuh dan tutur tinular atau aemisalnya... anda bisa jumpai bagaimana digambarkan dlm film itu pakaian para wanita jawa yang seakan-akan kurang kainnya. .(ini bukan rasis krn saya sendiri orang jawa)...maka anda bisa membandingkan saat itu...antara dua kebudayaan kita dan keudayaan mereka.

(Baca Juga : 23 Ayat Al-Quran Tentang Pertemanan)

Bahkan al-Imam abu Ya'la alhanbali rahimahullah juga pernah menyebut negeri china, beliau berkata ketika memuji kitab ushulus sunnah karya imam ahmad rahimahullah:

 القاضي أبو يعلى ـ رحمه الله تعالى ـ: « لو رحل إلى الصين فـي طلبها لكان قليلاً

Seandainya diadakan perjalanan (dari arab) sampai ke negeri china untuk mencari kitab ushuussunnah maka itu masih murah harganya.

So...ras, suku, bangsa boleh berbeda...tapi muslim bersaudara.

Allah menciptakan kita bersuku2 dan berbangsa2 untuk saling mengenal...dan tidak boleh saling menzhalimi.

(Baca Juga : Adab-Adab Berdoa)

Tulisan Al-Ustadz Fadlan Fahamsyah, Lc, M.HI hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1408716165950327&id=100004358714062

Ibnu Taimiyyah Mlempem Tidak Punya Manhaj?

Ibnu Taimiyyah Mlempem Tidak Punya Manhaj?
Ibnu Taimiyyah Mlempem Tidak Punya Manhaj?
Di antara keutamaan syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah adalah kokoh dalam aqidah dan manhaj, akan tetapi beliau  pertengahan, inshof dan proporsional dalam bersikap dan menempatkan segala hal.

Karena memang ahulussunnah adalah kaum pertengahan di antara seluruh milal wan nihal (kelompok dan paham pemikiran), sebagaimana Islam juga pertengahan di antara saa-iril adyaan (seluruh agama).

Seandainya Anak-anak yang "sok kokoh" itu membaca ucapan syaikhul Islam ttg keinshofan tanpa tau itu ucapannya syaikhul Islam, Mungkin mereka langsung menggelari pemilik ucapan dg seabrek gelaran, mulai dari  lembek, mlempem,  tak punya manhaj dst.

Tapi biarlah...namanya juga anak2.... Nnti kalo udah dewasa, udah Mateng keilmuannya, baru dia akan tau akan kekerdilan dirinya.

(Baca Juga : Otopsi Mayat, Bolehkah?)

Berikut contoh keadilan dan keinshofan Ibnu Taimiyah dalam bersikap bahkan kepada ahli Bid'ah sekalipun...apalagi kepada sesama ahulussunnah yang hanya trjatuh pada kesalahan.

 🍂قال الإمام #ابن_تيمية :

🖋 ثم إنه ما من هؤلاء -يعني علماء أهل الكلام من الأشاعرة وغيرهم :

- إلا له في الإسلام مساعٍ مشكورة  وحسنات مبرورة

- وله في الردّ على كثير من أهل الإلحاد والبدع ، والانتصار لكثيرٍ  من أهل السنة والدين ما لا يخفى على من عرف أحوالهم وتكلّم فيهم بصدقٍ  وعدل وإنصاف .

- لكن لما التبس عليهم هذا الأصل المأخوذ ابتداءً عن المعتزلة . وهم فضلاء عقلاء  احتاجوا إلى طرده والتزام لوازمه ، فلزمهم بسبب ذلك من الأقوال ما أنكرها المسلمون من أهل العلم والدين ، وصار الناس بسبب ذلك ؛

- منهم من يعظّمُهم لما لهم من المحاسن والفضائل ومنهم من يذمّهم لما وقع في كلامهم من البدع والباطل  وخيارُ الأمور أوسطها  ،

- وهذا ليس مخصوصاً بهؤلاء ، بل مثل هذا وقع لطوائف من أهل العلم والدين والله تعالى يتقبل من جميع عباده المؤمنين الحسنات ويتجاوز لهم عن السيئات ،

- ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلاً للذين آمنوا ربنا إنك رؤف رحيم "

📙درء تعارض العقل والنقل : 64/1

(Baca Juga : 20 Ayat Al-Quran Tentang Tauhid)

Contoh lain:

[وَإِذَا اجْتَمَعَ فِي الرَّجُلِ الْوَاحِدِ خَيْرٌ وَشَرٌّ وَفُجُورٌ وَطَاعَةٌ وَمَعْصِيَةٌ وَسُنَّةٌ وَبِدْعَةٌ: اسْتَحَقَّ مِنْ الْمُوَالَاةِ وَالثَّوَابِ بِقَدْرِ مَا فِيهِ مِنْ الْخَيْرِ وَاسْتَحَقَّ مِنْ الْمُعَادَاتِ وَالْعِقَابِ بِحَسَبِ مَا فِيهِ مِنْ الشَّرِّ فَيَجْتَمِعُ فِي الشَّخْصِ الْوَاحِدِ مُوجِبَاتُ الْإِكْرَامِ وَالْإِهَانَةِ فَيَجْتَمِعُ لَهُ مِنْ هَذَا وَهَذَا كَاللِّصِّ الْفَقِيرِ تُقْطَعُ يَدُهُ لِسَرِقَتِهِ وَيُعْطَى مِنْ بَيْتِ الْمَالِ مَا يَكْفِيهِ لِحَاجَتِهِ. هَذَا هُوَ الْأَصْلُ الَّذِي اتَّفَقَ عَلَيْهِ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ

Ibn Taimiyah, Majmu' al-Fatawa (Al-Madinah: Majma' Malik Fahd, 1416 H), Vol. 28 hal. 209

========
Contoh lain sebagiaman diungkapkan muridnya syaikhul Islam (Al Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyyah) :

وما رأيت أحدا قط أجمع لهذه الخصال من شيخ الإسلام ابن تيمية - قدس الله روحه - وكان بعض أصحابه الأكابر يقول: وددت أني لأصحابي مثله لأعدائه وخصومه. وما رأيته يدعو على أحد منهم قط، وكان يدعو لهم.

وجئت يوما مبشرا له بموت أكبر أعدائه، وأشدهم عداوة وأذى له. فنهرني وتنكر لي واسترجع. ثم قام من فوره إلى بيت أهله فعزاهم، وقال: إني لكم مكانه، ولا يكون لكم أمر تحتاجون فيه إلى مساعدة إلا وساعدتكم فيه. ونحو هذا من الكلام. فسروا به ودعوا له. وعظموا هذه الحال منه. فرحمه الله ورضي عنه.

،============

Coba bagaimana menurut anda respon anak2 "sok kokoh" itu jika ngerti bahasa Arab terhadap ucapan beliau di atas???

Memang benar bahwa kebodohan itu mendatangkan musuh...semua orang yang ngk sama dengannya langsung dianggap musuh.

Semoga Allah merahmati murid syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Qoyyim al-Jawziyah, beliau berkata:

أصل كل خير هو العلم والعدل
وأصل كل شر هو الجهل والظلم

Pondasi dari semua kebaikan adalah ilmu dan keadilan

Dan pondasi dari semua kejelekan adalah kebodohan dan kezhaliman.

(Baca Juga : Khutbah Syaikh Muhammad Sa'id Ruslan)

Tulisan Al-Ustadz Fadlan Fahamsyah, Lc, M.HI hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1409949719160305&id=100004358714062

Jika Hidup Ini Bukan Dengan Belajar


[Jika Hidup Ini Bukan Dengan Belajar, Maka Hidup Ini Sungguh Main-main]

Terhadap orang yang dianggap menyimpang atau berbeda pandangan dengan kita, uslub semisal, "Anda belajar lagi," walaupun adakalanya tak mengapa, tapi adakalanya ia akan jadi apa-apa. Terlebih jika dicetuskan dengan nada ketus.

Tidak semua orang, bahkan kebanyakan orang, akan kurang menerima dengan diberi wejangan 'sana, belajar lagi'. Itu dari sisi mukhathab.

Dari sisi mutakallim (pembicara), semacam ada kabut tipis arogansi yang terhembus. Seolah dirinya sudah banyak belajar. Jika memang banyak, maka tak bisa dipastikan dirinya lebih banyak belajar daripada mukhathab. Terlebih mukhathab ini juga orang berilmu.

(Baca Juga : Syubhat Jika Ikut Pemilu, Umat Dikuasai Orang Kafir)

Hari ini pun, walau saya di pihak yang benar, terkena pressing (penekanan) dan teguran dari pihak yang tidak suka dakwah Ahlus Sunnah melebar di area kediamannya. Di muqaddimah sudah langsung berbicara, "Tolong ustadz jangan berbicara sesuatu yang tidak ustadz ketahui." Yang mana, sebelumnya saya menuturkan sesuatu sesuai kalam para ulama. Walau hanya bisa saya balas dengan senyum keantengan, namun hati saya terganggu dengan itu.

Karena yang saya bacakan adalah haq. Dan sudah saya usahakan -jika pun tak benar-, mewartakan sebagaimana warta para ulama. Sekiranya saya tak benar, maka uslub semisal 'jangan berbicara yang tidak antum tahu' tentu tidak tepat di maqam nasehat dan kritik. Terlebih pengkritik tidak menjelaskan apa kesalahan saya, melainkan sekadar mendistorsikan kebenaran menjadi kebatilan dan sebaliknya dengan alasan:

Persatuan, ukhuwah, stabilitas dan seterusnya....

Yang saya sampai detik ini tak menemukan adanya keterpecahbelahan, saling membelakangi dan ketidakamanan daerah disebabkan ujaran di kajian.

(Baca Juga : Haramnya Demonstrasi)

Di sini saya belajar. Dan berkali masa dengan kejadian sebagian pihak yang 'mengepung' saya di forum mereka, bahwa kebatilan itu kerap terpelihara di hati disebabkan arogansi; yang sadar atau tidak, akan diterjemahkan oleh lisan. Kemudian orang-orang netral pun bisa merasakan aura panasnya dan aroma anyirnya. Semua penjelasan ilmiah bisa mahjub dan terblokir karena alasan persatuan, ukhuwah dan stabilitas.

Berbicara tentang persatuan, kita bisa memberikan contoh di lingkungan kediaman kita. Bagaimana kita berusaha mencanangkan persatuan sesama muslim dan merealisasikannya.

Berbicara tentang ukhuwah, lisan dan kantong kita terjulur dan terbuka untuk mengikat talinya.

Berbicara tentang stabilitas, kita bukan provokator, melainkan menebarkan apa yang para Rasul tebarkan, dengan cara yang sebaik mungkin -walau mestilah kita ada kekurangannya-.

Sementara kalimat semisal 'Anda belajar lagi', dan saudarinya, sepengamatan pribadi saya, justru tidak akan membangkitkan semangat belajar.

Sangat mungkin, dan memanglah, kita ini diperlakukan sesuai dengan bagaimana kita memperlakukan. Barangkali ketusnya sebagian pihak ke  kita, karena kita pun begitu ke pihak lain.

Suatu keuntungan bagi saya, jika Allah memberi teguran dan nasehat, melalui hamba-hamba-Nya yang memang menginginkan agar saya membaik, agar saya bisa bersama-sama mencari ridha Allah dengannya.

Mari kita sama-sama belajar, merangkai kalimat yang tidak meninju jauh orang di hadapan. Tetapi kalimat merangkul. Bisa jadi orang di depan kita, sudah lebih mengenyam usia, atau membaca lebih banyak, namun belum mendapat taufiq. Bisa jadi pula, kita mengira telah diberi taufiq, namun sedianya justru istidraj.

Jika hidup ini bukan dengan belajar, maka hidup ini sungguh main-main.

(Baca Juga : Boleh Isbal Kalau Tidak Sombong?)

Tulisan Al-Ustadz Hasan Al-Jaizy, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=2697603616947673&id=100000941826369

Jadikan Negeri Ini Aman

Jadikan Negeri Ini Aman
Jadikan Negeri Ini Aman
Saya beberapa kali ditanya oleh beberapa ikhwan, mengapa kok tidak teruskan kajian di masjid fulan, padahal begini begitu. Bahkan ada kakek-kakek yang suatu hari menemui saya di salah satu masjid, menyatakan kangennya sama saya setelah lama tak lagi hadir di majelis kami. Sembari bertanya mengapa tak teruskan kajian di masjid fulan.

Saya selalu berkata, "Saya dipecat."

Iya. Saya dapat SP3 langsung. Tanpa warning tanpa apa. Setelah 'pemecatan', disebutkan alasan mengapa. Alasan yang kami sendiri terheran.

(Baca Juga : Bekal Dinda Menuju Pelaminan)

Tapi di majelis terakhir, saya menasehati saat itu agar para syabab (pemuda) menghentikan atau tidak ikutan euforia hashtag 'gantipresiden'. Dianjurkan betul-betul agar pemuda lebih menguatkan prinsip dengan ilmu yang benar terlebih dahulu. Dan seterusnya.

Pun sejak gencarnya hashtag, saya telah bertanya, 'jika pihak ini kalah, maka akan sangat sulit menerima'. Terbayang di benak bayangan yang semoga mustahil. Sudah sangat terasa, bahwa semua ini fitnah. Jika diberi kesempatan untuk menghindarinya, maka hal terbijak adalah menghindarinya.

Dan saya sangat merasa, bahwa 'pemecatan' saya itu sebabnya adalah 'nasehat' di atas. Banyak pemuda saat itu hadir. Hadirin ratusan. Bukan jumlah sedikit untuk level saya. Semua menyimak. Namun memang, tentulah beberapa individu merasa panas. Saya tidak bermaksud memanasi. Justru bermaksud memberikan solusi atas kejahilan sebagian insan.

(Baca Juga : Kesabaran Guru dan Murid)

Sering terngiang doa Nabi Ibrahim.

رب اجعل هذا البلد آمنا

Saya ingin negeri ini aman. Sekiranya masih banyak korupsi, kemaksiatan bahkan sampai derajat kesyirikan, saya selalu mendambakan negeri ini masih aman. Sehingga saya bisa shalat di masjid manapun. Saya bisa mengajar di manapun. Saya bisa kirim paket dagangan. Saya bisa kunjungi keluarga. Dan saya ingin semua muslim dan warga Indonesia merasa aman.

Rekan-rekan yang kemarin mengikuti ijtihad sebagian ulama, bolehlah saya beri nasehat sedikit: amankan negeri Anda dengan cara berlepas diri. Jika belum jatuh, jangan menjatuhkan diri. Jika sudah jatuh ke lubang pertama, ada lubang kedua lebih besar menanti. Jika Anda masih mau jatuh lagi, saya tetap memohon kepada Allah agar jadikan negeri ini aman.

(Baca Juga : Memberi Nasehat Tidak Harus Sudah Sempurna)

Tulisan Al-Ustadz Hasan Al-Jaizy, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=2716488038392564&id=100000941826369

Mengemis Like, "Menyembah" Subscribers

Mengemis Like, "Menyembah" Subscribers
Mengemis Like, "Menyembah" Subscribers
Penulis kitab Tuhfah al-Ahwadzy Bisyarh Jami' at-Tirmidzy menghikayatkan pernyataan al-Imam al-Ghazaly -rahimahullah- tentang riya:

 الرِّيَاءُ أَصْلُهُ طَلَبُ الْمَنْزِلَةِ فِي قُلُوبِ النَّاسِ بإرائهم الخصال المحمودة

"Riya itu asalnya mencari tempat di hati manusia dengan menampilkan kepada mereka karakter-karakter terpuji." [At-Tuhfah, 7/45]

Harus selalu kita mengaca kembali dan memperhatikan goal/tujuan amalan kita. Apakah orientasinya dunia atau akhirat? Apakah dominan dunia atau dominan akhirat jika bersamaan? Apakah sekadar cari perhatian manusia?

(Baca Juga : Kufur Nikmat Sebab Kezaliman Penguasa)

Terlebih untuk zaman kekinian, yang kerapkali pintar atau tidaknya insan digantungkan dengan banyaknya liker di media sosial. Zaman dimana setiap insan berkesempatan untuk memamerkan seluruh hartanya, atau seluruh kehebatannya, atau seluruh amalannya. Zaman dimana sebagian hamba yang berpenyakit hatinya, merasa gundah jika amalannya belum ada insan yang mengetahui kemudian tanpa berpikir panjang semua diungkapnyalah.

Ini adalah zaman dimana godaan untuk dipuji manusia, dengan cara riya atau sum'ah, menjadi fitnah yang jika tidak banyak kita introspeksi, kita akan hancur tanpa sadar.

Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- bersabda:

مَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ وَمَنْ يُسَمِّعْ يُسَمِّعْ اللَّهُ بِهِ

"Barangsiapa melakukan riya' niscaya Allah akan mengabulkannya, dan barangsiapa melakukan sum'ah (ingin di dengar) niscaya Allah akan mengabulkannya (akan didengar orang)." [H.R. At-Tirmidzy, no. 2381]

(Baca Juga : 24 Ayat Al-Quran Tentang Kaum Tsamud)

Kita memang dilarang menampilkan hal-hal yang buruk dari diri kita. Namun jikalah menampilkan kebaikan dan amal shalih, hendaknya tidak berdasarkan riya dan sum'ah, melainkan berdasarkan keikhlasan dan ilmu.

Hadits di atas mengisyaratkan bahwa siapa yang riya dengan amalannya, maka Allah akan membongkar isi hatinya yang jelek itu; sehingga orang-orang akan merasa bahwa amalannya ini tidak ikhlas, mencari muka dan mereka akan membenci amalan ini dan pelakunya kendatipun di hadapan, mereka tidak menampilkan ketidaksukaan mereka.

Dan orang yang riya ditimpa adzab kekhawatiran jika niatan menyimpangnya itu diendus oleh insan, sehingga ia berusaha agar terus tampil baik demi ridha insan. Perlahan tanpa sadar, ia menghambakan diri pada manusia, mengabdi pada hawa nafsu dan bisikan setan, serta lupa tujuan ibadah.

Betul. Siapa yang Allah biarkan ia riya dan sum'ah, maka bencana maknawi sudah merambah hayat dan amalannya. Dinyana amalannya sudah sukses menabur senyum dan ridha, namun justru itu adalah penelantaran dari Allah Ta'ala.

Mencari manzilah, ketinggian nilai dan anggapan baik dari hati manusia, bukanlah tujuan. Bahkanpun jangan. Hati mereka dibolak-balikkan oleh Allah Ta'ala. Carilah ridha Allah, maka Anda akan merasa tidak perlu letih mencari ridha hamba-Nya dalam rangka syirik. Karena jika kita tidak ikhlas, maka hati akan mudah letih.

(Baca Juga : Perubahan yang Sebenarnya)

Tulisan Al-Ustadz Hasan Al-Jaizy, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=2765501373491230&id=100000941826369