Showing posts with label Tulisan Para Ustadz. Show all posts
Showing posts with label Tulisan Para Ustadz. Show all posts

Hadits Ar-Rahmah Al-Musalsalah Bil Awwaliyyah

HADITS AR-RAHMAH AL-MUSALSAL BIL-AWWALIYYAH & FAEDAHNYA UNTUK PENUNTUT ILMU

                  بسم الله الرحمن الرحيم

Hadits Ar-Rahmah Al-Musalsal Bil-Awwaliyyah adalah hadits Abdullah ibn Amr radhiyallahu anhuma dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, bahwasanya beliau bersabda:

 الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمْ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاء

 "Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Ar-Rahman. Sayangilah penduduk bumi maka siapa saja yang di langit akan merahmati kalian."
(HR.Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah dan selainnya. Berkata At-Tirmidzi: Hasan shahih, dan dishahihkan Al-Hakim, Adz-Dzahabi, Al-Iraqi, Ibn Nashiruddin dan Al-Albani. Dan dihasankan oleh Ibnu Hajar dan Al-Maraghi. Hadits ini shahih lighairih)

(Baca Juga : Benarkah Setiap Ayat Memiliki Asbabun Nuzul?)

Dinamakan Hadits Ar-Rahmah karena isi dan kandungan haditsnya adalah tentang Rahmat, dan disebut Al-Musalsal Bil-Awwaliyyah karena setiap perawi yang meriwayatkan hadits ini menyebutkan bahwa hadits ini adalah hadits pertama yang dia dengar atau riwayatkan dari gurunya secara bersambung sampai ke Al-Imam Sufyan ibn Uyainah rahimahullah.

✳Berkata Al-faqir Ila Afwi Rabbih Abu Muhammad Pattawe Al-Indunisi hafizhahullah:
1➡Telah mengabarkan kepada kami secara ijazah Syaikhuna Al-Muhaqqiq Ali ibn Ahmad Ar-Razihi Al-Yamani hafizhahullah, dan ini adalah hadits pertama yang saya riwayatkan darinya (beliau memberikan ijazah kepada kami di sela-sela pembelajaran kitab Al-Muqizhah Lil-Hafizh Adz-Dzahabi, bab hadits Musalsal);
2 ➡Dari Asy-Syaikh Al-Allamah Rabi' ibn Hadi Al-Madkhali afahullah, ini adalah hadits pertama yang saya riwayatkan darinya;
3 ➡ Dari Asy-Syaikh Al-Allamah Hamud ibn Abdillah At-Tuwaijiri rahimahullah, ini adalah hadits pertama yang saya dengarkan darinya;
4 ➡ Dari Asy-Syaikh Sulaiman ibn Abdirrahman Al-Hamdan rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
5 ➡ Dari Asy-Syaikh Al-Allamah Muhammad Abdul-Hayy ibn Abdil-Kabir Al-Kattani, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
6 ➡Dari ayahnya: Al-Allamah Abdul-Kabir ibn Muhammad Al-Kattani rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
7 ➡Dari Muhaddits Al-Madinah Asy-Syaikh Abdul-Ghani ibn Abi Sa'id Ad-Dahlawi, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
8 ➡Dari Muhaddits Al-Hijaz Asy-Syaikh Muhammad Abid As-Sindi Al-Anshari, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
9 ➡Dari Muhaddits Al-Yaman Asy-Syaikh Al-Musnid Abdurrahman ibn Sulaiman Al-Ahdal, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
10 ➡Dari Asy-Syaikh Al-Muammar Amrullah ibn Abdil-Khaliq Al-Mizjaji rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
11 ➡ Dari Asy-Syaikh Al-Muhaddits Asy-Syams Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Uqailah Al-Makki rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
12 ➡ Dari Al-Musnid Al-Muammar Ahmad ibn Muhammad Al-Banna Ad-Dimyati rahimahullah, ini adalah hadits pertama yang saya dengar darinya;
13 ➡ Dari Asy-Syaikh Al-Muammar Muhammad ibn Abdil-Aziz Az-Zayyadi rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
14 ➡Dari Asy-Syaikh Abul-Khair ibn Ammus Ar-Rasyidi, ini adalah hadits pertama yang pertama kali saya dengar darinya;
15 ➡Dari Al-Imam Al-Allamah Al-Qadhi Zakariya ibn Muhammad Al-Anshari Asy-Syafi'i rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
16 ➡ Dari Al-Hafizh Al-Kabir Al-Imam Abul-Fadhl Ahmad ibn Ali ibn Hajr Al-Asqalani Asy-Syafii rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
17 ➡ Dari Al-Hafizh Abul-Fadhl Abdurrahim ibn Al-Husain Al-Iraqi rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;

(Baca Juga : Bid'ahnya Menjadikan Nyanyian Sebagai Agama)

18 ➡ Dari Asy-Syaikh Al-Muammar Abul-Fath Muhammad ibn Ibrahim Al-Maidumi rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
19 ➡Dari Asy-Syaikh Al-Jalil Musnid Ad-Diyar Al-Miahriyyah Abdul-Lathif ibn Abdil-Mun'im Al-Harrani rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
20 ➡Dari Al-Imam Al-Hafizh Abul-Faraj Ibnul-Jauzi Abdurrahman ibn Ali Al-Hanbali rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
21 ➡Dari Al-Faqih Ismail ibn Abi Shalih Al-Muaddzin An-Naisaburi rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
22 ➡Dari bapaknya Al-Hafizh Abu Shalih Ahmad ibn Abdil-Malik Al-Muadzdzin An-Naisaburi rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
23 ➡Dari Al-Allamah Al-Faqih Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmisy Az-Zayyadi rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
24 ➡Dari Asy-Syaikh Al-Musnid Abu Hamid Ahmad ibn Muhammad ibn Yahya An-Naisaburi rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
25 ➡Dari Al-Hafizh Al-Jawwad Abdurrahman ibn Bisyr Al-Abdi rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
26 ➡Dari Al-Imam Al-Hafizh Al-Kabir Sufyan ibn Uyainah rahimahullah, ini adalah hadits yang pertama kali saya dengar darinya;
✳[Selesai sanad Al-Musalsal sampai disini]
27 ➡ Dari Al-Imam Al-Kabir Amr ibn Dinar Al-Makki rahimahullah;
28➡ Dari Abu Qabus maula Abdullah ibn Amr rahimahullah;
29➡Dari Sahabat yang mulia Abdullah ibn Amr radhiyallahu anhuma,
✳Dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Beliau bersabda:

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمْ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاء

 "Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Ar-Rahman. Sayangilah penduduk bumi maka siapa saja yang di langit akan merahmati kalian."

Berkata Al-Allamah Abdul-Hayy Al-Kattani rahimahullah:

...ﻭﺗﺪاﻭﻟﺘﻪ اﻷﻣﺔ, ﻭاﻋﺘﻨﻰ ﺑﻪ ﺃﻫﻞ اﻟﺼﻨﺎﻋﺔ ﻓﻘﺪﻣﻮﻩ ﻓﻲ اﻟﺮﻭاﻳﺔ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮﻩ ﻟﻴﺘﻢ ﻟﻬﻢ ﺑﺬﻟﻚ اﻟﺘﺴﻠﺴﻞ ﻛﻤﺎ ﻓﻌﻠﻨﺎ،

Hadits Musalsal ini telah poluler di tengah umat, dan menjadi perhatian Ahli Bidang ini (hadits) sehingga mereka mendahulukan periwayatannya dari selainnya, agar tercapai untuk mereka sanad musalsal ini sebagaimana yang kami lakukan.

ﻭﻟﻴﻘﺘﺪﻱ ﺑﻪ ﻃﺎﻟﺐ اﻟﻌﻠﻢ، ﻓﻴﻌﻠﻢ ﺃﻥ ﻣﺒﻨﻰ اﻟﻌﻠﻢ ﻋﻠﻰ اﻟﺘﺮاﺣﻢ ﻭاﻟﺘﻮاﺩﺩ ﻭاﻟﺘﻮاﺻﻞ ﻻ ﻋﻠﻰ اﻟﺘﺪاﺑﺮ ﻭاﻟﺘﻘﺎﻃﻊ،

Dan agar supaya penuntut ilmu mengikutinya, sehingga dia ketahui bahwa Ilmu itu dibangun di atas kasih sayang, cinta dan menjaga hubungan (dengan yang orang lain), bukan dibangun di atas saling permusuhan dan pertikaian.

 ﻓﺈﺫا ﺷﺐ اﻟﻄﺎﻟﺐ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﺷﺒﺖ ﻣﻌﻪ ﻧﻌﺮﺓ اﻟﺘﻌﺎﺭﻑ ﻭاﻟﺘﺮاﺣﻢ ﻓﻴﺸﺘﺪ ﺳﺎﻋﺪﻩ ﺑﺬﻟﻚ، ﻓﻼ ﻳﺸﻴﺐ ﺇﻻ ﻭﻗﺪ ﺗﺨﻠﻖ ﺑﺎﻟﺮﺣﻤﺔ، ﻭﻋﺮﻑ ﻏﻴﺮﻩ ﺑﻔﻮاﺋﺪﻫﺎ ﻭﻧﺘﺎﺋﺠﻬﺎ ﻓﻴﺘﺄﺩﺏ اﻟﺜﺎﻧﻲ ﺑﺄﺩﺏ اﻷﻭﻝ، ﻭﻋﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻓﻲ اﻹﺧﻼﺹ ﻭاﻟﻘﺒﻮﻝ اﻟﻤﻌﻮﻝ.

Jika Seorang penuntut ilmu tumbuh di atas hal ini maka akan tumbuh bersamanya rasa cinta untuk saling mengenal (peduli) dan kasih sayang, sehingga dengan sebab itu bertambahlah motivasinya (untuk menuntut ilmu). Maka belumlah ia beruban (lanjut usia) melainkan ia telah berakhlak dengan Ar-rahmah (kasih sayang), dan orang lain pun mengetahui manfaat dan hasilnya, sehingga orang ini beradab (mengikuti) adab orang yang pertama tadi.
Hanya kepada Allah-lah (kita) sandarkan keikhlasan dan penerimaan amal.
(Fahrasul-Faharis:1/93-94)

📝Catatan:
Sanad di atas adalah sanad yang telah penulis (Abu Muhammad) ringkas dengan tidak menyebutkan jalur-jalur periwayatannya.

الحمدلله رب العالمين.

(Baca Juga : Penjelasan Makna Iman Kepada Qadar)

🗓14 Syawwal 1440
✍🏻Muhammad Abu Muhammad Pattawe
🕌Darul-Hadits Ma'bar-Yaman.

Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=556984584830876&id=100015580180071

Tawadhu'nya Syaikh Muhammad Al-Imam

Tawadhu'nya Syaikh Muhammad Al-Imam
Tawadhu'nya Syaikh Muhammad Al-Imam

KETAWADHUAN ASY-SYAIKH MUHAMMAD IBN ABDILLAH AL-IMAM -hafizhahullah-

Ketika penjagaan terhadap Syaikhuna Al-Imam hafizhahullah semakin ketat maka sudah 3 tahun belakangan ini beliau tidak pernah mengunjungi kami di asrama, baik itu ketika Idul-Fitri dan Idul-Adha atau hari lainnya. Sehingga setiap lebaran kami harus ikutan masuk ke Maktabah untuk menyalaminya, yang tentu dengan penjagaan yang ketat, dan hanya sekedar bersalaman tangan.

Idul-fitri tahun ini, kami Thullab Indonesia masuk ke Maktabah untuk menyalami beliau. Setelah itu kami keluar dan ngumpul-ngumpul di asrama, makan snek bareng apa adanya.

(Baca Juga : Singa Negeri Mesir)

Sedang asyiknya bercerita dan bercanda, makan snek lebaran seadanya dalam suasana Idul-fitri yang berbahagia ini, tiba-tiba seorang pengawal Syaikh di depan pintu melihat kami dengan pandangan kesana kemari memperhatikan isi asrama. Kami pun serentak berkata: Syaikh Al-Imam, Syaikh Al-Imam mau datang...!, Kami pun merapikan apa yang bisa dirapikan sekedarnya.

Tiba-tiba Syaikh Al-Imam masuk dengan 2 pengawal bersenjata beliau, beliau pun memberi salam. Kami langsung berdiri menyambut beliau. Satu persatu dari kami menjabat tangan beliau dan memeluknya. Sampai pada giliran saya, saya pun menjabat tangan beliau, memeluknya dan mencium kepala beliau (saya berkata dalam hati: mungkin ini terakhir kali saya mencium beliau).

Setelah menyalami beliau, beliau memperhatikan asrama kami, sambil berjalan ditemani satu penjaga. Beliau melihat tempat tidur kami yang diberi sekat, masing-masing memiliki sekat, beliau berkata: mukhifah (menakutkan)! Heheh. Ya, asrama orang-orang Yaman tidak boleh disekat, beliau tidak membolehkannya, sehingga semuanya tidur berdekatan. Beliau begitu lembut kepada kami, sehingga kadang sebagian aturan di Darul-Hadits hanya berlaku kepada orang Yaman, tidak berlaku kepada kami.

Setelah itu beliau bertanya kepada kami apa yang kami butuhkan, kami menjawab:  "jazaakallahu khairan ya Syaikh, apa yang kalian berikan kepada kami telah mencukupi."
Beliau pun keluar kembali ke ruangan beliau di Maktabah.

Hafizahullah wa Ra'ah.

(Baca Juga : Jual Beli, Tahiyyatul Masjid dan I'tifkaf)

🗓10 Syawwal 1440
✍🏻Muhammad Abu Muhammad Pattawe,
🕌Darul-Hadits Ma'bar-Yaman.

Tulisan Al-Ustadz Abu Muhammad Pattawe hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=554756208387047&id=100015580180071

Puasa Syawwal dan Taat Suami

Puasa Syawwal dan Taat Suami
Puasa Syawwal dan Taat Suami
#PUASA_SYAWAL_DAN_TAAT_SUAMI
#PERHATIKAN_WAHAI_WANITA

Banyak dari kalangan wanita apabila mendengar dan membaca tentang keutamaan suatu amalan sunnah mereka bersegera melaksanaknnya tanpa memperhatikan etika dalam ibadah, salah satu etika dalam ibadah sunnah bagi seorang wanita adalah meminta izin kepada suaminya.
karena semangat beribadah saja tidak cukup, tetapi harus dibarengi dan didasari dengan ilmu. sebagai contoh ibadah sunnah yang harus meminta izin kepada suami adalah puasa sunnah seperti syawal, senin kamis dan yang lain.

(Baca Juga : Benarkah dr. Zakir Naik Sesat?)

Sebagaimana yang ditegaskan Nabi shallallahu alaihi wasallam :

لَا يَحِلُّ لِلمَرأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوجُهاشَاهِدٌ إلَّا بِإِذنِه

"Tidak boleh bagi seorang wanita berpuasa (sunnah) sedangkan suaminya ada (di rumah) kecuali dengan izinnya". (HR. Bukhari no. 5195)

para ulama sepakat bahwa hak suami wajib untuk ditunaikan dan menunaikan kewajiban lebih diutamakan dari mengerjakan perkara sunnah. maka tidak boleh bagi seorang istri berpuasa sunnah kecuali dengan izin suami. (al mausu'ah al fiqhiyah al kuwaitiyah 28/99)

jika istri berpuasa sunnah tanpa izin, maka suami boleh memaksa istrinya untuk berbuka puasa jika dia punya hajat kepada istrinya (berjima'), karena hak suami wajib ditunaikan. (fatawa islamiyah 2/167)

(Baca Juga : Sampaikan Salamku Kepada Ahlussunnah)

berbahagialah wahai para wanita, karena Nabi shallallahu alaihi wasallam menjajikan surga bagi yang mentaati suaminya :

إِذَا صَلَّتِ المَرْأَةُ خَمْسَها، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرَجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيلَ لَهَا: اُدْخُلِي الجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الجَنَّةِ شِئْتِ

"Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa bulan (ramadhan), menjaga kemaluannya, mentaati suaminya, dikatakan kepadanya : masuklah surga dari pintu mana saja yang engkau suka". (HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya no. 4163 dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam shahihul jami' no. 660)

tetapi sebaiknya suami memberikan izin kepada istrinya jika mau berpuasa sunnah seperti puasa enam hari syawal, senin kamis, ayyamul baidh dll, karena sebagai bentuk ta'awun/kerjasama dalam kebaikan dan ketaqwaan agar sama-sama mendapatkan pahala.

Akhwat dan Ummahat.. inggatlah sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ

"Perhatikanlah kedudukanmu bagi suamimu, karena sesungguhnya ia adalah surgamu dan nerakamu". (HR. Ahmad no. 19025 dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam shahih at targhib no. 1933).

ridha suami menentukan seorang istri masuk surga, sebaliknya murka suami sebab kemurkaan Allah dan ancaman neraka.

(Baca Juga : Upah Mengajar Agama)

semoga Allah menjaga wanita muslimah dan menjadikan mereka sebagai istri istri yang shalihah.

WaAllahu A'lam
📝@/Tangerang/27/06/2017 M.

Tulisan Al-Ustadz Muhammad Alif, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=457620018140999&id=100016790144202

Serba-Serbi Puasa Syawwal

Serba-Serbi Puasa Syawwal
Serba-Serbi Puasa Syawwal

#SERBA_SERBI_PUASA_SYAWAL
#Semoga_bermanfaat_تقبل_الله_منا_ومنكم

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka seperti puasa setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164, dari Abu Ayyub Al Anshari radiyallahu anhu).

Berdasarkan hadits tersebut jumhur ulama seperti Imam As Syafi'i, Imam Ahmad dan yang lain sepakat akan sunnahnya puasa enam hari di bulan syawal. adapun yang berpendapat bahwa puasa syawal hukumnya makruh seperti Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Imam Malik maka tertolak karena bertentangan dengan hadits tersebut. (lihat. shahih fiqhis sunnah 2/120 dan fatawa lajnah daaimah 10/389).
#Keutamaan puasa 6 hari syawal
1. sabda Nabi shallallahu alai wasallam:

مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

"Barangsiapa berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah 'Idul Fithri, maka ia telah menyempurnakan puasa setahun penuh. Karena siapa saja yang melakukan kebaikan, maka akan dibalas sepuluh kebaikan semisalnya". (HR. Nasa'i no. 2869 dan Ibnu Majah no. 1715 dengan sanad shahih).

2. termasuk faedah terpenting dari puasa enam hari bulan Syawal ini adalah menutupi kekurangan puasa wajib pada bulan Ramadhan. Sebab puasa yang kita lakukan pada bulan Ramadhan pasti tidak terlepas dari kekurangan atau dosa yang dapat mengurangi keutamaannya. Pada hari kiamat nanti akan diambil pahala puasa sunnah tersebut untuk menutupi kekurangan puasa wajib.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam :

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسِبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أعمالِهمُ الصَّلَاةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلَائِكَتِهُ وَهُوَ أَعْلَمُ اُنْظُرُوا فِي صَلَاةِ عَبْدِي أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كَتَبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ اُنْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِي فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ عَلَى ذاكُم

"Amal ibadah yang pertama kali di hisab pada Hari Kiamat adalah shalat. Allah Ta'ala berkata kepada malaikat -sedang Dia Maha Mengetahui tentangnya-: "Periksalah ibadah shalat hamba-hamba-Ku, apakah sempurna ataukah kurang. Jika sempurna maka pahalanya ditulis utuh sempurna. Jika kurang, maka Allah memerintahkan malaikat: "Periksalah apakah hamba-Ku itu mengerjakan shalat-shalat sunnat? Jika ia mengerjakannya maka tutupilah kekurangan shalat wajibnya dengan shalat sunnat itu." Begitu pulalah dengan amal-amal ibadah lainnya". (HR. Abu Dawud no. 864 dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam shahihul jami' no. 2571).
#Syawal dulu apa qadha' ramadhan?
Ulama berbeda pendapat dalam hal ini :

1. Sebagian ulama mensyaratkan qadha' ramadhan terlebih dahulu kemudian berpuasa syawal. karena kata (ثُمَّ) dalam hadits Abu Ayyub Al Anshari tersebut menunjukkan tartib ramadhan kemudian syawal, dan perkara yang wajib harus lebih didahulukan sebelum yang sunnah. ini pendapat madzhab Hanabilah dan difatwakan Syaikh Ibnu Baz dalam majmu' fatawa 15/392, Syaikh Al Albani dalam silsilah al-huda wa an-nur no. 753 dan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam syarhul mumti' 6/448.

2. Mayoritas ulama dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah dan riwayat dari Imam Ahmad berpendapat boleh mendahulukan puasa syawal dan mengakhirkan qadha' ramadhan, karena orang yang mendapati ramadhan meskipun tidak sempurna puasa satu bulan maka tetap terhitung mendapatkan puasa ramadhan karena dia pasti akan tetap megqhada' puasa ramadhannya di lain hari, dan waktu syawal terbatas berbeda dengan waktu mengqadha'. sebagaimana diriwayatkan dari 'Aisyah radiyaAllahu anha bahwa beliau berkata:

كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ

"Aku dahulu punya kewajiban (hutang) puasa. Aku tidak bisa membayar (hutang) puasa tersebut kecuali pada bulan Sya’ban". (HR. Bukhari no. 1950).

Pendapat yang rajih adalah boleh mendahulukan puasa syawal sebelum qadha' ramadhan, dan tidak disyaratkan puasa qadha' ramadhan terlebih dahulu. (lihat. shahih fiqhis sunnah 2/121 Syaikhuna Abu Malik Kamal Salim, dan fatwa Syaikh DR. Umar bin Abdillah Al-Muqbil di http://almuqbil.com/web/?action=fatwa_inner&show_id=1753). waAllahu a'lam.

#Hukum menjama' niat qadha' puasa ramadhan dan puasa syawal?

ini yang dikenal dalam fiqh dengan hukum "tasyrik niyah", dalam hal ini tidak boleh seseorang berpuasa dengan niatan untuk qadha' ramadhan dan niat puasa enam hari syawal. harus dibedakan hari dan niatnya. ini yang difatwakan para Ulama diantaranya Syaikh Bin Baz dalam fatwa nur ala ad-darbi http://www.binbaz.org.sa/noor/4607 dan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam fatawa as-shiyam no. 438. 

(Baca Juga : Ukuran di Masa Nabi)

~~~~~🌻🌸🌺🌼~~~~~
📝WaAllahu A'lam.
@lif/Tangerang/1 syawal 1438 H/25 juni 2017 M.

Tulisan Al-Ustadz Muhammad Alif, Lc hafidzhahullah

Hukum Seputar Hari Raya

Hukum Seputar Hari Raya
Hukum Seputar Hari Raya

A. Hukum Sholat Al-‘Id[1]

Ulama berbeda pendapat tentang hukum sholat ‘id menjadi tiga pendapat:

Pendapat pertama : hukumnya fardhu ‘ain (wajib bagi setiap muslim), ini adalah pendapat madzhab Imam Abu Hanifah, salah satu pendapat Imam Syafi’i, riwayat dari Imam Ahmad dan sebagian madzhab Malikiyah serta pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Al-‘Allamah Shiddiq Hasan Khon, Syaikh Al-Albani rahimahumullahu.

Dalil-dalil mereka adalah:

a. firman Allah ta’ala:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka laksanakanlah sholat karena RabbMu, dan berkurbanlah”.[2]

Perintah dalam ayat ini adalah menunjukkan wajib, dan maksud sholat dalam ayat ini adalah sholat ‘id.[3]

b. firman Allah ta’ala:

وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan hendaklah engkau mengagungkan Allah atas petunjukkaNya yang diberikan kepadamu, agar engkau menjadi orang yang bersyukur”.[4]

Dalam ayat ini Allah perintahkan untuk bertakbir di hari raya maka mencakup perintah kewajiban sholat ‘id adalah lebih utama.

c. Nabi salallahu alaihi wasallam senantiasa melaksanakannya dan tidak pernah meninggalkannya sekalipun, begitu juga para khalifah sesudahnya senantiasa melaksanakannya.

d. Nabi salallahu alaihi wasallam perintahkan kaum muslimin untuk keluar menuju musholla (tanah lapang) sampai-sampai Nabi salallahu alaihi wasallam juga perintahkan wanita-wanita yang sedang haid dan para gadis untuk keluar menuju tanah lapang, bahkan yang tidak memiliki pakaian/jilbab tetap Nabi salallahu alaihi wasallam perintahkan ikut keluar dan meminjam jilbab saudarinya, tetapi bagi yang sedang haid agar sedikit menjauh dari tempat sholat. Ini menunjukkan bahwa perintah tersebut menunjukkan wajib untuk sholat bagi yang tidak memiliki udzur syar’i dan kewajiban tersebut lebih utama lagi bagi kaum laki-laki, seperti yang dinyatakan Al-Imam Siddiq Hasan Khon dalam kitabnya.[5]

e. sholat ‘id adalah termasuk syiar-syiar islam terbesar yang nampak, maka hukumnya adalah wajib seperti halnya sholat jum’at.

f. sholat ‘id dapat mengugurkan kewajiban sholat jum’at jika bertepatan dengan hari jum’at, oleh karena itu tidak ada yang bisa mengugurkan suatu kewajiban kecuali dengan kewajiban yang semisalnya.

(Baca Juga : 19 Ayat Al-Quran Tentang Akhlak)

Pendapat kedua: hukumnya fardhu kifayah (jika sudah ada yang melaksanakan maka gugur kewajiban tersebut bagi yang lain), ini adalah madzhab Al-Hanabilah dan sebagian madzhab Syafi’iyah rahimahumullahu.

Dalil-dalil mereka adalah seperti dalil-dalil yang dijadikan pegangan pendapat pertama, tetapi mereka memberikan tambahan bahwa tidak wajib kepada setiap individu muslim dan muslimah karena tidak disyari’atkan adzan dan iqomah, maka tidaklah wajib bagi setiap individu seperti sholat jenazah.

Pendapat ketiga: hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), ini adalah madzhab Malik dan Syafi’i serta pendapat kebanyakan pengikut keduanya rahimahumullahu.

Dalil-dalil mereka adalah:

1.     sabda Nabi salallahu alaihi wasallam kepada seorang Al-A’robi ketika dia bertanya tentang islam, maka Nabi menjawab: menyebutkan kewajiban sholat lima waktu, ia bertanyak lagi apakah masih ada kewajiban sholat kepadaku? Maka Nabi menjawab:

لَا، إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ

“tidak, kecuali sholat-sholat sunnah”.[6]

2.     sholat ‘id adalah memiliki ruku’ dan sujud tidak disyari’atkan adzan diawalnya, maka tidaklah wajib hukumnya seperti sholat duha.

Disini dapat disimpulkan bahwa hukum sholat ‘id adalah wajib atas setiap individu (fardhu ain) menurut pendapat yang rojih/kuat, berdasarkan dalil-dalil yang kuat. Dan seyogyanya bagi setiap muslim untuk tidak meninggalkan syiar-syiar islam terlebih lagi sholat yang datangnya hanya satu tahun dua kali. Wallahu a’lam.

B.    Waktu Sholat ‘Id

Abdullah bin Busr radiyallahu anhu seorang shohabat Nabi salallahu alaihi wasallam pernah keluar bersama orang-orang pada hari ‘idul fithri atau ‘idul adha, maka ia mengingkari lambatnya imam dan berkata:

إنَّا كُنَّا قَدْ فَرَّغْنَا سَاعَتَنَا هَذِهِ وَذَلِكَ حِينَ التَّسْبِيحِ

“sesungguhnya kita telah kehilangan waktu kita ini, dan yang demikian itu tatkala tasbih (yakni waktu dibolehkannya sholat sunnah duha, ketika telah lewat waktu diharamkannya sholat)”.[7]

Dari hadits diatas para ulama menyebutkan bahwa waktu sholat ‘idul fithri dan ‘idul adha adalah setelah tingginya matahari seukuran tombak sampai tergelincir matahari. dan yang paling utama saholat ‘idul adha dilakukan diawal waktu agar orang-orang dapat menyembelih hewan kurban mereka, sedangkan sholat ‘idul fithri diakhirkan agar orang-orang dapat membayar zakat fithri mereka, Bahkan ini merupakan ijma’ para ulama. Sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Imam Siddiq Hasan Khon rahimahullahu dan Syaikh Sholeh Al-Fauzan hafidzhohullahu ta’ala.[8]

Jika tidak diketahui kapan hari ‘id kecuali setelah zawal (tergelincirnya matahari) maka ini adalah udzur dan sholat ‘idnya dikerjakan keesokan pagi hari. Ini adalah madzhab jumhur ulama (mayoritas ulama) Al-Hanafiyah, As-Syafi’iyah, Al-Hanabilah. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Umair bin Anas dari paman-pamannya yang termasuk shohabat Nabi salallahu alaihi wasallam, ada beberapa orang mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallam dan bersaksi :

أَنَّهُمْ رَأَوْا الْهِلاَل بِالأَمْسِ فَأَمْرَهُمْ أَنْ يَفْطُرُوا وَإِذَا أَصْبَحُوا أَنْ يَغْدُوا إِلَى مُصَلَّاهِمْ

“Bahwa mereka melihat hilal (tangal 1 syawal) kemarin, maka Nabi perintahkan mereka untuk berbuka dan pergi ke tanah lapang keesokan pagi hari”.[9]

C.     Tempat Sholat ‘Id

Tempat sholat ‘id adalah musholla (tanang lapang), dan bukan masjid. Berdasarkan riwayat dari shohabat Abi Sa’id Al-Khudri radiyallahu anhu, beliau berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الفُطْرِ وَالأَضْحَى إِلَى المُصَلَّى فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلَاةُ

“Adalah Rasulullah salallahu alaihi wasallam keluar pada hari ‘idul fitri dan adha ke musholla (tanah lapang), maka pertama kali yang beliau mulai adalah sholat”.[10]

Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat yang lain menunjukkan sunnahnya sholat ‘id di tanah lapang, seperti riwayat dari Abdullah bin Umar, Al-Barro’ bin Aazib, Abdullah bin Abbas radiyallahu anhum dengan sanad yang shohih.

Adapun sholat ‘id di masjid dibolehkan jika ada udzur syar’i seperti hujan, angin yang sangat kencang atau bagi orang-orang tua yang tidak mampu lagi pergi menuju tanah lapang.[11]

Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam sunannya 1/180, Ibnu Majah dalam sunannya 1/194, Al-Hakim dalam mustadroknya 1/295,  dan Al-Baihaqi dalam sunannya 3/210 dari Abu Hurairah radiyallahu anhu yang menceritakan bahwa Nabi salallahu alaihi wasallam pernah sholat ‘id di masjid karena hujan adalah hadits dhoif (lemah), karena di dalam sanadnya terdapat rowi yang bernama Isa bin Abdil A’la bin Abi Farwah dia adalah majhul (tidak diketahui) dan gurunya yang bernama ‘Ubaidullah At-Taimy juga majhul hal (tidak diketahui keadaanya) sebagaimana dinyatakan Al-Hafidz Ad-Dzahabi dan Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahumallahu ta’ala, sehingga para ulama hadits mendhoifkannya seperti Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab “talkhis al-habir” dan “bulugul marom”, begitu juga Al-Imam Al-Albani rahimahumullahu dalam risalahnya “sholatul ‘idain fil musholla hiya as-sunnah hal. 32. maka tidak bisa dijadikan pijakan hukum, sehingga kembali kepada hukum asal yaitu sholat ‘id di tanah lapang sesuai petunjuk Nabi salallahu alaihi wasallamdan para  shohabatnya radiyallahu anhum.

Bahkan sebagian ulama seperti madzhab Malik rahimahullahmenyatakan hukumnya bid’ah  sholat ‘id di masjid, kecuali ada udzur syar’i maka tidak mengapa.[12]

Sebagian Ulama mengecualikan bolehnya sholat ‘id di masjidil haram dan masjid nabawi.[13] waAllahu a’lam

D.    Adakah adzan dan Iqomah untuk sholat ‘id?

Tidak disunnahkan adzan dan iqomah untuk sholat ‘id, bahkan hukum adzan untuk sholat ‘id adalah bid’ah.[14]Berdasarkan riwayat dari Abdullah bin Abbas dan Jabir bin Abdillah radiyallahu anhum.

لَمْ يَكُنْ يُؤَذَّنُ يَوْمَ الفُطْرِ وَلَا يَوْمَ الأَضْحَى

“Tidak pernah ada adzan untk sholat ‘idul fithri dan ‘idul adha”.[15]

Dan dari Jabir bin Samuroh radiyallahu anhu ia berkata: “ aku pernah sholat (‘id) bersama Nabi salallahu alaihi wasallam bukan hanya sekali atau dua kali, tanpa ada adzan dan iqomah”.[16]

E.     Sifat sholat ‘id

Sholat ‘id adalah dua raka’at dan ada dua belas takbir didalamnya, tujuh kali takbir diraka’at awal setelah takbirotul ihrom dan lima kali takbir dirakaat kedua sebelum membaca al-fatihah, sebagaimana yang dicontohkan Nabi salallahu alaihi wasallam.

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَبَّرَ فِي العِيدَيْنِ: فِي الأُولَى سَبْعًا قَبْلَ القِرَاءَةِ، وَفِي الآخِرَةِ خَمْسًا قَبْلَ القِرَاءَةِ

“Bahwa Nabi salallahu alaihi wasallam bertakbir pada shalat ‘id tujuh kali dirakaat pertama sebelum membaca (al-fatihah) dan lima kali dirakaat selanjutnya (rakaat kedua)”.[17]

Dan dari Aisyah radiyallahu anha ia berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيه وَسَلَّم كَانَ يُكَبِّرُ فِي الفِطْرِ وَالأَضْحَى ، فِي الأُولَى سَبعَ تَكبِيرَاتٍ ، وَفِي الثَانِيةِ خَمسًا سِوَى تَكْبِيرِ الرُكُوعِ

“Bahwa Rasulullah salallahu alaihi wasallam bertakbir disholat ‘idul fithri dan adha pada rokaat pertama tujuh kali takbir dan dirakaat kedua dengan lima takbir, tidak termasuk takbir ruku’”.[18]

Adapun bacaan doa dan dzikir dalam sholat ‘id adalah sama dengan bacaan dalam sholat-sholat yang lain, hanya dalam sholat ‘id disunnahkan setelah al-fatihah untuk membaca surat Qoff dirakaat pertama dan surah Al-Qomar pada rakaat kedua. Seperti yang diriwayatkan oleh Ubaidillah bin Abdillah radiyallahu anhu.[19]

dan dalam riwayat yang lain disunnahkan membaca Surat Al-A’la dan Al-Ghosyiyah. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh shohabat An-Nu’man bin Basyir radiyallahu anhu ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي العِيدَيْنِ وَفِي الجُمْعَةِ، بسَبِّحِ اسمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى، وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ

“Adalah Rasulullah salallahu alaihi wasallam membaca dalam sholat ‘id dan jum’ah dengan sabbihisma robbikal a’la dan hal ataaka haditsul ghosyiyah”.[20]

F.     Sunnahkah mengangkat tangan disetiap takbir dalam sholat ‘id?

Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat menjadi dua kelompok:

a. Pendapat pertama: disunnahkan mengangkat tangan dalam setiap takbir. Ini adalah madzhab Al-Hanafiyah, Syafi’iyah dan Al-Hanabilah, dan pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin dan Syaikh Sholeh Al-Fauzan.[21]

Berdasarkan riwayat dari Abdillah bin Umar dan dari Umar bin Khottob radiyallahu anhuma:

أَنَّهُ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهُ مَعَ كَلِّ تكبيرة فِي الجَنَازَةِ وَفِي العِيدِ

“Bahwa ia (Abdullah bin Umar) mengangkat tangan setiap takbir dalam sholat ‘id dan sholat jenazah”.[22]

b. Pendapat kedua: tidak disunnahkan mengangkat tangan dalam setiap takbir, kecuali takbirotul ihram saja. Ini adalah madzhab Al-Malikiyah, At-Tsauri, Ibnu Abi Laila, Abu Yusuf dan pendapat Al-Imam As-Syaukani dan Syaikh Al-Albani rahimahumullahu ta’ala.[23]

karena tidak ada dalil yang shahih dari Nabi salallahu alaihi wasallam bahwa beliau mengangkat tangan disetiap takbir shalat ‘id kecuali takbirotul ihram, adapun yang diriwayatkan dari Umar dan putranya (Abdullah bin Umar) maka tidak bisa dijadikan dasar disunnahkannya mengangkat tangan, karena riwayat dari Umar bin Khottob sanadnya dhoif (lemah), sedangkan Imam Malik berkata tentang riwayat tersebut bahwa : aku (Malik bin Anas) tidak pernah mendengar sedikitpun tentang itu.

Pendapat kedua ini yang lebih rajih/kuat.[24] Wallahu a’lam

G.    Khutbah setelah sholat ied

Disunnahkan setelah sholat bagi Imam untuk berkhutbah satu kali dan bukan dua kali seperti khutbah jum’at, khutbah yang dilakukan dengan dua kali seperti khutbah jum’at adalah tidak benar karena dasar haditsnya dhoif (lemah). Berkutbah dengan berdiri diatas tanah dan tanpa memakai mimbar. itulah yang dicontohkan Nabi salallahu alaihi wasallam dan para al-khulafa’ar-rosyidin radiyallahu anhum.[25]

Dari Abdullah bin Abbas radiyallahu anhuma ia berkata:

شَهِدْتُ العِيدَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثمَانُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ، فَكَلُّهم كَانُوا يُصَلُّونَ قَبْلَ الخُطْبَةِ

“Aku pernah sholat ‘id bersama Nabi salallahu alaihi wasallam, Abu Bakr, Umar dan Utsman radiyallahu anhum, maka mereka semua melaksanakan sholat sebelum khutbah”.[26]

Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat yang lain menunjukkan bahwa khutbah ‘id adalah setelah sholat, adapun jika dilakukan sebelum sholat maka hukumnya bid’ah dan menyalahi sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam. Karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi salallahu alaihi wasallam dan para shohabatnya radiyallahu anhum. Adapun orang yang pertama kali yang berkhutbah ‘id sebelum sholat adalah Marwan rahimahullah kemudian diingkari oleh para ulama pada masa itu dan setelahnya karena menyelisihi sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam dan sunnah para shohabat.[27]

sebagaimana yang diriwayatkan oleh Thariq bin Syihab radiyallahu anhu ia berkata:

أَخْرَجَ مَرْوَانُ المِنْبَرَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَبَدَأَ بِالخَطَبَةِ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا مَرْوَانَ خَالَفْتَ السُّنَّةَ أَخْرَجْتَ المِنْبَرَ فِي يَوْمِ عِيدٍ وَلَمْ يَكُنْ يُخْرَجُ فِيهِ وَبَدَأْتَ بِالخَطَبَةِ قَبْلَ الصَّلَاةِ

“Marwan mengeluarkan mimbar pada hari ‘id, ia memulai khutbah sebelum shalat, maka seseorang berdiri  sambil berkata: wahai Marwan! Engkau telah menyelisihi sunnah, engkau mengeluarkan mimbar pada hari ‘id sedangkan Nabi dan para shohabat tidak pernah mengerjakannya dan engkau memulai khutbah sebelum sholat”.[28]

Dan disunnahkan bagi khotib untuk menyampaikan nasehat-nasehat kepada kaum muslimin dengan seruan bertaqwa kepada Allah, mengajak kepada aqidah yang benar dan amalan-amalan sholeh serta memperingatkan kaum muslimin dari perbuatan syirik, bid’ah dan amalan-amalan yang mengugurkan pahala. Dan juga dianjurkan agar menyampaikan nasehat-nasehat khusus kepada wanita-wanita muslimah dengan kebaikan. Sebagaimana yang dicontohkan Nabi salallahu alaihi wasallam.

H.    Hukum mendengarkan khutbah

Hukum mendengarkan khutbah ‘id adalah sunnah dan tidak wajib, akan tetapi jika seseorang mendengarkan khutbah niscaya dia akan mendapatkan manfaat dan ilmu serta ikut menampakkan syiar-syiar islam dalam sholat ‘id.

Berdasarkan riwayat dari Abdullah bin As-Saib radiyallahu anhu ia berkata:

شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ العِيدَ فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ قَالَ: إنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ لِلخُطَبَةِ فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ

“Aku pernah menyaksikan sholat ‘id bersama Nabi salallahu alaihi wasallam, maka tatkala selesai sholat beliau berkata: sesungguhnya kami akan berkutbah, barang siapa yang ingin duduk mendengarkan khutbah maka hendaklah ia tetap duduk, dan barang siapa yang ingin pergi maka hendaknya ia pergi”.[29]

(Baca Juga : 24 Ayat Al-Quran Tentang Tsamud)

I.       Adakah sholat sunnah sebelum sholat ‘id?

Adapun sholat sunnah sebelum sholat ‘id maka tidaklah disunnahkan dan tidak ada contoh dari Nabi salallahu alaihi wasallam dan para shohabatnya, bahkan ini meyelisihi apa yang dicontohkan Nabi salallahu alaihi wasallam, sebagaimana riwayat dari Abdullah bin Abbas radiyallahu anhuma ia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى يَوْمَ الفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ، لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلَا بَعْدَهَا

“Bahwasanya Nabi salllahu alaihi wasallam sholat ‘idul fithri dua raka’at dan tidak pernah sholat sebelum dan sesudahnya”.[30]

Adapun jika sholat ‘id dilaksanakan di masjid karena ada sebab udzur syar’i maka disunnahkan untuk sholat dua rakaat ketika masuk masjid Karena ini termasuk sholat tahiyyatul masjid, Ini adalah para Ulama termasuk Al-Imam Ibnu Baz rahimahullahu ta’ala.[31]

sebagaiman sabda Nabi salallahu alaihi wasallam:

إِذَا دَخَلَ أحدُكمُ المَسْجِدَ، فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ

“Apabila salah seorang diantara kalian masuk masjid, maka janganlah ia duduk sampai ia sholat dua rakaat”.[32]

J.       Hal-hal yang disunnahkan pada hari ‘id[33]

Diantara sunnah-sunnah Nabi salallahu alaihi wasallam pada hari ‘id adalah:

1.     Mandi.  Dari Ali bin Abi Tholib radiyallahu anhu ia pernah ditanyak tentang disunnahkan mandi, maka beliau menjawab:

يَوْمُ الجُمْعَةِ وَيَوْمُ عرفةَ وَيَوْمُ النَّحْرِ وَيَوْمُ الفُطْرِ

“pada hari jum’ah, hari arafah, ‘idul adha dan ‘idul fithri”.[34]

Dan dari Nafi’ rahimahullah ia berkata: “bahwa Abdullah bin Umar radiyallahu anhuma biasa mandi pada hari ‘idul fitri sebelum pergi ke musholla (lapangan)”.[35]

2.     Memakai sebaik-baik pakaian yang ia miliki. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radiyallahu anhuma ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَلْبَسُ يَوْمَ العِيدِ بردةً حَمْرَاءَ

“Adalah Rasulullah salallahu alaihi waallam pada hari ‘id beliau memakai pakaian tebal merah”.[36]

3.     Makan beberapa makanan pada ‘idul fithri sebelum keluar ke tanah lapang. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَغْدُو يَوْمَ الفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ تَمَرَاتٍ

“Adalah Rasulullah salallahu alaihi wasallam tidak keluar pada hari ‘idul fithri sampai beliau memakan beberapa kurma”.[37]

4.     Mengakhirkan makan pada hari ‘idul adha sampai selesai sholat. Diriwayatkan dari Buraidah radiyallahu anhu ia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ وَلَا يَطْعَمُ يَوْمَ النَّحْرِ حَتَّى يَنْحَرَ

“Bahwa Rasulullah salallahu alaihi wasallam tidak keluar (ke lapangan) pada ‘idul fithri sampai beliau makan terlebih dahulu, dan tidak makan pada hari ‘idul adha sampai beliau menyembelih (kurban)”.[38]

5.     Menyelisihi jalan (antara pergi dan kembali). Sebagaimana yang dicontohkan Nabi salallahu alaihi wasallam, berkata Jabir radiyallahu anhu:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ، خَالَفَ الطَّرِيقَ

“Adalah Nabi salallahu alaihi wasallam apabila hari ‘id beliau menyelisihi jalan (membedakan antara jalan pergi ke lapangan dengan kembalinya)”.[39]

6.     Memperbanyak takbir pada hari ‘id. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur”.[40]

Dan firman Allah ta’ala:

وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَّعْدُودَاتٍ

“Dan berdzikirlah kepada Allah pada hari yang telah ditentukan jumlahnya”.[41]

Adapun waktu mulai takbir ‘idul fithri adalah ketika hendak keluar menuju musholla (tanah lapang) dan terus memperbanyak takbir sampai sholat akan dilaksanakan. Sebagaimana yang diriwayatkan Nafi’ rahimahullah dari Abdillah bin Umar radiyallahu anhuma ia berkata: “Adalah Rasulullah salallahu alaihi wasallam keluar menuju  sholat ‘idain bersama Al-Fadhl bin Abbas, Abdullah bin Abbas, Ali bin Abi Tholib, Ja’far, Al-Hasan, Al-Husain, Usamah bin Zaid, Zaid bin Haritsah dan Aiman bin Ummi Aiman radiyallahu anhum, seraya mengeraskan suara dengan tahlil (mengucapkan lailaha illaAllah) dan takbir (mengucapkan Allahu Akbar)”.[42]

Sedangkan waktu melantunkan takbir pada hari ‘idul adha adalah pagi hari pada hari arofah sampai waktu ashar akhir hari tasyriq. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Tholib, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud radiyallahu anhum dengan sanad shohih.[43]

7.     Memberi ucapan selamat kepada orang lain.

Menugucapkan kalimat selamat pada hari raya atau ucapan “taqabbala Allahu minna wa minkum” dibolehkan, karena terdapat riwayat dari sebagian shahabat radiyallahu anhum mereka saling mengucapkannya.[44]

(Baca Juga : 14 Ayat Al-Quran Tentang Penyakit)

Wallahu a’lam.
(@lif/TP Cairo/29 ramadhan 1431 H/ 8 september 2010 M).

Bahan pustaka:
1.     Al-Wajiz fi fiqhi as-sunnah wa al-kitab al-aziz, Syaikh DR. Abdul Adhzim Badawi, dar Ibnu Rajab, cet. Keempat, th. 1430 H 2009 M, Egypt.
2.     Shohih fiqh as-sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal Sayyid Salim, al-maktabah at-taufiqiyah, Cairo-Egypt.
3.     Tamam al-minnah fi fiqhi al-kitab wa shohih as-sunnah, Syaikh Adil bin Yusuf Al-Azzazi, muassasah al-qurtubah, cet. Ketiga, th. 1427 H 2006 M, Egypt.
4.     Tamam al-minnah fi at-ta’liq ala fiqhi as-sunnah, Syaikh Al-Imam Al-Albany, dar ar-royah, cet. Kelima, th. 1419 H 1998 M, Jeddah-KSA.
5.     At-Ta’liqot ar-rodiyyah ala ar-roudoh an-nadiyah, Syaikh Al-Imam Al-Albany, dar ibn qoyyim, cet. Kedua, th. 1428 H 2007 M, Riyadh-KSA.
6.     Al-Mulakhos al-fiqhi, Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan, tanpa penerbit dan tahun, KSA.
7.     Al-Ijaz fi ba’dhi ma ikhtalafa fihi Al-Albany wa Ibni Utsaimin wa Ibni Baz, Syaikh DR. Sa’ad bin Abdillah Al-Buraik, tanpa penerbit, cet. Pertama, th. 1430 H 2009 M.
8.     Al-Mausu’ah al-fiqhiyah al-muyassaroh, Syaikh Husain bin Audah Al-Awayisah, al-maktabah al-islamiyah, cet. Pertama, th. 1423 H 2002 M, Amman-Ordon.
9.     Sholatul ‘iedain fi al-musholla hiya as-sunnah, Syaikh Al-Imam Al-Albany, al-maktab al-islamy, cet. Ketiga, th. 1406 H 1986 M, Beirut.

[1] Shahih fiqhus sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal Salim 1/598-599, tamamul minnah, Syaik Al-Albani hal. 344, Al-wajiz fi fiqhi as-sunnah wa al-kitab al-aziz, Syaikh DR. Abdul Adhim Badawi hal. 186 dan al-fiqhu al-muyassar, hal. 102.

[2] QS. Al-Kautsar: 2.

[3] at-ta’liqot ar-rodiyah ala ar-roudoh an-nadiyah 1/379.

[4] QS. Al-Baqoroh: 185.

[5] Ar-roudah an-nadiyah 1/379.

[6] HR. Bukhori no. 46 dan Muslim no. 11 dari Tholhah bin Ubaidillah radiyallahu anhu.

[7] HR. Abu Dawud no. 1135 dan Ibnu Majah no. 1317 dan dishahihkan Syaikh Al-Albani, dari Yazid bin Khumair Ar-Rohaby rahimahullahu ta’ala.

[8] Ar-roudoh an-nadiyah, Al-Imam Shiddiq Hasan Khon 1/386-387, dan al-mulakhos al-fiqhi, Syaikh DR. Shaleh Al-Fauzan 1/269, shahih fiqhi as-sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal Salim 1/600.

[9] HR. Abu Dawud no. 1157 dan Ibnu Majah no. 1653 dan dishahihkan Syaikh Al-Albani.

[10] HR. Bukhari no. 956 dan Muslim no. 889.

[11] Shahih fiqhu as-sunnah 1/601 dan al-fiqhu al-muyassar hal. 102.

[12] Sholatul ‘idain fi musholla hiya as-sunnah oleh Al-Imam Al-Albani hal. 34.

[13] Majmu’ fatawa wa maqolat, Syaikh Ibnu Utsaimin 16/231.

[14] Shahih fiqhu as-sunnah 1/606.

[15] HR. Bukhari no. 960 dan Muslim no. 886.

[16] HR. Muslim no. 887 dan At-Tirmidzi no. 532.

[17] HR. Tirmidzi no. 536 dan Ibnu Majah no. 1279 dari Katsir bin Abdillah bin Amri bin Auf dari Ayahnya dari Kakeknya dengan sanad shohih, dishahihkan Syaikh Al-Albani.

[18] HR. Abu Dawud no. 1149 dan Ibnu Majah no. 1280 dengan sanad shohih, dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam al-irwa’ no. 639.

[19] HR. Muslim no. 891.

[20] HR. Muslim no. 878.

[21] Al-Majmu’ syarhul muhadzab, Imam An-Nawawi 5/26, syarhul mumti’, Syaikh Ibnu Utsaimin 5/138-139 dan majmu’ fatawa wa rosail, Syaikh Ibnu Utsaimin 16/239-240 dan 244, dan al-mulakhos al-fiqhi, Syaikh Shaleh Al-Fauzan 1/272.

[22] HR. Al-Baihaqi dalam sunannya 3/293.

[23] Al-Majmu’ syarhul muhadzab, Imam An-Nawawi 5/26, nailul authar, Imam As-Syaukani 5/55, tamamul minnah, Syaikh Al-Albani hal. 348-349.

[24] dirojihkan oleh Guru kami Syaikh Adil bin Yusuf Al-Azazi hafidzohullahu ta’ala dalam kitabnya “tamamul minnah fi fiqhi al-kitab wa shohih as-sunnah” 2/44. Guru kami Syaikh Abu Malik Kamal Salim hafidzohullahu ta’aladalam shahih fiqhis sunnah 1/606. dan  penulis yang dhoif ini lebih condong ke pendapat yang kedua.

[25] Shahih fiqhis sunnah 1/607.

[26] HR. Bukhari no. 962 dan Muslim no. 884.

[27]  ar-roudhoh an-nadiyah, Al-‘Allamah Shiddiq Hasan Khon 1/384.

[28] HR. Muslim no. 889 dan Abu Dawud no. 1140.

[29] HR. Abu Dawud no. 1155, Ibnu Majah no. 1290 dan dishahihkan Syaikh Al-Albani.

[30] HR. Bukhari no. 964 dan 989, Tirmidzi no. 537.

[31] Majmu’ fatawa wa maqolat mutanawwi’ah, Syaikh Ibnu Baz 13/14.

[32] HR. Bukhari no. 1164, 444 dan Muslim no. 714 dari Abu Qatadah bin Rib’i Al-Anshari radiayllahu anhu.

[33] Al-wajiz fi fiqhi sunnah wal kitabil aziz, Syaikh DR. Abdul Adhim Badawi hal. 188-189. Shahih fiqhi as-sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal Salim 1/602-605. Al-fiqhu al-muyassar hal. 104-105.

[34] HR. As-Syafi’i dalam musnadnya no. 114 dengan sanad, dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam al-irwa’ 1/177.

[35] HR. Malik dalam muwattho’ no. 426, Syafi’i dalam musnadnya no. 73 dan Abdurrazzaq As-Shon’ani dalam al-mushonnafnya no. 5754 dengan sanad shohih.

[36] HR. At-Thabrani dalam al-ausat. Berkata Al-Haitsamy dalam majma’ az-zawaid 2/201: rowi-rowinya terpercaya, dan dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albani dalam as-shahihah no. 1279.

[37] HR. Bukhari no. 953.

[38] HR. Tirmidzi no. 542,  Ibnu Majah no. 1756 dan Ibnu Hibban no 2812, dishahihkan Syaikh Al-Albani.

[39] HR. Bukhari no. 986.

[40] QS. Al-Baqoroh: 185.

[41] QS. Al-Baqoroh: 203.

[42] HR. Al-Baihaqi 3/279 dan dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albani rahimahumallahu dalam al-irwa’ 3/123.

[43] HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al-mushonnafnya 2/165, Al-Baihaqi dalam sunannya 3/314, dan Al-Hakim dalam mustadroknya 1/300, lihat. Al-irwa’ Syaikh Al-Albani 3/125.

[44] Ringkasan dari fatwa Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah ta’ala, lihat. Shahih fiqhis sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal Salim 1/608-609.

Tulisan Al-Ustadz Muhammad Alif, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=260828011153535&id=100016790144202

Bolehkah Mengucapkan "Minal Aidin Wal Faidzin"?

Bolehkah Mengucapkan "Minal Aidin Wal Faidzin"?
Bolehkah Mengucapkan "Minal Aidin Wal Faidzin"?

*Bolehkah Mengucapkan “Minal Aaaidiin wal Faaiziin" ?*
التهنئة بالعيد

Ucapan Selamat Hari Raya

في سؤال للجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء بالمملكة العربية السعودية

Pertanyaan kepada Lajnah Daimah Lilbuhuts al-Ilmiyyah wal Ifta di Kerajaan Arab Saudi

بشأن ما تعارف الناس على ذبحه من المواشي في عيد الفطر؛ إظهارا للفرح، وتكريما لضيوفهم الذين يرِدِون عليهم، وكذا تزاورهم في العيد؛ صلة لأرحامهم، وإدخالا للسرور على جيرانهم وإخوانهم المسلمين

Tentang apa yang sudah dikenal oleh orang-orang untuk menyembelih binatang pada hari idul fithri; dalam rangka menampakan kegembiraan, dan memuliakan tamu yang datang pada mereka.

Demikian pula saling berkunjungnya mereka pada hari raya, sebagai bentuk silaturrahim, dalam rangka membahagiakan tetangga dan saudara sesama muslim.

(Baca Juga : Otopsi Mayat, Bolehkah?)

وتهنئتهم بعضهم البعض بهذه المناسبة بقولهم: «تقبل الله منا ومنكم» و«من العايدين والفائزين» و«عيدكم مبارك» ونحو ذلك من عبارات التهنئة

Serta ungkapan selamat mereka kepada sebagian yang lain pada kesempatan ini dengan ucapan:

“Taqobbalallahu Minnaa wa Minkum” dan “Minal Aaaidiin wal Faaiziin” dan ” ‘Iidukum Mubarak” atau ungkapan-ungkapan lain yang semisal.

لأنه ظهر من يقول: إن هذا كله من البدع، بل إنه يمتنع عن زيارة أقاربه ومعارفه واستقبالهم في العيد؛ لأنه يرى أنَّ كُلَّ ذلك من البدع، وقد طلب المذكور فتوى سماحتكم في ذلك مكتوبة حتى يعمل بها الجميع؟ فآمل التكرم بالاطلاع وإفتاء المذكور بما ترونه

Karena ada yang mengatakan:
Itu semua adalah Bid’ah, bahkan tidak boleh untuk berkunjung kepada kerabat dan handai taulan, atau menyambut kedatangannya; karena dia beranggapan bahwa hal itu semua adalah bid’ah. Dan meminta pendapat tentang hal itu secara tertulis, sehingga bisa diamalkan oleh semua. Dan aku berharap, bisa melihat permasalahan ini dan memberikan fatwa tentangnya.

(Baca Juga : Gara-Gara Lisan)

فأجابت اللجنة

Maka Lajnah menjawab:

لا بأس بذبح بعض الذبائح في عيد الفطر؛ إكراما للضيوف الذين يزورون مَن يذبح تلك الذبائح. لكن بقدر ما يكفي للزائر، مع عدم الإسراف والفخر في ذلك

Tidak mengapa menyembelih sembelihan pada hari idul fithri; dalam rangka memuliakan tamu yang berkunjung, bagi yang menyembelih sembelihan. Akan tetapi cukup untuk orang yang berkunjung, dan tidak berlebih²an, serta tidak dalam rangka berbangga-bangga dalam hal itu.

وأما تهنئة المسلمين بعضهم ببعض بالعيد -بمثل العبارات المذكورة في السؤال-: فإنه لا بأس بها؛ لما فيها من دعاء الأخ المسلم لأخيه بقبول العمل وطول العمر والسعادة، ولا محذور في ذلك

Adapun ucapan selamat kaum muslimin sebagian mereka kepada sebagian yang lain pada hari id -seperti ungkapan-ungkapan yang disebutkan pada pertanyaan- : Maka hal itu tidak mengapa; karena hal itu terdapat do'a seorang muslim untuk saudaranya agar diterima amalannya, panjang umur, dan kebahagiaan. Dan tidak terlarangan dalam hal itu.

وبالله التوفيق. وصلى الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم

Wabillahi at-Taufik, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shahbihi wa sallam.

اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

Al-Lajnah ad-Daimah Lilbuhuts al-’Ilmiyyah wal Ifta

صالح الفوزان … عبدالله بن غديان … عبدالعزيز آل الشيخ … عبدالعزيز بن عبدالله بن باز

Syaikh Shalih al-Fauzan
Syaikh Abdullah Ghadyan
Syaikh Abdul Aziz aalu asy-Syaikh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

[فتاوى اللجنة الدائمة، المجموعة الثانية (7/ 155-156)، الفتوى رقم (20673)]

Fataawa al-Lajnah ad-Daimah Majmu’ah:2, (7/155-166), fatwa no:20673.

جعلنا الله من العائدين التائبين المنيبين الملتجئين إليه الفائزين برضاه

Mudah-mudahan Allah Ta’ala menjadikan kita orang-orang yang kembali dan bertaubat kepada Allah, serta menang mendapatkan ridha-Nya.

(Baca Juga : Jangan Sebut Kafir, Sebut Saja Non Muslim)

Disusun Oleh : Ustadz Fuad Hamzah Baraba', Lc

Telegram Channel: http://bit.ly/fuadhbaraba79

Tulisan Al-Ustadz Fuad Hamzah Baraba, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1472158486260209&substory_index=0&id=100003982154800

11 Pelajaran Aqidah dari Puasa dan Ramadhan

11 Pelajaran Aqidah dari Puasa dan Ramadhan
11 Pelajaran Aqidah dari Puasa dan Ramadhan
Pelajaran dari disyariatkannya puasa dan bulan ramadhan sangat banyak dari berbagai sisi, tapi coretan ini sedikit menyebutkan beberapa point Aqidah yang bisa kita ambil sebagai pelajaran, diantaranya :

1. Mengimani Tauhid Uluhiyyah, dengan mengikhlaskan puasa hanya karena Allah, inilah pondasi puasa seorang hamba. Puasa merupakan amalan rahasia antara hamba dan Allah, maka ini wujud dari keimanan dia kepada Allah.
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ ، الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ ، قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِلَّا الصَّوْمَ ، فَإِنَّهُ لِي ، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي

"Semua amalan anak Adam pahalanya akan dilipatkan gandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus". Allah berfirman : "Kecuali puasa. Ia untukKu dan Aku yang akan membalasnya, Sesungguhnya ia menahan syahwatnya dan tidak makan karena Aku". (HR. Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 1151).

(Baca Juga : Manhaj Salaf Adalah Jalan Kebenaran)

2. Mengimani Tauhid Rububiyyah bahwa Allah yang memberi makan dan minum orang yang lupa disiang hari, ini merupakan tadbir Allah kepada hambaNya.
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

مَنْ نَسِىَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ

"Siapa yang lupa sedangkan ia berpuasa kemudian makan atau minum maka hendaklah ia meyempurnakan puasanya, sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan minum". (HR. Bukhari no. 1155 dan Muslim no. 6669).

3. Mengimani Tauhid Asma' wa shifat bagi Allah, bahwa Allah memiliki nama Al Ghafur dan sifatnya Maghfirah, karena dengan berpuasa di siang hari dan shalat tarawih di malam hari maka Allah akan ampuni dosa-dosa hambaNya.
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Siapa yang berpuasa ramadhan dengan iman dan mengharap pahala niscaya akan diampuni dosa dosanya yang telah lalu". (HR. Bukhari no. 2014 dan Muslim no. 760).
dan sabdanya :

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Siapa yang mendirikan shalat ramadhan (terawih) dengan iman dan mengharap pahala niscaya akan diampuni dosa dosanya yang telah lalu". (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759).

4. Mengimani nama Allah Ar Rahman dan sifatnya Ar Rahmah, Allah perintahkan berpuasa tapi disisi lain Allah memberikan rukhsah (keringanan) bagi yang tidak mampu untuk berbuka, ini merupakan bentuk rahmah Allah kepada hamba hambaNya.
diantara keringanan adalah bagi musafir, sebagaimana dalam hadits beliau :

عَنْ حَمْزَةَ بْنِ عَمْرٍو الأَسْلَمِىِّ أَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَجِدُ بي قُوَّةً عَلَى الصِّيَامِ في السَّفَرِ فَهَلْ عَلَىَّ جُنَاحٌ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : هي رُخْصَةٌ مِنَ اللَّهِ فَمَنْ أَخَذَ بِهَا فَحَسَنٌ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَصُومَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ

Dari Hamzah bin Amru Al Aslamiy bahwa ia berkata : Wahai Rasulullah aku mendapati kekuatan untuk berpuasa ketika safar, apakah aku berdosa? Beliau shallallahu alaihi wasallam menjawab : (berbuka) itu adalah keringanan dari Allah maka barangsiapa yang mengambil keringanan tersebut adalah baik, dan barangsiapa yang mau berpuasa maka tidak mengapa". (HR. Muslim no. 1121).

5. Meyakini dan menetapkan Syafaat pada hari kiamat.
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، يَقُولُ الصِّيَامُ : أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ . وَيَقُولُ الْقُرْآنُ : مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ . قَالَ : فَيُشَفَّعَانِ

"Puasa dan Al Quran akan memberi syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat, (pahala) Puasa berkata : wahai Tuhan, hamba ini telah menahan diri dari makan dan syahwatnya di siang hari maka berilah ijin kepadaku untuk memberi syafaat kepadanya. (pahala) Bacaan Al Quran berkata : hamba ini tidak tidur malam karena membaca Al Quran maka berilah ijin kepadaku untuk memberi syafaat kepadanya. maka keduanya memberikan syafaat". (HR. Ahmad no. 6626 dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam shahihul jami' no. 3882).

6. Beriman kepada Al Quran yang Allah turunkan kepada NabiNya shallallahu alaihi wasallam. dan mengimani sifat tinggi bagi Allah, berada di atas Arsy yang telah menurunkan Al Quran.
sebagaimana firmanNya :

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ

"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)". (Qs. Al Baqarah : 85).

(Baca Juga : 12 Ayat Al-Quran Tentang Masjid)

7. Mengimani dan menetapkan sifat Thayyib (Maha Baik) bagi Allah.
Sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا

"Sesungguhnya Allah itu Maha baik dan tidak menerima, kecuali sesuatu yang baik". (HR. Muslim no. 1015).

dan sabda beliau :

وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ

"Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada aroma minyak kasturi". (HR. Bukhari no. 1894 dan Muslim no. 1151).

8. Beriman adanya Jin dan syaithan.
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

"Apabila datang ramadhan maka pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan syaithan-syaithan dibelenggu". (HR. Bukhari no. 3277 dan Muslim mo. 1079).

9. Beriman bahwa Allah bershalawat kepada orang orang yang makan sahur.
sebagaimana sabda beliau :

إنَّ اللهَ ومَلائِكتَهُ يُصَلُّونَ عَلى المُتسَحِّرِين

"Sesungguhnya Allah dan malaikat bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur". (HR. Ahmad no. 11101 dan Ibnu Hibban no. 3467 dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam shahih at targhib no. 1070).

Shalawat Allah kepada hamba-hambaNya berarti pujian Allah kepada mereka.

10. Beriman kepada hari akhir.
sebagaimana sabda beliau shallallahu alaihi wasallam :

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ

"Bagi orang yang berpuasa mendapatkan dua kebahagiaan, bahagia apabila dia berbuka puasa dan bahagia apabila berjumpa Allah dengan membawa puasanya". (HR. Bukhari no. 1894 dan Muslim no. 1151)

11. Mengimani adanya Surga dan pintunya yang bernama Ar Rayyan khusus bagi orang yang berpuasa.
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

إِنَّ في الْجَنَّةِ بَاباً يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، لاَ يَدْخُلُ مَعَهُمْ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، يُقَالُ: فَإِذَا دَخَلَ آخِرُهُمْ أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ

"Sesungguhnya di surga ada satu pintu yang disebut dengan ar rayyan, orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat akan masuk melalui pintu tersebut, tidak ada orang selain mereka yang memasukinya. Jika telah masuk orang terkahir yang puasa ditutuplah pintu tersebut". (HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim no. 1152).

(Baca Juga : Bolehkah I'tikaf di Musholla?)

Semoga dengan ini Aqidah dan Ibadah kita semakin kuat dan diberikan istiqamah, serta puasa kita diterima oleh Allah.

WaAllahu A'lam.
📚diringkas dari :
~masaail 'aqadiyah fis shiyam, Mar'id bin Abdillah As Syumariy.
~tahqiq at tauhid fi shiyam ramadhan, DR. Adnan Musthafa.

📝@/Solo/11/05/19
#Masjid_AlQamar_Purwosari
#Mushalla_PLTS_Mojo_9
#Masjid_KPPN_Selamet_Riyadi
#Selamat_berpisah_Ramadhan_وداعا_رمضان

Tulisan Al-Ustadz Muhammad Alif, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=448696292366705&id=100016790144202

Kenapa Kita Berpuasa?

Kenapa Kita Berpuasa?
Kenapa Kita Berpuasa?
Saudaraku seiman semoga Allah senantiasa menjaga dan memberikan hidayahNya kepada kita semua.

insyaAllah kita semua mengetahui arti Puasa, yaitu menahan diri dari makan, minum, berjima’ serta hal-hal yang dapat membatalkan puasa mulai dari terbitnya matahari sampai terbenam. Tetapi jika kita ditanya kenapa berpuasa kira-kira apa jawaban kita?

Saudaraku.. inilah diantara jawabannya, mudah-mudahan bermanfaat dan menjadikan kita lebih semangat dalam menjalankan ibadah puasa. yaitu :

1.     Kita berpuasa ramadhan karena puasa adalah salah satu rukun islam yang harus dikerjakan oleh setiap muslim dan muslimah ( yang baligh, berakal, sehat, muqim, bersih dari haid dan nifas). Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam dibangun diatas lima perkara : syahadat bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, melaksanakan haji dan puasa ramadhan”. (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16 dari Ibnu Umar radiyaAllahu anhuma)

(Baca Juga : Wajibnya Mengenal Aqidah Islam)

2.     Agar menjadi orang yang bertaqwa dengan sebenar-benarnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa”. (Qs. Al-Baqarah : 183)

3.     Karena mengharap pahala dan ampunan dari Allah. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berpuasa ramadhan karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni baginya dosa-dosa yang telah lalu”. (HR. Bukhari no. 1901 dan Muslim no. 175 dari Abu Hurairah radiyallahu anhu)

4.  Agar dijauhkan dari api neraka karena puasa adalah perisai/tameng. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

الصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا العَبْدُ مِنَ النَّارِ

“Puasa adalah perisai yang dijadikan sebagai pelindung seorang hamba dari api neraka”. (HR. An-Nasa’i no. 2231 dan Ahmad 3/241 dari Jabir radiyallahu anhu dan Utsman bin Abi Al-’Ash radiyallahu anhu dengan sanad yang shahih, dan dihasankan Syaikh Al-Albani di shahihul jami’ no. 3867 dab 4308)

Dan sabda beliau :
مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللهِ؛ بَعُدَتْ مِنْهُ النَّارُ مَسِيرَةَ مِئَةَ عَامٍ

“Barangsiapa yang berpuasa sehari di jalan Allah niscaya akan dijauhkan dari api neraka sepanjang perjalanan seratus tahun”. (HR. Thabrani dalam mu’jam ausath 3/309, dari Amru bin ‘Abasah radiyallahu anhu, dan dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam shahih at-targhib no. 1259)

5.     Karena ingin meraih derajat yang tinggi di sisi Allah. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

عَلَيْكَ بِالصَّومِ ، لَا مِثْلَ لَه

“Hendaklah engkau berpuasa, karena (puasa) tidak ada bandingannya”. (HR. An-Nasa’i no. 2222, dari Abu Umamah radiyallahu anhu, dan dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam shahihul jami’ no. 4045 dan as-shahihan no. 1937)

6.     Karena ingin meraih pahala yang besar dengan kesabaran dalam menjalankan ibadah puasa. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas”. (Qs. Az-Zumar : 10)

Dan sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam hadits qudsi :

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

“Setiap amal anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa, maka sesungguhnya (puasa itu) untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya”. (HR. Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 163 dari Abu Hurairah radiyallahu anhu).

Ini menunjukkan besarnya pahala dan keagungan puasa, karena Allah mengkhusukan amalan puasa dan menisbatkan kepada-Nya.

(Baca Juga : 23 Ayat Al-Quran Tentang Pertemanan)

7.     Karena ingin mendapatkan syafa’atnya pada hari qiyamat. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

الصِّيَامُ وَالقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ القِيَامَةِ ، يَقُولُ الصِّيَامُ : أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهْوَةَ ، فَشَفِّعْنِي فِيْهِ ، وَيَقُولُ القُرْآنُ : مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ ، فَشَفِّعْنِي فِيْهِ ، قَالَ : فَيَشْفَعَانِ

“Puasa dan Al-Quran kelak pada hari kiamat akan memberikan syafaat kepada seorang hamba, berkata puasa : Ya Rabb, aku telah menghalanginya dari makan dan syahwat, izinkanlah aku untuk memberi syafaat kepadanya, dan berkata Al-Quran : Aku telah menghalanginya dari tidur malam, maka izinkanlah aku untuk memberi syafaat kepadanya, berkata Rasulullah : maka keduanya memberi syafaat”. (HR. Ahmad no. 6626 dan Al-Hakim 1/554, dari Abdullah bin Amru radiyallahu anhuma, dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir dan Syaikh Al-Albani di shahihul jami’ no. 3882)

8.     Karena ingin surga melalui pintu ar-rayyan. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

إِنَّ فِي الجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ : الرَّيَّانُ ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ القِيَامَةِ ، لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقُوا ، فَلَمْ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ

“Sesungguhnya di surga terdapat pintu yang disebut Ar-Rayyan, pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa akan masuk (surga) melalui pintu tersebut, tidak ada seorang pun selain mereka yang boleh masuk darinya, jika mereka sudah masuk maka dikuncilah pintu tersebut, sehingga tidak ada seorang pun (selain mereka) yang bisa masuk darinya”. (HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim no. 166 dari Sahl bin Sa’ad radiyallahu anhu).

9.     Karena kita ingin dicatat dan dikumpulkan bersama para syuhada’ dan shiddiqin. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Amru bin Murroh Al-Juhani radiyallahu anhu ia berkata :

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ شَهِدْتُ أَنْ لَا إلَهَ إلاَّ اللَّهُ وَأَنَّكَ رَسُولُ اللهِ وَصَلَّيْتُ الصَّلَوَاتِ الخَمْسِ وَأَدَّيْتُ الزَّكَاةَ وَصُمْتُ رَمَضَانُ وَقُمْتُهُ فَمِمَّنْ أَنَا؟ قَالَ: مِنْ الصِّدِّيقينَ والشُّهداءِ

“Seseorang datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam dan bertanya : wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu jika aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah, aku shalat lima waktu, aku membayar zakat dan aku berpuasa juga mendirikan giyamul lail (shalat teraweh), termasuk golongan siapakah aku? Beliau menjawab : engkau termasuk siddiqin dan syuhada’”. (HR. Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya no. 2212 dan Al-Haitsami dalam az-zawaaid 1/151, dan dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam shahih at-targhib no. 361 dan 1003)

10.              Karena ingin mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam hadits qudsi :

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا : إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ ، وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ

“Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan yang dirasakannya : apabila berbuka maka ia bergembira dengan buka puasanya, dan apabila berjumpa dengan Rabbnya, maka ia bebahagia dengan puasanya”. (HR. Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 163 dari Abu Hurairah radiyallahu anhu).

Maka barangsiapa yang menginginkan kebahagian dunia dan akhirat hendaknya berpuasa, dan inilah kebahagiaan yang sesungguhnya yang akan dirasakan oleh setiap orang yang puasa. waAllahu a’lam.

(Baca Juga : Prinsip Dakwah Salafiyyah)

Bahan pustaka:
1.     Al-Wajiz fi fiqhi as-sunnah wa al-kitab al-aziz, Syaikhuna DR. Abdul Adhzim Badawi, dar Ibnu Rajab, cet. Keempat, th. 1430 H 2009 M, Egypt.
2.     Shohih fiqh as-sunnah, Syaikhuna Abu Malik Kamal Sayyid Salim, al-maktabah at-taufiqiyah, Cairo-Egypt.
3.     Tamam al-minnah fi fiqhi al-kitab wa shohih as-sunnah, Syaikhuna Adil bin Yusuf Al-Azzazi, muassasah al-qurtubah, cet. Ketiga, th. 1427 H 2006 M, Egypt.
4.     Al-Mulakhos al-fiqhi, Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan, dar al-‘ashimah, cet. Pertama, th. 1423 H, Riyadh - KSA.
5.     Shifatu shaumi An-Nabi shallallahu alaihi wasallam, Syaikh Ali Hasan dan Syaikh Salim Al-Hilali, dar ibnu hazm, cet. Kedelapan, th. 1426 M/2005 M, Beirut – Libanon.
6.     As-shahih min ahkam as-shiyam, Abu Abdirrahman Al-Hilali, dar nuruddin, cet. Pertama th. 1426 H/ 2005 M, Egypt.

@lif/solo/4/9/2015.

Tulisan Al-Ustadz Muhammad Alif, Lc hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=131484354087902&id=100016790144202

Kebanyakan Orang Menyia-Nyiakan Waktunya

Kebanyakan Orang Menyia-Nyiakan Waktunya
Kebanyakan Orang Menyia-Nyiakan Waktunya

⚠🕝⛔  *KEBANYAKAN ORANG MENYIA-NYIAKAN WAKTUNYA*

Allah ﷻ berfirman:

ﺣَﺘَّﻰ ﺇِﺫَﺍ ﺟَﺎﺀَ ﺃَﺣَﺪَﻫُﻢُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕُ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺏِّ ﺍﺭْﺟِﻌُﻮﻥِ. ﻟَﻌَﻠِّﻲ ﺃَﻋْﻤَﻞُ ﺻَﺎﻟِﺤﺎً ﻓِﻴﻤَﺎ ﺗَﺮَﻛْﺖُ.

"Hingga apabila kematian datang kepada salah seorang diantara mereka maka dia mengatakan, "Wahai Rabbku, kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku bisa beramal shalih yang aku tinggalkan."
📚 (QS. Al-Mu'minun: 99-100)

Saudaraku, rahimakumulloh...
Hendaknya setiap kita tidak menyia-nyiakan waktu.

(Baca Juga : 8 Bukti Cinta Kepada Rasulullah)

Perhatikan dan cermatilah dari penyesalan yang disebutkan dalam ayat ini.

Dia tidak mengatakan, "Kembalikan aku ke dunia gar aku menikmati harta, atau menikmati istri, atau menikmati kendaraan, atau menikmati istana."

Akan tetapi dia mengatakan, "Agar aku bisa beramal shalih yang aku telah tinggalkan(lalaikan)."

Saudaraku,rahimakumulloh...
Waktu telah berlalu,apakah kita telah memanfaatkannya dengan baik, yaitu melaluinya dengan berbagai amal sholih?
Atau kita malah melaluinya dengan kelalaian dan kemaksiatan?

Saudaraku,..
waktu adalah sesuatu yang paling berharga, walaupun sekarang ini menurut sebagian kita sesuatu yang tidak berharga.
Sehingga kebanyakan kita membiarkan waktu kita banyak berlalu begitu saja tanpa faedah, bahkan kita membiarkan waktu kita yang banyak dengan melakukan hal-hal yang merugikan.
Allahul musta'an.

Kita tidak berbicara tentang keadaan satu orang,kita berbicara tentang keadaan kaum Muslimin secara umum.
Dimana hari ini sangat disayangkan, sebagian kita tenggelam dalam hal yang sia-sia, dan kelalaian, bahkan kemaksiatan.
Kita tidak serius dalam urusan agama kita, bahkan mayoritas kita dalam kelalaian dan kemewahan. Yang hanya sibuk memperhatikan kemewahan untuk badan(penampilan) dan hal duniawiyah lainnya, meskipun konsekuensinya adalah merusak agama.
Allahul musta'an.

Semoga Allah ﷻ mengampuni kita, dan memberikan kepada kita sekalian taufiq dan kemudahan_Nya untuk senantiasa memanfaatkan setiap waktu kita dalam hal yang bisa mendatangkan kecintaan dan keridhoan Allah ﷻ.

(Baca Juga : Mereka Semua Ulama Kaum Muslimin)

📝 Akhukum fillah
Fajrin Abu Yahya وفقه الله

📚 (Faedah Syarh Riyadhus Shalihin,oleh Syaikh Sholih Al Utsaimin رحمه الله)
•┈┈•┈┈•⊰✿📚✿⊱•┈┈•┈┈•
https://www.facebook.com/Abuyahyafajrin/

Tulisan Al-Ustadz Fajrin Abu Yahya hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/1991277107606965/posts/2155270261207648/

Ilmu Itu Rasa Takut

Ilmu Itu Rasa Takut
Ilmu Itu Rasa Takut

🍂 ILMU = RASA TAKUT 🍂
➖➖➖➖➖➖➖➖ ➖
Ilmu yang benar adalah yang menghadirkan rasa takut kepada Allah ﷻ,sehingga seseorang semakin bertambah ilmunya seharusnya mengantarkan dirinya semakin takut kepada Allah ﷻ, yang dengannya ia senantiasa beramal sholih dan berpaling dari segala bentuk kemaksiatan.....

Allah ﷻ berfirman :

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama”
 📖(QS. Fathir: 28).

(Baca Juga : Sahabat Nabi dan Para Ulama dari Yaman)

📜 Ibnu Katsir rahimahullah berkata ; “Sesungguhnya yang paling takut pada Allah dengan takut yang sebenarnya adalah para ulama (orang yang berilmu). Karena semakin seseorang mengenal Allah Yang Maha Agung, Maha Mampu, Maha Mengetahui dan Dia disifati dengan sifat dan nama yang sempurna dan baik, lalu ia mengenal Allah lebih sempurna, maka ia akan lebih memiliki sifat takut dan akan terus bertambah sifat takutnya.”
📚 (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 308).

Diantara ulama ada yang berkata ;

من كان بالله اعرف كان لله اخوف

“Siapa yang paling mengenal Allah, dialah yang paling takut pada Allah.”

Semakin seseorang berilmu, semakin ia memiliki rasa takut pada Allah. Rasa takut inilah yang membentengi seseorang dari maksiat. Ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu dalam mengenal Rabbnya.

📜 Berkata Asy Sya’bi rahimahullah ;

إنَّمَا الْعَالِمُ مَنْ يَخْشَى اللَّهَ

“Orang yang berilmu, itulah yang punya rasa takut pada Allah”.

📜 Ibnu Mas’ud pernah berkata ;

كَفَى بِخَشْيَةِ اللَّهِ عِلْمًا وَكَفَى بِالِاغْتِرَارِ بِاَللَّهِ جَهْلًا

“Cukup rasa takut pada Allah disebut ilmu dan cukup orang yang terbuai dengan karunia Allah disebut bodoh.”
📚 (Majmu’ Al Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 3: 333)

(Baca Juga : Semoga Kita Berjumpa di Telaga)

📜Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata ;

وَإِذَا كَانَ أَهْلُ الْخَشْيَةِ هُمْ الْعُلَمَاءُ الْمَمْدُوحُونَ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ لَمْ يَكُونُوا مُسْتَحِقِّينَ لِلذَّمِّ وَذَلِكَ لَا يَكُونُ إلَّا مَعَ فِعْلِ الْوَاجِبَاتِ

“Jika orang yang takut pada Allah adalah para ulama, lalu mereka inilah yang terpuji dalam Al Qur’an dan mereka pun tidak dicela, maka merekalah yang biasa menjalankan kewajiban.”
📚 (Majmu’ Al Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 7: 21)

Semoga Allah ﷻ senantiasa meng'anugrahkan kepada kita sekalian ilmu yang bermanfaat.

📝 Akhukum fillah
Fajrin Abu Yahya وفقه الله
•┈┈•┈┈•⊰✿📚✿⊱•┈┈•┈┈•

Tulisan Al-Ustadz Fajrin Abu Yahya hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=2176479036014496&id=100009572618445

Bahaya Syirik dan Keutamaan Tauhid

Bahaya Syirik dan Keutamaan Tauhid
Bahaya Syirik dan Keutamaan Tauhid

🚫⚠️Bahaya Syirik Dan Keutamaan Tauhid☝️

Saudaraku Rahimaniyiallohu wa iyyakum...
Mengawali tulisan ini saya mengingatkan agar kiranya setiap kita hendaknya beriman dan senantiasa bertakwa kepada Allah di mana saja kita berada. Dan janganlah kita mati melainkan dalam keadaan ber_Islam.

Sebagaimana Firman Allah ﷻ :

يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Demikian pula sebagaimana wasiat Nabi ﷺ yg diriwayatkan oleh Abu Dzar:
اتّق اللَّه حَيْثُماَكُنْتَ
Bertaqwalah kalian kpd Allah dimanapun kalian berada.
📚(HR.Tirmidzi)

(Baca Juga : Meluruskan Pemahaman)

Dan telah banyak penjelasan yang menerangkan tentang makna taqwa.
Di antaranya adalah pernyataan Thalq bin Habib رحمه الله :

إِذَا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ فَأَطْفِئُوهَا بِالْتَّقْوَى. قَالُوْا: وَما الْتَّقْوَى؟ قَالَ: أَنْ تَعْمَلَ بِطَاعَةِ الله عَلَى نُوْرٍ مِنَاللهِ تَرْجُو ثَوَابَ اللهِ وَأنْ تَتْرُكَ مَعْصِيَةَ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ تَخَافُ عِقَابَ اللهِ.

“Apabila terjadi fitnah, maka padamkanlah dengan taqwa”. Mereka bertanya:
 “Apakah taqwa itu?” Beliau menjawab: “Hendak-nya engkau melaksanakan keta’atan kepada Allah, di atas cahaya Allah, (dengan) mengharap keridhaan-Nya; dan hendaknya engkau meninggalkan kemaksiatan terhadap Allah, di atas cahaya Allah, (karena) takut kepada siksaNya.

Dan Ketaatan terbesar yang wajib kita laksanakan adalah Mentauhidkan Allahﷻ, dan kemaksiatan terbesar yang mesti kita hindari adalah melakukan kesyirikan.

Tauhid adalah tujuan diciptakannya makhluk, tujuan diutusnya seluruh para rasul, tujuan diturunkannya kitab-kitab samawi, sekaligus juga merupakan pijakan pertama yang harus dilewati oleh orang yang berjalan menuju Rabbnya.

Allah ﷻ berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ  اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah (hanya) kepadaKu.”
📖(Adz-Dzaariyaat: 56)

Dan Allah ﷻ juga berfirman :

وَلَـقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلًا اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ ۚ

"Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), Sembahlah Allah, dan jauhilah Tagut.
📖(QS. An-Nahl 16: Ayat 36)

Juga firmanNya:

وَمَاۤ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا نُوْحِيْۤ اِلَيْهِ اَنَّهٗ  لَاۤ اِلٰهَ اِلَّاۤ اَنَاۡ فَاعْبُدُوْنِ
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Aku maka sembahlah Aku."
📖(QS. Al-Anbiya 21: Ayat 25)

Allah ﷻ juga berfirman:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

“Ketahuilah, bahwasanya tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagimu dan bagi kaum Mukminin (laki-laki dan wanita).”
📖(QS Muhammad ayat 19)

Saudaraku sekalian rahimakumullah...
Telah kita pahami bahwa kedudukan tauhid begitu tinggi dan pentingnya di dalam agama ini, maka pantaslah jika keutamaannya juga demikian besar.

Sebagaimana apa yang dikabarkan oleh Rasulullah ﷺ dalam sabdanya :

 مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ النَّارَ.

 “Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah (niscaya) Allah mengharamkan Neraka atasnya (untuk menjilatnya).”
📚 (HR. Muslim No. 29)

(Baca Juga : Pembelaan Untuk Syaikhul Islam)

Hadits lain, dari Utsman bin Affan Radhiallaahu anhu , bahwasanya Rasulullah ﷺ  bersabda:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلاَّ الله دَخَلَ الْجَنَّةَ.

“Barangsiapa yang meninggal dunia, sedangkan dia menge-tahui bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah melainkan Dia (Allah) niscaya akan masuk Jannah.”
(HR. Muslim No. 25)

Demikian juga sabdan Rasulullah ﷺ yg lainnya, yg kami ambil sebagiannya saja:

وَمَنْ لَقِيَنِيْ بِقُرِابِ الأَرْضِ خَطَايًا لاَ يُشْرِكُ بِيْ شَيْئًا لَقَيْتُهُ بِمِثْلِهَا مَغْفِرَةً.

“Dan barangsiapa yang menemuiKu dengan (membawa) dosa sepenuh bumi sekalipun, namun dia tidak menye-kutukan Aku dengan sesuatu apapun, pasti Aku akan menemuinya dengan membawa ampunan yang semisal itu.”
📚 (HR. Muslim No. 2687)

Demikian sebaliknya, yaitu syirik(lawan dari tauhid) juga memiliki banyak bahaya yang sangat mengerikan, dimana sudah seharusnya setiap kita benar-benar merasa takut terhadapnya, senantiasa berdoa dan mempelajarinya, agar terhindar dari kesyirikan tersebut.
Diantara bahaya syirik itu adalah sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits Jabir, bliau berkata:

 جَاء أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا الْمُوْجِبَتَانِ ؟ فَقَالَ: مَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ.

“Seorang Arab Badui datang menemui Rasulullah ﷺ  , lalu bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah dua perkara yang pasti itu?” Beliau menjawab:
“Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun, niscaya dia akan masuk Jannah. Dan barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu, niscaya dia akan masuk Neraka”.
 📚(HR. Muslim)

Dan Allah ﷻ mengancam pelaku kesyirkan dengan Firman_Nya:

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰ لِكَ لِمَنْ يَّشَآءُ  ۚ  وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدِ افْتَـرٰۤى اِثْمًا عَظِيْمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) syirik dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki”.
📖 (An-Nisa: ayat 48 dan ayat 116)

Allah ﷻ juga berfirman:

  وَلَوْ اَشْرَكُوْا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَّا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

“Dan seandainya mereka berbuat syirik, pastilah gugur amal perbuatan yang telah mereka kerjakan.”
📖(Al-An’am: 88).

(Baca Juga : Sampaikan Salamku Kepada Ahlussunnah)

Maka sungguh merupakan musibah jika seseorang jahil (bodoh) terhadap perkara tauhid dan perkara syirik, dan musibah lebih besar dari itu adalah, jika seseorang telah mengetahui perkara syirik namun dia tetap melakukannya.
Dengan inilah hendaklah kita terpacu untuk menambah/menuntut ilmu sehingga kita bisa menjadi Ahluttauhid(orang orang yg melaksanakan tauhid)dan menjauhi segala bentuk kesyirikan dan Pelakunya.
Tentunya semua hal tersebut dapat kita raih dengan pertolongan,taufik dan hidayah dari Allah ﷻ...

Semoga bermanfaat,

وَ نَسْأَلُ الله أَنْ يَرْزُقَنَا عِلْمًانَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً، وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىآلِهِ وَصِحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

Jum'at 9 Jumadil ula 1439 H
             26 januari 2018 M
___________________________
📝Fajrin Abu Yahya حفظه الله
(Pembina & Pengajar Rumah Qur'an As-Sunnah)
🌐https://www.facebook.com/Abuyahyafajrin/

Tulisan Al-Ustadz Fajrin Abu Yahya hafidzhahullah

Sumber: https://www.facebook.com/1991277107606965/posts/2089549054446436/

Jangan Sia-Siakan Masa Mudamu

Jangan Sia-Siakan Masa Mudamu
Jangan Sia-Siakan Masa Mudamu

⛔❌ JANGAN SIA-SIAKAN MASA MUDAMU
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين

Ikhwanifillah rahimakumulloh,..
Umur merupakan kumpulan dari waktu-waktu yang dilalui oleh seorang manusia. Sedangkan masa muda merupakan salah satu fase yang akan dilalui oleh setiap kita. Masa muda merupakan masa keemasan yang dimiliki oleh seseorang, karena saat itulah pertumbuhan fisiknya telah sempurna dan ia mempunyai kesempatan serta kekuatan yang besar. Hal ini merupakan salah satu nikmat dari Allah ﷻ yang patut untuk kita syukuri karena tidak semua orang memperoleh kenikmatan ini. Pertanyaannya,sudahkah kita mensyukuri masa muda yang Allah berikan kepada kita ini?...

*Hidup di Dunia Hanyalah Sementara*

Ikhwani fiddin rahimaniyyallohuwa iyyakum,...
Seorang pemuda yang sadar bahwa suatu saat ia akan meninggalkan masa muda dan kehidupan dunianya, pasti akan senantiasa berfikir untuk masa depannya kelak di akhirat. Dia tentunya tidak akan menyia-nyiakan masa mudanya tersebut hanya untuk berfoya-foya tanpa melakukan amal perbuatan yang bermanfaat bagi akhiratnya. Dia juga akan senantiasa memanfaatkan masa mudanya untuk beribadah kepada Allah dan mengisi hari-harinya dengan perbuatan yang bisa mendekatkan dirinya kepada Allah.

(Baca Juga : Benarkah Allah Mempunyai Kaki?)

Dan bukankah tujuan kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah ﷻ?
Wahai para pemuda, ketahuilah, sungguh Allah subhanahu wata’ala telah menciptakan kita bukan tanpa adanya tujuan. Bukan pula memberikan kita kesempatan untuk bersenang-senang saja, tetapi untuk meraih sebuah tujuan mulia yaitu beribadah kepada _Nya.
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
📖(Adz Dzariyat: 56)

Maka Beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Itulah tugas utama yang harus dijalankan oleh setiap hamba Allah.

Dalam beribadah, kita dituntut untuk ikhlas dalam menjalankannya. Yaitu dengan beribadah semata-mata hanya mengharapkan ridha dan pahala dari Allah subhanahu wata’ala dan hendaknya ibadah itu berkesesuaian dengan apa yg dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam

Jangan beribadah karena terpaksa, atau karena gengsi terhadap orang-orang di sekitar kita. Apalagi beribadah dalam rangka agar dikatakan bahwa kita adalah orang-orang yang alim, kita adalah orang-orang shalih atau bentuk pujian dan sanjungan orang lain,jangan pula beribadah tanpa ada contoh dari nabi shallallohu alaihi wassalam.

Umurmu Tidak Akan Lama Lagi Wahai para pemuda, jangan sekali-kali terlintas di benak kalian: beribadah nanti saja kalau sudah tua, atau mumpung masih muda, gunakan untuk foya-foya. Ketahuilah, itu semua merupakan rayuan setan yang mengajak kita untuk menjadi teman mereka di An Nar (neraka). Tahukah kalian, kapan kalian akan dipanggil oleh Allah subhanahu wata’ala, berapa lama lagi kalian akan hidup di dunia ini? Jawabannya adalah sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ “
Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan dilakukannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
📖(Luqman: 34)

Wahai para pemuda, bertaqwalah kalian kepada Allah subhanahu wata’ala. Mungkin hari ini kalian sedang berada di tengah-tengah orang-orang yang sedang tertawa, berpesta, dan hura-hura menyambut tahun baru dengan berbagai bentuk maksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, tetapi keesokan harinya kalian sudah berada di tengah-tengah orang-orang yang sedang menangis menyaksikan jasad-jasad kalian dimasukkan ke liang lahad (kubur) yang sempit dan menyesakkan.
Betapa celaka dan ruginya kita, apabila kita belum sempat beramal shalih. Padahal, pada saat itu amalan diri kita sajalah yang akan menjadi pendamping kita ketika menghadap Allah subhanahu wata’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Yang mengiringi jenazah itu ada tiga: keluarganya, hartanya, dan amalannya. Dua dari tiga hal tersebut akan kembali dan tinggal satu saja (yang mengiringinya), keluarga dan hartanya akan kembali, dan tinggal amalannya (yang akan mengiringinya).”
📚(Muttafaqun ‘Alaihi)

Wahai para pemuda, takutlah kalian kepada adzab Allah subhanahu wata’ala. Sudah siapkah kalian dengan timbangan amal yang pasti akan kalian hadapi nanti. Sudah cukupkah amal yang kalian lakukan selama ini untuk menambah berat timbangan amal kebaikan. Betapa sengsaranya kita, ketika ternyata bobot timbangan kebaikan kita lebih ringan daripada timbangan kejelekan. Ingatlah akan firman Allah subhanahu wata’ala:
فَأَمَّا مَن ثَقُلَتْ مَوَازِينُه() فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَّاضِيَةٍ() وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ() فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ() وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ() نَارٌ حَامِيَةٌ()
“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.”
📖 (Al Qari’ah: 6-11)

Ikhwanifillah rahimaniyyallohu wa iyyakum
Bersegeralah dalam Beramal Wahai , bersegeralah untuk beramal kebajikan,...

Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam senantiasa menasihatkan kepada para pemuda untuk benar-benar memanfaatkan hidupnya di dunia ini untuk memperbanyak bekal akhiratnya. Karena sejatinya, seorang yang hidup di dunia ini adalah ibarat seorang pengembara yang beristirahat di suatu tempat dan suatu saat akan meninggalkannya. Dahulu ketika Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma masih remaja(dalam atsar disebutkan bliau saat itu berumur 12 Th) , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam pernah menasihatinya dengan sabdanya:

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ

“Jadilah engkau di dunia ini sebagai orang yang asing atau seorang pengembara”.
📚 (HR. Bukhari no. 6416)

Dalam hadits yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

مَا لِي وَلِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا

”Apa peduliku dengan dunia?! Tidaklah aku hidup di dunia ini melainkan seperti seorang pengembara yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu pengembara tersebut pergi meninggalkannya.”
📚 (HR. at-Tirmidzi no. 2377)

Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu juga memberi petuah kepada kita,

ارْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً ، وَارْتَحَلَتِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً ، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ ، وَلاَ تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا ، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابَ ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلَ

“Dunia itu akan pergi menjauh. Sedangkan akhirat akan mendekat. Dunia dan akhirat tesebut memiliki anak. Jadilah anak-anak akhirat dan janganlah kalian menjadi anak dunia. Hari ini (di dunia) adalah hari beramal dan bukanlah hari perhitungan (hisab), sedangkan besok (di akhirat) adalah hari perhitungan (hisab) dan bukanlah hari beramal.”
📚(HR. Bukhari secara mu’allaq-)

Ikhwanifillah rahimaniyyallohu wa iyyakum,..
Manfaatkanlah Waktu Muda kita , Sebelum Datang Waktu Tua

Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara :

[1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,

[2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,

[3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,

[4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,

[5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.”
📚(HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir)

Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, maksudnya: “Lakukanlah ketaatan ketika dalam kondisi kuat untuk beramal (yaitu di waktu muda), sebelum datang masa tua renta.” Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, maksudnya: “Beramallah di waktu sehat, sebelum datang waktu yang menghalangi untuk beramal seperti di waktu sakit.” Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, maksudnya: “Manfaatklah kesempatan (waktu luangmu) di dunia ini sebelum datang waktu sibukmu di akhirat nanti. Dan awal kehidupan akhirat adalah di alam kubur.” Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, maksudnya: ”Bersedekahlah dengan kelebihan hartamu sebelum datang bencana yang dapat merusak harta tersebut, sehingga akhirnya engkau menjadi fakir di dunia maupun akhirat.” Hidupmu sebelum datang kematianmu, maksudnya: “Lakukanlah sesuatu yang manfaat untuk kehidupan sesudah matimu, karena siapa pun yang mati, maka akan terputus amalannya.”

Al Munawi mengatakan,

فَهِذِهِ الخَمْسَةُ لَا يَعْرِفُ قَدْرَهَا إِلاَّ بَعْدَ زَوَالِهَا

“Lima hal ini (waktu muda, masa sehat masa luang, masa kaya dan waktu ketika hidup) barulah seseorang betul-betul mengetahui nilainya setelah kelima hal tersebut hilang.”
📚(At Taisir Bi Syarh Al Jami’ Ash Shogir, 1/356)

Benarlah kata Al Munawi. Seseorang baru ingat kalau dia diberi nikmat sehat, ketika dia merasakan sakit. Dia baru ingat diberi kekayaan, setelah jatuh miskin. Dan dia baru ingat memiliki waktu semangat untuk beramal di masa muda, setelah dia nanti berada di usia senja yang sulit beramal. Penyesalan tidak ada gunanya jika seseorang hanya melewati masa tersebut dengan sia-sia.

(Baca Juga : 4 Ayat Al-Quran Tentang Asmaul Husna)

Siapa saja yang Beramal Di Waktu Muda Akan Bermanfaat Untuk Waktu Tuanya.

Dalam surat At Tiin, Allah telah bersumpah dengan tiga tempat diutusnya para Nabi ‘Ulul Azmi yaitu [1] Baitul Maqdis yang terdapat buah tin dan zaitun –tempat diutusnya Nabi ‘Isa ‘alaihis salam-, [2] Bukit Sinai yaitu tempat Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa ‘alaihis salam, [3] Negeri Mekah yang aman, tempat diutus Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Setelah bersumpah dengan tiga tempat tersebut, Allah Ta’ala pun berfirman,

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”
📖 (QS. At Tiin [95] : 4-6)

An Nakho’i mengatakan, “Jika seorang mukmin berada di usia senja dan pada saat itu sangat sulit untuk beramal, maka akan dicatat untuknya pahala sebagaimana amal yang dulu dilakukan pada saat muda.

Ibnu Qutaibah mengatakan, “Makna firman Allah (yang artinya), “Kecuali orang-orang yang beriman” adalah kecuali orang-orang yang beriman di waktu mudanya, di saat kondisi fit (semangat) untuk beramal, maka mereka di waktu tuanya nanti tidaklah berkurang amalan mereka, walaupun mereka tidak mampu melakukan amalan ketaatan di saat usia senja. Karena Allah Ta’ala Maha Mengetahui, seandainya mereka masih diberi kekuatan beramal sebagaimana waktu mudanya, mereka tidak akan berhenti untuk beramal kebaikan. Maka orang yang gemar beramal di waktu mudanya, (di saat tua renta), dia akan diberi ganjaran sebagaimana di waktu mudanya.”
📚 (Lihat Zaadul Maysir, 9/172-174)

Begitu juga kita dapat melihat penjelasan dalam masalah ini di surat Ar Ruum ayat 54.

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفاً وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ

“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”
📚(QS. Ar Ruum: 54)

Ibnu Katsir mengatakan, “(Dalam ayat ini), Allah Ta’ala menceritakan mengenai fase kehidupan, tahap demi tahap. Awalnya adalah dari tanah, lalu berpindah ke fase nutfah, beralih ke fase ‘alaqoh (segumpal darah), lalu ke fase mudh-goh (segumpal daging), lalu berubah menjadi tulang yang dibalut daging. Setelah itu ditiupkanlah ruh, kemudian dia keluar dari perut ibunya dalam keadaan lemah, kecil dan tidak begitu kuat. Kemudian si mungil tadi berkembang perlahan-lahan hingga menjadi seorang bocah kecil. Lalu berkembang lagi menjadi seorang pemuda, remaja. Inilah fase kekuatan setelah sebelumnya berada dalam keadaan lemah. Lalu setelah itu, dia menginjak fase dewasa (usia 30-50 tahun). Setelah itu dia akan melewati fase usia senja, dalam keadaan penuh uban. Inilah fase lemah setelah sebelumnya berada pada fase kuat. Pada fase inilah berkurangnya semangat dan kekuatan. Juga pada fase ini berkurang sifat lahiriyah maupun batin. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban”.”
📚 (Tafsir Al Qur’an Al Azhim pada surat Ar Ruum ayat 54)

Jadi, usia muda adalah masa fit (semangat) untuk beramal.
Oleh karena itu, manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya. Janganlah disia-siakan.

Ingatlah wahai para pemuda,..rahimakumulloh...
Bahwa Allah Senantiasa Mengawasi Setiap Perbuatan kita

Seseorang yang mempunyai keimanan terhadap kehidupan akhirat tentunya akan benar-benar memanfaatkan umur dan masa muda yang diberikan oleh Allah kepadanya dengan sebaik mungkin. Dia akan mengisi hari-harinya dengan hal-hal yang bermanfaat. Disaat dia lalai dan berbuat salah kepada Allah, ia pun akan segera bertaubat kepadaNya. Karena dia tidak mau mengahadap Allah Ta’ala dengan membawa dosa yang justru akan mendatangkan murka Allah Ta’ala.

Berbeda dengan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat dan cenderung tidak merasa takut terhadap balasan Allah Ta’ala. Maka mereka pun akan menghabiskan masa mudanya di dunia ini dengan bermaksiat kepada Allah dan melakukan hal-hal yang disukainya saja tanpa memperhatikan apakah hal itu dilarang oleh Allah atau tidak. Mereka seakan-akan tidak merasa takut dengan apa yang dilakukannya. Padahal mereka tidak akan pernah lepas dari pengawasan Allah Ta’ala walaupun sedetik saja. Dan akan selalu ada malaikat di sampingnya yang akan mencatat segala apa yang ia lakukan dan apa yang ia ucapkan. Allah Ta’ala berfirman:

مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”
📖(QS. Qaaf [50]: 18)

Dan ingatlah,.
Masa Muda Seseorang, Akan Ditanyakan di Hari Kiamat, maka persiapkanlah jawaban yang kelak bisa menyelamatkan kita dari azab Allah ﷻ

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalambersabda:

لَا تَزُوْلُ قَدَمَا ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ

“Tidak akan bergeser kedua kaki anak Adam di hari kiamat dari sisi Rabb-Nya, hingga dia ditanya tentang lima perkara (yaitu): tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan, dan dalam hal apa (hartanya tersebut) ia belanjakan dan apa saja yang telah ia perbuat dari ilmu yang dimilikinya.”
📚(HR. ath-Thirmidzi no. 2416, ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir jilid 10 hal 8 hadits no. 9772 dan hadits ini telah dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Ashahihah no. 946)

Umur adalah masa umum
Dan masa muda adalah masa yang khusus yang kelak akan ditanya, dihabiskan dan digunakan untuk apa?

Bahkan pendengaran, penglihatan dan apa-apa yang tersimpan di dalam hatinya pun akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah kelak di hari kiamat . Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً

“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.”
📖(QS. al-Isra [17]: 36)

Setelah mengetahui bahwa segala macam perbuatan yang kita lakukan itu akan dimintai pertanggungjawabannya, maka sudah selayaknya kita harus lebih berhati-hati dalam setiap tindak tanduk kita. Dan berusahalah untuk senantiasa menghindari keburukan-keburukan yang bisa saja kita lakukan dengan anggota badan maupun dengan pendengaran, penglihatan dan hati kita.

Wahai saudaraku para pemuda rahimakumulloh,...
Jadilah Pemuda yang Dicintai Oleh Allah

Dan menjadi seorang pemuda yang dicintai oleh Allah hendaknya menjadi impian setiap insan yang beriman.
Karena jika Allah telah mencintai seorang hamba, maka keberkahan dan kebaikanlah yang kan ia dapatkan.

Dan di akhirat kelak, ia akan mendapatkan perlindungan dan naungan dari-Nya, dimana pada hari itu tidak akan ada naungan (sama sekali) kecuali naungan dari-Nya.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ…… وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ

“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan naungan Allah, di hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya (diantaranya adalah): …….Dan seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah.”
📚 (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَعْجَبُ مِنَ الشَّابِّ لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ

“Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar kagum terhadap seorang pemuda yang tidak memliki shabwah”
📚(HR Ahmad 2/263, dishahihkan leh syaikh Al-Albani dalam “ash-Shahiihah” no. 2843)

Maksud “shabwah” adalah pemuda yang tidak mengikuti hawa nafsunya, dia membiasakan dirinya melakukan kebaikan dan berusaha keras menjauhi keburukan.

Hendaknya para pemuda mengisi waktu mereka dengan kegiatan positif atau mencari-cari kegiatan positif. Misalnya menghadiri majelis ilmu, menghapalkan Al-Quran dan sunnah, membuat kegiatan sosial dan lain-lainya. Tidak lupa juga segera mencari teman yang baik, teman bergaul yang baik dalam melaksanakan kegiatan tesebut agar bisa saling menopang dan saling menasehati. Pemuda masih sangat labil serta mudah terpengaruh dan terhasut oleh lingkungan dan pertemanan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

المرء على دين خليله، فلينظر أحدكم من يخالل

“Seorang manusia akan mengikuti agama teman dekatnya, maka hendaknya salah seorang darimu melihat siapa yang dijadikan teman dekatnya”
📚(HR Abu Dawud no. 4833,dihasankan oleh syaikh Al-Albani)

Jika kita lihat pemuda di zaman sekarang, banyak banyak hal-hal aneh yang mereka lakukan. Misalnya saja sekelompok anak “punk”, memakai “tepong” cincin di hidung, lidah dan pusar, mewarnai rambut dan mengolah rambut dengan bentuk yang sangat aneh. Melakukan aksi kebut-kebutan di jalan dengan berbonceng empat, atau melakukan berbagai kegiatan aneh lainnya yang intinya adalah mencari perhatian dan mengisi waktu mereka sebagai dorongan hasrat jiwa muda mereka.

Salah satu penyebab kerusakan pemuda adalah kekosongan waktu alias tidak ada kegiatan yang bernilai positif. Jika tidak diisi dengan kegiatan positif, maka akan diisi dengan kegiatan negatif.

Ketika pemuda mengalami kekosongan waktu (kosong dari kegiatan positif), maka mereka mulai mulai mencari-cari kegiatan atau mengisinya dengan kegiatan yang paling minimal sia-sia dan kurang bermanfaat seperti nongkrong-nongkrong tidak jelas. Belum lagi ada yang merasa kurang perhatian baik dari keluarga dan temannya, maka ia akan melakukan hal-hal yang aneh, ajaib bahkan vulgar agar tetap eksis. Misalnya balap-balapan di jalan raya, membuat kerusuhan di sekolah bersama gengnya bahkan membuat video tidak layak dengan geng atau pasangan tidak halalnya.

(Baca Juga : Jangan Pernah Mencabut Uban)

Sungguh benar adanya, apa yang telah dikatakan oleh al imam
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah ,

وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلَتْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ

“Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan disibukkan dengan hal-hal yang batil”
📚(Al Jawabul Kaafi hal 156)

Inilah kaidah kehidupan, bahwa jika kita tidak mengisi kehidupan kita dengan kegiatan positif, kita tidak mencari kegiatan positif, maka pasti kita isi dengan kegiatan yang negatif atau minimal sia-sia dan kurang bermanfaat. Apalagi bagi seorang pemuda yang jiwanya masih bergelora.

Semoga Allah ﷻ senantiasa memberikan kepada kita sekalian taufiq dan hidayah-Nya untuk beramal sholih dan menetapkan kita sekalian kepada perkara yang dicintai dan diridhoi_Nya serta menjaga kita dari ragam fitnah baik di dunia maupun di akhirat kelak...

📝Penulis :
Al faqir ila maghfirati rabbih
Fajrin Abu Yahya  حفظه الله تعالى
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Rumah Qur'an As-Sunnah Pinrang
Jum'at sore, 3 Syawal 1440 H / 7 Juni 2019 M.
Materi Tabligh akbar "Kemuliaan Pemuda Hijrah Dalam Islam"

https://www.facebook.com/Abuyahyafajrin/

Tulisan Al-Ustadz Fajrin Abu Yahya hafidzhahullah

Sumber: https://www..facebook.com/story.php?story_fbid=2298883163513023&id=1991277107606965