Showing posts with label Tulisan Para Ustadz. Show all posts
Showing posts with label Tulisan Para Ustadz. Show all posts

Jika Hidup Ini Bukan Dengan Belajar


[Jika Hidup Ini Bukan Dengan Belajar, Maka Hidup Ini Sungguh Main-main]

Terhadap orang yang dianggap menyimpang atau berbeda pandangan dengan kita, uslub semisal, "Anda belajar lagi," walaupun adakalanya tak mengapa, tapi adakalanya ia akan jadi apa-apa. Terlebih jika dicetuskan dengan nada ketus.

Tidak semua orang, bahkan kebanyakan orang, akan kurang menerima dengan diberi wejangan 'sana, belajar lagi'. Itu dari sisi mukhathab.

Dari sisi mutakallim (pembicara), semacam ada kabut tipis arogansi yang terhembus. Seolah dirinya sudah banyak belajar. Jika memang banyak, maka tak bisa dipastikan dirinya lebih banyak belajar daripada mukhathab. Terlebih mukhathab ini juga orang berilmu.

(Baca Juga : Syubhat Jika Ikut Pemilu, Umat Dikuasai Orang Kafir)

Hari ini pun, walau saya di pihak yang benar, terkena pressing (penekanan) dan teguran dari pihak yang tidak suka dakwah Ahlus Sunnah melebar di area kediamannya. Di muqaddimah sudah langsung berbicara, "Tolong ustadz jangan berbicara sesuatu yang tidak ustadz ketahui." Yang mana, sebelumnya saya menuturkan sesuatu sesuai kalam para ulama. Walau hanya bisa saya balas dengan senyum keantengan, namun hati saya terganggu dengan itu.

Karena yang saya bacakan adalah haq. Dan sudah saya usahakan -jika pun tak benar-, mewartakan sebagaimana warta para ulama. Sekiranya saya tak benar, maka uslub semisal 'jangan berbicara yang tidak antum tahu' tentu tidak tepat di maqam nasehat dan kritik. Terlebih pengkritik tidak menjelaskan apa kesalahan saya, melainkan sekadar mendistorsikan kebenaran menjadi kebatilan dan sebaliknya dengan alasan:

Persatuan, ukhuwah, stabilitas dan seterusnya....

Yang saya sampai detik ini tak menemukan adanya keterpecahbelahan, saling membelakangi dan ketidakamanan daerah disebabkan ujaran di kajian.

(Baca Juga : Haramnya Demonstrasi)

Di sini saya belajar. Dan berkali masa dengan kejadian sebagian pihak yang 'mengepung' saya di forum mereka, bahwa kebatilan itu kerap terpelihara di hati disebabkan arogansi; yang sadar atau tidak, akan diterjemahkan oleh lisan. Kemudian orang-orang netral pun bisa merasakan aura panasnya dan aroma anyirnya. Semua penjelasan ilmiah bisa mahjub dan terblokir karena alasan persatuan, ukhuwah dan stabilitas.

Berbicara tentang persatuan, kita bisa memberikan contoh di lingkungan kediaman kita. Bagaimana kita berusaha mencanangkan persatuan sesama muslim dan merealisasikannya.

Berbicara tentang ukhuwah, lisan dan kantong kita terjulur dan terbuka untuk mengikat talinya.

Berbicara tentang stabilitas, kita bukan provokator, melainkan menebarkan apa yang para Rasul tebarkan, dengan cara yang sebaik mungkin -walau mestilah kita ada kekurangannya-.

Sementara kalimat semisal 'Anda belajar lagi', dan saudarinya, sepengamatan pribadi saya, justru tidak akan membangkitkan semangat belajar.

Sangat mungkin, dan memanglah, kita ini diperlakukan sesuai dengan bagaimana kita memperlakukan. Barangkali ketusnya sebagian pihak ke  kita, karena kita pun begitu ke pihak lain.

Suatu keuntungan bagi saya, jika Allah memberi teguran dan nasehat, melalui hamba-hamba-Nya yang memang menginginkan agar saya membaik, agar saya bisa bersama-sama mencari ridha Allah dengannya.

Mari kita sama-sama belajar, merangkai kalimat yang tidak meninju jauh orang di hadapan. Tetapi kalimat merangkul. Bisa jadi orang di depan kita, sudah lebih mengenyam usia, atau membaca lebih banyak, namun belum mendapat taufiq. Bisa jadi pula, kita mengira telah diberi taufiq, namun sedianya justru istidraj.

Jika hidup ini bukan dengan belajar, maka hidup ini sungguh main-main.

(Baca Juga : Boleh Isbal Kalau Tidak Sombong?)

Tulisan Al-Ustadz Hasan Al-Jaizy, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=2697603616947673&id=100000941826369

Jadikan Negeri Ini Aman

Jadikan Negeri Ini Aman
Jadikan Negeri Ini Aman
Saya beberapa kali ditanya oleh beberapa ikhwan, mengapa kok tidak teruskan kajian di masjid fulan, padahal begini begitu. Bahkan ada kakek-kakek yang suatu hari menemui saya di salah satu masjid, menyatakan kangennya sama saya setelah lama tak lagi hadir di majelis kami. Sembari bertanya mengapa tak teruskan kajian di masjid fulan.

Saya selalu berkata, "Saya dipecat."

Iya. Saya dapat SP3 langsung. Tanpa warning tanpa apa. Setelah 'pemecatan', disebutkan alasan mengapa. Alasan yang kami sendiri terheran.

(Baca Juga : Bekal Dinda Menuju Pelaminan)

Tapi di majelis terakhir, saya menasehati saat itu agar para syabab (pemuda) menghentikan atau tidak ikutan euforia hashtag 'gantipresiden'. Dianjurkan betul-betul agar pemuda lebih menguatkan prinsip dengan ilmu yang benar terlebih dahulu. Dan seterusnya.

Pun sejak gencarnya hashtag, saya telah bertanya, 'jika pihak ini kalah, maka akan sangat sulit menerima'. Terbayang di benak bayangan yang semoga mustahil. Sudah sangat terasa, bahwa semua ini fitnah. Jika diberi kesempatan untuk menghindarinya, maka hal terbijak adalah menghindarinya.

Dan saya sangat merasa, bahwa 'pemecatan' saya itu sebabnya adalah 'nasehat' di atas. Banyak pemuda saat itu hadir. Hadirin ratusan. Bukan jumlah sedikit untuk level saya. Semua menyimak. Namun memang, tentulah beberapa individu merasa panas. Saya tidak bermaksud memanasi. Justru bermaksud memberikan solusi atas kejahilan sebagian insan.

(Baca Juga : Kesabaran Guru dan Murid)

Sering terngiang doa Nabi Ibrahim.

رب اجعل هذا البلد آمنا

Saya ingin negeri ini aman. Sekiranya masih banyak korupsi, kemaksiatan bahkan sampai derajat kesyirikan, saya selalu mendambakan negeri ini masih aman. Sehingga saya bisa shalat di masjid manapun. Saya bisa mengajar di manapun. Saya bisa kirim paket dagangan. Saya bisa kunjungi keluarga. Dan saya ingin semua muslim dan warga Indonesia merasa aman.

Rekan-rekan yang kemarin mengikuti ijtihad sebagian ulama, bolehlah saya beri nasehat sedikit: amankan negeri Anda dengan cara berlepas diri. Jika belum jatuh, jangan menjatuhkan diri. Jika sudah jatuh ke lubang pertama, ada lubang kedua lebih besar menanti. Jika Anda masih mau jatuh lagi, saya tetap memohon kepada Allah agar jadikan negeri ini aman.

(Baca Juga : Memberi Nasehat Tidak Harus Sudah Sempurna)

Tulisan Al-Ustadz Hasan Al-Jaizy, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=2716488038392564&id=100000941826369

Mengemis Like, "Menyembah" Subscribers

Mengemis Like, "Menyembah" Subscribers
Mengemis Like, "Menyembah" Subscribers
Penulis kitab Tuhfah al-Ahwadzy Bisyarh Jami' at-Tirmidzy menghikayatkan pernyataan al-Imam al-Ghazaly -rahimahullah- tentang riya:

 الرِّيَاءُ أَصْلُهُ طَلَبُ الْمَنْزِلَةِ فِي قُلُوبِ النَّاسِ بإرائهم الخصال المحمودة

"Riya itu asalnya mencari tempat di hati manusia dengan menampilkan kepada mereka karakter-karakter terpuji." [At-Tuhfah, 7/45]

Harus selalu kita mengaca kembali dan memperhatikan goal/tujuan amalan kita. Apakah orientasinya dunia atau akhirat? Apakah dominan dunia atau dominan akhirat jika bersamaan? Apakah sekadar cari perhatian manusia?

(Baca Juga : Kufur Nikmat Sebab Kezaliman Penguasa)

Terlebih untuk zaman kekinian, yang kerapkali pintar atau tidaknya insan digantungkan dengan banyaknya liker di media sosial. Zaman dimana setiap insan berkesempatan untuk memamerkan seluruh hartanya, atau seluruh kehebatannya, atau seluruh amalannya. Zaman dimana sebagian hamba yang berpenyakit hatinya, merasa gundah jika amalannya belum ada insan yang mengetahui kemudian tanpa berpikir panjang semua diungkapnyalah.

Ini adalah zaman dimana godaan untuk dipuji manusia, dengan cara riya atau sum'ah, menjadi fitnah yang jika tidak banyak kita introspeksi, kita akan hancur tanpa sadar.

Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- bersabda:

مَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ وَمَنْ يُسَمِّعْ يُسَمِّعْ اللَّهُ بِهِ

"Barangsiapa melakukan riya' niscaya Allah akan mengabulkannya, dan barangsiapa melakukan sum'ah (ingin di dengar) niscaya Allah akan mengabulkannya (akan didengar orang)." [H.R. At-Tirmidzy, no. 2381]

(Baca Juga : 24 Ayat Al-Quran Tentang Kaum Tsamud)

Kita memang dilarang menampilkan hal-hal yang buruk dari diri kita. Namun jikalah menampilkan kebaikan dan amal shalih, hendaknya tidak berdasarkan riya dan sum'ah, melainkan berdasarkan keikhlasan dan ilmu.

Hadits di atas mengisyaratkan bahwa siapa yang riya dengan amalannya, maka Allah akan membongkar isi hatinya yang jelek itu; sehingga orang-orang akan merasa bahwa amalannya ini tidak ikhlas, mencari muka dan mereka akan membenci amalan ini dan pelakunya kendatipun di hadapan, mereka tidak menampilkan ketidaksukaan mereka.

Dan orang yang riya ditimpa adzab kekhawatiran jika niatan menyimpangnya itu diendus oleh insan, sehingga ia berusaha agar terus tampil baik demi ridha insan. Perlahan tanpa sadar, ia menghambakan diri pada manusia, mengabdi pada hawa nafsu dan bisikan setan, serta lupa tujuan ibadah.

Betul. Siapa yang Allah biarkan ia riya dan sum'ah, maka bencana maknawi sudah merambah hayat dan amalannya. Dinyana amalannya sudah sukses menabur senyum dan ridha, namun justru itu adalah penelantaran dari Allah Ta'ala.

Mencari manzilah, ketinggian nilai dan anggapan baik dari hati manusia, bukanlah tujuan. Bahkanpun jangan. Hati mereka dibolak-balikkan oleh Allah Ta'ala. Carilah ridha Allah, maka Anda akan merasa tidak perlu letih mencari ridha hamba-Nya dalam rangka syirik. Karena jika kita tidak ikhlas, maka hati akan mudah letih.

(Baca Juga : Perubahan yang Sebenarnya)

Tulisan Al-Ustadz Hasan Al-Jaizy, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=2765501373491230&id=100000941826369

Perbedaan Naum, Sinah dan Nu'as

Perbedaan Naum, Sinah dan Nu'as
Perbedaan Naum, Sinah dan Nu'as
Untuk Naum [نوم] dan Sinah [سنة], kita bisa dapatkan keduanya di Ayat Kursi, yaitu pada kalimat berikut:

لَا تَأْخُذُهُۥ سِنَةٌۭ وَلَا نَوْمٌۭ

"(Allah) tidak mengantuk dan tidak tidur" [Q.S. Al-Baqarah]

Adapun Nu'as [نعاس], kita bisa dapatkan di ayat berikut:

ثُمَّ أَنزَلَ عَلَيْكُم مِّنۢ بَعْدِ ٱلْغَمِّ أَمَنَةًۭ نُّعَاسًۭا يَغْشَىٰ طَآئِفَةًۭ مِّنكُمْ

"Kemudian setelah kamu berduka-cita Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan daripada kamu." [Q.S. Ali Imran: 154]

(Baca Juga : Jihad yang Terbaik Bagi Wanita)

Untuk Naum, kita kenal artinya tidur. Namun untuk Sinah dan Nu'as, biasa kita terjemahkan menjadi 'kantuk'. Apakah tiada beda antara Sinah dan Nu'as? Atau ada perbedaan?

Abu al-Abbas al-Fayumy (w. 770 H), ketika menjelaskan lafal-lafal gharib dalam kitab besar Fiqh Syafi'i karya ar-Rafi'iy (asy-Syarh al-Kabir), mengumpulkan beberapa pandangan ulama mengenai ketiga lafal tersebut. Beliau pun menyebutkan adanya pandangan ulama akan perbedaan antara ketiganya. Dikatakan oleh beliau:

 وَقِيلَ النَّوْمُ مُزِيلٌ لِلْقُوَّةِ وَالْعَقْلِ وَأَمَّا السِّنَةُ فَفِي الرَّأْسِ وَالنُّعَاسُ فِي الْعَيْنِ

"Dikatakan (oleh sebagian ulama) Naum (tidur) itu yang menghilangkan kekuatan dan akal, adapun Sinah, ia ada di kepala dan Nu'as, ia ada di mata." [al-Mishbah al-Munir fi Gharib asy-Syarh al-Kabir, 2/631]

Jika kita refleksikan perbedaan antara Sinah dan Nu'as, maka kita dapatkan bahwa paling awal gejala adalah Sinah, kemudian Nu'as. Hal itu dikuatkan oleh pendapat sebagian ulama:

 السِّنَةُ رِيحُ النَّوْمِ تَبْدُو فِي الْوَجْهِ ثُمَّ تَنْبَعِثُ إلَى الْقَلْبِ فَيَنْعَسُ الْإِنْسَانُ فَيَنَامُ

"Sinah adalah gelagat tidur yang muncul di wajah, kemudian sampai ke jantung, sehingga manusia pun mengantuk, lalu tertidurlah ia." [al-Mishbah]

(Baca Juga : Benarkah Nabi Lahir Tanggal 12 Rabiul Awwal?)

Dalam ayat Kursi, Allah menafikan dua sifat yang bertentangan dengan sifat al-Hayat (kehidupan), yaitu sifat Sinah dan sifat Naum. Keduanya tidak ada pada Rabbul Alamin. Kedua sifat tersebut melazimkan kekurangan, sementara segala sifat Allah Ta'ala sempurna tanpa ada cacat dan kekurangan. Al-Hayat yang sempurna dan al-Qayyumiyyah yang sempurna tidak akan beriringan dengan sifat awal kantuk apalagi tidur.

Sifat al-Hayat milik Allah tanpa cacat sedikitpun. Kesempurnaannya diketahui dengan kenyataan bahwa keamaha-hidupan Allah tidak diawali dengan ketiadaan, tidak pernah mengantuk apalagi tidur, dan tidak diakhiri dengan kematian. Berbeda dengan sifat al-Hayat milik makhluk. Allah tegaskan sendiri penafian tersebut dalam Ayat Kursi.

Sifat al-Qayyumiyyah, yang diterjemahkan umumnya di Indonesia secara tafsiran dengan makna 'Yang Maha Mengurusi makhluk-Nya secara terus-menerus', adalah sifat yang sempurna, tanpa kekurangan atau cacat. Kesempurnaanya diketahui dengan kenyataan bahwa Allah tidak pernah mengantuk terlebih tidur.

Ketika kita tahu bahwa Sinah pada konteks makhluk adalah gejala atau gelagat paling awal menuju tidur, maka ia barulah hal kecil. Belum sampai Nu'as. Karena Nu'as itu di mata. Sementara Sinah sebelumnya.

Setitik pun kelalaian menuju pejaman mata (walau mata belum berat), maka itu dalam konteks makhluk, disebut 'Sinah'. Dan kelalaian setitik itu tidak ada pada Allah!

Artinya:

۞ وَعِندَهُۥ مَفَاتِحُ ٱلْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍۢ فِى ظُلُمَٰتِ ٱلْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍۢ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِى كِتَٰبٍۢ مُّبِينٍۢ

"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz)." [Q.S. Al-An'am: 59]

Semoga Allah Ta'ala merizkikan kita ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh.

(Baca Juga : Menjelaskan Al-Haq dan Mencegah Kemungkaran)

Tulisan Al-Ustadz Hasan Al-Jaizy, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=2766001336774567&id=100000941826369

Illuminati Bisa Menjadi Ilusi yang Terminati

Illuminati Bisa Menjadi Ilusi yang Terminati
Illuminati Bisa Menjadi Ilusi yang Terminati
Tadi setelah Dzuhur, saya ke Gramedia untuk beli beberapa hal yang dirasa butuh. Saya melihat ada kitab berjudul 'Simbol-simbol Illuminati di Arab Saudi'. Saya buka. Isinya menarik sekali, sebagaimana judulnya. Di dalamnya bertaburan foto-foto, baik menyendiri atau komparasi. Keren.

Saya dulu senang dengan tema seperti ini. Konspirasi Yahudi, logo-logo tertentu, huruf-huruf, angka-angka dan seterusnya. Kitabnya Mas Rizky Ridyasmara dulu saya sukai. Milik Artawijaya juga menarik. Tapi sekarang, saya tidak. Lama-lama bosan dan bertanya, 'Ciyus?'

(Baca Juga : Tantangan Dalam Berdakwah)

Karena ada yang jauh lebih penting dari itu -jika kita anggap menelaah hidden message dari simbol-simbol itu ada pentingnya-. Saya merasa meneliti pesan-pesan dalam al-Qur'an, hadits, serta kalam ulama, jauh lebih penting -sekali lagi, jika kita anggap menelaah hidden message simbol Illuminati ada pentingnya-.

Saya tidak mengingkari adanya konspirasi Yahudi. Bukan Yahudi saja, saya pun tidak mengingkari adanya konspirasi Cina (atau Tionghoa), Kristenisasi dan sepilis. Di kuburan keramat dan majelis-majelis keturunan suci pun ada konspirasi. Di mana-mana. Saya tidak mengingkari. Konspirasi dukun santet bersama setan-setan peliharaannya pun tidak saya ingkari. Saya juga tidak antipati membicarakan atau menyimak itu semua kecuali kalau sudah bosan.

Dan saya merasa bosan dengan teori Konspirasi. Teori ini sejujurnya tak menambah keimanan saya melainkan sekadar menambah wawasan, dan seringkali menawarkan keputusasaan akan kaum muslimin. Itu bagi saya. Mungkin bagi Anda lain.

Kembali ke kitab yang saya maksud tadi. Hati kecil saya tertawa. 'Apa sekarang saatnya untuk membahas simbol-simbol illuminati di Arab Saudi ya? Apa setelah simbol pencerahan itu di Upin Ipin sudah di-ridicule oleh nalar normal insan, sekarang bergerak ke Arab Saudi? Atau jangan-jangan ini juga bagian dari konspirasi agar orang semakin men-downgrade Arab Saudi? Dan apakah Arab Saudi terjebak?'

(Baca Juga : Sarana Menuntut Ilmu)

Tuh kan, lama kelamaan pertanyaan demi pertanyaan hadir. Dan ujung-ujungnya: tidak bermanfaat dan tidak menjadikan iman saya bertambah. Malah, bisa menjulurkan keputusasaan.

Saya lebih tertarik dengan cover kitab berbatik dan terutama isinya. Biarpun tidak bergambar seperti kitab dokumenter itu. Tapi ketika saya baca, biarlah otak saya yang melukis dengan sendirinya. Saya, dan kelak anak istri saya, ingin agar otaknya tidak terdidik dengan manja, sebagaimana mereka yang hobi menonton TV dan malas membaca itu. Sekali membaca, justru cuma berita bola atau kabar hot. Dan baru tertarik kalau ada picture. They say, 'No pics: hoax'. Kenapa? Karena otak mereka intinya terbiasa dimanja. Apa-apa butuh gambaran dan illustrasi dari gambar, bukan dari kata dan kalimat.

Beruntunglah mereka yang tidak dikit-dikit 'konspirasi'. Dan saya pribadi ingin seperti mereka, biar hidup lebih tenang dikit, tidak terkesan konyol dan terkonyolkan dengan simbol-simbol. Dalam Tahdziib al-Kamaal, ada simbol-simbol خ, م, د, ع, س, ت, dan lainnya. Dalam Faydh al-Qadiir, juga ada begitu. Bagi saya, simbol-simbol itu lebih bermanfaat untuk diamati dibanding the-Horus-eye-like atau semacamnya. Atau, jangan-jangan literatur Jarh wa Ta'dil dan Hadits karya ulama juga sudah bertaburan simbol konspirasi Yahudi di dalamnya?

That's pity of you.

Konspirasi Yahudi itu ada. Namun, kasihanilah diri Anda yang menjauhi ilmu syariah sambil tenggelam dalam interest dan concern yang ulama syariah pun kasihan pada diri Anda.

Masalah haid dan nifas lebih penting dibahas dibanding masalah simbol-simbol itu. Dalam masalah haid dan nifas, terdapat rambu-rambu untuk ritual menuju surga dan neraka. Sementara simbol-simbol itu, mengetahui atau meninggalkannya: bermanfaat, mendalaminya: sebenarnya tidak bermanfaat.

(Baca Juga : Menggugah Nurani Jama'ah Haji)

Tulisan Al-Ustadz Hasan Al-Jaizy, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=682320635142658&id=100000941826369

Hargai Guru dan Majelis Ilmu Terdekat

Hargai Guru dan Majelis Ilmu Terdekat
Hargai Guru dan Majelis Ilmu Terdekat
Saya mempelajari, sebagian penuntut ilmu menyia-nyiakan guru, ladang ilmu dan majelis-majelis ilmu terdekat, dan memilih apapun yang jauh dengan alasan sebenarnya: lebih menantang/seru. Walau alasan itu dipalsukan dengan alasan bijak. Ketahuilah, menuntut ilmu bukan masalah tantangan, tetapi memanfaatkan kesempatan.

Sebagian, yang baru mencium satu atau dua kitab berbahasa Arab, merasa tak perlu lagi siapapun mengarahkannya. Kini sudah ada media sosial. Kini sudah bisa 'mandiri' dan memiliki point of view tentang manhaj dirasah versi sendiri.

(Baca Juga : 16 Ayat Al-Quran Tentang Kebun)

Ketahuilah, kami telah melihat beberapa penuntut ilmu semisal di atas gelagatnya, yang pada akhirnya: menjauh dari kami dan berani berkata secara lisanul hal:

"Antum rijal wa nahnu rijal"

Artinya: "Pak Guru, kami sudah ga butuh antum lagi. Kami sudah besar."

Sekiranya adik-adik kita ini sudah mahir ilmu alat dan dewasa pengalaman menuntut ilmunya, kalimat di atas pun tak pantas ada. Sikap di atas pun tak beradab.

Terlebih jika rupanya tak mahir apapun melainkan terperdaya oleh semangat dan arogansi masa muda.

Ah, seolah yang menulis ini sudah tua.

Tapi kami mengenal semangat dan arogansi masa muda. Kami mendapatkan keduanya pada diri kami dahulu dan kami dapatkan pada diri beberapa pemuda yang kami pernah kenal. Tanpa sadar, semangatnya mengorbitkan arogansi halus.

(Baca Juga : 5 Ayat Al-Quran Tentang Ular)

Kami pernah dicerca oleh murid sendiri di medsos, di depan ramai, di depan murid lainnya. Semua berawal dari semangat dan ingin explore sana sini. Perlahan meremehkan pihak yang dahulu mengelus kala kebingungan. Baru sejenak balita ini merangkak, sudahlah lisannya menyakiti. Kata orang Barat: "Bite the hand that feeds". Padahal, biarpun misal guru telah keriput renta dan murid lugu ini sudah jadi jendral, masih mestilah hormat dan terima kasihnya tertanda.

Begitulah memang, balada belajar, cari yang jauh abaikan yang dekat.

Mereka yang kini istiqamah dakwah, dahulu kala belajar, adalah yang berusaha hargai guru terdekat. Juga tentu mengamalkan ilmu yang diberi. Warisan guru adalah ilmu. Dan warisan ilmu adalah amal. Namun, jika krama tak dijaga, bagaimana tidak resah ia beramal?! Bagaimana tidak gusar ia berilmu?!

Ada tentu di sana entah di sana mana, yang sudah capek berletih kemana-mana menuntut ilmu, namun kini rasanya seperti mendulang pasir dan debu. Yang tersisa hanya ampas ilmu. Secara perjuangan, harusnya kini sudah memegang mikrofon. Tapi kenapa hanya begini?! Sampai sadari bahwa arogansi tidak memberikan apa, kecuali fatamorgana. Berusaha menjadi apa-apa, namun akhirnya bukan apa-apa dan bukan siapa-siapanya siapa.

Saya pernah terjatuh. Maka saya senang mengingatkan pada pembaca bahwa daerah itu bisa membuatmu terjatuh. Semampu saya.

(Baca Juga : Hukum Bercanda "Prank")

Tulisan Al-Ustadz Hasan Al-Jaizy, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=2795783660463001&id=100000941826369

Merangkul Tanpa Raga

Merangkul Tanpa Raga
Merangkul Tanpa Raga
Rekomendasi (ta'dil) seorang berilmu terhadap selainnya bukanlah wahyu. Begitu pula jarh seorang berilmu terhadap selainnya bukanlah wahyu.

Namun, ketika ada kabar fulan didiskreditkan atau terkena jarh dari selainnya, tetibanya sebagian orang bersikap seolah sedang membahas wahyu.

Jika Anda melakukan temu sapa atau kopi darat dengan rekan medsos yang kenal pengajian, Anda akan lebih mudah mendapatkan info mengenai jarh dibandingkan ilmu pada hakekatnya. Karena newsfeed (koran medsos) lebih banyak dilahap mereka dibandingkan al-Qur'an dan tafsirnya, atau al-Hadits dan syarhnya.

(Baca Juga : Rokok dan Knalpot)

Anda pun, akan lebih senang membaca yang sedang viral. Untuk hal ini, Anda menerapkan sikap taharry (ingin tahu secara detail) dan dhabth (ketepatan). Apapun yang sedang viral. Baik soal siapa yang tertuduh homo, siapa sedang berkelahi dengan siapa, terlebih siapa sedang mendiskreditkan siapa.

Namun untuk urusan fawaid ilmiyyah, taharry dan dhabth melonggar. Ijtihad dilepas. Sudah cukup belajar menyimak di kajian. Medsos digunakan untuk santai saja; di antara menghabiskan waktu untuk hal-hal yang membuat kejiwaan sakit dan keterbelakangan ilmiah.

Saat ada keributan, Anda mungkin bergegas ke kotak search, mencari nama-nama tokoh di medsos yang sikapnya reaktif; yang segala hal dikomentari; yang dikenal sebagai lumbung info dan opini dalam keributan. Entah tokoh itu dai, atau bukan dai, atau bukan siapa-siapa namun ahli viral. Terlebih jika komentatornya banyak. Kendatipun panjang, semangat Anda membacanya seolah seperti semangat orang yang membaca fadhilah ayat Kursi dan surat al-Ikhlash sebanyak 10 kali. Seolah Anda akan mendapatkan kastil di Surga jika membaca semua kabut opini insan di kobaran keributan.

(Baca Juga : Puasa Syawwal dan Ta'at Suami)

Manusia-manusia yang mabuk akan segala yang viral.

Jika ada viral soal orang homo namun belum terketahui namanya, mereka akan bertanya-tanya, memohon diberitahu dengan alasan kehati-hatian. Padahal hanyalah nafsu keingintahuan dan syahwat infotainment.

Jika ada viral soal apapun, labelnya diperbagus, agar tidak diketahui bahwa dirinya sedang mabuk.

Padahal siapapun yang lebih banyak menyimak kabar bumi dibandingkan kabar langit, ia sedang mabuk. Siapapun yang lisannya kering akan dzikir, maka mesti hatinya basah dengan dunia.

Siapapun yang merasa tak sempat memperbanyak wirid dan mendalami al-Qur'an dan al-Hadits, maka pasti sangat sempat untuk bermabuk dunia.

Siapapun itu, Anda mungkin senasib dengan saya, dan saya mungkin senasib dengan Anda.

Saya hanya mengajak, agar kita kembali ke ash-Shirath al-Mustaqim. Tinggalkan yang tak bermanfaat. Kembali ke track yang menenangkan hati. Dekat dengan Allah tidak dengan cara mabuk dunia. Semoga Allah berikan hidayah dan taufiq.

(Baca Juga : 11 Pelajaran Aqidah dari Puasa dan Ramadhan)

Tulisan Al-Ustadz Hasan Al-Jaizy, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=2830934176947949&id=100000941826369

Arwah Diangkat Ke 'Arsy Saat Tidur?

Arwah Diangkat Ke 'Arsy Saat Tidur?
Arwah Diangkat Ke 'Arsy Saat Tidur?
Pertanyaan: “Apakah jika manusia tidur, ruhnya akan diangkat hingga ke langit?”

Disebutkan oleh Ibnu Qutaibah, pernyataan yang dinisbatkan kepada Abu ad-Darda’ radhiyallahu anh:

إِذا نَام الْإِنْسَان عرج بِنَفسِهِ حَتَّى يُؤْتى بهَا إِلَى الْعَرْش فَإِن كَانَ طَاهِرا أذن لَهَا بِالسُّجُود وَإِن كَانَ جنبا لم يُؤذن لَهَا فِي السُّجُود

“Jika manusia tidur, maka jiwanya akan diangkat hingga menuju Arsy. Jika ia tidur dalam keadaan suci, maka diizinkan untuknya bersujud. Jika ia dalam keadaan junub, maka tidak diizinkan untuknya bersujud.” [Gharib al-Hadits, 1/159]

(Baca Juga : Lebih Utama Menuntut Ilmu Atau Berdakwah?)

Atsar tersebut sebelumnya juga disebutkan dalam kitab “at-Tarikh al-Kabir” [6/292] oleh al-Bukhary, secara mauquf kepada Abdullah bin Amr. Kadang tersebar di masyarakat atsar di atas, dengan keterangan ringkas setelahnya bertuliskan: diriwayatkan oleh al-Bukhary (رواه  البخاري), sehingga menimbulkan wahm dan persangkaan orang bahwa ia ada dalam Shahih al-Bukhary; maka dihukumi shahih.

Di sini pentingnya kita mengenal beberapa kitab al-Bukhary dan perbedaan manhaj serta bidang yang dimaksud untuk kitab-kitab beliau. Tentu saja apa yang beliau upayakan untuk Shahih-nya berbeda dengan kitab beliau lainnya, seperti al-Adab al-Mufrad, terlebih at-Tarikh. Atsar di atas disebutkan oleh beliau dalam kitab at-Tarikh dan pada akhirannya beliau mengomentari dengan kalimat:

ولا اراه يصح

“Aku tidak memandangnya (atsar ini) shahih!”

Kita tidak mengetahui sesuatu pun yang valid dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengenai terangkatnya ruh ketika manusia tidur. Yang teriwayatkan hanyalah atsar mauquf di atas. Kita tidak mengetahui bagaimana opini para ulama mengenainya, kecuali pandangan al-Bukhary bahwa ia tidak shahih. Wallahu a’lam.

(Baca Juga : Manfaat dan Etika Mengkritik)

Tulisan Al-Ustadz Hasan Al-Jaizy, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=2846488312059202&id=100000941826369

Semakin Kita Tahu, Semakin Tahu Kita

Semakin Kita Tahu, Semakin Tahu Kita
Semakin Kita Tahu, Semakin Tahu Kita
Sejak saya memiliki team dengan berbagai divisi, saya berhenti mencurigai mengapa pesantren ini atau itu kok 'mahal'. Lebih-lebih ketika bertanya langsung face to face ke seorang ustadz selaku mudir salah satu pesantren yang kata sebagian pihak 'mahal'.

Semua tidak sesederhana logika kita, apalagi sesederhana kabar dari rekan (apalagi kabar liar) yang mewartakan dengan menitipkan jejak emosi atau sakit hati.

Dulu, saya pernah kok  di suatu pagi, seorang ikhwan tjba-tiba datang ke kediaman. Rupanya hanya ingin curhat soal anaknya yang bingung mau disekolahkan di mana. Idealnya di pesantren sunnah. Tapi apa daya. Lalu agak menyudutkan beberapa nama pesantren yang menurutnya keterlaluan mahalnya. Pekerjaan ikhwan ini, afwan, tidak mau saya sebutkan, tapi standar UMR Jakarta. Sebenarnya saya menyarankan agar disekolahkan di pesantren murah. Cuma katanya, tidak ada yang murah. Mahal semua. Tapi yang saya tangkap, kenapa kok corongnya selalu ke pesantren kelas atas.

(Baca Juga : Haramnya Demonstrasi)

In the end, saya tidak bisa kasih solusi melainkan cukup sekolahkan di sekolah negeri atau swasta yang terjangkau. Beliau sudah ada bidikan sekolah murah. Tapi sepertinya masih sakit hati.

In the end of that end, beliau akhirnya memutuskan sekolahkan anaknya di sekolah murah bidikan tersebut, karena saya tidak berikan solusi nyantren.

In another end of the end of that end, beliau minta sarung Atlas Premium dari saya. Minta langsung begitu saja. Mungkin sebagai pelipur sakit hatinya.

Dari sini saya sudah tahu bagaimana mental rekan kita. Tapi saya tak mau deskripsikan di sini. Semoga Allah berkahi keluarga rekan kita ini.

Saya kini kadang menganggap keluhan 'mahal' nya suatu hal yang diinginkan, bukan karena mahal secara dzat, tapi mahal secara perspektif subjektif. Memang, di sana mungkin ada sesuatu yang mahal secara muttafaqun alaih. Tapi, kebanyakan hal, dihargai sesuai dengan kondisi hati.

Dulu, mbah saya, mbah Jaiz, yang nama saya ternisbatkan ke beliau rahimahullah, untuk sekolah di pesantren, harus kerja keras kumpulkan uang di pasar, lalu membiayai sendiri sekolahnya. Hingga beliau menjadi kyai kampung. Lalu ke depannya, beliau menafkahi 8 anak dan alhamdulillah tidak bermasalah.

Saya kiaskan dengan orang dan waktu. Ketika ia tidak memiliki manajemen waktu, visi dan misi masa depan dengan gamblang, maka waktunya banyak jadi recehan tak berharga. Dan ia kebingungan. Mau fokus pun tak bisa karena merasa terlalu banyak godaan.

(Baca Juga : Kapan Rasulullah Menangis?)

Ada orang berprestasi dan super produktif. Seolah ia punya nyawa banyak atau jasad berbilang. Padahal nyawanya cuma satu, jasadnya tunggal. Tapi yang menjadi pembeda adalah: manajemen waktu, visi dan misi ke depan. Jadwalnya padat tapi Allah berikan dia kemampuan menata dengan baik. Rapih dan mengalir.

Ada orang, yang kerjaannya sedikit, produksinya minim, tapi ngeluhnya seperti orang yang setiap hari keluarganya dibantai di depan matanya. Kesannya menderita. Kesannya terbebani banyak. Kesannya semesta tidak ada yang berpihak padanya. Padahal, musuhnya adalah dirinya sendiri. Ia tak bisa mengatur waktu. Tidak ada pandangan ke depan. Tidak ada misi tertentu dan cita-cita.

Abdullah bin Mas'ud, betisnya tipis, kurus dan pernah ditertawai sebagian sahabat karena bagian fisik itu, tapi Nabi kabarkan, mizan untuk betisnya itu lebih besar dari gunung-gunung.

Yang lebih utama, Nabi Ya'qub hingga tak bisa melihat, namun yakin pada Allah suatu kala akan bertemu dengan anak kesayangannya, Nabi Yusuf.

Adapula Waraqah bin Naufal, yang sesumbar di hadapan Nabi Muhammad di awal masa wahyu turun, sekiranya beliau hidup di masa dakwah Nabi dan masih mampu, beliau akan membela mati-matian dakwah beliau. Dan Waraqah saat itu berbicara dalam keadaan tua sekali dan mata beliau buta!

Jadi, kita tidak layak menyimak banyak keluhan orang yang tidak memiliki ketinggian himmah lalu terhasut akannya. Silakan dengarkan, lalu berikan nasehat agar bangkit.

Orang yang rendah cita-citanya, hanya akan mencela orang sukses, karena tidak iba padanya, tidak membantunya dan kesannya tidak peduli padanya. Padahal sendirinya tidak memberikan apapun kecuali keluhan.

Kembali ke masalah pesantren, mungkin sebagian pemrotes merasa mengerti keuangan, pendidikan, biaya bangunan, pajak dan seterusnya. Tapi alangkah bijaknya kita melihat diri kita, kira-kira siapkah kita disidak untuk mempresentasikan idealisme kita akan harga merakyat untuk go international lalu menjadi king for a month untuk pesantren-pesantren mahal?

(Baca Juga : Ilmu Sebelum Berdakwah)

Kalau sebatas go RT atau go Lurah, maka sebaiknya simpan saja keluhan atau protesnya. Idealisme kita kadang kurang appropriate jika diintegrasikan di lahan lain, yang lebih besar atau lebih berkelas.

Sebaiknya kita lebih banyak lagi memproduksi karya yang bermanfaat, baik karya lisan, tulisan, fikiran dan tenaga, daripada memproduksi banyak pisau dapur. Karena yang disebut terakhir itu, hanya laris di tangan emak-emak, bukan di tangan rijal.

Tulisan Al-Ustadz Hasan Al-Jaizy, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=2853894044651962&id=100000941826369

Udzur Bagi Da'i

Udzur Bagi Da'i
Berulang kali panitia tematik menawarkan jemputan, dan berulang kali itu pula kami berterima kasih atas kebaikan mereka dan mengatakan bahwa kami bisa datang sendiri. Lha ya wong orang tua kami datang ke kajian sebagai Pemateri dengan angkot. Selain itu pula, kami punya motor pribadi.

Kecuali sekali saat itu, kami sedang letih, maka terima tawaran tersebut. Khawatir oleng naik motor.

(Baca Juga : Benarkah Allah Tertawa?)

Kendatipun begitu, sama sekali saya pribadi tidak pernah berburuk sangka pada pemateri yang minta dijemput. Ada dai alim dan masyhur yang relatif bagi kami kediamannya tak begitu jauh dari lokasi, tapi selalu minta dijemput panitia. Tapi karena saya tahu, betapa tidak ringan kondisi fisik jika padat jadwal, maka selalu saya husnuzhan. Ditambah faktor U.

Jika Anda mendapatkan dai berusia tua rela naik motor jauh ke kajian, maka saran saya jangan bersangka negatif pada yang muda naik mobil. Setiap mereka mungkin beda kondisinya. Tidak mesti yang naik motor atau angkot berarti zuhud, dan tidak mesti yang naik mobil berarti sok tajir atau manja.

Saya pernah berguru pada seorang ustadz yang tidak pernah ke taklim kecuali naik Kopaja atau Metromini. Suatu saat, saya duduk di samping guru saya inu, sembari bertanya kenapa beliau tidak naik motor atau mobil pribadi. Tak disangka, rupanya beliau memiliki kekurangan di mata. Jika mengendarai  motor atau menyetir mobil, matanya tidak bisa fokus. Bahkan kata beliau, jika bermotor, matanya seperti mau keluar dari tempatnya. Para dokter melarang itu.

Ada pula sebagian dai memilik asisten yang mengatur jadwal. Saya kerap menerima keluhan sebagian panitia atau DKM untuk kajian yang tidak akbar, yang intinya: sulit undang beliau-beliau ini. Maka saya katakan bahwa belum tentu itu memang dai nya yang pilah pilih. Besar kemungkinan itu keputusan asisten pengatur jadwal.

Saya pribadi, tak ada asisten. Team saya atur, tidak sebaliknya. Tapi kendatipun begitu, siapapun Pemateri atau tokoh yang diatur jadwalnya oleh asisten tidak saya katakan macam-macam. Kenapa?

Karena padatnya jadwal mengajar, urusan keluarga dan ini itu, bukan hal yang semua orang bisa menatanya sendirian. Sehingga butuh asisten.

Mungkin dulu, saya (atau mungkin juga Anda) kadang suka jelek persangkaannya karena melihat kehidupan, gaya hidup dan cara berkomunikasi dai tertentu setelah melihat sekilas. Lalu menyimpulkan di hati bahwa beliau begini begitu. Padahal bisa jadi ada alasan yang jika kita berada di posisinya, boleh jadi kita lebih dari beliau itu.

(Baca Juga : Lulusan Universitas Al-Azhar Mesir)

Ada dai yang hobi motoran, lalu punya motor yang masya Allah. Kalau hobi, selama mubah, maka beliau memiliki porsi di dunia tersebut. Ada yang kemana-mana memakai motor cowok, sementara kita hanya memakai mocil, ringsek pula. Lalu kita simpulkan dai ini begini begitu secara negatif. Kesimpulan yang biasa terbit dari sikap menjadikan hidup kita, harta kita dan kemampuan kita standar untuk orang lain. Kalau kita miskin, maka orang yang kaya kita tuding. Kalau kita berkecukupan, kita anggap yang kaya itu sombong yang miskin itu culas. Kalau kita kaya, kita anggap yang miskin semuanya culas maka terima nasib.

Ada dai yang hobi sepedaan, sampai di rumah beliau ada beragam sepeda. Jika kita hitung semua harganya, wah itu bisa senilai gaji UMR 2 tahun alias 24 bulan! Saya pernah terima 'komplain' dari jemaah soal ini. Maka saya katakan, beliau ini punya hobi di dunia tersebut dan memang punya dana untuk itu.

Selama hobi itu mubah, sesuai dengan koceknya, maka kita yang belum mampu ke sana, sebaiknya kubur persangkaan jelek itu. Syukur dengan hobi mereka di salah satu urusan dunia, mereka masih hobi mengajar juga. Coba kita bercermin lebih detail lagi:

Jika kita memiliki harta dan hobi salah satu urusan dunia mubah, apa kita sebaik beliau-beliau ini? Sangat mungkin justru tidak. Mungkin kita akan luoa daratan. Kita akan sibuk di ikan cupang, sibuk di touring, sibuk di dagang/bisnis, sibuk di tambak atau area pemancingan, dan lupa kajian. Dulu rajin saat kere, kini mager saat tajir. Sangat mungkin kita begitu nantinya. Apalah lagi mau rela datang ke masjid atau sekolahan untuk mengajari orang, yang banyak tidurnya?!

Apalagi Jabodetabek, dengan penat dan padatnya jalanan. Kadang seseorang butuh - setelah dzikir - menuntaskan hobi duniawinya. Ada yang hobi berkebun, memelihara tanaman bonsai dan semisal itu. Demi menurunkan kadar efek penat, dia beli tanah luas demi menikmati itu. Lalu kita yang masih ngontrak dan beberapa kali diusir karena nunggak, kita jelekkan si tajir itu. Sombong, kata kita.

Padahal boleh jadi rasa itu hadir karena kita mengharapkan serpihan dunia dari si tajir, alias: "Perhatikan saya! Berikan saya sesuatu!" Jika tidak, berarti kamu sombong. Padahal si tajir tidak tahu apapun soal diri kita.

Iya.

Jika kita menakar hidup seseorang dari keduniaan, sembari menjadikan diri kita role model dan standar kebenaran hidup, kita akan hidup dengan bertemakan suuzhan setiap waktu. Jika melihat yang tajir begitu sombong, tapi melihat yang ekonominya di bawah kita, kita pun tak begitu peduli.

(Baca Juga : 16 Ayat Al-Quran Tentang Tata Surya)

Ingatlah, teman-teman, hidup dengan suuzhan itu lebih sempit dari hidup di penjara. Karena penjara itu masih ada space untuk bergerak. Sementara suuzhan itu hanya menyisakan ruangan sesempit hati kita yang kecil dan sempit ini.

Tulisan Al-Ustadz Hasan Al-Jaizy, Lc hafidzhahullah

Sumber : https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=2876607149047318&id=100000941826369

Teladan Ibnu Taimiyyah Memaafkan Musuhnya

Teladan Ibnu Taimiyyah Memaafkan Musuhnya
Teladan Ibnu Taimiyyah Memaafkan Musuhnya
👣 *TELADAN DARI ALIM RABBANI SYAIKHUL-ISLAM IBNU TAIMIYYAH DALAM MEMAAFKAN MUSUH-MUSUH DAKWAHNYA*

Beliau rahimahullah berkata:

Semua yang dituduhkan terhadap hak kami berupa kedustaan dan kepalsuan adalah kebaikan dan nikmat.

Allah berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَّكُم ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُم مَّا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ ۚ  وَالَّذِي تَوَلَّىٰ كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kalian juga. Janganlah kalian kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kalian, bahkan ia adalah baik bagi kalian. Tiap-tiap seorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. (QS.An-Nur:11)

(Baca Juga : Adab Pada Hari Jum'at Sesuai Sunnah)

Sungguh Allah telah menampakkan cahaya Al-Haq dan Hujjah yang membantah kedustaan sang pendusta dan kebohongannya.

Aku tidak ingin dimenangkan dari seorang pun disebabkan kedustaannya terhadapku atau kezhaliman dan permusuhannya. Sungguh aku telah menghalalkan (memaafkan) setiap muslim. Aku mencintai kebaikan kepada kaum muslimin, dan aku menginginkan kebaikan untuk setiap muslim sebagaimana yang aku cintai untuk diriku.

Dan orang-orang yang telah berdusta dan berbuat zhalim maka mereka berada dalam pemaafan dariku, adapun berkaitan dengan hak Allah maka jika mereka bertaubat maka Allah mengampuni mereka. Jika tidak, maka hukum Allah akan berlaku kepada mereka.

(Baca Juga : Perhatikan Izin Suamimu)

Kalau sekiranya seorang patut disyukuri atas perbuatannya yang buruk maka aku akan berterima kasih kepada setiap orang yang menjadi sebab dalam kasus ini, karena dengannya mengantarkan kepada kebaikan dunia dan akhirat. Akan tetapi, Allah-lah yang patut untuk disyukuri atas nikmatNya, anugrahNya, dan pertolonganNya yang mana tidaklah ditetapkan kepada seorang mu'min melainkan kebaikan baginya.

Dan orang yang memiliki tujuan yang baik maka mereka disyukuri atas tujuannya yang baik itu, dan orang yang beramal shaleh maka mereka disyukuri atas amalan shaleh mereka, dan orang yang berbuat kejelekan maka kami memohon kepada Allah agar mengampuni mereka.

📚(Majmu Al-Fatawa:28/55-56)

Semoga Allah menganugrahkan kepada kita hati-hati yang lembut yang mudah memaafkan.

(Baca Juga : Cara Mudah Tes Al-Quran Salah)

🗓11 Syawwal 1439
✍🏻Muhammad Abu Muhammad Pattawe,
🕌Darul-Hadits Ma'bar-Yaman.

Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=347259859136684&id=100015580180071

Taubat Kunci Kemenangan

Taubat Kunci Kemenangan
Taubat Kunci Kemenangan
Di dunia ini manusia berebut untuk mencari kemenangan, menang dalam harta, politik, kekuasaan, kedudukan, ilmu dan sebagainya. Mereka berbangga dengan kemenangan yang telah diraih.
Akan tetapi kemenangan yang hakiki adalah diselamatkan dari neraka dan dimasukan kepada surga.
Kekalahan, kerugian, ataupun mushibah yang menimpa kepada seseorang kadang disebabkan akan dosa-dosanya, oleh sebab itu solusinya mendapat kemenangan adalah dengan bertaubat kepada Allah SWT, kemudian diikuti beriman dan beramal shalih

Allah berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً

“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. An-Nahl : 97)

Seseorang yang taubatnya diterima allah SWT kehidupannya menjadi bahagia, tenang, dan senantiasa mengingat Allah SWT, sebagaimana Allah berfirman

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS Ar Ra’du : 28)
Manusia merupakan makhluk yang memiliki dosa, maka Allah sebagai kemurahanNya memberi kesempatan untuk bertaubat.

(Baca Juga : Balasan Keimanan dan Amal Sholih)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

“Seluruh anak Adam berdosa, dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat” (HR Ibnu Maajah no 4241, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)

Maka solusinya bertaubat, Karena dosa-dosa seoranglah yang membuatnya sengsara, dan gagal di dunia dan akhirat. Ibadah yang agung,  pasti ganjarannya sangat besar adalah ampunan dan surga seperti  :

1. Pahala haji yang tidak rofat, diampuni dosanya.

Rasulullaah SAW bersabda :

«مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ، وَلَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ»

“Barangsiapa yangmengerjakan ibadah haji, dia tidak melakukan rofats dan tidak melakukan dosa, maka dia akan kembali dari dosanya seperti hari ketika dilahirkan dari ibunya”. (HR. Bukhari 1521)

2. Pahala Puasa,  Diampuni dosanya

Rasulullah SAW bersabda

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًاوَاحْتِسَابًا غُفِرَلَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dengan dasar keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (Muttafaqun alaih)

3. Sholat lima waktu, Sholat jumat dan Puasa ramadhan,  diampuni dosa

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسَةُ, وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ, وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ, مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ

“Shalat yang lima waktu, shalat jumat satu ke shalat jumat selanjutnya, dari satu ramadhan ke ramadhan berikutnya, semuanya adalah penghapus dosa-dosa yang ada di antara keduanya, jika dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim no.233)

Oleh sebab itu, Sebenarnya problem kita adalah masalah dosa, dan  solusinya dari berbagai problem yang dihadapi tersebut adalah beristighfar dan bertaubat. Nabi SAW beristighfar daan bertaubat setiap hari lebih dari 70 kali.

وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي اليَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً»

“Demi Allah sesungguhnya aku beristighfar setiap hari lebih dari tujuhpuluh kali”. (HR Bukhari 6307)

Dosa mudah dilakukan mulai yang kecil hingga besar :
1. Dari pandangan dan penglihatan yang haram, apalagi dari media social
2. Dari perkataan, dusta, ghibah, mencela, memfitnah…
3. Dari malasnya ibadah, bakhil, kurangnya amar ma’ruf, nahi mungkar, berbakti orangtua, kurang bersyukur,
4. Malas membaca Qurán, tidak memahami dan mengamalkan.
Sungguh Allah sangat gembira dengan bertaubatnya seorang hamba, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ، مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلَاةٍ، فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ، فَأَيِسَ مِنْهَا، فَأَتَى شَجَرَةً، فَاضْطَجَعَ فِي ظِلِّهَا، قَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ، فَبَيْنَا هُوَ كَذَلِكَ إِذَا هُوَ بِهَا، قَائِمَةً عِنْدَهُ، فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا، ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ: اللهُمَّ أَنْتَ عَبْدِي وَأَنَا رَبُّكَ، أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ

“Sungguh Allah lebih bergembira dengan taubat hambaNya tatkala bertaubat kepadaNya, daripada gembiranya salah seorang dari kalian yang bersama tunggangannya di padang pasir tiba-tiba tunggangannya tersebut hilang, padahal makanan dan minuman (perbekalan safarnya) berada di tunggangannya tersebut. Ia pun telah putus asa dari tunggangannya tersebut, lalu iapun mendatangi sebuah pohon lalu berbaring dibawah pohon tersebut (menunggu ajal menjemputnya-pen). Tatkala ia sedang demikian tiba-tiba tunggangannya muncul kembali dan masih ada perbekalannya, maka iapun segera memegang tali kekang tunggangannya, lalu ia berkata karena sangat gembiranya, “Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah hambaku dan aku adalah tuhanmu”
Ia salah berucap karena sangat gembiranya” (HR Muslim 2747)

Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa memang diantara tujuan penciptaan manusia adalah Allah menjadikan mereka makhluk yg pasti berdosa agar mereka bertaubat, beliau berkata:

وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, kalau kalian tidak berdosa maka Allah akan menjadikan kalian sirna, lalu Allah akan mendatangkan suatu kaum yg mereka berdosa lalu mereka bertaubat kepada Allah lalu Allah mengampuni mereka” (HR Muslim no 7141)

(Baca Juga : Tawakkal Dengan Rezeki Allah)

Karenanya tidaklah mengherankan jika seorang hamba berdosa, akan tetapi jika ia tidak bertaubat maka itulah yang membuatnya tercela dan terpuruk. Namun jika ia kemudian bertaubat dan beristighfar maka mulialah dia….
Berikut ini diantara keutamaan dan faedah bertaubat dan beristighfar:

(1) Orang yg bertaubat meraih kecintaan Allah.
Allah berfirman

 إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (QS Albaqoroh : 222)

(2) Orang yang bertaubat didoakan oleh para malaikat agar diampuni, dilindungi dari adzab neraka dan dimasukan ke dalam surga. Allah berfirman :

الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَّحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ

(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala,

(3) Orang yg bertaubat ditambah rizkinya oleh Allah. Allah berfirman tentang perkataan Nabi Nuuh ‘alaihis salam kepada kaumnya:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا

“Aku (Nuuh) katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai” (QS Nuuh : 10-12)
“Ibnu Shubayh berkata :

شَكَا رَجُلٌ إِلَى الْحَسَنِ الْجُدُوبَةَ فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَشَكَا آخَرُ إِلَيْهِ  الْفَقْرَ فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَقَالَ لَهُ آخَرُ. ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَرْزُقَنِي وَلَدًا، فَقَالَ  لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَشَكَا إِلَيْهِ آخَرُ جَفَافَ بُسْتَانِهِ، فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. فَقُلْنَا لَهُ فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ: مَا قُلْتُ مِنْ عِنْدِي شَيْئًا، إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ فِي سُورَةِ” نُوحٍ”: اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُممْ إِنَّهُ كانَ غَفَّاراً. يُرْسِلِ السَّماءَ عَلَيْكُمْ مِدْراراً.

“Ada seorang lelaki mengeluhkan kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang musim kering, maka Al-Hasan berkata kepadanya, “Beristighfarlah !”. Lalu ada lelaki yang lain mengeluhkan kepadanya tentang kemiskinannya. Maka Al-Hasan berkata, “Beristighfarlah !”. Lalu datang lelaki yang lain seraya berkata, “Doakanlah untukku agar Allah menganugerahkan bagiku anak”. Maka Al-Hasan berkata kepadanya, “Beristighfarlah !”. Lalu datang lelaki yang lain yang mengeluhkan akan kebunnya yang kering. Maka Al-Hasan berkata kepadanya. “Beristighfarlah !”.
Kamipun berkata kepadanya tentang jawabannya tersebut, maka Al-Hasan berkata, “Aku sama sekali tidak berpendapat dengan pendapat pribadi, sesungguhnya Allah berfirman dalam surat Nuh :
‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai” (Kisah ini disebutkan oleh AL-Qurthubi dalam tafsirnya pada tafsir surat Nuh, demikian juga An-Nasafi dan Fakhrurroozi dalam tafsir mereka)

(4) Orang yang bertaubat dari kemaksiatan yang dia lakukan maka keburukan-keburukannya akan dirubah oleh Allah menjadi kebaikan dan memperberat timbangan kebaikannya pada hari kiamat kelak. Allah berfirman :

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (68) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا (69) إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (70) وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا (71)

Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang yang bertobat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya. (QS Al-Furqoon : 70)

(Baca Juga : Islam Teroris, Al-Quran Berbahaya)

(5) Taubat bukan hanya menghapuskan dosa-dosa, bahkan merupakan sebab masuk surga

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ يَوْمَ لا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS At-Tahriim : 8)

(6) Taubat merupakan sebab datangnya kemenangan. Allah berfirman :

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (QS An-Nuur : 31)

(7) Bertaubat menyebabkan terhalangnya adzab. Allah berfirman

وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun” (QS Al-Anfaal : 33)

(Rangkuman Tabligh Akbar Masjid Al Muqarabin Cawas, Klaten, 27 Juni 2019, Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA)

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=10156401874464646&id=553739645

Doakan Anakmu yang Menuntut Ilmu

Doakan Anakmu yang Menuntut Ilmu
Doakan Anakmu yang Menuntut Ilmu
Lentera Da'wah:

Wahai Orang Tua,  Doakan Anakmu Yang Sedang Menuntut Ilmu

Hari2 ini, banyak orang tua mengantar anak2 mereka ke sekolah atau pesantren. Semoga sebagaimana sekarang kita bisa bergandengan tangan menuju taman surga dunia guna menimba ilmu agama,  kitapun kelak bisa bergandengan tangan menuju surga sesungguhnya.

Terkadang ada perasaan berat dan setengah tega meninggalkan anak untuk berada di penjara suci, karena mereka tidak bisa bebas seperti anak2 lain seusianya.

Tapi tak perlu kau tangisi mereka karena mereka bukan dalam musibah yg perlu kau tangisi. Justru yang perlu kau tangisi jika anakmu tak ngerti ilmu agama. Kita mestinya senang tatkala putra putri kita berada di jalan mulia dan jauh dari pergaulan yg hina.

(Baca Juga : Kepemimpinan Seorang Istri Akan Ditanya)

Yakinlah wahai orang tua bahwa perjuanganmu adalah untuk masa depan anak2 mu agar menjadi penyejuk hatimu di dunia dan bisa berkumpul kelak di surga bersama mereka.

Biarlah engkau dan mereka bersedih menahan kerinduan sementara agar mereka belajar kemandirian,  kedewasaan,  persahabatan dan menjadi manusia yg berilmu agama agar lurus agama dan berakhlak mulia.

Ibu dan ayah...

Jangan lupakan untuk menyelipkan untaian doa buat anakmu yg sedang berjuang mengejar surga dg ilmu agama.
Berikanlah motivasi dan dukunganmu untuk mereka, karena ketulusan tutur katamu begitu membekas memasuki relung hati mereka.

Imam Dzahabi menceritakan dalam biografi Imam Sulaim bin Ayyub ar-Razi, bahwa ketika masih kecil sekitar umur sepuluh tahun, dia belajar mengaji kepada sebagian ustadz di kampungnya.

(Baca Juga : Biografi Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat)

Sang ustadz mengatakan, “Maju dan cobalah membaca al-Qur’an.”

Dia (Sulaim bin Ayyub) pun berusaha semaksimal mungkin untuk membaca al-Fātihah, tetapi tidak bisa karena ada sesuatu pada lidahnya.

Sang ustadz lalu bertanya, “Apakah engkau punya seorang ibu?”

“Ya,” jawab Sulaim.

“Kalau begitu, mintalah kepada ibumu agar dia berdo’a supaya Allah memudahkan engkau untuk bisa membaca al-Qur’an dan meraih ilmu agama,” tutur sang ustadz selanjutnya.

Sulaim menjawab, “Ya, akan saya sampaikan pada ibuku.”

Maka setelah pulang ke rumah, dia menyampaikannya kepada ibunya, dan sang ibu lalu bermunajat dan berdo’a kepada Allah. Setelah itu, Sulaim menginjak masa dewasa dan berkelana ke Baghdad untuk menuntut ilmu bahasa Arab, fiqih, dan lain-lain.

Ketika dia pulang kembali ke kampungnya di Ray sedang menyalin kitab Mukhtashar al-Muzani di sebuah masjid, ternyata ustadznya yang dahulu datang seraya mengucapkan salam kepadanya. Namun, sang ustadz sudah tidak mengenal Sulaim lagi. Tatkala ustadznya mendengar salinan kitab tersebut dan dia tidak paham apa yang sedang dibaca, dia berkomentar, “Kapankah ilmu seperti ini bisa dipelajari?” Kata Sulaim, “Ingin sekali rasanya saya mengatakan padanya: ‘Jika Anda punya seorang ibu maka mintalah kepada ibu Anda agar mendoakan untuk Anda’, tetapi saya malu mengatakan hal itu.” (Siyar A’lāmin Nubalā’ 34/156–157 oleh adz-Dzahabi)

Kisah ini memberikan faedah bahwa doa orang tua—terutama seorang ibu—adalah mustajab (pasti terkabul).

Sebab itu, wahai saudaraku penuntut ilmu, janganlah pernah engkau hanya bergantung pada dirimu. Tetaplah engkau memohon pertolongan kepada Allah dan mintalah kepada orang tuamu agar mendo’akan untukmu.

Dan engkau wahai orang tua,  jangan lupa mendoakan anak2 mu agar betah di pondok dan dimudahkan memahami ilmu agama sehingga kelak menjadi anak-anak yg shalih dan shalihah.

Semoga Allah menganugerahkan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Amin.

(Baca Juga : Benarkah Allah Memiliki Sifat Lupa?)

Tulisan Al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=611575475912770&id=100011809698436

Manusia Disandera Jin?

Manusia Disandera Jin?
Manusia Disandera Jin?
Alkisah, dahulu ada seorang sahabat Anshar pergi untuk shalat Isya' lalu disandera oleh jin sehingga tidak diketahui kabarnya. Kemudian istrinya datang kepada Umar bin Khaththab seraya menceritakan kejadiannya. Umar lalu keluar bertanya kepada kaumnya dan mereka menjawab, “Benar, dia keluar untuk shalat Isya' kemudian menghilang.” Umar kemudian memerintahkan kepada sang istri agar menunggu selama empat tahun. Tatkala empat tahun telah berlalu, si istri datang kepada Umar lagi, lalu Umar membolehkannya untuk menikah dengan lelaki lain setelah menjalani masa ’iddah.

Setelah menikah dengan pria lain, suami pertamanya datang dan menuntut Umar, maka Umar mengatakan kepadanya, “Seorang di antara kalian pergi menghilang dalam waktu yang sangat lama sehingga istrinya tidak tahu apakah dia masih hidup ataukah tidak.” Pria itu menjawab, “Saya memiliki udzur, wahai Amirulmukminin.” Umar a\ bertanya, “Lantas apa udzurmu?” Dia menjawab, “Ketika saya keluar rumah untuk menunaikan shalat Isya', tiba-tiba para jin menyandera saya sehingga saya pun tinggal bersama mereka, kemudian mereka diserang oleh para jin muslim dan menawan beberapa tawanan termasuk saya, lalu mereka mengatakan, ‘Kami melihatmu adalah seorang muslim sehingga tidak boleh bagi kami untuk menawanmu.’ Lalu mereka memberi saya pilihan antara tetap tinggal di sana atau pulang ke keluarga saya, saya pun memilih pulang ke keluarga saya di Madinah dan tadi pagi saya telah sampai di kota ini. Begitu ceritanya.”

(Baca Juga : Kebijakan Saudi yang Dimaki)

Setelah mendengarkan kisahnya maka Umar memberikan pilihan kepadanya antara kembali kepada istrinya lagi dan antara mengambil maharnya. Pria itu mengatakan, “Saya tidak butuh lagi kepada istri saya karena dia sekarang sudah hamil dari suaminya.”
(Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Sunan Kubra 7/445, Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf 7/86 dan Abdullah bin Ahmad dalam Masā'il-nya no. 346. Atsar ini dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwā'ul Ghalīl 6/150. Lihat pula Fathul Mannan hlm. 312 oleh Syaikh Masyhur Hasan dan Mā Shahha min Atsar Shahābah 3/1078 oleh Zakaria al-Bakistani).

Di antara fiqih (pemahaman) atsar ini adalah bahwa jika ada seorang istri ditinggal pergi oleh suaminya sehingga tidak ada berita tentangnya—apakah masih hidup atau sudah meninggal dunia—maka dia menunggu selama empat tahun kemudian memulai masa ’iddah empat bulan sepuluh hari, lalu boleh setelah itu untuk menikah dengan pria lain.

(Baca Juga : Membuat Orang Lain Bahagia)

Dan ada pendapat lain yang cukup kuat bahwa masa menunggu wanita yang ditinggal hilang suaminya diserahkan kepada keputusan pemimpin (baca: pengadilan agama) dan ini yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam asy-Syarh al-Mumti’ 13/373–374.

Tulisan Al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=612431725827145&id=100011809698436

Poin Penting Dalam Berdakwah

Poin Penting Dalam Berdakwah
Poin Penting Dalam Berdakwah

#RINGKASAN
#Kitab_الدعوة_إلى_الله_وأخلاق_الدعاة

الحَمدُ لِلهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللهِ وَعلَى آلهِ وَصَحْبهِ وَمَن تَبِعَهُم بِإِحسَانٍ إلَى يَومِ الدِّينِ، أَمَّا بَعدُ :

As-Syaikh Al-‘Allamah Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu Ta’ala menjelaskan beberapa point penting untuk para da'i dan thalibul ilmi dalam berdakwah, yaitu :

1.     Hukum berdakwah
2.     Keutamaan berdakwah
3.     Cara menyampaikan dakwah
4.     Tujuan berdakwah
5.     Akhlaq dan sifat seorang da’i

(Baca Juga : Cara Mudah Agar Allah Mencintai Kita)

Pertama. hukum berdakwah adalah wajib, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (Qs. Ali Imran : 104)

Dan firman Allah Ta’ala :

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Qs. An Nahl : 125)

Kedua. Keutamaan berdakwah, terdapat banyak keutamaan bedakwah sebagaimana dalam Al-Quran dan Hadits- hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam. Diantaranya :

Firman Allah Ta’ala :

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?.”(Qs. Fusshilat : 33)

Sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى، كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ، كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk (kebaikan), maka baginya pahala semisal dengan orang yang melakukannya, tanpa mengurangi sedikitpun pahala yang diperoleh orang yang melakukan tersebut, dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka baginya dosa yang semisal dengan orang yang melakukan dosa tersebut, tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa yang diperoleh orang yang melakukan tersebut”. (HR. Muslim no. 2674 dari Abu Hurairah radiyallahu anhu)

(Baca Juga : 24 Ayat Al-Quran Tentang Bertaubat)

ketiga. Cara menyampaikan dakwah, disebutkan oleh Allah dalam Al Quran, diantaranya adalah :

firmanNya :

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Qs. An Nahl : 125)

Dan firman Allah Ta’ala :

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (Qs. Ali Imran : 159)

Keempat. Tujuan dakwah, Syaikh menyebutkan tujuan berdakwah, diantaranya yaitu :

1. Mengeluarkan manusia dari kegelapan syirik menuju cahaya islam dan sunnah.
2. Membimbing manusia menuju Al Haq.
3. Menyelamatkan manusia dari api neraka.
4. Mengeluarkan manusia dari kebodohan menuju ilmu pengetahuan.
5. Mengajak manusia untuk ta’at kepada Rabbnya dan mengikuti Nabinya shallallahu alaihi wasallam.

Firman Allah Ta’ala :

اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّور

“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman)”. (Qs. Al Baqarah : 257)

Kelima. Sifat dan akhlaq yang harus dimiliki seorang da’i, diakhir pembahasan kitab Syaikh yang mulia menyebutkan tentang akhlaq dan sifat seorang da’i, diantaranya :

1. Harus ikhlas dalam berdakwah.
2. Jelas yang akan didakwahkan berdasarkan ilmu.
3. Lemah lembut dalam berdakwah.
4. Sabar dalam berdakwah dan menghadapi rintangan di medan dakwah.
5. Harus mengamalkan apa yang dia dakwahkan.
6. Mendoakan orang-orang yang didakwahi agar mereka mendapatkan hidayah dan istiqamah diatasnya.

ini merupakan ringkasan dari kitab “ad-da’wah ila Allah wa akhlaqu ad du’at”.

(Baca Juga : 27 Ayat Al-Quran Tentang Orang Kafir)

Semoga bermanfaat bagi penulis, pembaca dan para da’i serta kaum muslimin. waAllahu a'lam

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

#Semoga_Allah_merahmati_Syaikh_Bin_Baz
📝@/Solo/03/03/2017 M

Tulisan Al-Ustadz Muhammad Alif, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=456450028257998&id=100016790144202

Demo Bukan Termasuk Pemberontakan?

Demo Bukan Termasuk Pemberontakan?
Demo Bukan Termasuk Pemberontakan?

#Syubhat_harokiyin
#Dai_yang_menyesatkan_umat
#Demo_bukan_dari_Islam

📣Ada seorang dai di sebuah stasiun TV yang berfatwa bahwa (disebut) keluar memberontak kepada hakim (penguasa muslim) adalah jika dengan senjata saja, bukan dengan demo, apakah benar perkataan ini?

As Syaikh DR. Shaleh Al Fauzan حفظه الله beliau menjawab syubhat ini :
"Orang ini berbicara tanpa ilmu, jika ia tersesat maka kita berharap kepada Allah semoga diberikan petunjuk dan bisa kembali kepada kebenaran. tapi jika ia memiliki kebencian kepada pemimpin (ulil amri) maka kita berharap kepada Allah semoga diberi balasan yang setimpal, serta kaum muslimin dijaga oleh Allah dari keburukan dan kejahatannya.
karena keluar (memberontak) kepada penguasa tidak harus dengan senjata bahkan dengan ucapan (buruk) kepada ulil amri, mencela penguasa adalah termasuk memberontak kepadanya dan memprovokasi untuk melawannya. ini merupakan sebab fitnah dan keburukan, karena ucapan itu berbahaya bahkan bahayanya tidak jauh dari senjata (hampir sama).

(Baca Juga : Mereka Akan Dibangkitkan Seperti Orang Gila)

sebagaimana perkataan penyair :

فَإِنَّ النَّارَ بِالعُودَينِ تُذكَى  ***  وَإِنَّ الْحَرْبَ أَوَّلُهُ كَلَامُ

{Sesungguhnga api berkobar (sangat panas sengatannya) karena dua batang kayu *** dan sesungguhnya peperangan awalnya dimulai dari ucapan}.

kadang satu kalimat (ucapan) dapat menjadi sebab peperangan yang hebat lagi membinasakan, maka memberontak kepada penguasa bisa dengan senjata, bisa dengan ucapan dan keyakinan, seperti jika berkeyakinan bolehnya memberontak kepada ulil amri (penguasa)".
📚al ijabaat al faashilah hal. 39 - 40.

🔰Ada orang yang mengajak untuk keluar memberontak (kepada penguasa) sambil mengatakan : sesungguhnya demonstrasi dan mengapresiasikan pendapat (di tempat umum) bukanlah bentuk pemberontakan kepada jamaah kaum muslimin (pemerintah), tapi keluar memberontak yang dilarang jika membawa/mengangkat senjata. bagaimana ini?

(Baca Juga : Semoga Kita Berjumpa di Telaga)

As Syaikh DR. Shaleh Al Fauzan حفظه الله beliau menjawab :
"Keluar memberontak penguasa bermacam-macam :
Keluar dari ketaatan pemimpin bisa dengan ucapan, seperti mengajak masyarakat dan memprovokasi rakyat untuk memberontak, meski tanpa senjata, bahkan bisa jadi ini lebih berbahaya dari pada yang membawa senjata.
Siapa saja yang menyebarkan pemikiran khawarij dan mengajak kepada pemberontakan maka lebih berbahaya dari yang membawa senjata.

Keluar dari ketaatan kepada pemimpin bisa juga dengan hati apabila dia tidak meyakini kepemimpinannya dan apa yg diwajibkan kepadanya, serta ia membenci pemimpinnya.

Maka keluar dari ketaatan kepada pemimpin bisa dengan hati dan niat, dengan perkataan dan dengan mengangkat senjata.

Demonstrasi sebagai bentuk ajakan untuk keluar dari ketaatan kepada pemimpin, sedangkan menuntut hak kepada pemimpin ada cara-cara yang disyariatkan, jika tidak mendapatkan hak dengan cara yang syar'i maka wajib untuk bersabar dan menerima.  karena untuk mencegah dari bahaya dan kerusakan yang lebih besar (akibat dari pemberontakan kepada penguasa)".
📚al ijabaat al faashilah hal. 57.

📝Wa'Allahu A'lam
Solo/03/03/2019 M.

(Baca Juga : 20 Ayat Al-Quran Tentang Tauhid)

Tulisan Al-Ustadz Muhammad Alif, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=405379886698346&id=100016790144202

Kebijakan Saudi yang Dimaki

Kebijakan Saudi yang Dimaki
Kebijakan Saudi yang Dimaki

Kebijakan saudi yang dimaki !

Padahal kebanyakan manusia yang memaki tidak tahu hikmah dibalik kebijakan Raja Saudi :

3 kecerdasan dan hikmah kebijakan RAJA SAUDI

1. Raja Saudi tidaklah membombardir 2 aliran menyimpang di Yaman kecuali setelah atas permintaan Presiden Yaman.

(Baca Juga : 22 Ayat Al-Quran Tentang Hukum)

Dua aliran tersebut :

A. Aliran Syi'ah Rafidhoh yang mencela Para Shahabat, Istri2 Rasulullah, tidak mengimani Al Quran yang ada sekarang, menganggap Ali sebagai Nabi dan bahkan sebagai Allah, mengkafirkan Sunniy (yaitu julukan bagi semua orang selain mereka syiah) dst.

B. Aliran Khawarij Teroris yang menghalalkan darah dan harta kaum muslimin (alias mengkafirkan selain mereka).

Kedua aliran ini ternyata punya relasi yang sangat kuat dan kembali kepada satu akar yaitu tokoh yahudi yang pura-pura masuk islam Abdullah Bin Saba'.

Yang menyebabkan manusia keluar dari ketaatan utsman sebagai khalifah waktu itu dan sebab terbunuhnya utsman adalah abdullah bin saba' yang membikin stemple palsu atas nama utsman dst (lihat flash back terbunuhnya utsman)

Dan di saat khalifah ali pun abdullah bin saba memunculkan aliran baru syi'ah yang menjadikan ali sebagai nabi setelah nabi muhammad shallallahu alaihu wasallam, bahkan mengatakan ali sebagai Tuhan Ilaah.

(Baca Juga : 21 Ayat Al-Quran Tentang Sihir)

2. Inilah strategi Raja Saudi, seandaikan dia langsung membombardir syi'ah dan teroris yaman maka kesempatan bagi negara kafir untuk menyerbu arab saudi dengan dalih bahwa negera arab saudi telah melanggar HAM dan NEGARA ARAB SAUDI ADALAH TERORIS.
Satu momen tuduhan juga dari kaum muslim sendiri bahwa arab saudi membiarkan suria tanpa bantuan militernya.
Padahal sudah pernah dengan kekuatan militernya yang sudah di TURKI untuk melancarkan serangan ke BASYAR AL ASAD di suria !

Tapi bantuan serangan militer digagalkan! Kenapa!

Karena serangan ini yang seandainya terjadi sudah ditunggu negara-negara kafir, yaitu agar saudi campur tangan sehingga jadi dalih saudi adalah negara teroris, saudi melanggar HAM dst. Sehingga kesempatan mereka untuk menghancurkan arab saudi.

Kenapa demikian!

Beda kasus dengan yaman yang presidennya memang meminta bantuan, sedangkan suria ! Mana mungkin Presiden Suria Basyar Al Asad Syi'ah minta bantuan ke Raja Saudi Sunniy ! Karena Basyar syi'ah ini memang membantai kaum sunniy.

3. Raja Saudi serius menyerang Syi'ah di Yaman karena Rudal Syi'ah Iran sudah masuk ke yaman untuk menghancurkan Al Haramain (Bisa anda simak video rudalnya syi'ah di youtube).
Karena seandainya Rudal diluncurkan dari Iran maka tidaklah bisa jarak itu menjangkaunya.
Sehingga mereka syi'ah Iran masuk melalui saudara syi'ah mereka di yaman.

Alhamdulillah.

(Baca Juga : Meninggalkan Pendapat Ulama yang Menyelisihi Dalil)

By : Abdurrahman Dani Ar Ramadhany

Tulisan Al-Ustadz Abdurrahman Dani hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=2270583296371091&id=100002583282547

Belajar Manhaj Salaf dari Dinosaurus

Belajar Manhaj Salaf dari Dinosaurus
Belajar Manhaj Salaf dari Dinosaurus
Belajar manhaj salaf dari Dinosaurus?

Banyak orang berdecak kagum ketika menyaksikan replika atau cerita tentang dinosaurus.

Konon makhluq makhluq tersebut hidup ratusan jutaan tahun silam.

Konon tinggi makhluq tersebut ditaksir sekitar 7-12 meter.

Luar biasa buueeeeeesar bukan?

(Baca Juga : Adab Bermain Media Sosial Dalam Islam)

Namun coba baca dulu data sejarah yang pasti valide berikut ini.

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ وَطُولُهُ سِتُّونَ ذِرَاعًا، ثُمَّ قَالَ: اذْهَبْ فَسَلِّمْ عَلَى أُولَئِكَ مِنْ الْمَلاَئِكَةِ، فَاسْتَمِعْ مَا يُحَيُّونَكَ تَحِيَّتُكَ وَتَحِيَّةُ ذُرِّيَّتِكَ. فَقَالَ: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ. فَقَالُوا: السَّلاَمُ عَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللَّهِ. فَزَادُوهُ: وَرَحْمَةُ اللَّهِ. فَكُلُّ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ آدَمَ، فَلَمْ يَزَلْ الْخَلْقُ يَنْقُصُ حَتَّى الآنَ. 
Sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Allah menciptakan Adam alaihissalam dan tingginya enam puluh (60) hasta.

 Kemudian Dia berfirman: Pergilah kamu dan berilah salam kepada mereka para malaikat, maka dengarkanlah bagaimana mereka mengucapkan salam penghormatan kepadamu sebagai ucapan salammu dan juga salam penghormatan anak keturunanmu.

Maka nabi Adam alaihissalam mengucapkan salam: as-salaamu alaikum (salam sejahtera untuk kalian).

Mereka menjawab: as-salaamu alaika wa rahmatullah (salam sejahtera dan rahmat Allah untukmu)

Mereka menambahkan kalimat wa rahmatullah.

Setiap orang yang akan masuk surga sifatnya seperti Adam alaihissalam, dan manusia terus saja berkurang (tingginya) sampai sekarang. (Bukhari)

(Baca Juga : Kasih Sayang Rasulullah Kepada Umatnya)

Coba sekarang anda taksir, menurut hemat anda berapa kira kira tinggi beliau, kemudian anda pikirkan kembali hewan yang semula anda anggap luar biasa yaitu dinosaurus yang konon tingginya mencapai 10 meter.

Pelajaran manhaj dari kasus di atas:

Bila anda menilai suatu masalah dengan berbekalkan tolok ukur yang ada pada diri anda saat ini, padahal kasusnya terjadi ratusan juta tahun silam, maka hasil kajian anda bisa sesat dan tentu saja menyesatkan.

Namun coba bila anda berusaha mengadopsi atau meminjam tolok ukur yang dimiliki oleh orang orang yang hidup semasa dengan dinosaurus, niscaya anda bisa memahami dan mengerti tentang dinosaurus lebih mendekati fakta dan kebenaran.

Demikianlah kira kira manhaj salaf, salah besar bila anda berusaha memahami dalil Al Qur'an dan Al Hadits yang diturunkan sekitar 14 abad silam.

Namun bila anda menggunakan pola pikir dan metodologi para sahabat dan tabiin yang hidup pada masa diturunkan dalil dalil tersebut, bahkan banyak yang diturunkan sebagai jawaban atas pertanyaan mereka atau solusi bagi problema yang menimpa mereka, niscaya anda bisa mendapatkan pemahaman yang valide.

Itulah mengapa dalam urusan beragama kita harus berdasarkan Al Qur'an dan Al Hadits sesuai dengan pemahaman ulama' salaf, alias  salafy.

(Baca Juga : Orang Yang Dicintai Allah Menurut Al-Quran)

Tulisan Al-Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, MA hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/405218379559341/posts/2264800136934480/