15 Keutamaan dan Fakta Masjidil Aqsha

15 Keutamaan dan Fakta Masjidil Aqsha
15 Keutamaan dan Fakta Masjidil Aqsha


1. Qiblat pertama Islam, sebelum kaum muslimin berkiblat ke Ka'bah, dahulu Rasulullah dan para sahabat sempat berkiblat ke masjid al-Aqsha selama 16 atau 17 bulan”. (HR. Bukhori 41, dan Muslim 525). Kala itu masjid al-Aqsha belum ditaklukkan, masih berupa tanah suci yang juga digunakan beribadah kaum Nasrani. Dan pada masa itu Baitul Maqdis Masih dalam pangkuan imperium Romawi.


2. Masjid al-Aqsha dan sekelilingnya adalah tanah yang diberkati (QS. al-Isra: 1)


3. Tanah Baitul Maqdis adalah tanah suci

(al-Maidah: 21), Musa  alaihissalam pernah mengajak kaumnya bani Israel untuk membebaskan tanah Baitul maqdis dari kaum jabbarin, akan tetapi Bani Israel mbalelo dan tak mau berjuang bersama nabi Musa.


4. Tempat isra' Mi'raj Nabi (QS. Al-Isra: 1), Allah memilih al-Aqsha sebagai "masra" nabi.


5. al-Aqsha adalah permukaan bumi yang dipilih Allah menjadi tempat landasan dari bumi menuju sidratul muntaha (mi’raj).


Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dibawakan kepadaku Buraq. Ia adalah hewan tunggangan berwarna putih, lebih tinggi dari keledai dan lebih pendek dari bighal. Ada tanda di setiap ujungnya.” Beliau melanjutkan, “Aku mengikat Buraq itu di salah satu pintu Baitul Maqdis, tempat dimana para nabi mengikat hewan tunggangan mereka. Kemudian aku masuk ke dalamnya dan shalat dua rakaat. Setelah itu aku keluar dari masjid, lalu Jibril mendatangiku dengan membawa bejana yang berisi khamr dan susu. Aku memilih yang berisi susu, lalu Jibril shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Engkau telah memilih fitrah’. Setelah itu, kami pun mi’raj menuju langit.” (HR. Muslim)


(Baca Juga : Kesalahan Imam Atau 'Alim)


6. Masjidil Aqsha adalah tempat beribadah dan  berdoa Musa, Daud, Sulaiman, keluarga Imron, bunda Maryam nabi Zakariya, nabi Yahya, Isa, dan nabi² yang lain. Lihat secara umum di surat ali Imron.


7. Masjidil Aqsha adalah tempat berkumpulnya para Nabi, bahkan Rasulullah pernah mengimami seluruh para nabi di masjidl Aqsha. (HR. Muslim 172)


8. Tempat yang tidak mampu ditembus Dajjal, Bahwa Si mata satu Dajjal tidak mampu memasuki Baitul Maqdis, berdasarkan hadits:


وإنه سيظهر على الأرض كلها إلا الحرم وبيت المقدس ) رواه أحمد  19665 ، وصححه ابن خزيمة  2 / 327  وابن حبان  7 / 102 ) .


“…Bahwasanya (Dajjal) akan muncul di muka bumi semuanya kecuali di Masjidil Haram dan Baitul Maqdis”. (HR. Ahmad 19775, dan dishahikan oleh Ibnu Khuzaimah: 2/327 dan Ibnu Hibban: 7/102)


9. Dekat Baitul Maqdis adalah tempat terbunuhnya Dajjal. Dajjal terbunuh di dekat Baitul Maqdis, dibunuh oleh Nabi Isa bin Maryam –alaihis salam-, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits:


يَقتل ابنُ مريم الدجالَ بباب لُدّ ) رواه مسلم ( 2937 ) من حديث النواس بن سمعان(


“Ibnu Maryam akan membunuh Dajjal di pintu “Ludd”. (HR. Muslim 2937 dari hadits an Nuwas bin Sam’an)


“Ludd” adalah tempat dekat dengan Baitul Maqdis.


(Baca Juga : Berdakwah Lewat Tiktok?)


10. Masjidil Aqsha termasuk salah satu dari tiga masjid yang dianjurkan untuk diziarahi.


Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- dari Nabi –shallahu ‘laihi wa sallam- bersabda:


لا تشد الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد المسجد الحرام ومسجد الرسول صلى الله عليه وسلم ومسجد الأقصى )رواه البخاري  1132  ومسلم  827 من حديث أبي سعيد الخدري بلفظ " لا تشدوا الرحال إلا …(


“Tidak boleh bersengaja bepergian kecuali kepada tiga masjid: al Masjidil Haram, dan Masjid Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan Masjidil Aqsha”. (HR. Bukhori 1132, dan Muslim  827.


11. Sholat di Masjidil Aqsha lebih baik dari pada sholat 250 kali di Masjid lain.


Dari Abu Dzar –radhiyallahu ‘anhu- berkata: Ketika kami berada di majelis Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, ada yang bertanya: Mana yang lebih utama Masjid Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- atau Baitul Maqdis?, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:


صلاة في مسجدي أفضل من أربع صلوات فيه ولنعم المصلى هو


“Mendirikan shalat di masjidku lebih baik dari 4 kali shalat di dalamnya (masjdil Aqsha) dan ia adalah sebaik² tempat sholat.


12. Tempat terbaik untuk i'tikaf. Dari Huzaifah bahwa beliau mengatakan kepada Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhuma: “Saya melewati orang berdiam di antara rumah anda dan rumah Abu Musa (maksdunya di dalam masjid). Sungguh saya telah mengetahui bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda “Tidak ada I’tikaf kecuali di tiga masjid, Masjdil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjdi al-Aqsha.” Dinyatakan shohih oleh Albani di Ahadits Shohehah, 2876)


(Baca Juga : Pentingnya Meluruskan Niat)


13. Baitul Maqdis adalah negeri Mahsyar, tempat dikumpulkannya semua manusia pada hari kiamat. (HR. Ibnu Majah)


 14. Al-Aqsha adalah tempat turunnya Wahyu dan negeri para rasul


15. Al-Aqsha termasuk bagian inti dari negeri Syam yang banyak keutamaannya berdasarkan riwayat-riwayat yang shahih.


عَلَيْكُمْ بِالشَّامِ فَإنَّهَا صَفْوَةُ بِلَادِ اللهِ يَسْكُنُهَا خِيرَتُهُ مِنْ خَلْقِهِ..


 “Beradalah kalian di Syam. Sesungguhnya ia merupakan negeri pilihan Allah, dihuni oleh makhluk pilihanNya  (Shahihut-Targhib wat-Tarhib, no. 3089)


Tulisan Ustadz Fadlan Fahamsyah, Lc. MHI hafidzhahullah


Sumber : https://www.facebook.com/fadlan.fahamsyah/posts/1971206789701259

Ta'ashub Seolah Membela Kebenaran

Ta'ashub Seolah Membela Kebenaran
Ta'ashub Seolah Membela Kebenaran


📝 التعصب في صورة الدفاع عن الحقّ

📝Ta'ashub seolah membela kebenaran


   Sebagian besar masalah Fiqhiyyah Ijtihadiyyah adalah masalah zhaniy yakni sebatas dugaan kuat, tidak sampai derajat yakin, kecuali masalah-masalah yang telah ditetapkan berdasarkan Ijma' ulama.


   Oleh karena itu para Sahabat maupun para Ulama setelah mereka dinukil khilaf yang banyak dalam berbagai masalah Ijtihadiyyah tsb, itu adalah hal yang wajar yang terkait banyak faktor, mulai dari Ushul Fiqh yang digunakan berbeda, belum pemahaman terhadap dalil yang juga berbeda, belum lafazh Bahasa Arab sendiri yang luas yang memiliki lafazh musytarak, mutaradif, zhahir, muawwal yang kembali membuka pintu perbedaan kesimpulan tergantung ke jenis makna yang mana lafazh dalil tsb dilabuhkan, belum dalil-dalil yang zhahir nya ta'arudh apakah dijamak, metode jamaknya pun berbeda, atau ditarjih, yang metode tarjih dalam Ulum Hadits saja lebih dari 100 cara, baik terkait sanad atau terkait matan dan sebab - sebab lainnya dari hal yang memicu khilaf ulama.


(Baca Juga : Ilmu Sebelum Berdakwah)


  Dan dalam hal-hal ijtihadiy seperti ini berlaku qawl Imam Malik bin Anas رحمه الله :


كلٌ رادٌّ ومردودٌ إلّا صاحب هذا القبر

"Setiap orang bisa menolak dan bisa tertolak pendapatnya kecuali penghuni kuburan ini (yakni Nabi صلى الله عليه وسلم)".


   Tidak ada yang terkecuali dari qawl Imam Malik ini, baik qawl orang per orang dari Sahabat Nabi atau qawl Tabi'in atau qawl Imam mazhab terdahulu, baik 4 mazhab atau lainnya, atau Ulama setelahnya atau Masyaikh kontemporer, baik Syaikh Bin Baz, Syaikh Al-Albany, Syaikh Al-'Utsaimin, Syaikh Thahir Ibn' Asyuur, Syaikh Al-Kautsariy, atau Masyaikh yang masih hidup seperti Syaikh Shalih Al-Fawzan, Syaikh Abdul-Muhsin Al Badr, Syaikh Rabi'Al-Madkhaliy atau Asatidzah dalam negeri, baik guru anda, guru saya dan semua guru-guru kita, semua pendapat ijtihadiy selama bukan ijma' dan bukan nash yang tidak memiliki banyak kemungkinan dari Firman Allah atau Sabda Nabi صلى الله عليه وسلم maka bisa diterima dan bisa ditolak.


   Imam Ibnu Rajab Al Hanbaliy Al-Atsariy menyebutkan dalam pedoman-pedoman terkait amar ma'ruf nahy mungkar bahwasanya kadang ada orang yang sebenarnya ia memiliki sikap fanatis kepada imam mazhabnya, syaikhnya, ustadznya atau gurunya, ia membelanya mati-matian namun ia tampakkan kepada manusia seolah ia membela al-haq dan kebenaran, padahal sejatinya ia hanya kesal bahwa imam mazhabnya, syaikhnya, ustadznya atau gurunya diselisihi bak kebakaran jenggot, bukan karena ia melihat kebenaran diselisihi, demikian makna wejangan beliau.


(Baca Juga : Guru Itu Pengaruh Bagi Murid)


Semoga Allah berikan kita keselamatan dari fanatisme terselubung macam ini.


Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma hafidzhahullah


Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1550611705148679&id=100005995935102

Imam Abu Sa'id Utsman bin Sa'id Ad-Darimy

Imam Abu Sa'id Utsman bin Sa'id Ad-Darimy
Imam Abu Sa'id Utsman bin Sa'id Ad-Darimy


📝الإمام أبو سعيد عثمان بن سعيد الدارمي 

📝Imam Abu Sa'id Utsman bin Sa'id Ad-Darimiy 


   Imam Utsman bin Sa'id Ad-Darimiy mari kita sedikit mengenal tentang beliau.


   Imam Tajud-Din Abdul-Wahhab As-Subkiy Asy-Syafi'iy Al-Asy'ariy dalam "Thabaqatusy-Syafi'iyyah Al-Kubra: juz 2/ hal. 304-306“, menyebutkan tentang biografi Imam Utsman bin Sa'id Ad-Darimiy, beliau berkata :


محدث هراة وأحد الأعلام الثقات... قال العبادي : الإمام في الحديث والفقه، أخذ الأدب عن ابن الأعرابي، والفقه عن البويطي، والحديث عن يحيى بن معين.

قلت (السبكي) : كان الدارمي واسع الرحلة طوف الأقاليم ولقي الكبار، سمع أبا اليمان الحمصي ويحيى الوحاظي وحيوة بن شريح بحمص، وسعيد بن أبي مريم وعبد الغفار بن داود الحراني، ونعيم بن حماد بمصر، وهشام بن عمار بدمشق.


   Ahli Hadits dari kota Harah dan salah seorang ulama yang tsiqah. Al-Abbadiy berkata : Beliau adalah imam dalam Hadits dan Fiqh, belajar Adab Arab dari Ibnul-A'rabiy, belajar Fiqh dari Al-Buwaithiy (murid Imam Asy-Syafi'iy) dan belajar Hadits dari Yahya bin Ma'in.

Aku (As-Subkiy) berkata : Ad-Darimiy luas rihlah nya dan mengelilingi negeri-negeri dan bertemu para ulama besar, ia mendengar dan belajar dari Abul-Yaman Al-Hismshiy, Yahya Al-Wuhazhiy dan Haywah bin Syuraih di kota Himsh. Belajar dari Sa'id bin Abi Maryam, Abdul-Ghaffar bin Dawud Al-Harraniy dan Nu'aim bin Hammad di Mesir. Belajar dari Hisyam bin 'Ammar di Damaskus.


(Baca Juga : Mengenal Imam Abul Hasan Al-Karaji Asy-Syafi'i)


ومن مشايخه في الحديث أحمد بن حنبل وعلي بن المديني وإسحاق بن راهويه ويحيى بن معين وشيخه في الفقه البويطي.


   Di antara Masyaikh nya dalam Ilmu Hadits adalah Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ali Ibnul-Madiniy, Imam Ishaq bin Rahawih dan Imam Yahya bin Ma'in. Dan Syaikh nya dalam Fiqh adalah Imam Al-Buwaithiy.


للدارمي كتاب في الرد على الجهمية وكتاب في الرد على بشر المريسي ومسند كبير. وهو الذي قام على محمد بن كرّام الذي تنسب إليه الكرامية وطردوه عن هراة. وكان من خبر ابن كرّام هذا، وهو شيخ سجستاني مجسّم أنه سمع يسيرا من الحديث ونشأ بسجستان ثم دخل خراسان وأكثر الاختلاف إلى أحمد بن حرب الزاهد ثم جاور مكة خمس سنين ثم ورد نيسابور وانصرف منها إلى سجستان وباع ما كان يملكه وعاد إلى نيسابور وباح بالتجسيم.


   As-Subkiy melanjutkan : "Ad-Daarimiy memiliki kitab" Ar-Radd alal Jahmiyyah ", kitab "Ar-Radd ala Bisyr Al-Marisiy" dan "Musnad Kabir. Dan dia lah yang melawan Muhammad bin Karram yang firqah dinisbatkan kepadanya lalu manusia mengusirnya dari kota Harah.


   Di antara kisah Muhammad bin Karram ini, ia adalah syaikh dari Sijistan MUJASSIM, ia mendengar sedikit hadits dan tumbuh di Sijistan, kemudian masuk ke daerah Khurasan dan sering mendatangi majlis Ahmad bin Harb Az-Zahid. Kemudian ia tinggal di Mekkah selama 5 tahun, lalu memasuki kota Naisabur, lalu pergi dari Naisabur ke Sijistan dan menjual semua harta yang ia miliki disana dan kembali ke Naisabur dan menyebarkan pemahaman TAJSIM...


(Thabaqatusy-Syafi'iyyah Al-Kubra : 2/304 - 306)


   Lalu Imam As-Subkiy lanjut mengkisahkan tentang Muhammad bin Karram ini, baik dari kalam beliau dan nukilan dari Imam Al-Hakim dll. Kalaulah ingin menyematkan tuduhan tajsim maka ini adalah waktu dan posisi yang tepat bagi As-Subkiy, namun bolak-balik alfaqir baca sematan tajsim hanya ada pada Muhammad bin Karram, tidak pada Imam Utsman bin Sa'id Ad-Darimiy. Tidak pula ada komentar pedas dari As-Subkiy terhadap kitab-kitab Imam Ad-Darimiy. 


   Mari kita singgung sedikit tentang kitab beliau, sebenarnya beliau memiliki banyak karya, namun karyanya yang bikin sebagian manusia 'kepanasan' adalah kitab "Naqdh Utsman bin Sa'id Ad-Darimiy ala Bisyr Al-Marisiy Al-'Aniid fima iftara' alallahi fit-Tauhid". 


(Baca Juga : Kedudukan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)


Imam Utsman bin Sa'id Ad-Darimiy berkata di muqaddimah kitab tersebut:


"Ada seseorang di antara kalian (orang di zaman beliau) yang membantah mazhab kami (Ulama Ahlul-Hadits) dalam mengingkari firqah Jahmiyyah, bahkan ada yang maju di antara mereka (pembela Jahmiyyah) yang membatalkan apa yang kami riwayatkan dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan dari para Sahabatnya hanya dengan penafsiran-penafsiran orang sesat Al-Marisiy, Bisyr bin Ghiyats Al-Jahmiy.

... Orang ini (di zaman beliau) berpegang dengan kalam Bisyr, orang yang dikenal dengan sebutan yang buruk di tengah kaum muslimin, tersingkap kesesatannya di setiap kota. (Oleh karena itu beliau mengarang kitabnya berdasarkan kalam Bisyr) agar lebih memudahkan bagi kami terhadap orang yang membantah ini dan lebih mengena di hati mereka untuk menerima kebenaran.


   Orang yang membantah ini dalam kitabnya menyembunyikan nama Bisyr dan memang patut ia seperti itu dan ia menyebarkannya kepada manusia secara sembunyi (mazhab Bisyr tsb) sehingga tidak ada yang menyadarinya kecuali orang-orang yang memiliki keilmuan, walaupun kadang orang ini kadang menyebut nama "Al-Marisiy" secara jelas... Dan cukuplah kerugian bagi seseorang jika imam nya dalam mentauhidkan Allah adalah Bisyr Al-Marisiy, orang yang menyimpang dalam Bab Asma Allah, pendusta lagi penafi Sifat-sifat Allah dan seorang jahmiy."


(Muqaddimah Naqdh Utsman bin Sa'id Ad-Darimiy alal-Marisiy Al-'Aniid fima iftara alallahi minat-Tauhid: hal. 41)


   Demikian kutipan kalam beliau dalam muqaddimah kitabnya tersebut.


   Pada hakikatnya, sebenarnya Imam Ad-Darimiy tidak punya masalah dengan Asya'irah, Maturidiyyah ataupun firqah-firqah yang baru lahir setelah tahun 300 H, bagaimana mungkin beliau punya masalah dengan mereka sedangkan beliau wafat tahun 280 H sedangkan Imam Abul-Hasan Al-Asy'ariy tahun segitu masih bergumul dengan aqidah Mu'tazilah dan belum mematenkan aqidah Asya'irah versi "Al-Luma' yang lebih diagungkan oleh Asya'irah atau versi kitab "Al-Ibanah" yang lebih dihormati oleh Atsariyyah dan beliau wafat tahun 324 H, dan belumlah pula menyebar mazhab beliau. 


   Lantas mengapa Imam Ad-Darimiy selalu jadi tujuan cacian, tuduhan tajsim dan semacamnya? Barangkali alasannya adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam "Al-Hamawiyyah" :


"Takwil-takwil yang ada pada hari ini, seperti kebanyakan takwil yang disebutkan oleh Ibnu Furak dalam kitabnya "At-Ta'wilaat" dan (takwil-takwil) yang disebutkan oleh Abu Abdillah Muhammad bin Umar Ar-Raziy dalam kitabnya "Ta'siisut-Taqdiis" dan takwil-takwil yang banyak tersebut yang juga ada pada Abu 'Ali Al-Jubba'iy, Abdul-Jabbar Al-Hamdaniy, Abul-Hasan Al-Bashriy, Abul-Wafa Ibnu Aqil (Al-Hanbaliy), Abu Hamid Al-Ghazaliy dan yang selain mereka PADA HAKIKATNYA ITU ADALAH TAKWIL-TAKWIL BISYR AL-MARISIY yang ia sebutkan dalam kitabnya. Walaupun nyatanya ada pada sebagian kalam ulama yang telah disebutkan tadi bantahan kepada takwil-takwil dan mereka (para ulama) masih memiliki kalam yang bagus pada ilmu-ilmu yang lain".


(Ar-Risalah Al-Hamawiyyah Al-Kubra: hal. 35, cet Darul-Atsar)


   Jadi alasannya adalah : Bantahan Imam Ad-Darimiy dalam "Naqdh" nya yang sebenarnya tertuju kepada takwilan-takwilan Bisyr Al-Marisiy Al-Jahmiy dan pengikutnya di zaman beliau (sekitar tahun 260-280 H) ternyata mengena juga kepada generasi setelah Imam Ad-Darimiy yang juga mengadopsi takwilan yang sama terhadap dalil-dalil Sifat Allah, seperti sebagian nama yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Wallahu a'lam.


  Sebenarnya alfaqir agak males ya bahas beginian dan sebetulnya lebih bermanfaat bagi yang Atsariyyah silakan pelajari kitab-kitab Aqidah Atsariyyah terutama yang genre "As-Sunnah" dan "Ar-Radd alal Jahmiyyah" namun hindari ucapan-ucapan mubalaghah yang itu tidak terkandung dalam atsar, seperti sebagian ungkapan Imam Ad-Darimiy atau ungkapan Imam Ibnu Khuzaimah ketika masuk tafshil Shawt (Suara) Allah bahkan tafsir Hadits penciptaan Nabi Adam عليه السلام.

  

(Baca Juga : Sekilas Mengenai Imam Abu Hanifah)


  Bagi yang Asya'irah hendaknya anda tidak perlu sensi ke Imam Ad-Darimiy, toh sebenarnya beliau sedang tidak bantah Asya'irah, namun ada baiknya coba silakan gali lagi kutub Asya'irah, kitab Imam Abul Hasan Al-Asy'ariy "Al-Ibanah" dan lainnya serta kitab "Al-Inshaf" Al-Baqillaniy apakah betul sama dengan versi "Ta'wil-Mukhtaliful-Hadits" nya Ibnu Furak lalu baca "Ar-Radd alal Jahmiyyah" Imam Ad-Darimiy dan "Naqdh" nya, apakah mengena ke Asya'irah era awal atau era mutaakhirin? Jika mengena kiranya mengapa demikian? Apakah karena Imam Ad-Darimiy yang sesat atau karena sebagian aqidah Asya'irah memang adopsi dari pemikiran Bisyr Al-Marisiy?


   Kalaulah Ad-Darimiy sesat, semestinya ada nukilan dari para Imam Salaf era tahun 260-280 H, mustahil ada orang sesat keliling ke majlis Imam Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma'in bahkan jadi rawi aqwalnya, Ishaq bin Rahawih dan para Imam Hadits besar lainnya, tapi tidak ada yang komen sesat satu pun dari Imam terdahulu, jika seperti ini maka ini adalah kelalaian yang parah dalam Ilmu Jarh wa Ta'dil yang dilakukan oleh para Imam Salaf terdahulu.


Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma hafidzhahullah


Sumber : https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1539579169585266&id=100005995935102

Makna Kemampuan Dalam Ibadah Haji

Makna Kemampuan Dalam Ibadah Haji
Makna Kemampuan Dalam Ibadah Haji


📝معنى الاستطاعة في الحجّ

📝Makna kemampuan dalam ibadah haji


  Allah Ta'ala memerintahkan ibadah haji dalam ayat Ali 'Imran :


وَلِلّٰهِ عَلَى النّاسِ حِجُّ البَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إلَيْهِ سَبِيْلًا


"Wajib atas manusia menunaikan ibadah haji untuk Allah Ta'ala bagi yang mampu melakukan perjalanan" (QS Ali Imran: 97)


   Qadhi Abu Syuja' dalam matan fenomenal nya "Al-Ghayah wat-Taqriib" menyebutkan bahwa di antara syarat wajib haji adalah :

➡️ Memiliki bekal

➡️ Memiliki kendaraan

➡️ Amannya jalan

➡️ Waktu yang cukup memungkinkan untuk sampai ke Mekkah. Taqiyuddin Al-Hishniy menyebutkan bahwa 4 syarat ini adalah penafsiran terhadap ayat Ali Imran di atas. Syaikh Mushthafa Diib Al-Bugha حفظه الله ورعاه memberikan bagian ta'liq :


لتفسير "السبيل" في الآية بهما ما روى الحاكم (١/٤٤٢) عن "أنس" رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم في قوله تبارك وتعالى : "ولله على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيلا" قال: قيل : يا رسول الله، ما "السبيل"؟ قال : "الزاد والراحلة" قال : هذا حديث صحيح


"Untuk penafsiran makna "Sabiil" (perjalanan) yang ada dalam ayat maka ada riwayat Imam Al-Hakim dalam Mustadrak nya DARI ANAS رضي الله عنه dari Nabi صلى الله عليه وسلم tentang firman Allah : "Wajib atas manusia menunaikan ibadah haji untuk Allah Ta'ala bagi yang mampu melakukan perjalanan". Lalu ada yang bertanya : Wahai Rasulullah apakah makna "Sabiil" di ayat tsb? Maka Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab : "Bekal dan kendaraan". Beliau (Al-Hakim) berkata : Ini adalah hadits shahih.


(Baca Juga : Jenis-Jenis Ikhtilaf Ulama)


   Imam Al-Hakim meriwayatkan hadits tsb dari jalan Sa'id bin Abi 'Aruubah dari Qatadah dari Anas bin Malik... (sebagaimana disebutkan di atas)... Lalu Imam Al-Hakim berkata : Ini adalah hadits shahih sesuai syarat Al-Bukhariy dan Muslim namun mereka berdua tidak meriwayatkannya dan ada mutaba'ah dari Hammad bin Salamah yang juga meriwayatkan dari Qatadah.


   Memang benar Imam Al-Hakim menshahihkan hadits ini sebagaimana yang dikutip oleh Syaikh Mushthafa, bahkan Al-Hakim menghukuminya sesuai dengan syarat Al-Bukhariy dan Muslim.


   Namun alfaqir telisik lagi tentang tafsiran ini bahwa "Sabiil" adalah bekal dan kendaraan di Tafsir Imam Ath-Thabariy. Beliau menghikayatkan ikhtilaf Ulama tentang penafsiran "Sabiil" yang berbeda menjadi:

1. Bekal dan kendaraan, sebagaimana riwayat Al-Hakim di atas.

2. Kesehatan badan

3. Kemampuan secara umum untuk bisa sampai ke Mekkah, ini adalah penafsiran Ibnu Zaid dan Atha bin Abi Rabah, Tabi'in mulia yang dikatakan sebagai ulama yang paling faqih tentang Manasik Hajji yang telah menunaikan haji sebanyak 70 kali. Yang kemudian pendapat terakhir inilah yang dipilih oleh Imam Ath-Thabariy dalam Tafsir nya.


   Lalu Imam Ath-Thabariy juga mengomentari makna "Sabiil" yang diriwayatkan dari Anas bin Malik dari Nabi صلى الله عليه وسلم secara marfu' yang itu dishahihkan oleh Imam Al-Hakim, justru dikomentari oleh Imam Ath-Thabariy :


أما الأخبار التي رُوِيَتْ عن رسول الله في ذلك بأنه "الزاد والراحلة فإنها أخبار في أسانيدها نظر، لا يجوز الاحتجاج بمثلها في الدين


" Adapun riwayat-riwayat yang diriwayatkan dari Nabi صلى الله عليه وسلم tentang hal ini bahwasanya makna "Sabiil" adalah bekal dan kendaraan maka itu adalah riwayat yang pada sanad-sanadnya terdapat kelemahan dan tidak boleh berhujjah dengannya dalam agama (Jami'ul-Bayan: 6/43 - 45).


  Ternyata Imam Ath-Thabariy mendha'ifkannya, berseberangan dengan Imam Al-Hakim yang menshahihkannya, skor 1-1 tentang tashih tafsir "bekal dan kendaraan".


   Alfaqir jadi penasaran, coba lagi ubek-ubek dalam riwayat lain, dalam Sunan Kubra Imam Al-Baihaqiy yang merupakan murid langsung Imam Al-Hakim beliau juga bawakan riwayat Anas ini baik dari jalur Sa'id bin Abi 'Aruubah maupun jalur Hammad bin Salamah lantas beliau komentari yang berseberangan dengan gurunya :


رُوي عن سعيد بن أبي عروبة وحماد بن سلمة عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم في "الزاد والراحلة" ولا أرَه إلا وهمًا

Diriwayatkan dari Sa' id bin Abi 'Aruubah dan Hammad bin Salamah dari Anas bin Malik tentang "bekal dan kendaraan" dan menurutku itu adalah waham (riwayat yang salah). Kemudian beliau membawakan jalur Sa'id bin Aruubah juga, namun dari Qatadah dari Hasan Al-Bashriy secara mursal dari Nabi صلى الله عليه وسلم dan beliau berkata :


هذا هو المحفوظ عن قتادة عن الحسن عن النبي صلى الله عليه وسلم مرسلًا


Inilah riwayat yang mahfuzh dari Qatadah dari Hasan Al-Bashriy dari Nabi صلى الله عليه وسلم secara mursal.


Baca Juga : (Semakin Kita Tahu, Semakin Tahu Kita)


   Ternyata Imam Al-Baihaqiy juga melemahkan riwayat secara marfu' dari Anas, sehingga skor menjadi 2-1 untuk lemahnya penafsiran "bekal dan kendaraan".


   Dalam At-Talkhisul-Habiir, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalaniy juga melemahkan riwayat-riwayat ini yang secara marfu' sampai Nabi صلى الله عليه وسلم baik dari hadits Anas bin Malik maupun jalur lainnya dan beliau juga menukil tadh'if Imam Abdul-Haq Al-Isybiliy, serta perkataan Imam Ibnul-Mundzir :


لا يثبت الحديث في ذلك مُسندًا الصحيح من الروايات رواية الحسن المرسلة


"Tidak sah haditsnya secara musnad sampai Nabi صلى الله عليه وسلم akan tetapi yang shahih dari riwayat-riwayat tsb adalah riwayat Hasan Al-Bashriy secara mursal. (At-Talkhisul-Habiir : 2/ 485).


   Sehingga simpulan kebanyakan ulama hadits adalah lemahnya riwayat marfu' tentang penafsiran "bekal dan kendaraan" bahkan skor menjadi 5-1 untuk lemahnya riwayat penafsiran tersebut.


   Imam At-Tirmidziy juga membawakan riwayat penafsiran ini akan tetapi dari hadits Ibnu Umar رضي الله عنه dan beliau juga melemahkan jalur ini karena dalam sanadnya ada rawi Ibrahim bin Yazid yang hafalannya lemah. Namun beliau juga mengatakan :


العمل عليه عند أهل العلم

   "Amalan adalah sesuai hadits ini menurut para Ulama." 


   Dari sini kita bisa tarik beberapa kesimpulan :


1. Lemahnya riwayat penafsiran ayat Ali Imran dengan tafsiran : "bekal dan kendaraan" secara marfu' sampai kepada Nabi صلى الله عليه وسلم dan yang shahih riwayat tersebut adalah mursal. 


2. Adakalanya para ulama masih mengamalkan hadits dha'if dalam bab hukum Fiqh, terutama jika dalam bab tersebut tidak ada lagi kecuali hadits dha'if. Sebagaimana perkataan Imam Ahmad bin Hanbal :


الحديث الضعيف أحبّ إلينا من رأي الرجال

"Hadits dha'if lebih kami sukai daripada pendapat manusia".


3. Adakalanya seorang murid berbeda pendapat dengan gurunya sendiri baik dalam tashih dan tadh'if hadits ataupun masalah Fiqhiyyah atau masalah Ijtihadiyyah lainnya dan itu bukanlah hal yang kurang adab kepada sang guru.


4. Tashih Imam Al-Hakim dalam Mustadrak nya memang perlu ditelisik kembali dan ada beberapa Ulama Hadits yang menyatakan hal tersebut.


(Baca Juga : Lebih Utama Menuntut Ilmu Atau Berdakwah)


   Barangkali bermanfaat bagi yang sedang bahas juga bahasan ini, karena alfaqir sempat pending kajian At-Tadzhib fi adillati Matnil-Ghayati wat-Taqriib karena masih pusing telusuri riwayat ini, Wallahul-muwaffiq ila aqwamith-thariiq.


Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma hafidzhahullah


Sumber : https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=1555089691367547&id=100005995935102

Menghadap Kiblat

Menghadap Kiblat
Menghadap Kiblat

📝استقبال القبلة

📝Menghadap kiblat


   Dalam bahasan kiblat, Taqiyuddin Al-Hishniy membahas bahwa syarat menghadap kiblat adalah "istiqrar" yakni dalam keadaan tetap dan tidak bergerak. Beliau tidak menyebutkan dalil barangkali karena hadits nya telah masyhur dalam riwayat Al-Bukhariy :


غير أنه لا يصلّي عليها المكتوبة


 "Hanya saja Nabi صلى الله عليه وسلم tidak shalat wajib di atas kendaraan (untanya)"


(Baca Juga : Khidmat Kepada Orang Shalih)


   Taqiyuddin Al-Hishniy menjelaskan lebih lanjut bahwa hukum ini berbeda dengan hukum shalat di atas perahu/ kapal, beliau berkata :


نعم، تصحْ في السفينة السائرة بخلاف الدابة، والفرق أن الخروج من السفينة في أوقات الصلاة إلى البرّ متعذّر أو متعسر بخلاف الدابّة


"Namun iya, sah shalat di atas perahu yang sedang berjalan yang hal ini berbeda dengan shalat di atas kendaraan (unta atau semacamnya). Perbedaannya adalah "keluar dari perahu menuju darat pada waktu shalat adalah hal yang mustahil atau amat sulit" lain halnya dengan kendaraan unta dan semacamnya." (Kifayatul-akhyaar: hal. 145).


   Perhatikan bagian tanda petik : "Keluar ke daratan pada waktu shalat adalah hal yang mustahil atau amat sulit". Wallahu a'lam, bahasan ini adalah bagian dari bahasan Ilmu Furuq atau Asybah wa Nazhair, yang sangat bermanfaat untuk menqiyaskan masalah-masalah Fiqh yang semisal atau sebaliknya menafikan qiyas yang terdapat perbedaan sifat yang mu'tabar antara masalah-masalah tersebut.


   Allamah Taqiyuddin Al-Hishniy telah memberikan clue berharga dalam masalah ini yang mempermudah para fuqaha dan mutafaqqih belakangan untuk melakukan qiyas, yakni sifat : "kendaraan yang pada waktu shalat mustahil untuk turun ke daratan atau amat sulit" maka shalat wajib tetap sah berada di atas kendaraan tersebut dan tidak wajib untuk turun. 


   Maka ini bisa diqiyaskan ke masalah lainnya, seperti shalat wajib di atas pesawat maka tetap sah, karena mustahil untuk turun, bahkan ini jenis qiyas awla, karena turun dari pesawat lebih mustahil dan lebih berbahaya daripada turun dari perahu yang itu manshush.


   Sedangkan jika kendaraannya adalah sepeda motor maka justru qiyas nya lebih tepat kepada kendaraan unta, yakni tidak boleh dan tidak sah shalat di atasnya karena mudah untuk turun dari kendaraan.


(Baca Juga : Jika Hidup Ini Bukan Dengan Belajar)


   Hanya saja ada bahasan-bahasan kontemporer yang itu adalah kendaraan-kendaraan jenis baru yang tidak ada di zaman Fuqaha terdahulu, seperti shalat di atas bis, shalat di atas mobil pribadi, shalat di atas kendaraan umum lainnya. Apakah ia diqiyaskan kepada shalat di atas unta atau diqiyaskan kepada shalat di atas perahu, yang ini cukup pelik karena perbedaan tingkat masyaqqah (kesulitan) untuk turun dari kendaraan dan mafsadat turun atau tidaknya, monggo dilanjutkan bahasannya sedulur sekalian.


Tulisan Ustadz Varian Ghani Hirma hafidzhahullah


Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1556461644563685&id=100005995935102

Ambil Ilmu dari Syaikh Abu Auf, Syaikh Yazid Jawas dan Syaikh Abdul Hakim Abdat


Ustadz Yazid Jawas dan Ustadz Abdul Hakim
Ustadz Yazid Jawas dan Ustadz Abdul Hakim


#𝐊𝐄𝐍𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍_𝐍𝐀𝐒𝐄𝐇𝐀𝐓
#𝐅𝐀𝐈𝐃𝐀𝐇_𝐁𝐄𝐑𝐒𝐀𝐌𝐀_𝐔𝐋𝐀𝐌𝐀

As Syaikh Al Muhaqqiq Masyhur bin Hasan Alu Salman hafidzahullah, (diantara murid-murid terbaik Syaikh Al Albani rahimahullah).

Suatu hari ketika Book Fair Cairo '08 ana menuju ke sebuah Toko kitab yang disitu banyak karya Syaikh Masyhur dicetak dan dijual, dar al atsariyah Jordan. Alhamdulillah bisa berjumpa dengan beliau, kemudian ana minta nasehat kepada beliau. dan diakhir nasehat beliau bertanya, antum dari mana?

Ana : Dari Indonesia wahai Syaikh, kemudian ana bertanya, siapakah yang engkau nasehatkan untuk diambl ilmunya nanti jika ana pulang?

Syaikh : Dari mana asalmu Indonesia?

Ana : Dari Surabaya (kota besar yang ana sebut)

Syaikh : Ambil faidah dan ilmu dari Syaikh Abu Auf Abdurrahman At Tamimiy hafidzahullah. dan di Jakarta hadiri majlisnya Syaikh Yazid Jawwas dan Syaikh Abdul Hakim Abdat.

Ana : Jazaakumullahu khairan Syaikh atas nasehatnya, setelah itu ana pamit ke beliau untuk keliling ke toko2 lainnya,.

(Baca Juga : Biografi Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas)

🍀📚_______

Suatu hari di Book Fair Cairo juga, kami berkumpul mengelilingi Syaikh Ali Hasan Al Halabi hafidzahullah bersama para tullabul ilmi dari berbagai negara, dan rata-rata sudah membawa catatan pertanyaan untuk diajukan kepada beliau. diantara pertanyaan yang diajukan kepada beliau adalah "siapakah murid Syaikh Al Albani yang paling kuat dalam ilmu hadits dan tahqiqnya?" maka beliau menjawab dengan tegas :
Akhuna Syaikh Masyhur bin Hasan hafidzahullah, beliau sangat kuat ilmu dan tahqiqnya.

Berkata As Syaikh Al 'Allamah Bakar bin Abdillah Abu Zaid rahimahullah :

مِنْ أفْضَلِ طَلَبَةِ العِلْمِ الَّذِينَ يَعْتَنوْنَ بِالتَّألِيفِ وَالتَّحْقِيقِ فِي الأُرْدُنِ الشَّيْخُ مَشْهُور بْن حسْنِ آلَ سَلمَانِ، وفِي الكُوَيْت الشَّيْخُ جَاسِم بْن الفهَيدِ الدَّوْسَرِي

"Diantara penuntut ilmu yang paling bagus dalam karya tulis dan tahqiqnya adalah Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman di Jordan, dan Syaikh Jasim bin Al Fuhaid Ad Dusari di Kuwait". (nitsarus sirah wa tsimarus shuhbah hal. 171-172, karya Syaikh DR. Ali bin Muhammad Al 'Imran).

Syaikh Bakar Abu Zaid juga memberikan kata pengantar pada kitab Al Muwafaqat karya As Syathibi (6 jilid cet. dar Ibnu Affan) yang ditahqiq oleh Syaikh Masyhur bin Hasan.

#Cairo_ذكريات_لن_أنسىها
*Alhamdulillah Allah pertemukan ana pertama kali dengan Al Ustadz Abu Auf Abdurrahman At Tamimi -Surabaya-, di Lombok 3 tahun lalu. meskipun sebelumnya hanya mendegarkan kaset2 beliau, kami berbincang panjang lebar tentang Cairo dan IM, karena beliau adalah alumni Cairo University era 70-an (bukan Al Azhar University), dan beliau selama di Cairo ditarbiyah IM karena familiy beliau adalah orang2 terdekat tokoh IM di Mesir waktu itu. akhirnya Allah karuniai hidayah sunnah, sehingga ketika beliau membongkar IM sangat mantab sekali karena pernah bergaul langsung dengan tokoh2 mereka, (2 kaset mebongkar IM sekitar thn 2000 -klo ga salah inget-).

(Baca Juga : Syaikh Al-Abani Tidak Punya Sanad dan Guru?)

جزى الله خيرا مشايخنا وأساتذتنا وبارك فيهم وعلومهم ودعوتهم،.

Tulisan Al-Ustadz Muhammad Alif, Lc hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=687239151845750&id=100016790144202

Kesalahan Imam Atau 'Alim

Kesalahan Imam Atau 'Alim
Kesalahan Imam Atau 'Alim


📝خطأ الإمام أو العالم

📝Kesalahan imam atau alim


   Imam Asy-Syafi'iy dalam Ar-Risalah nya menukil hadits dari gurunya, Imam Malik bin Anas :


أخبرنا مالك عن هلال بن أسامة عن عطاء بن يسار عن عمر بن الحكم، قال أتيت رسول الله صلى الله عليه وسلم بجارية...


Malik telah mengabarkan kepada kami, dari Hilal bin Usamah, dari Atha bin Yasar dari Umar bin Hakam bahwasanya beliau datang dengan budak wanita nya... Hadits yang masyhur tentang kisah budak wanita yang dibebaskan.


(Baca Juga : Ghuluw Kepada Syaikh/Ustadz)


   Kemudian Imam Asy-Syafi'iy membetulkan bahwa Imam Malik ada kesalahan dalam meriwayatkan hadits ini, Asy-Syafi'iy berkata : "Itu (Sahabatnya) adalah Mu'awiyah bin Hakam demikian yang diriwayatkan para ulama selain Malik, aku mengira Malik tidak mengingat namanya" (Ar-Risalah : hal. 155 dengan tahqiq Syaikh Ahmad Syakir).


   Imam besar selevel Imam Malik bin Anas, Imam nya kota Madinah yang dikatakan oleh Imam Al-Bukhariy jalur beliau : Malik dari Nafi' dari Ibnu Umar merupakan sanad emas, ternyata masih bisa melakukan kesalahan ilmiah.


   Sealim-alimnya seorang ulama maka masih mungkin padanya terdapat kesalahan, itu adalah hal yang manusiawi.


   Manusia dalam menyikapi kesalahan seorang imam atau alim ulama atau ustadz kadang ada 2 tipe yang tidak tepat :


1. Orang-orang dan murid-murid yang ghuluw kepada imam atau ulama atau ustadz nya tersebut, sehingga hampir bak meyakini bahwa sang imam, ulama dan ustadz panutannya tidak mungkin untuk melakukan kesalahan ilmiah, ia tidak percaya hal tersebut bahkan seakan tegak hari kiamat jika mendengar sang panutan dianggap salah.


2. Orang-orang yang melampaui batas, bahkan sampai merendahkan imam atau ulama atau ustadz tersebut bahkan seakan tidak ada harganya dan tidak memiliki kapasitas keilmuan sama sekali dan sepatutnya ditinggalkan serta tidak diambil ilmunya.


(Baca Juga : Mengangkat Derajat Seorang Ustadz)


   Sepatutnya kita meniru adab Imam Asy-Syafi'iy, masih tetap mengambil dan meriwayatkan hadits-hadits dari gurunya Imam Malik bin Anas, serta menyanjungnya namun jika ada kesalahan maka tidak mengikuti kesalahan tersebut dan justru meluruskannya, cukup meluruskan sebagai nasihat kepada kaum muslimin agar tidak mengikuti kesalahan tsb tanpa bumbu-bumbu tak sedap, cacian dan cemoohan, merasa lebih hebat dan semacam ini, Wallahu a'lam.


Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma hafidzhahullah


Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1558614697681713&id=100005995935102

Apa Yang Diucapkan Ketika Berbuka Puasa?

 

Apa Yang Diucapkan Ketika Berbuka Puasa?
Apa Yang Diucapkan Ketika Berbuka Puasa?


✒️ما يقال عند الفطر

✒️Apa yang diucapkan ketika berbuka puasa


   Di sebuah grup yang alfaqir huni bersama teman-teman thullab Hadits sempat ada yang nyeletuk : "Seandainya ada tulisan ilmiah tentang doa buka puasa : 

ذهب الظمأ... dan اللهم لك صُمت..." 

maka ana kira bagus juga "ngoprek2" ini... 


   Imam Abu Dawud dalam Sunan nya membuat bab:

باب القول عند الفطر

"Bab ucapan ketika berbuka puasa" dan beliau membawakan dua hadits :


ثنا عبد الله بن محمد بن يحيى، ثنا علي بن الحسن، أخبرني الحسين بن واقد، ثنا مروان - يعني ابن سالم - المقفّع، قال : رأيت ابن عمر يقبض على لحيته فيقطع ما زاد على الكفّ، وقال : كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : "ذهب الظمأ وابتلّت العروق وثبت الأجر إن شاء الله"


... Dari Husein bin Waqid dari Marwan bin Salim Al-Muqaffa', beliau adalah berkata : Aku melihat Ibnu Umar رضي الله عنه memegang janggutnya lalu memotong yang lebih dari genggaman dan beliau berkata : "Nabi صلى الله عليه وسلم jika berbuka puasa beliau mengucapkan :" Telah hilang dahaga, dan basah urat-urat, dan semoga tsabit pahalanya jika Allah berkenan".


  Adapun hadits yang kedua :


ثنا مسدّد، ثنا هُشيم عن حُصين عن معاذ بن زُهرة أنه بلغه أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا أفطر قال : اللهم لك صُمت وعلى رزقك أفطرتُ


... Dari Mu'adz bin Zuhrah telah sampai kepadanya dari Nabi صلى الله عليه وسلم jika berbuka puasa maka beliau mengucapkan : "Ya Allah untuk-Mu aku berpuasa, dan dengan rezeki-Mu aku berbuka puasa".


(Baca Juga : Pentingnya Meluruskan Niat)


1️⃣ Adapun hadits pertama :

ذهبَ الظّمأُ...

   Syaikh Al-Albany menghasankan hadits ini. Sebenarnya beliau bukanlah yang pertama, akan tetapi Imam Ad-Daraquthniy telah menghasankannya terlebih dahulu, ketika meriwayatkan hadits ini dalam Sunan nya beliau berkata :


تفرّد به الحسين بن واقد، وإسناده حسن

Husein bin Waqid bersendirian dalam riwayat ini dan sanadnya hasan (Sunan Ad-Daraquthniy : no 2279).


   Imam Al-Hakim bahkan dalam Mustadrak nya seraya berkata :

هذا حديث صحيح على شرط الشيخين، فقد احتجا بالحسين بن واقد ومروان بن المقفع

Hadits shahih sesuai syarat Al-Bukhariy dan Muslim, mereka berhujjah dengan Husein bin Waqid dan Marwan bin Al-Muqaffa' (Al-Mustadrak: no 1536).


   Tentang penilaian Imam Al-Hakim tsb, Syaikh Al-Albany tidak setuju dan mengatakan ada beberapa kesalahan disitu :

1. Ini bukan syarat Al-Bukhariy dan Muslim 

2. Imam Al-Bukhariy tidak berhujjah dengan Husein bin Waqid, hanya membawakan riwayatnya secara mu'allaq

3. Marwan bin Salim Al-Muqaffa', Imam Al-Bukhariy maupun Muslim tidak berhujjah dengan mereka berdua sama sekali (Irwaul-Ghalil: 4/40).


   Yang kesalahan Imam Al-Hakim tersebut telah ditanbih terlebih dahulu oleh Imam Adz-Dzahabiy di "Talkhish Mustadrak" dan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalaniy dalam "Tahdzibut-Tahdzib".


   Adapun Husein bin Waqid Al-Marwaziy Al-Qadhiy (rawi Muslim dan Ashabus-Sunan) Ibnul Mubarak berkata : "Siapa di antara kita yang seperti Husein". Ahmad bin Hanbal berkata : "Laisa bihi ba's". Yahya bin Ma'in mentsiqahkannya. Abu Zur'ah dan An-Nasa'iy berkata : "Laisa bihi ba's". Ibnu Hibban berkata : Qadhi Marwa, sebaik-baik manusia, adakalanya salah dalam riwayat. Al-'Uqailiy berkata : Ahmad bin Hanbal mengingkari riwayatnya, dalam riwayat Al-Atsram, Imam Ahmad berkata : "Dalam hadits-haditsnya ada tambahan riwayat, ma adri aisy hiya". Ibnu Sa' ad berkata :"Hasanul-hadits" (Tahdzibut-Tahdzib: no 642)


  Adapun Marwan bin Salim Al-Muqaffa' maka Adz-Dzahabiy menukil bahwasanya Ibnu Hibban mentsiqahkannya ( Lisanul-Mizan: no 4804).


Sehingga dari sini bisa dilihat bahwa hadits doa :

ذهب الظمأ...

tidak 'bersih' tanpa cela, Husein bin Waqid Al-Marwaziy Al-Qadhiy, ada riwayat kritikan terhadapnya dari Imam Ahmad bin Hanbal terkait tambahan riwayat yang ia riwayatkan. Imam Az-Zaila'iy dalam "Nashbur-Rayah" membawakan riwayat ini serta riwayat-riwayat lainnya namun hanya terkait riwayat jenggot, bukan riwayat doa buka puasa, sebagaimana telah lalu kata Imam Ad-Daraquthniy ini adalah tafarrud nya Husein bin Waqid. Sehingga terbuka kemungkinan ini adalah termasuk ziyadah-ziyadah yang dicela oleh Imam Ahmad bin Hanbal dari riwayat Husein bin Waqid, Wallahu a'lam. Sedangkan Marwan bin Salim maka hanya Imam Ibnu Hibban saja yang mentsiqahkannya, sedangkan beliau termasuk mutasahil dalam mentsiqahkan para rawi yang adakalanya mentsiqahkan para rawi majhul.


2️⃣Adapun hadits kedua yakni :

اللهم لك صُمت وعلى رزقك أفطرتُ


Dalam nuskhah Sunan Abu Dawud yang ana miliki baik tahqiq Syaikh 'Isham Musa Hadi maupun yang i'tina Syaikh Masyhur Hasan Salman maka mengutip ta'liq Syaikh Al-Albany bahwa ini adalah dha'if. Sebenarnya memang jelas mursal nya hadits ini dari Mu'adz bin Zuhrah seorang Tabi'in.


  Musa bin Zuhrah ini diikhtilafkan apakah ia sahabat atau tabi'in. Imam Al-Baghawiy mengatakan : "Saya tidak mengetahui apakah Mu'adz bin Zuhrah ini sahabat atau bukan".


   Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam "Tahdzibut-Tahdzib" berkata tentang Mu'adz bin Zuhrah ini : Adh-Dhabbiy, Tabi'in meriwayatkan secara mursal dari Nabi صلى الله عليه وسلم tentang bacaan ketika berbuka puasa... Ibnu Hibban menyebutkan namanya di "Ats-Tsiqat" yakni dalam thabaqah Tabi'in.


   Adapun dalam "Taqriib" Al-Hafizh berkata : maqbul, thabaqah ketiga, meriwayatkan hadits secara mursal, dan salah yang menyebutkannya sebagai sahabat. Thabaqah ketiga yakni thabaqah tabi'in pertengahan, seletting dengan Ibnu Sirin dan Hasan Al-Bashriy.


  Apakah hadits mursal bisa dijadikan hujjah? Para ulama berdebat panjang lebar tentang hujjahnya hadits mursal atau bukan. Jumhur Ulama berhujjah dengan hadits mursal, Imam Abu Dawud berkata dalam "Risalah Abi Dawud ila Ahli Makkah" :


"Adapun riwayat-riwayat mursal kebanyakan para ulama terdahulu berhujjah dengan riwayat mursal, seperti Sufyan Ats-Tsauriy, Malik bin Anas dan Al-Awza'iy hingga datang Asy-Syafi'iy dan berbicara tentang riwayat mursal lalu diikuti oleh Ahmad bin Hanbal dan ulama lainnya. Abu Dawud berkata : Jika tidak ada riwayat musnad yang menyelisihi riwayat mursal, dan memang tidak ada riwayat musnad maka mursal bisa dijadikan hujjah, walaupun ia tidak sama dengan riwayat musnad dari segi kekuatan (keabsahannya)".

 

   Imam Ath-Thabariy mengatakan bahwa secara mutlaq mengatakan mursal bukan hujjah tanpa tafshil adalah bid'ah setelah tahun 200 H. (Syarh Ilal Ibnu Rajab).


(Baca Juga : Kisah Menuntut Ilmu dan Seorang Istri)


  Hadits ini juga ada jalur lain di Mushannaf Ibnu Abi Syaibah :


ثنا محمد بن فُضيل عن حُصين عن أبي هريرة رضي الله عنه : كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا صام ثم أفطر قال : اللهم لك صُمت وعلى رزقك. قال : وكان الربيع بن خُثيم يقول : الحمد لله الذي أعانني فصمت ورزقني فأفطرت


    Riwayat ini dari Sahabat Abu Hurairah رضي الله عنه akan tetapi madar nya tetap dari Hushain, sehingga malah yang kemungkinan 'dicurigai' adalah Muhammad bin Fudhail, syaikh Imam Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah karena ia menyelisihi periwayatan Husyaim bin Basyir yang lebih tsiqah dan meriwayatkan secara mursal, ini jikalau kita memakai mazhab "i'lal mawshul bil-mursal" dan itu adalah mazhab Imam Ahmad bin Hanbal, kalau mazhab Imam Al-Bukhariy maka bisa panjang lagi ceritanya. 


   Namun faidah penting disini bahwa Imam Ibnu Abi Syaibah juga menukil amalan Rabi' bin Khutsaim juga membaca doa yang mirip demikian, sedangkan beliau adalah seorang Tabi'in Kabir mukhadhram, yakni sebenarnya mendapati zaman Nabi صلى الله عليه وسلم namun tidak bertemu Nabi صلى الله عليه وسلم. Bahkan Ibnu Mas'ud sempat memujinya: "Seandainya Rasulullah صلى الله عليه وسلم melihatmu niscaya beliau akan mencintaimu".


   Dan juga masih ada jalur lain hadits Anas bin Malik رضي الله عنه yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabaraniy dalam "Mu'jam Shaghir", "Ad-Du'a" dll dari jalur Dawud bin Zibriqan dari Syu'bah dari Tsabit Al-Bunaniy dari Anas bin Malik :


أن النبي صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : بسم الله اللهم لك صُمت وعلى رزقك أفطرتُ، تقبل مني إنك أنت السميع العليم


Bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم ketika berbuka maka beliau mengucapkan : "Dengan Nama Allah, Ya Allah untuk-Mu aku berpuasa, dan dengan rezeki-Mu aku berbuka puasa, terimalah dariku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui"


   Adapun Dawud bin Zibriqan. Yahya bin Ma'in berkata : "Laisa haditsuhu bisyai". Abu Hatim Ar-Raziy berkata : dha'if hadits nya, zahibul-hadits (Al-Jarh wat-Ta'dil). An-Nasa'iy berkata : "Tidak tsiqah".Ibnu 'Adiy berkata : Dia (Dawud) termasuk rawi dha'if yang masih ditulis haditsnya (Al-Kamil fi dhu'afa). Adapun Ibnu Hibban memperinci keadaan Dawud ini, melihat ada celaan Yahya bin Ma'in, namun Ahmad bin Hanbal berkata : Laa attahimuhu fil-hadits, karena melihat kesalahan tsb adalah bab khatha dan waham sehingga tidak berhak jarh yang parah, simpulan Ibnu Hibban : shaduq jika sesuai periwayatan para tsiqah, namun bukan hujjah jika bersendirian (Al-Majruhiin).


   Syaikh Al-Albany menilai sanad hadits ini sangat dha'if karena rawi Dawud bin Zibriqan yang dinilai oleh Abu Dawud : matruk, bahkan Al-Azdiy menganggapnya kadzdzab. Sehingga simpulan beliau ini termasuk jenis sangat dha'if yang tidak bisa terangkat menjadi hasan, sebagaimana yang beliau jelaskan di "Irwaul-Ghalil".


   Setelah ditelusuri lagi di atas tentang Dawud bin Zibriqan ini, sebenarnya kalam para ulama lainnya 'ga jelek-jelek amat'. Yahya bin Ma'in berkata : "Laisa haditsuhu bisyai". Abu Hatim Ar-Raziy berkata : dha'if hadits nya, zahibul-hadits (Al-Jarh wat-Ta'dil). An-Nasa'iy berkata : "Tidak tsiqah". Adapun Ibnu Hibban memperinci keadaan Dawud ini, melihat ada celaan Yahya bin Ma'in, namun Ahmad bin Hanbal berkata : Laa attahimuhu fil-hadits, karena melihat kesalahan tsb adalah bab khatha dan waham sehingga tidak berhak jarh yang parah, simpulan Ibnu Hibban : shaduq jika sesuai periwayatan para tsiqah, namun bukan hujjah jika bersendirian (Al-Majruhiin).Ibnu 'Adiy berkata : Dia (Dawud) termasuk rawi dha'if yang masih ditulis haditsnya (Al-Kamil fi dhu'afa). Yang jarh nya keras adalah dari Abu Hatim, Al-Azdiy, Ibnu Ma'in, dan Abu Dawud dan ini yang kemudian diikuti oleh Syaikh Al-Albany. Namun melihat kalam ulama lainnya seperti Ahmad bin Hanbal, Al-Bukhariy, Ibnu 'Adiy yang menilai hanya sekedar dha'if saja, bahkan Ibnu Hibban menilainya sebagai shaduq namun memang ia (Dawud) waham dalam riwayatnya terutama ketika mudzakarah dan tidak pegang kitab, jika kita pegang penilaian ulama yang ini, maka hadits jalur ini menjadi sekedar dha'if, bukan sangat dha'if, dan ini penilaian Al-Haitamiy, Ibnul-Mulaqqin, Ibnu Hajar Al-Asqalaniy, Ibnul Qayyim dan lainnya.


   Jika digabungkan maka total ada riwayat mursal Mu'adz bin Zuhrah, riwayat mawshul dari Sahabat Anas bin Malik dan Abu Hurairah, namun memang ada kelemahan, ditambah ada amalan dari Tabi'in Kabir Rabii' bin Khutsaim, ketika terkumpul seperti ini, inilah yang dimaksud para Ulama terutama Fuqaha bahwa doa tsb memiliki ashl, sebagaimana kata Al-Hafizh Ibnu Rajab Al Hanbaliy ketika beliau menyebutkan tentang hadits mursal :


"Adapun para Fuqaha (yang berhujjah dengan riwayat mursal) maka maksud mereka adalah sahnya apa yang ditunjukkan dalam riwayat tersebut, jika riwayat mursal memiliki qarinah penguat yang menunjukkan ia (kandungan riwayatnya) memiliki asal sehingga kuat dugaan benarnya apa yang ditunjukkan oleh riwayat tersebut. Maka para Fuqaha berhujjah dengannya ketika terkumpul bersamanya qarinah penguat seperti ini, dan inilah yang sebenarnya mursal yang dijadikan hujjah menurut para Imam seperti Imam Asy-Syafi'iy, Imam Ahmad bin Hanbal dan yang selain keduanya..." (Syarah Ilal Ibnu Rajab: hal. 182).


   Oleh karena itu tidak mengherankan para Fuqaha dari berbagai mazhab masing-masing mencantumkan doa ini di kitab-kitab Fiqh mereka.


   Dalam mazhab Asy-Syafi'iy Imam An-Nawawiy dalam "Minhaj" yang merupakan salah satu kitab mu'tamad Syafi'iyyah, beliau berkata :


يستحب أن يغتسل عن الجنابة قبل الفجر، وأن يحترز عن الحجامة والقبلة وذوق الطعام والعلك، وأن يقول عند فطره: اللهم لك صُمت وعلى رزقك ،وأن يكثر الصدقة...


"Disunahkan untuk mandi junub sebelum fajar, (disunahkan pula) berhati-hati dari berbekam, ciuman, merasakan makanan dan menjilat, (dan disunahkan pula) mengucapkan ketika berbuka : Allahumma laka shumtu, wa 'ala rizqika afthartu..." (Minhajut-Thalibin: hal 41, cet Darul-Kutub)


   Dalam mazhab Hanbaliy, Allamah Manshur Al-Buhutiy memaktubkan dalam "Ar-Raudhul-Murbi' yang merupakan kitab mu'tamad Hanabilah mutaakhirin, beliau berkata :


وسُنّ تعجيل فطر لقوله صلى الله عليه وسلم :" لا يزال الناس بخير ما عجّلوا الفطر"... ويكون على رطب... فإن عدم الرطب فتمر فإن عدم فعلى ماء لما تقدم وقول ما ورد عند فطره، ومنه : اللهم لك صُمت وعلى رزقك أفطرتُ سبحانك وبحمدك، اللهم تقبّل مني إنك أنت السميع العليم


"Dan disunahkan menyegerakan berbuka puasa, berdasarkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم :" Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa "... dan (disunahkan) berbuka dengan kurma basah... jika tidak ada (kurma basah) maka kurma kering, jika tidak ada maka berbuka dengan air, berdasarkan riwayat yang lalu, (dan disunahkan pula) mengucapkan doa yang ada riwayatnya, di antaranya : Allahumma laka shumtu, subhanaka wa bihamdika, allahumma taqabbal minni, innaka antas-sami'ul-aliim (Ar-Rawdhul-Murbi' : 1/ 236)


  Dalam mazhab Malikiy, Syamsuddin Al-Hatthab Ar-Ru'ainiy juga membawakan doa ini dalam kitabnya "Mawahibul-Jalil syarh Mukhtashar Khalil" yang merupakan penjelasan atas kitab "Mukhtashar Khalil bin Ishaq" kitab mu'tamad Malikiyyah mutaakhirin.


(Baca Juga : Apakah Sah Puasa Orang Yang Meninggalkan Sholat?)


   Wallahu a'lam bagi yang mau berdoa buka puasa dengan :

اللهم لك صُمت وعلى رزقك أفطرتُ

Ya monggo, bagi yang mau berdoa dengan :

ذَهَبَ الظّمَأُ وابْتَلّتِ العُرُوْقُ وثَبَتَ الأَجْرُ إنٰ شَاءَ اللهُ

juga silakan, masing-masing ada riwayatnya ma'tsur dan ada para ulama Salaf yang mengamalkan dan mengajarkannya. 


📚 Maraji' : Sunan dan Risalah ila Ahli Makkah Abu Dawud, Sunan Ad-Daraquthniy, Mustadrak Al-Hakim, Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, Taqriibut-Tahdzib, Tahdzibut-Tahdzib, Ats-Tsiqat dan Al-Majruhin Ibnu Hibban, Al-Kamil fidh-Dhu'afa Ibnu 'Adiy, Al-Jarh wat-Ta' dil Ibnu Abi Hatim Ar-Raziy, Syarah Ilal Ibnu Rajab, Minhajuth-Thalibin An-Nawawiy, Ar-Rawdhul-Murbi Al-Buhutiy, Mawahibul-Jalil syarh Mukhtashar Khalil nya Al-Hatthab Al-Malikiy, Nashbur-Rayah Az-Zaila'iy, Irwaul-Ghalil Al-Albany dan lainnya.


Tulisan Al-Ustadz Varian Ghani Hirma hafidzhahullah


Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1574685559407960&id=100005995935102